Anda di halaman 1dari 16

HUTANG PIUTANG BARANG DENGAN JAMINAN ARISAN MENURUT

TINJAUAN FIQIH MUAMALAH


(STUDI KASUS ARISAN BU TUTI DESA PAJANANGGER KEC.
ARJASA KAB.SUMENEP JATIM)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program


Studi Strata S1 Pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam

Oleh:

AQIDATUL AWALIYAH
I000180011

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
i
ii
iii
HUTANG PIUTANG BARANG DENGAN JAMINAN ARISAN MENURUT
TINJUAN FIQIH MUAMALAH
(Studi Kasus Arisan Bu Tuti Desa Pajanangger Kec. Arjasa Kab. Sumenep,
Jatim)

Abstrak

Pada praktik akad hutang piutang barang dengan jaminan arisan Terdapat 100
anggota arisan yang berpartisipasi dengan pembayaran setiap pekan Rp. 10.000.00
dan uang yang terkumpul Rp. 1.000.000.00. Barang yang dijadikan piutang
berupa peralatan rumah tangga, baju dan sejenisnya. Setiap anggota arisan
diwajibkan berhutang dengan maksimal Rp. 1.000.000.00 dan Terdapat syarat
tambahan pada setiap harga barang Rp. 5.000.00. subjek pada penelitian ini yaitu
masyarakat yang ikut serta dalam arisan yang diadakan Bu Tuti sedangkan
objeknya adalah hutang piutang barang dengan jaminan arisan. Penelitian ini
memliki tujuan untuk mengetahui bagaimana praktik akad hutang piutang barang
dengan jaminan arisa serta analisis praktik tersebut berdasarkan tinjauan fiqih
muamalah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan
data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa esensi dalam transaksi hutang piutang barang dengan jaminan arisan ini
ialah jual beli dengan pembayaran di akhir atau jual beli bi taqshith. Namun, di
desa tersebut lebih dikenal dengan istilah hutang piutang. Rukun dan syarat jual
beli barang dengan pembayaran diakhir menggunakan uang arisan yang
dijaminkan sudah sesuai dengan fiqih muamalah. Adanya persyaratan
dinaikkannya harga per barang Rp.5.000.00. diperbolehkan dalam jual beli bi
taqshith karena kenaikan harga tersebut sudah jelas pada kesepakatan awal dan
para pihak menyetujuinya sehingga akadnya tidak fasid (batal), barang yang
dijadikan objek jual beli pun bukan termasuk dalam kategori barang ribawi.

Kata Kunci: Hutang piutang, jual beli, jaminan, arisan, fiqih muamalah.

Abstract

In the practice of accounts payable contracts with arisan guarantees. There are 100
arisan members who participate with weekly payments of Rp. 10.000.00 and the
money collected is Rp. 1.000.000.00. Goods that are used as receivables are
household appliances, clothes and the like. Each arisan member is required to owe
a maximum of Rp. 1,000,000.00 and there are additional conditions for each item
price of Rp. 5,000.00. The subject of this research is the people who participate in
the social gathering held by Mrs. Tuti while the object is the debt of goods
receivable with the guarantee of the gathering. This study has a purpose to find
out how the practice of accounts payable contracts with arisa guarantees and an
analysis of these practices based on a review of muamalah fiqh. This study uses a
qualitative method with data collection through interviews and documentation.
The results of this study indicate that the essence of the debt transaction with the
guarantee of this arisan is buying and selling with payment at the end or buying
and selling bi taqshith. However, in this village it is better known as debt. The
pillars and terms of buying and selling goods with payment at the end using the

1
guaranteed social gathering money are in accordance with muamalah fiqh. There
is a requirement to increase the price per item by Rp. 5,000.00. Bi taqshith sale
and purchase is allowed because the price increase was clear in the initial
agreement and the parties agreed so that the contract was not fasid (void), the
goods that were used as objects of sale and purchase were not included in the
category of usury goods.

Keywords: Accounts payable, buying and selling, collateral, social gathering, fiqh
muamalah.

