Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK

HUTANG PIUTANG
(Studi Kasus Pada Masyarakat Petani Padi dan Bandar Padi Di Desa
Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam
terhadap praktik hutang piutang pada masyarakat petani padi dan bandar padi di Desa
Sukamantri Kecamatan Tanjungkera Kabupaten Sumedang Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus serta mengumpulkan informasi secara
terinci dan mendalam dengan menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data selama
periode tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik hutang piutang pada
masyarakat petani padi dan bandar padi di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta
Kabupaten Sumedang bertentangan dengan hukum Islam, Mekanisme hutang piutang yang
diberlakukan oleh kreditur sama dengan akad pada umumnya. Namun pada praktik hutang
piutang adanya tambahan yang telah dijanjikan diawal oleh pihak petani padi (kreditur)
dan dalam penyerahan tambahan apabila belum bisa melunasi hutang maka tambahannya
terlebih dahulu diberikan berupa padi setiap kali panen.

Kata Kunci: Hutang Piutang, Tambahan, Pembayaran

PENDAHULUAN

Dalam Islam cara manusia memenuhi kebutuhan diatur dalam satu

hukum, yaitu dalam muamalah. Muamalah adalah suatu aktivitas yang

dilakukan oleh seseorang dengan seorang atau lebih dalam memenuhi

kebutuhannya. Salah salah satu bentuk dari muamalah adalah hutang

piutang. Dalam konsepsi Fiqh Mu’amalah hutang piutang disebut dengan

qardh, akad qardh menjadi salah satu alternatif yang paling dominan

digunakan oleh masyarakat dalam melakukan kegiatan bisnis. Dalam akad

qardh terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh para pihak

yang membuat akad dan ketentuan tersebut harus diperjelas pada saat
membuat akad, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, karena ketentuan

tersebut menjadi hal yang sangat objektif dalam akad qardh.

Menurut Imam Abu Hanifah, qardh merupakan akad yang bersifat

tabarru’ dan mengikat (luzum) para pihak terutama pihak pengutang yang

telah meminjam sejumlah uang kepada pemilik uang dan telah menerimanya

maka uang tersebut menjadi miliknya, dan si penghutang wajib

1
mengembalikan dengan jumlah uang yang sama. Para ulama sepakat bahwa

setiap hutang yang mengambil manfaat hukumnya haram apabila itu

disyaratkan atau ditetapkan dalam perjanjian di awal akad, karena akad qardh

itu sebagai akad tabarru’ tidak boleh menarik keuntungan, apalagi

1 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta:Amzah,2010)hlm. 280-281


1
2

bila pihak yang berutang dipersyaratkan untuk melebihkan

pembayarannya. Orang yang meminjam tidak dibenarkan mengembalikan

pinjaman melebihi dari jumlah yang ia pinjam. Apabila kelebihan

pembayaran itu dilakukan oleh pihak yang berutang dan tanpa ada dasar

perjanjian sebelumnya, maka kelebihan tersebut boleh (halal) bagi pihak

yang meminjamkan uang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang

berutang sebagai bentuk rasa terima kasih, sedangkan jika kelebihan

pembayaran yang dilakukan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang

berpiutang berdasarkan atas perjanjian yang telah mereka sepakati maka

2
tidak boleh dan haram bagi pihak yang berpiutang.

Dasar hukum hutang piutang dalam ajaran agama Islam

diperbolehkan supaya manusia saling tolong menolong serta saling bantu

membantu dalam kebajikan, karena didalamnya terdapat pahala yang besar.

Unsur tolong menolong dimaksudkan supaya tidak merugikan orang lain

seperi mengambil keuntungan dari hasil pinjaman tersebut. Memberi

pinjaman atau utang bagi yang membutuhkan merupakan sesuatu hal yang

dianjurkan, dari aturan yang telah dibuat oleh Allah SWT diharapkan saling

peduli terhadap nasib terhadap orang-orang yang dalam kesusahan dan

kesulitan, akan tetapi dalam memberi pinjaman dalam hukum Islam tidak

boleh mengambil manfaat atau keuntungan dari piutang tersebut sehingga

akan merugikan orang lain. Mengambil keuntungan sekecil apapun dari

2 Wahwab Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Penerjemah Abdul


Hayyie al-kattani), (Jakarta: Gema Insani, 2011)hlm. 373
3

transaksi utang piutang, dilarang dalam Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari, telah dijumpai ada warga masyarakat yang

