Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL SKRIPSI

PERSEPSI MASYARAKAT DAN TINJAUAN EKONOMI ISLAM


TERHADAP PRAKTIK GADAI LAHAN PERTANIAN (Studi Kasus
Dusun Bebokar Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Lotim)

Oleh;

YOGI ANGSIR HAKIANNUR


NIM : 2018.103.0220.000235

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL HAKIM
KEDIRI LOMBOK BARAT NTB
2022
A.Latar Belakang

Masyarakat sebagai mahluk sosial tidak lepas dari interaksi antar

masyarakat dengan masyarakat yang lain, karena masyarakat saling membutuhkan

dalam berbagai hal yang bersifat sosial, agama dan ekonomi, hal-hal ini tidak bisa

lepas dalam interaksi antar masyarakat.

Terlebih dalam hal ekonomi, sebagai elemen penting dalam kehidupan dan

untuk memenuhi kebutuhannya, masyarakat harus ikut serta dalam perekonomian

yang ada di komunitas mereka masing-masing, baik mereka menjadi konsumen

atau pun produsen, untuk menjadi konsumen ataupun produsen masyarakat

membutuhkan modal, namun tidak sedikit masyarakat yang tidak memiliki modal,

hal ini menyebabkan masyarakat melakukan transaksi pinjam meminjam.

Transaksi ini sering dilakukan ketika ekonomi sedang terdesak untuk

memenuhi kebutuhan pangan atau pun kebutuhan akan modal ketika masyarakat

menjadi konsumen ataupun produsen, Islam sebagai agama yang telah

disempurnakan mengatur utang piutang yang dilakukan masyarakat yakni dalam

al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, sebagai berikut:

‫ٌۖۖة‬
‫َو ْن ُكْنْمُت َعىَل َس َفٍر َّو َلْم ِجَتُد ْو ا اَك ِتًبا َفِر َهاٌن َّم ْقُبْو َض َف ْن َأِم َن َبْعُص ْمُك َبْع ًض اَفْلُيَؤ ِد اِذَّل ى اْؤ ُتِم َن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َاٰم َنَتٗه َو ْلَيَّتِق َهللا َر َبٗه ۗ َو اَل َتْكُتُمْو ا الَّش َهاَدَة ۚ َو َمْن َّيْكُتْم َها َف َنٗه َء اٌمِث َقْلُبُۗه َو ُهللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َعِلٌمْي۝‬
‫ِإ‬
“ jika kamu didalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang di pegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.1
Salah satu transaksi utang piutang yang sering dilakukan adalah utang

piutang dengan skema gadai, transaksi gadai sangat popular dalam ekonomi islam,

dalam Islam istilah gadai diistilahkan dengan rahn, pengertian rahn secara

etimologi berarti “tetap”, “berlangsung” dan “menahan” dan secara etimologi

berarti menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai

tanggungan utang; dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian

utang itu dapat diterima.2

Barang jaminan bisa dari harta atau barang berharga yang dimiliki oleh

peminjam, barang jaminan pada perinsipnya bertujuan meminta kepercayaan dan

mejamin utang. Hal itu untuk menjaga apabila rahin (penggadai) tidak mampu

mengembalikan atau menepati janjinya, bukan untuk mencari keuntungan saja,

Rasulullah SAW. Semasa hidupnya pernah melakukan transaksi gadai

sebagaimana dalam hadits dari aisyah RA. Sebagai berikut:

‫َع ْن َعاِئَش َة َر َيِض ُهللا َع َهْنا َأَّن الَّنَّيِب َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَل اْش َرَت ى َط َع اًم ا ِم ْن ُهَيوِد ٍي‬

‫ىَل َأَج ٍل َو َر َه َنُه ِد ْر ًعا ِم ْن َح ِد ْيٍد رواه البخاري‬


‫ِإ‬

“Dari aisyah RA. Menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. Pernah membeli


makanan dari seorang yahudi, dan dia menggadaikan baju besinya”.(HR.
Bukhari)3
1
QS. Al-Baqarah[2]; 283.
2
Jefry tarantang dkk, Regulasi dan Implementasi Pegadaian Syariah Di Indonesia,
(Yogyakarta: K-Media 2019), hlm.13.