1. PENDAHULUAN
Hukum yang tertulis pada kitab UUD 1945 akan mengatur segala kegiatan
masyarakat dan negara. Dalam ketentuan kitab Undang-undang Hukum Perdata
pasal 1754 menerangkan bahwasanya pinjam-meminjam merupakan suatu
perjanjian antara dua pihak yang satu sebagai pemberi pinjaman dan pihak lain
sebagai yang meminjam dengan syarat akan dikembalikan sesuai keadaan semula.
Hal ini juga tercermin bahwa manusia merupakan makhluk sosial, sehingga
mengharuskan untuk berinteraksi satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan
manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain.
Hutang piutang menurut kamus besar bahasa indonesia, yaitu uang yang
dipinjamkan kepada orang lain. Islam menganjurkan seseorang yang memiliki
harta lebih untuk memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan. Sedangkan
menurut Agama Islam hukum hutang piutang harus dilaksanakan berdasarkan
pada Al-Quran dan Hadits. Hutang piutang merupakan kegiatan muamalah yang
bercorak ta’awun (tolong menolong) kepada pihak lain untuk memenuhi
kebutuhannya dan suatu bentuk ibadah sosial menurut pandangan Islam.
Tujuan hutang piutang tidak terlepas dari unsur komersial dan usaha yang
berorientasi pada keuntungan. Hutang piutang perkara yang sulit dipisahkan
dalam interaksi kehidupan manusia. Sedangkan dampak dari sosial ekonomi
hutang piutang yaitu bahwa hutang piutang mempunyai fungsi menghilangkan
kesusahan orang lain yang membutuhkan, menghindari permusuhan dan
menimbulkan rasa cinta kasih antar sesama. Oleh karena itu dalam konteks ini,
seseorang yang memberikan hutang tidak boleh mengambil manfaat atas barang
yang dihutangi. Pemberi hutang tidak boleh menerima hadiah atau manfaat

2
lainnya dari peminjam hutang, selama sebabnya adalah hutang. Hal ini sesuai
dengan larangan qard yakni perjanjian menolong orang yang membutuhkan.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup tersebut manusia tidak bisa melakukan sendiri
tetapi membutuhkan orang lain. Sudah menjadi kodrat manusia yang diciptakan
Allah untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Supaya mereka
saling tolong menolong, tukar menukar kebutuhan dalam segala urusan
kepentingan hidup, baik jual beli, sewa menyewa, hutang1piutang, pinjaman, dan
yang lainnya. Prinsip saling tolong menolong dalam hal kebaikan ini juga harus
tercermin dalam semua kegiatan sehari-hari khususnya pada kegiatan ber
muamalah atau dalam kegiatan ekonomi dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan. Di dalam hukum Islam mengatur mengenai aturan-aturan tertentu
yang mengatur kehidupan bermasyarakat yang disebut dengan hukum muamalah.
Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam interaksi social yang sesuai
syariat. Muamalah mencakup semua jenis interaksi antara manusia dengan
manusia dalam hal harta benda. Dalam menjalankan muamalah dibatasi oleh hak
dan kewajiban hal ini agar orang yang melakukannya tidak merasa dirugikan dan
merugikan orang lain. Manusia diberikan kebebasan untuk mengatur segala aspek
dalam kehidupan asalkan tidak bertentangan dengan nash al qur’an dan syara’
disamping itu kegiatan muamalah memang sangat di anjurkan dalam Islam
meskipun bermuamalah haruslah dengan cara yang halal dan wajar.
Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sudah banyak yang telah
bercampur tangan dengan konsep yang diadopsi dari luar Agama Islam, Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihkan, bahkan bisa menghilangkan konsep
muamalah Islam itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang Peneliti amati di
kehidupan pedesaan yang marak sekali hutang piutang dengan menghilangkan
konsep muamalah islam, yaitu: Sangat besarnya bunga yang diberikan kepada si
penghutang serta terjadinya permusuhan akibat pelunasan yang tertunda atau tidak
melakukan pembayaran hutang dalam jatuh tempo yang sudah mendapatkan
kesepakatan sebelumnya.
Hutang piutang merupakan kegiatan yang sangat biasa dalam kehidupan
bermasyarakat. Apalagi pada masyarakat pedesaan, terdapat banyak jenis hutang
piutang salah satunya adalah hutang piutang barang dengan sistem pembayaran