melaksanakan praktik hutang piutang yang tidak sesuai syari’at Islam,

seperti masyarakat di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta

Kabupaten Sumedang yang mayoritas masyarakat di Desa Sukamantri

mata pencahariannya adalah dari hasil pertanian. Dalam memenuhi

kebutuhannya kadang tidak cukup dari hasil panen, sehingga mereka

terpaksa berhutang kepada orang yang perekonomiannya baik atau ke

bandar padi. Masyarakat Desa Sukamantri telah melakukan praktik

perjanjian hutang piutang itu sudah berlangsung dari tahun ke tahun.

Dalam pelaksanaan perjanjian hutang piutang yaitu perjanjian antara

petani padi (pihak yang berhutang) dengan bandar padi (orang yang

memberikan hutang) dilaksanakan secara lisan atau tidak tertulis yaitu hanya

menggunakan kesepakatan atau persetujuan bersama berdasarkan

kepercayaan. Masyarakat yang mau melakukan pinjaman mendatangi bandar

padi untuk meminjam uang dengan jumlah tertentu, kemudian si pemberi

pinjaman memberikan uang dengan jumlah yang dibutuhkan, namun dalam

prakteknya mereka melakukan transaksi hutang piutang uang

3 Ibid., hal.82
4

dengan adanya tambahan yang dijanjikan diawal oleh pihak peminjam

berupa hasil panen padi sebanyak 2 karung tersebut diberikan kepada

pihak pemberi pinjaman sampai hutang itu terlunasi. Apabila si peminjam

belum bisa mengembalikan uang, maka setiap kali panen padi harus

memberikan hasil panen sebanyak 2 karung, yang biasanya dalam satu

tahun si peminjam itu bisa memberikan sampai tiga kali, karena dalam

4
setahun pihak peminjam itu bisa panen maksimal tiga kali panen. Untuk

itu penulis ingin megetahui mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam

terhadap praktik hutang piutang pada masyarakat petani padi dan bandar

padi di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkera Kabupaten Sumedang

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif . Penelitian kualitatif


adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Melalui
penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang
34
mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Secara
umum, studikasus merupakan strategi yang cocok apabila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “how” dan “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa – peristiwa yang akan dielidiki, dan bilamana focus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks
kehidupan nyata. 9

Pendekatan peneletian yang digunakan adalah Penelitian Lapangan,


yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi
dengan bantuan berbagai macam material yang ada dilapangan. Dalam hal
ini, penelitian berlokasi di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta
Kabupaten Sumedang. Selain lapangan, penelitian ini juga menggunakan
penelitian kepustakaan (library research) sebagai pendukung dalam
melakukan penelitian, dengan menggunakan berbagai literatur yang ada di
pepustakaan yang relevan dengan masalah yang di angkat untuk di teliti.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. .Pendekatan kualitatif .dipilih karena


pendekatan ini cocok untuk mengamati suatu fenomena yang terjadi .dilingkungan
masyarakat. .Oleh karena itu pendekatan kualitatif digunakan oleh penulis untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.8

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Secara
umum, studikasus merupakan strategi yang cocok apabila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “how” dan “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa – peristiwa yang akan dielidiki, dan bilamana focus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks
kehidupan nyata. 9

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Praktik Hutang Piutang Yang Dilakukan Oleh Masyarakat Petani

Padi Dan Bandar Padi Di Desa Sukamantri Kecamatan

Tanjungkera Kabupaten Sumedang

1. Latar belakang terjadinya praktik hutang piutang antara

petani padi dan bandar padi

Hutang piutang tidak hanya sebagai bentuk kegiatan

ekonomi semata, namun juga sebagai wadah untuk berinteraksi dan

bersosialisasi antar warga. Dari data yang telah dikumpulkan

terlihat bahwa sumber mata pencaharian utama warga Desa

Sukamantri mayoritas adalah petani. Dalam keadaan itu

masyarakat Desa Sukamantri dalam memenuhi kebutuhan

ekonominya berhutang pada orang yang tergolong mampu yaitu

bandar padi di Desa Sukamantri.