3
Syaikhu dkk, Fikih Muamalah Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer,
(Yogyakarta: K-media 2020), hlm.161.
Pada dasarnya jaminan memiliki nilai harga yang lebih besar dari

pinjaman (hutang). Jika barang jaminan yang digunakan berupa sawah atau ladang

dan kendaraan bermotor, maka hal ini akan menimbulkan permasalahan apakah

barang yang dijaminkan dapat dimanfaatkan oleh murtahin (pemberi pinjaman)

atau tidak. Petanyaan ini timbul sebagai akibat dari jaminan yang berada di bawah

penjagaan murtahin (pemberi pinjaman), karena adanya kemungkinan

penggunaan jaminan oleh pemegang jaminan.

Dalam menanggapi permasalahan ini para ulama fikih berbeda pendapat,

pendapat pertama dari ualama Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa

murtahin ( pemegang barang jaminan) tidak berhak memanfaatkan barang

jaminan menurut mereka, tidak boleh bagi yang menerima gadai untuk

mengambil manfaat dari barang jaminan,. Oleh karena itu, tidak boleh ia

menggunakan binatang jaminan, menyewakan rumah barang jaminan, memakai

kain jaminan dan tidak boleh memberi pinjaman selama barang itu masih dalam

jaminan, kecuali atas izin rahin (orang yang menggadaikan). Karena itu semua

manfaat dan hasil-hasil yang diperoleh dari barang jaminan semuanya menjadi

hak orang yang menggadaikan. Akan tetapi, menurut Syafi’iyah rahin

(penggadai) berhak mendapat bagian keuntungan dari barang jaminannya, karena

ia adalah pemiliknya. Barang jaminan tersebut tetap dipegang oleh pemegang

jaminan. Kecuali barang jaminan itu dipakai oleh orang yang menggadaikam.4

4
Abu Azam Alhadi, Fikih muamalah kontemporer, (Depok, Rajawali Pres 2017),
hlm.167.
Pendapat kedua dari ulama malikiyah, menurut ulama malikiyah manfaat

atau nilai tambah yang datang dari barang jaminan adalah milik rahin (orang yang

menggadaikan) bukan untuk murtahin (penerima jaminan). Tidak boleh

mensyaratkan pengambilan manfaat dari barang jamainan, karena larangan

tersebut hanya berlaku pada utang piutang. Adapun pada perjanjian gadai, mereka

memberi kelonggaran kepada penerima jaminan untuk memanfaatkan barang

jaminan selama hal itu tidak dijadikan syarat dalam transaksi. Hal ini berdasarkan

pernyataan ulama mazhab yang menyatakan: hasil dari barang jaminan ataupun

manfaatnya adalah hak bagi pemberi jaminan, selama penerima jaminan tidak

mensyaratkan pemanfaatannya.5

Pendapat ketiga dari ulama Hanabilah, bahwa barang gadaian bisa berupa

hewan yang dapat di tunggangi atau dapat diperah susunya, atau bukan berupa

hewan. Apabila berupa hewan tunggangan atau perahan, penerima gadai boleh

memanfaatkan dengan menunggangi atau memerah susunya tanpa seizin

pemiliknya, sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai. Selain itu

penerima gadai supaya memanfaatkan barang gadaian dengan adil sesuai dengan

biaya yang dikeluarkan.6

Imam Ahmad menegaskan bahwa penerima barang gadai (murtahin) boleh

memanfaatkan barang gadaian tanpa seizin penggadai. Apabila barang gadai

berupa hewan, penerima gadai boleh mengambil air susunya dan menungganginya

dalam kadar seimbang dengan makanan dan biaya yang diberikan untuknya.

5
Ibid, hlm.168.
6
Ibid, hlm.168.
Dalam hal ini izin penggadai tidak di perlukan. Namun menurut mazhab Hambali,

apabila agunan itu bukan berupa hewan atau sesuatu yang tidak memerlukan biaya

pemeliharaan, seperti tanah, pemegang agunan tidak boleh memanfaatkan.7

Dari perbedaan pendapat yang di kemukakan para ulama, timbul persepsi

yang berbeda di tengah masyarakat, salah satunya di Dusun Bebokar Desa

pengadangan Kecamatan Pringgasela, dalam praktiknya masyarakat

menggadaikan sawah atau ladangnya kepada masyarakat yang memiliki modal

lebih (surplus modal), untuk mendapatkan modal (marhun bih), masyarakat

penggadai pada umumnya memberikan wewenang kepada penerima gadai untuk

mengelola barang jaminannya (marhun).