3
arisan. Arisan merupakan sebuah perkumpulan orang dengan cara menyerahkan
sejumlah harta yang dilakukan secara bertahap dengan masa atau waktu yang
sudah ditetapkan guna memperoleh pemenang arisan pada periode tertentu.
Kegiatan Arisan yang dilakukan di desa pajanangger merupakan suatu kegiatan
yang sangat lumrah. Banyaknya kebutuhan seseorang yang tidak sesuai dengan
kemampuan finansial untuk memenuhinya mengakibatkan banyaknya minat
masyarakat desa pajanangger untuk ikut serta pada kegiatan arisan barang
tersebut.

2. METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) di Desa
pajanangger kecamatan arjasa kabupaten sumenep jatim, dimana data sampel dari
subjek penelitian yaitu masyarakat yang ikut serta dalam hutang piutang barang
dengan jaminan arisan. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini yaitu
pendekatan deskriptif kualitatif untuk mengetahui hasil dari penelitian ini yaitu
memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Praktik Hutang Piutang Barang dengan Jaminan Arisan di Desa
Pajanangger Kec. Arjasa Kab. Sumenep Jatim
Model praktik yang berlaku adalah setiap orang yang ingin mengikuti
arisan mendatangi toko Bu Tuti tanpa perantara untuk sebuah kesepakatan
antara lain;
3.1.1 Mendatangi toko bu tuti untuk melakukan sebuah kesepakatan,
seperti kapan akan dimulai dimana tempatnya dan berapa iurannya
serta kesepakatan kesepakatan lainnya.
3.1.2 Setelah mengetahui nominal iurannya dan waktu dimulai maka
membayar iuran yaitu setiap satu pekan Rp. 10.000.00.
3.1.3 Kemudian diundi
3.1.4 Semua anggota arisan diwajibkan berhutang barang dengan total 1
juta nantinya dan tidak diperkenankan menguangkan hasil arisannya
Kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk biaya pengobatan.

4
3.1.5 Barang yang dijadikan piutang umumnya sejenis pakaian, peralatan
rumah tangga.
3.1.6 Berdasarkan kesepakatan diawal setiap barang yang dihutangkan
harganya naik Rp.5000.00. karena pembayarannya menggunakan
arisan yang ditangguhkan.

Berdasarkan hasil wawancara Usia rata-rata anggota diatas 21 tahun. Pada


praktik ini akad hutang piutang berlangsung sampai semua anggota arisan
memperoleh undiannya. ada 100 anggota arisan yang diundi satu kali dalam satu
minggu dengan perolehan Rp. 1000.000.00. Bu Tuti selaku ketua arisan memberi
batasan bagi setiap anggota yang belum memperoleh undian diperkenankan
berhutang maksimal 50% dari hasil arisan yang diperoleh.sedangkan yang sudah
memperoleh undian diberikan kebebasan untuk berhutang maks seharga hasil
undian. Beliau hanya memberi syarat bahwa setiap barang dinaikkan harganya
sebesar Rp.5000.00. alasan Bu Tuti memberi hutang tidak lain karena ingin
membantu. Bu Tuti kadang merasa untung kadang juga rugi, untung karena
barangnya laku, rugi jika ada anggota arisan yang telat bayar sehingga uang beliau
macet. System arisan setiap anggota membayar uang Rp.10.000.00 dalam 1 pekan
kemudian diundi jika pemenangnya diperoleh maka pemenang berhak berhutang
barang dari hasil undian tersebut. Bu Tuti mengambil keuntungan setiap barang
Rp.5000.00. hal ini sudah beliau sampaikan kepada para anggota diawal
kesepakatan. Untuk perselisihan pasti pernah terjadi. Beliau menagih hutang
dengan cara mendatangi rumah terkait. Beliau memberi keringanan dalam 3
pekan. Sanksi yang beliau berikan kepada anggota yang lalai yaitu tidak
diperkenankan berhutang kembali dan biasanya tidak diperkenankan mengikuti
kelompok arisan kembali.
Desa pajanangger merupakan desa yang memiliki perekonomian masyarakat
menengah ke bawah. Pekerjaan mayoritas penduduknya sebagai petani, sehingga
Pendapatan yang tidak pasti mengakibatkan sebagian orang sulit memenuhi
kebutuhannya Sehingga tidak dapat dipungkiri jika hutang piutang menjadi marak
disebabkan hal tersebut. Biasanya, yang memberi hutang ialah seseorang yang
dirasa mampu di desa tersebut. Bu Tuti selaku ketua arisan sekaligus sebagai