Menurut Ibu Iis wawancara pada hari Rabu, 1 Juli 2020,

selaku salah satu petani padi di Desa Sukamantri beliau menuturkan

bahwa tujuan peminjaman adalah untuk membeli barang elektronik.

Dengan jumlah pinjaman sebesar Rp. 2000.000,00. dan ini merupakan

pinjaman yang pertama kali beliau lakukan. Berbeda


49

dengan Bapak Udin wawancara pada hari kamis, 2 juli 2020 bahwa

tujuan beliau meminjam uang untuk menambah modal usahanya,

karena Bapak Udin selain menjadi petani padi beliau juga membuat

kerajinan dari bambu untuk menambah penghasilannya. Dengan

jumlah pinjaman sebesar Rp. 1.500.000, 00. dan ini merupakan

pinjaman yang pertama kali beliau lakukan.

Selanjutnya Ibu Nani, dan Ibu Enoh wawancara pada hari

Rabu 1 juli 2020 beliau sudah sering melakukan peminjaman

semacam ini. Yaitu untuk membeli pupuk, bayar sekolah anak,

bahkan untuk membeli peralatan rumah juga. Beliau menuturkan

bahwa pinjaman tersebut dilakukan karena uang yang ada masih

kurang, sehingga untuk menambahi kekurangannya, beliau

meminjam pada Ibu Etik selaku salah satu kreditur di desa tersebut.

Dengan jumlah pinjaman sebesar Rp. 100.000,00 hingga Rp.

2.000.000,00. Berbeda dengan Ibu Eneng, Ibu Ihat, Ibu Empat dan

Ibu Apong wawancara pada hari rabu, 1 juli dan kamis 2 juli 2020

ketika disinggung mengenai alasan mereka melakukan peminjaman

dan sudah berapa kali melakukan peminjaman, mereka menuturkan

bahwa alasan mereka melakukan peminjaman adalah untuk

membeli pupuk dan keperluan lainnya. Dan mereka sudah

beberapa kali melakukan pinjaman semacam ini. Dengan rata-rata

pinjaman yang mereka pinjam berkisar antara Rp. 1.000.000,00

sampai dengan Rp. 2.000.000,00.


50

Selanjutnya Ibu Ining, Ibu Entin, Ibu Imah, Ibu Ade, Ibu

Awa, Ibu Erat dan Bapak Uce wawancara pada hari selasa 30 Juni,

Rabu 1 Juli, Kamis Juli 2020 ketika disinggung mengenai alasan

mereka melakukan peminjaman dan sudah berapa kali melakukan

peminjaman, mereka menuturkan bahwa alasan mereka melakukan

peminjaman adalah untuk membeli pupuk untuk padi karena uang

yang mereka punya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari untuk keperluan perawatan padi mereka selalu

kekurangan dan akhrinya meminjam. Dengan jumlah pinjaman

sekitar Rp. 1000.000,00. sampai dengan Rp. 2000.000,00.

Meminjam seperti ini telah sering mereka lakukan, bahkan karena

sering minjam dan sudah dipercaya terkadang pihak bandar padi

yang menawarkan uang. Karena dengan hal itu meminjamkan uang

kepada petani padi merupakan sebuah keuntungan yang besar.

Selain itu menurut penuturan Ibu Etik selaku bandar padi

wawancara pada hari selasa, 30 Juni 2020 alasan beliau

memberikan pinjaman adalah karena untuk menolong para petani

padi yang sedang membutuhkan pinjaman.

Setelah penulis mendengar dari hasil wawancara bahwa

keseluruhan dari petani padi (debitur) alasannya sama yaitu mereka

tidak ada jalan lain kecuali meminjam pada bandar padi (kreditur)

karena hal ini lebih mudah mereka lakukan. Walaupun ada Bank

tetap saja mereka tidak mau meminjam uang di Bank, karena


51

meminjam kepada orang yang mampu di Desa itu lebih mudah dan

lebih cepat. Kalau mereka meminjam uang di Bank menurut

mereka syarat-syarat yang harus di penuhi sangat berat bagi

mereka. Jika mereka berhutang kepada orang yang mampu di Desa

Sukamantri mereka tidak perlu menggunakan sertifikat atau barang

jaminan lainnya.

Tujuan mereka berhutang rata-rata hanya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, seperti membeli barang elektronik, untuk

modal bisnis, keperluan anak sekolah, rata-rata untuk membeli

pupuk dan kebutuhan lannya.

2. Perjanjian hutang piutang

Perjanjian transaksi hutang putang ini menurut Ibu Etik

pada wawancara hari selasa, 30 Juni 2020 pihak bandar padi tidak

meminta jaminan. Dalam perjanjian transaksi hutang piutang ini

tidak ada hitam di atas putih dan tidak ada saksi, mereka saling

percaya satu sama lain. Ketika disinggung mengenai tambahan

yang dijanjikan oleh pihak debitur, beliau menuturkan bahwa

tambahan itu hanyalah sebuah bentuk tanda terimakasih yang

diberikan oleh pihak debitur atas pinjamannya.

Dari hasil wawancara pada hari selasa 30 juni sampai kamis

2 juli 2020. Menurut penuturan semua pihak petani padi bahwa

perjanjian hutang piutang yang dilakukan masyarakat petani padi

dan bandar padi di Desa Sukamantri saat peminjaman uang mereka


52

menjanjikan di awal kepada kreditur akan memberikan kelebihan

berupa padi dari hasil panennya. Namun apabila pada saat jatuh

tempo debitur belum bisa membayar hutang pokok biasanya

kreditur memberikan waktu sampai debitur bisa melunasinya akan

tetapi selama hutang itu belum terlunasi maka debitur harus

memberikan hadiah tersebut terlebih dahulu setiap kali panen tiba..

Jika disinggung mengenai tambahan yang diberikan kepada

kreditur apakah cukup meringankan? Mereka menuturkan bahwa

semua itu dikarenakan masyarakat daerah tersebut sudah terbiasa

melihat atau melakukan transaksi tersebut, sehingga menjadikan

masyarakat daerah tersebut ada yang keberatan dan ada pula yang

tidak merasakan keberatan dengan tambahan yang diberikan semua

tergantung dengan kondisi ekonomi debitur. Karena menurut

mereka (para debitur) tambahan tersebut mereka janjikan di awal

agar pihak bandar padi mau memberikan pinjaman jika melakukan

pinjaman tanpa adanya tambahan akan sulit mereka dapatkan,

apalagi jika pinjaman tersebut dengan nominal yang besar, akan

mustahil sekali jika meminjam uang secara gratis tanpa adanya

tambahan dan menurut penuturan mereka sejauh ini setiap

melakukan pinjaman selalu disertai janji akan memberikan

tambahan kalaupun tidak mungkin sanksi sosial yang akan mereka

dapatkan, seperti hilangnya kepercayaan pihak bandar padi, jadi

bahan omongan orang, dan muncul rasa malu apabila tidak disertai
53

tambahan. Begitu pula, ketika ditanyakan mulai kapan transaksi ini

berlangsung?,mereka menuturkan, bahwa mereka tidak mengetahui

persis sejak kapan transaksi ini berjalan, yang mereka ketahui,

transaksi ini sudah ada sejak lama, bepuluh-puluh tahun lamanya.

Menurut penuturan para pihak petani padi transaksi seperti ini

sudah menjadi tradisi.

3. Pembayaran Hutang Piutang

Pembayaran hutang putang ini menurut Ibu Etik pada

wawancara hari selasa, 30 Juni 2020 beliau menuturkan bahwa

apabila pada saat waktu pembayaran pihak petani padi belum

mempunyai uang untuk membayar hutang kepada bandar padi

maka bandar padi akan memberi tambahan waktu lagi. Akan tetapi

biasanya tambahannya terlebih dahulu yang diberikan. Pada waktu

berikutnya apabila petani padi masih belum membayar hutang,

maka yang diserahkan terlebih dulu adalah tambahannya, semua

terjadi terus seperti itu sampai hutang itu terlunasi sesuai dengan

perjanjian diawal oleh pihak petani padi. Dalam penyerahan

tambahannya jumlah tambahan yang diberikan tetap tidak berubah

Dari hasil wawancara menurut penuturan Ibu Iis, wawancara

pada hari Rabu, 1 Juli 2020 saat pembayaran hutang karena kali

pertama beliau meminjam jadi saat musim panen pertama beliau

belum bisa melunasi hutang pokok jadi beliau memberikan

tambahannya terlebih dahulu yaitu 2 karung padi, karena waktu itu


54

beliau berjanji akan mebayar hutangnya saat panen tiba, kemudian

saat musim panen tiba untuk kedua kalinya Ibu Iis bisa melunasi

hutang pokonya beserta tambahannya 2 karung padi. Berbeda

dengan Bapak Udin, pada saat musim panen tiba Bapak Udin

menyerahkan tambahannya berupa 2 karung padi beserta hutang

pokonya langsung.