5
pemberi pinjaman merupakan orang yang dipandang berkecukupan. Alasan beliau
memberikan piutang yaitu karena ingin membantu anggota arisan yang
membutuhkan bantuan dengan cara membentuk kelompok arisan dan
mempersilahkan anggota arisan berhutang barang yang dibutuhkan dengan
jaminan uang arisan. Memberi bantuan merupakan perbuatan yang mulia. Namun
berdasarkan wawancara beliau memberikan tambahan pada setiap barang yang
dipiutangkan.
Pada dasarnya, arisan sudah berjalan sejak lama di desa pajangger. Akan
tetapi, arisan yang dijadikan jaminan atas hutang ini baru berlangsung sejak 3
tahun. Pada penelitian ini terkhusus praktik hutang piutang barang dengan
jaminan arisan yang berlangsung apakah sudah berdasarkan fiqih mu’amalah
(qard). Praktik hutang piutang ini merupakan kegiatan yang sudah sangat diminati
oleh masyarakat desa pajanangger karena bisa dengan mudah memperoleh
kebutuhannya tanpa mempunyai uang yang cukup.

3.2 Analisis Hutang Piutang Barang dengan Jaminan Arisan Menurut


Tinjauan Fiqih Mu’amalah (Qard)
Menurut analisis Esensi kasus diatas sebenarnya lebih kepada jual beli
bi at-taqshith. yaitu, jual beli yang harganya ditangguhkan kemudian
pembayarannya bertahap secara cicil atau kredit berdasarkan waktu yang
telah ditentukan pihak terkait, namun pada masyarakat desa pajanangger
lebih dikenal dengan istilah hutang piutang. Dalam kaidah fiqih muamalah
yaitu

‫اصد َِوالم َعانِي الَ لأللفَاظ َو ْال َمبَانِي‬


ِ َ‫ال ِعب َْرة ُ فِي ْالعُقُو ِد ِل ْل َمق‬
“Yang dijadikan pegangan dalam akad adalah maksud dan maknanya, bukan
lafazh dan susunan redaksinya.”

Kaidah fiqih diatas menjelaskan bahwa maksud dan makna dari kasus
ini adalah jual beli barang dengan pembayaran diakhir sedangkan lafazh atau
dikenalnya pada masyarakat tersebut adalah hutang piutang. Sehingga dalam
sebuah akad yang dijadikan pegangan yaitu maksud bukan lafadznya. . Dalam
jual beli Bi Taqshith diperbolehkan harganya diakhirkan karena sama sama