Dari hasil wawancara pada hari selasa 30 Juni sampai hari

kamis 2 Juli 2020 dalam proses pembayaran hutang piutang yang

dilakukan oleh petani padi lainnya dalam pembayaran tambahan dan

pembayaran hutang pokok proses pembayarannya sama. Yaitu apabila

sudah sampai batas waktu pembayaran atau sudah jatuh tempo maka

pembayaran hutang itu harus segera di bayar. Apabila pada saat jatuh

tempo dan debitur belum mempunyai uang untuk membayar hutang

kepada kreditur maka kreditur memberi tambahan waktu lagi. Akan

tetapi tambahannya harus diberikan terlebih dahulu selama hutang itu

belum lunas. Apabila saat musim panen tiba sesuai perjanjian diawal

apabila si debitur belum bisa melunasi utang pokoknya, maka

dibolehkan hanya membayar tambahannya (hasil panen padi) terlebih

dahulu, sedangkan batas waktu untuk pelunasan biasanya ditentukan

sendiri oleh orang yang berhutang dengan waktu pengembaliannya

bebas, tidak ada batasan waktu yaitu semampu orang yang meminjam

untuk melunasi utangnya tersebut. Jika si debitur belum dapat

mengembalikan hutang pada


55

waktu pengembaliannya tidak mempengaruhi tambahan yang,

maksudnya tambahannya tetap tidak sampai bertambah. Hutang

piutang tersebut sudah menjadi tradisi yang telah berlangsung sejak

lama dan sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Desa

Sukamantri.

D. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Hutang Piutang Pada

Masyarakat Petani Padi Dan Bandar Padi Di Desa Sukamantri

Kecamatan Tanjungkera Kabupaten Sumedang

1. Latar belakang terjadinya praktik hutang piutang antara

petani padi dan bandar padi

Latar belakang terjadinya praktik hutang piutang antara

masyarakat petani padi dan bandar padi di Desa Sukamantri dalam

hasil observasi dilapangan, penulis melihat bahwa praktik hutang

piutang ini terjadi karena faktor ekonomi. Artinya debitur berhutang

kepada kreditur itu semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Jika debitur tergolong orang yang ekonominya lemah, dan

mereka terdesak untuk mendapatkan pertolongan, maka kreditur

berinisiatif memberi pertolongan kepada debitur, bila dikaitkan

dengan tinjauan hukum Islam pertolongan dari kreditur merupakan

refleksi dari firman Allah Q.S. Al-Ma’idah (5) : 2 sebagai berikut:


‫ ربال ىلع اونواعتو باقعال ديد ش هّٰللا نَّ ۗاهّٰللا‬Y‫اوقَّتاوۖ ناودعالو مثاَل ىلع اونواعت لَو ۖى ٰوقَّتالو‬
56

Artinya :”Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan


dan taqwa dan jangan kamu tolong menolong untuk berbuat dosa
45
dan permusuhan” (QS. al-Maidah: 2)
Oleh karena itu dalam hukum Islam, dari latar belakang

antara petani padi dan bandar padi dalam melakukan praktik

hutang piutang tidak ada masalah karena hutang piutang

merupakan akad (transaksi ekonomi) yang mengandung nilai

ta’awun (tolong menolong). Dengan demikian hutang piutang

dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam

juga mendapatkan porsi tersendiri. Hutang piutang juga memiliki

nilai luar biasa terutama guna bantu membantu antar sesama yang

kebetulan tidak mampu secara ekonomi atau sedang membutuhkan.