6
memperoleh keuntungan antara pihak terkait yang mana pembeli tidak harus
membayar langsung tunai karena ia tidak mempunya uang saat itu dan penjual
memperoleh keuntungan dengan harga yang lebih tinggi sehingga dalam islam
hal ini diperbolehkan apabila dalam praktik jual beli. Dalam kasus ini anggota
arisan sebagai konsumen yang membeli beberapa barang yang diinginkan atau
butuhkan di Toko Bu Tuti selaku penjual dan pembayaran menggunakan uang
arisan yang ditangguhkan deangan cara membayar tiap satu pekan
Rp.10.000.00 kemudian ketika memperoleh undian hasil dari uang arisan
dibayarkan. Namun di desa pajanangger lebih dikenal dengan istilah hutang
piutang.
Berdasarkan jual beli barang dengan pembayaran diakhir menggunakan
arisan yang dijaminkan ini sudah memenuhi rukun jual beli itu sendiri. dimana
terdapat orang yang berakad, dan terdapat objek akad berupa uang arisan yang
dijaminkan atas pembelian tersebut serta telah terjadi ijab dan qabul yang
diucapkan secara langsung oleh pihak terkait. Begitu pula syaratnya sudah
terpenuhi yaitu orang yang melakukan akad sudah bisa dikatakan ‘aqil
(berakal) dalam artian bisa membedakan hal baik dan buruk juga usia rata-rata
pihak diatas 21 tahun sehingga dapat dikatakan mereka bisa memutuskan
keputusan tanpa paksaan dari orang lain. Untuk syarat ijab dan qabul dalam
hal ini mereka melakukan ijab dan qabul secara langsung tanpa perantara
orang lain sehingga dapat saling memahami kesepakatan. Selanjutnya terkait
ma’qud ‘alaih atau objek perjanjiannya dalam hal ini objeknya sudah ada
yaitu barang-barang yang diminta oleh anggota arisan saat berlangsung.
Hukum jual beli bi at-taqshith ini diperbolehkan dalam islam dengan syarat
harganya sudah ditentukan diawal.
Terdapat dua hukum akad, yaitu akad shahih dan akad tidak shahih,
akad yang shahih yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syarat akad itu
sendiri. Dalam kasus ini sudah terpenuhi rukun dan syaratnya yang mana
setelah bertemunya para pihak yang berakad pihak satu mengungkapkan
keinginannya dan dikabulkan oleh pihak dua. Objek akad yaitu berupa barang
yang sudah jelas ada dan benar milik pihak terkait. Berdasarkan jual beli
barang dengan pembayaran diakhir menggunakan arisan sehingga, terdapat

7
uang arisan yang dijaminkan. Dalam kasus ini barang yang dijadikan objek
jual beli yaitu umumnya pakaian dan peralatan rumah tangga seperti; kompor,
kursi dll sehingga hal ini tidak dikategorikan sebagai riba qard karena barang
yang dijadikan objek jual beli tersebut bukan termasuk kategori macam
macam barang ribawi. Ada enam jenis barang yang dikategorikan sebagai
barang ribawi yaitu perak, emas, garam, kurma, gandum kasar, dan gandum
halus.
Adanya persyaratan yaitu tambahan pengembalian sebagaimana yang
dikatakan Bu Tuti selaku pemberi hutang tentang dinaikkannya harga per
barang Rp.5000.00. juga diperbolehkan dalam jual beli bi at-taqshith karena
hal ini sudah jelas ada pada kesepakatan awal, bahwasanya harga per barang
yang dibeli secara kredit itu dinaikkan sebesar Rp. 5000.00 kemudian pihak
pembeli menyetujui. Berdasarkan perkataan ulama dari empat madzhab
Syafi’iyah hanafiyah malikiyah, Hanbaliyah, Zaid bin Ali dan mayoritas
ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini Baik harga barang yang
menjadi objek transaksi sama dengan harga cash maupun Lebih tinggi. Namun
demikian mereka mensyaratkan kejelasan akan, yaitu adanya kesepahaman
antara penjual dan pembeli bahwa jual-beli itu memang dengan sistem kredit.
Dalam transaksi semacam ini biasanya si penjual menyebutkan dua harga,
yaitu harga cash dan harga kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli
dengan cash atau kredit.
Pada point uang arisan yang tidak dapat diuangkan itu sudah
persyaratan dan kesepakatan diawal. Menurut peneliti adanya ijab dan qabul
untuk menghasilkan sebuah kesepakatan. Sehingga pihak terkait semestinya
sudah mengetahui serta menyetujui persyaratan yang ada. Jika diamati dari
beberapa anggota arisan yang sudah diwawancara mereka tidak keberatan
dengan persyaratan berupa tambahan harga yang diberikan. Karena bagi
mereka itu merupakan imbalan untuk Bu Tuti selaku pemberi hutang yang
telah membantu atas keperluan mereka.