2. Perjanjian hutang piutang

Perjanjian hutang piutang antara masyarakat petani padi

dan bandar padi di Desa Sukamantri dalam perjanjiannya pihak

petani padi menjajikan diawal akan memberi kelebihan berupa padi

sebanyak 2 karung saat panen tiba dan perjanjian tersebut sudah

menjadi tradisi sejak lama. Menurut hukum Islam praktik hutang

piutang pada masyarakat petani padi dan bandar padi di Desa

Sukamantri dengan adanya kelebihan yang telah dijanjiakan di

awal dan sudah menjadi kebiasaan (tradisi) di Desa Sukamantri

Kecamatan Tanjungkerta kabupaten Sumedang adalah masalah

45 Op Cit., hlm, 106


57

turunan dari masalah riba. Kaitannya dengan riba adalah terdapat

:suatu kaidah umum mengenal riba dalam hutang piutang yaitu


‫قرض جَّر منفعةً فهو ربا‬
ٍ ‫كل‬
Artinya: “setiap hutang-piutang yang mendatangkan manfaat
46
(bagi orang yang menghutangi ) maka itu adalah riba“.

Selain terkait dengan riba, hadiah tersebut juga terkait dengan

risywah (sogokan). Karena terkadang penghutang memberikan

hadiah kepada orang yang menghutangi dengan

harapan tempo pembayaran hutang bisa ditunda atau diperpanjang.

Seperti yang telah dijelaskan menurut Imam Asy Syaukani sebagai

:berikut

،‫دين‬YY‫ أو ِلجل رشوة صاحب َّال‬،‫ إذا كانت ِلجل َّالتنفيس في أجل َّالدين‬Y‫والحاصل َّأن الهَّدية والعارَّية ونحوهما‬
‫أو ِلجل أن يكون لصاحب َّالدين منفعة في مقابل دينه فذلك محَّرم؛ َِّلنه نوع من الربا أو رشوة‬
Artinya: “Kesimpulannya, hadiah atau pinjaman atau semisalnya
jika diberikan untuk menunda tempo pembayaran atau sebagai
risywah (sogokan ), atau untuk memberikan manfaat kepada
pemberi hutang atas hutang yang diberikan, maka ini haram.
,Karena ini merupakan bentuk riba atau risywah” (Nailul Authar
.)5/275
Akan tetapi menurut Ulama Syafi’iyyah penghutang boleh

secara mutlak memberikan hadiah kepada pemberi hutang, asalkan

asalkan hadiah memberikan boleh Jadi syarat. tanpa kadit

disyaratkan atau dijanjikan di awal. Kemudian dijelaskan juga

46
Op., Cit. Artikel
58

menurut Ammi Nur Baits mengenai syarat dalam hutang piutang

sebagai berikut:

a. Tidak dipersyaratkan di awal. Jika ada persyaratan di awal,

termasuk riba.

b. Murni atas inisiatif dan keinginan orang yang berutang. Jika

kelebihan ini karena permintaan kreditor (pemberi utang),

termasuk riba. Karena keuntungan yang diperoleh dari utang

adalah riba.

c. Tidak menjadi tradisi di masyarakat. Jika memberi kelebihan

saat pelunasan menjadi tradisi di masyarakat, statusnya sama

dengan dipersyaratkan di depan. Sebagaimana dinyatakan

dalam kaidah:

‫اطرش طورشمالك افرع فورعمال‬


Artinya : “Apa yang telah menjadi tradisi, maka dia seperti

menjadi syarat”

Salah satu contoh penerapan kaidah ini, seperti yang terjadi

dengan Abu Burdah. Ketika beliau di Iraq, beliau bertemu dengan

sahabat Abdullah bin Sallam ra. Kemudian Abdullah bin Sallam

menggandeng Abu Burdah, dan beliau menasehatkan,


‫ضرأ ىف َّكنإ امو ةَّلسال كلت قَّتاف ةَّيده اهيف ٍةَّلسبو هب‬
ٍ ‫ضرقي مكدحأ نَّأابرال باوبأ نم نَّإو شاٍف اهيف ابرال‬
‫هاتأ غلب اذإف لجأ ىإل ضرقال‬
َّ ٍ
‫اهيف‬
Artinya : “Kamu berada di negeri yang tradisi riba tersebar di
masyarakat. Salah satu pintu riba adalah ketika ada orang yang
berutang ke temannya sampai batas waktu tertentu, ketika sudah
jatuh tempo, dia datang untuk melunasi utangnya dengan membawa
59

sekeranjang hadiah. Maka hindari keranjang itu, dan berikut


47
isinya”. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro, 11245).
Oleh karena itu praktik hutang piutang antara masyarakat

petani padi dan bandar padi di Desa Sukamantri, dari hasil analisis

penulis perjanjiannya dalam memberikan hadiah yang sudah

menjadi tradisi sejak lama tidak dibenarkan dan itu merupakan

salah satu bentuk riba, sekalipun pihak yang memberi utang tidak

pernah meminta hadiah tambahan ketika pelunasan hutang dan

sekalipun tidak ada kesepakatan di awal, namun menurut sahabat

Abdullah bin Sallam, ini dilarang. Karena keberadaan hadiah saat

melunasi hutang telah menjadi tradis dan apa yang menjadi tradisi,

statusnya sama seperti menjadi syarat. Selain itu tambahan yang

telah dijanjikan diawal oleh pihak petani dari hasil analisis penulis

tambahan tersebut seperti sebuah sogokan, agar pihak bandar padi

dapat memberikan pinjaman karena pada zaman sekarang

pinajaman tanpa kelebihan akan sulit didapatkan.

3. Pembayaran hutang piutang

Pembayaran Hutang yang dilakukan oleh masyarakat petani

padi dan bandar padi di Desa Sukamantri, dalam transaksi ini secara

hukum Islam sudah sesuai karena menyebutkan waktu pembayaran

secara pasti dan apabila debitur belum bisa membayar hutangnya

maka pihak kreditur memberikan kelonggaran waktu sampai debitur

47 Op., Cit. Artikel


60

bisa melunasi hutangnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah

apabila petani padi masih belum membayar hutang, maka yang

diserahkan terlebih dulu adalah tambahannya, semua terjadi terus

seperti itu sampai hutang itu terlunasi. Mesikipun dalam penyerahan

tambahannya jumlah tambahan yang diberikan tetap tidak berubah

akan tetapi menurut hukum Islam dalam praktik ini pemberian

kelebihan sebelum pelunasan tidak dibenarkan karena Menurut Ulama

Hanabilah penghutang tidak boleh memberikan hadiah kepada

pemberi hutang sebelum pelunasan, kecuali hadiah tersebut dihitung

sebagai cicilan atau pelunasan hutang dan jika telah ada kebiasaan

saling memberi hadiah antara keduanya di masa-masa sebelumnya,

maka boleh memberi hadiah ketika itu atau diyakini hadiah tersebut

bukan dimaksudkan sebagai tambahan pengembalian (riba) atau untuk

menunda tempo pembayaran hutang (risywah), maka boleh memberi

48
hadiah ketika itu.

Oleh karena itu menurut hukum Islam jika tidak diketahui

maksud pemberi hadiah apakah ia memberikannya karena sebab

hutang ataukah bukan, atau ragu-ragu antara keduanya, maka yang

lebih wara’ dan lebih utama adalah menolaknya. Dan yang lebih

aman dan selamat adalah memberikan hadiah ketika pelunasan atau

setelah pelunasan.

48 Op.Cit, Artikel
KESIMPULAN

Dari beberapa hasil analisis yang telah penulis paparkan pada bab

sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tinjauan hukum Islam tentang praktik hutang piutang dari hasil analisis

penulis bahwa hutang piutang itu diperbolehkan dan hutang piutang bisa

berubah hukumya sesuai keadaan bisa jadi wajib, makruh, dan haram.

2. Praktik hutang piutang yang dilakukan oleh masyarakat petani padi

dan bandar padi di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta

Kabupaten Sumedang dikarenakan adanya kebutuhan ekonomi yang

mendesak dan keperluan modal usaha, dalam memenuhi kebutuhannya

pihak petani padi meminjam uang kepada bandar padi dengan

menjajikan diawal akan memberi kelebihan berupa padi sebanyak 2

karung saat panen tiba. Dalam pembayaran hutang piutang ini adalah

apabila petani padi belum mampu membayar hutang, maka yang

diserahkan terlebih dulu adalah tambahannya, semua terjadi terus

seperti itu sampai hutang itu terlunasi. Dan praktik hutang piutang ini

sudah menjadi tradisi di Desa Sukamantri.

3. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pada masyarakat

petani padi dan bandar padi di Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta

Kabupaten Sumedang dari hasil analisis penulis karena hutang piutang

(qardh) merupakan aqad yang bertujuan untuk tolong

menolong bukan sebagai pengembangan modal, untuk itu tambahan


61
62

atau bunga yang ditetapkan pihak piutang itu tidak diperbolehkan.