8
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Model praktik akad hutang piutang barang di desa pajanangger yaitu
setiap orang yang ikut serta dalam arisan membayar setiap pekan
Rp.10.000.00 dengan anggota 100 orang sehingga terkumpul hasil
arisan Rp.1000.000.00, bagi pemenang undian tidak dapat
menguangkan hasil arisannya kecuali darurat seperti biaya pengobatan
selain itu diwajibkan berhutang barang di toko milik Bu Tuti sebesar
hasil arisan tersebut, dengan syarat dan kesepakatan diawal setiap
harga barang dinaikkan Rp.5000.00.
4.1.2 Setelah diamati esensi dalam kasus ini lebih mengacu pada jual beli
barang dengan pembayaran diakhir atau bai’ bi at-taqshith bukan
hutang piutang. Namun, pada masyarakat pajanangger lebih dikenal
dengan hutang piutang. Rukun dan syarat jual beli barang dengan
pembayaran diakhir menggunakan uang arisan yang dijaminkan sudah
sesuai dengan fiqih muamalah qard. Adanya persyaratan dinaikkannya
harga per barang Rp.5000.00. diperbolehkan dalam jual Bai’ bi at-
taqshith karena kenaikan harga tersebut sudah jelas pada kesepakatan
awal dan para pihak menyetujuinya sehingga akadnya tidak fasid
(batal), barang yang dijadikan objek jual beli pun bukan termasuk
dalam kategori barang ribawi.
4.2 Implikasi Penelitian
Melihat hasil penelitian yaitu esensi kasus yang sebenarnya adalah
jual beli bai’ at-taqshith akan tetapi lebih dikenal dengan istilah hutang
piutang maka hal ini bisa dijadikan sebagai referensi masyarakat sana untuk
mengetahui tata cara serta hukum yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. 1998. Hukmu Al-Bai’ Bi-At-Taqshith Alih Bahsa Oleh Ma’ruf Abdul
Jalil Jual Beli Kredit. Jakarta: Gema Insani Press.

9
Alam, Azhar., Sari, D.P., Habibi, B. Mei 2020. Penyuluhan Etika Hutang Piutang
Dalam Islam di Dusun Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Amaliah,
Vol. 4, No. 1, 1-13. https://doi.org/10.32696/ajpkm.v4i1.324.
Ath Thayyar, A.M., Al-Muthlaq, A., & Al-Musa, M.I. 2015. Ensiklopedi Fiqih
Mu’amalah Dalam Pandangan 4 Madzhab. Yogyakarta: Maktabah Al-
hanif Griya Wirokerten.
Baco, T.S. 2020. Kredit (At-Taqhsith) Dalam Diskursus Hadis Nabi Muhammad
Saw. Jurnal Al-Iqtishad, Vol. 2, No. 2, 148. https://doi.org/10.24252/el-
iqthisadi.v2i2.18354.
Djuwaini, Dimayuddin. 2015. Pengantar Fiqih Mu’amalah. Yogyakarta.
Efendi, S.M. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Enes, Vreda. 2017. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Utang Piutang
Antara Pengepul dan Nelayan di Alasdowo Dukuhseti Pati”. Skripsi.
Fakultas Syari’ah dan Hukum. Jurusan Mu’amalah. UIN Walisongo.
Semarang.
Febriana, A. 2016 “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Jasa
Layanan Pengiriman Barang Lewat Jalur Nugraha Ekakurir Cabang
Palembang”. Skripsi. UIN Raden Fatah. Palembang.
Hafidah, N. Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah Dalam Kerangka Sistem
Hukum Syariah. Jurnal Ekonomi Islam dan Infaq. 1-19.
Hafidz, A. 2020. “Praktik Utang Piutang Dengan Jaminan Arisan Dalam
Perspektif Fiqih Mu’amalah (Qard), (Studi Kasus di Dukuh Poloharjo
Desa Sobayan Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten)”. Skripsi. Fakultas
Syariah. Jurusan Mu’amalah. IAIN Surakarta. Surakarta.
Hannanong, I., Aris. 2019. Al-qardh Al-Hasan: Soft And Benevolent Loan Pada
Bank Islam. Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 7, No. 1.
Harahap, B. 2006. Kedudukan, Fungsi dan Problematika Jaminan Dalam
Perjanjian Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syari’ah. Jurnal
Yustisia No.69, 44-55. https://core.ac.uk/download/pdf/12345678.pdf.
Hazmi, V. 2019. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Arisan Uang Dengan Sistem
Bayaran”. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum. Jurusan Mu’amalah.
UIN Raden Intan. Lampung.