Sehingga perjanjian dalam praktik hutang piutang antara petani padi

dan bandar padi bertentangan dengan hukum Islam karena kelebihan

yang telah dijanjikan di awal dan sudah menjadi tradisi dan salah satu

bentuk riba dan penyerahan tambahannyapun tidak boleh memberikan

tambahan kepada bandar padi sebelum pelunasan, kecuali hadiah

tersebut dihitung sebagai cicilan atau pelunasan hutang dan yang lebih

aman dan selamat sesuai dengan hukum Islam adalah memberikan

hadiah ketika pelunasan atau setelah pelunasan.

B. Saran

1. Dalam masyarakat baik yang memberi hutang maupun meminjam

dalam melakukan praktik hutang piutang harus didasari pada sistem

tolong menolong tanpa adanya kelebihan yang dijanjikan diawal,

kalapun ada kelebihan seharusnya diberikan saaat pelunasan dan tidak

dijanjikan atau disyaratkan terlebih dahulu.

2. Untuk masyarakat petani padi dan bandar padi di Desa Sukamantri

yang melakukan hutang piutang, hendaknya dalam setiap melakukan

transaksi muamalah dilakukan akad secara tertulis dan menghadirkan

saksi. Hal tersebut bertujuan apabila di kemudian hari debitur tidak

mau membayar hutangnya, pihak kreditur dapat menuntut haknya

dengan membawa saksi dan surat perjanjian akad sebagai bukti.


DAFTAR PUSTAKA

Ebta Setiawan, 2019“KBBI Online” (https:kbbi.web.id/piutang/)

Jaih Mubarok dan Hasanudin, (2017) Fikih Mu’amalah Maliyah.

Bandung:Simbiosa Rekatama Media

Irwantokrc,2019“Posisi al-urf dalam struktur bangunan ”

(https:irwantokrc/posiis-al-urf-dalam-struktur-bangunan/)

Kasei fogeis, (26 November 2019) “Utang Piutang dalam Hukum islam”

(http: kseifogeis,/utang-piutang-dalam-hukum-islam/)

Sudaryono,2017Metodologi Penelitian (Depok:PT Rajagrafindo persada)

Suharsimi Arikunto, 2017 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

Edisi Revisi ke VI (Jakarta: Rineka Cipta, tt),

Asrowi dan Suwandi, 2008 “Memahami Penelitian Kualitatif” (Jakarta:

Rineka Cipta).

Hasan Iqbal, 2002 .Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia)

Departemen Agama RI, 2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung:

Diponogoro)

Purnama Yulian. (Juni 15, 2020).“Syarat Bayar Hutang Dengan

Kelebihan”, (http://pengusahamuslim/.com)

Abdul Rahmad Al-Jaziri, 2004 Al-Fiqih Ala Madzhabih, Juzz I, Rineka

Cipta, Cet.4: Jakarta

Abu Abdullah Muhammad Ibn Yazid al-Qazuwaini, Sunan Ibnu Majah

Juz 7, Mawaqi Wizarah al-Qwqaf al-Mishriyah,

63
64

Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, 2003. Halal dan Haram Dalam

Islam Terj. Muammal Hamidy (Surabaya:Bina Ilmu),

Mubarok Jaih dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyah (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media

Irwantokrc, ( 26 november 2019) Posisi al-urf dalam struktur bangunan

(https:irwantokrc/posiis-al-urf-dalam-struktur-bangunan)

(https: //www.konsultasislam.com/hutang-piutang/, Diakses pada 21

Maret 2020)

Kantor kepala Desa, (Sabtu, 30 Juni 2020) Profil Desa Sukamantri.


Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang.
LAMPIRAN - LAMPIRAN

65
66

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Nia Kurnia
NIM : B.2017.3.2.003

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat : Dsn. Sukamantri rt.02/rw.03, Kec. Tanjungkerta Kab.
Sumedang

RIWAYAT PENDIDIKAN
Formal
2002-2008 : SDN PASIRHUNI 1

2008-2011 : SMPN 2 TANJUNGKERTA

2011-2014 : MAN 1 SUMEDANG

2015-2017 : Universitas Muhamadiyah Tangerang

2017-2020 : STAI Sebelas April Sumedang.


67
i

Anda mungkin juga menyukai