10
Hidayat, Taufiq. 2019. “Praktek Arisan Uang Prespektif Ibnu Qudamah (Studi
Kasus Di Desa Gunting Saga Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten
Labuhan Batu Utara)”. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum. Jurusan
Mu’amalah. UIN Sumatera Utara. Medan.
Hosen, M.N. 2019. Analisis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi. Jurnal Al-
Iqtishad. Vol.1, No.1. https://doi.org/10.15408/aiq.v1i1.2453.
Kartika, R.F. 2016. Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah Dan Rahn).
Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi. Vol. 15, No. 2, 229-252.
https://doi.org/10.15408/kordinat.v15i2.6332.
Lathifah, U. 2017. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Arisan di Desa
Sidomukdi Kecamatan Rendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Provinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah. IAIN Ponorogo. Ponorogo.
Lestari, E.D. 2021. “Tinjauan Akad Qard Dalam Pelaksanaan Arisan Dagang”.
Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. IAIN
Ponorogo. Ponorogo.
Mahfud, M. 2016. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Arisan Sistem Iuran
Berkembang (Studi Kasus Di Desa Mrisen Kec. Wonosalam Kab.
Demak)”. Skripsi. Fakultas Syaiah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
UIN Walisongo. Semarang.
Maysaroh, O.A., Rosyadi, I. 2018. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual
Beli Ulat Ungker (Studi Kasus di Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora”. Skripsi. Fakultas Agama Islam. jurusan Hukum
Ekonomi Syari’ah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Muin, Rahmawati., Hadi. Januari 2018. Perilaku Masyarakat Terhadap
Pelaksanaan Arisan Lelang Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Kasus Masyarakat Desa Paomacang Luwu Utara). Jurnal Ekonomi Islam,
Vol. 5, No. 1, 60-79.
Poerwadarminto. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwadarminta, W. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Risqy, R.,Irpan, HA. 2021. Pemahaman Jual Beli Dengan Sistem Bai’ Bi Al
Taqsith (Kredit). Jurnal Hukum Ekonomi Syariah.

11
Rusmaidah, N. 2020. “Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Praktik Arisan Online
Sistem Menurun (Studi Kasus Pada Akun Instagram Arisan By.Ofi)”.
Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Mu’amalah. IAIN Surakarta. Surakrta.
Syaifullah, M.S. Deseember 2014. Etika Jual Beli Dalam Islam. Jurnal Studia
Islamika, Vol. 11, No. 2, 371-387.
Sischah. N. 2019. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Arisan Dengan
Sistem Indek Tahunan di Desa Kembiritan Kecamatan Genteng
Kabupaten Banyuwangi”. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Mu’amalah.
UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Sofwan, S.M. 1924. Hukum Perdata Hukum Kebendaan
Tusadiah, N.H., Imron, R. 2018. “Tinjauan Hukum Islam Trhadap Praktek Jual
Beli Karet di Desa Batumarta 1 Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten Oku”.
Skripsi. Fakultas Agama Islam. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Undang-Undang Bab1 Pasal 1 Ayat 3 Bentuk Dan Kedaulatan, n.d.
Yuswalina. 2016. Hutang Piutang Dalam Perspektif Fiqh Mu’amalah di Desa
Ujung Tanjung Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. Jurnal
Intizar, Vol. 19, No. 2, 395-410.
https://doi.org/10.19109/intizar.v19i2.419.

12

Anda mungkin juga menyukai