Terkadang masyarakat yang memiliki modal sengaja menawarkan

pinjaman dengan sekema gadai dengan tujuan mendapat manfaat dari barang

gadai (marhun).

Berdasarkan pemaparan di atas, akan timbul persepsi yang berbeda di

masyarakat, karena adanya tambahan dari barang jaminan (marhun) yang

dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman (murtahin), maka peneliti tertarik untuk

mengkaji bagaimana persepsi masyarakat di Dusun Bebokar Kecamatan

pringgasela terhadap mekanisme gadai yang terjadi di Dusun tersebut, dengan

merumuskannya dalam bentuk penelitian dengan judul ANALISIS PERSEPSI

MASYARAKAT TERHADAP PRAKTIK GADAI LAHAN PERTANIAN (Studi

kasus Dusun Bebokar Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela).


7
Abu Azam Alhadi, Fikih muamalah kontemporer, (Depok, Rajawali Pres 2017),
hlm.168.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merancang

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk praktik gadai yang terjadi di dusun bebokar desa

pengadangan kecamatan Pringgasela.

2. Bagaimana persepsi masyarakat dusun bebokar desa pengadangan

kecamatan Pringgasela terhadap praktik gadai yang terjadi di masyarakat

di sana.

3. Bagaimana tinjauan ekonomi islam terhadap praktik gadai lahan pertanian

di Dusun Bebokar Desa Pengadangan Kecamatan pringgasela

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana gadai di dusun bebokar desa pengadangan

kecamatan Pringgasela dan pandangan islam terhadap pemanfaatan

barang jaminan.

b. Untuk mengetahui bagai mana persepsi masyarakat Dusun Bebokar Desa

Pengadangan Kecamatan pringgasela terhadap mekanisme peraktik gadai

yang ada di Dusun tersebut.

2. Manfaat Penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis
hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk menambah

khazanah keilmuan di bidang ekonomi islam tentang persepsi masyarakat

terhadap praktik gadai.

b. Secara praktis

hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi umat

islam tentang pemanfaatan barang gadaian di dalam perspektif etika bisnis

islam, khususnya pada pelaksanaan pegadaian di dusun bebokar desa

pengadangan kecamatan Pringgasela.

D. Devinisi Oprasional

Untuk memudahkan dalam memahami judul “analisis persepsi

masyarakat tentang mekanisme praktik gadai” maka perlu dijelaskan secara

oprasional sebagai berikut:

1. Masyarakat : Davis mendefinisikan masyarakat sebagai kelompok sosial

terkecil yang bertempat tinggal di daerah tertentu, yang

didalamnya mengandung seluruh aspek sosial.8

2. Gadai : gadai atau rahn adalah menjadikan suatu barang yang memiliki

nilai harta sebagai jaminan utang, sehingga orang yang

bersangkutan boleh mengambil utang atau bias mengambil

sebagian (manfaat) barangnya itu.9

8
Budi Suryadi, pengantar antropologi, ( yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta 2012),
hlm.54.
9
Akhmad Farroh Hasan, Fikih Muamalah dari Klasik Hingga Kontemporer, (malang:
UIN-Maliki Press 2018), hlm.124.
3. Lahan pertanian : lahan pertanian adalah suatu hamparan (areal) tertentu di

permukaan bumi secara vertical mencakup komponen

iklim seperti udara, tanah, air dan batuan yang ada di

bawah tanah serta vegetasi dan aktivitas manusia pada

masa lalu atau saat ini yang ada di atas tanah atau

permukaan bumi,10 yang digunakan untuk bertani.

E. Telaah Pustaka

Muhammad Hafizon (2019) dengan judul persepsi masyarakat Desa

Tanjung Raya kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat Provinsi

Lampung terhadap gadai kebun damar ditinjau dari ekonomi islam, skripsi ini

membahas tentang bagaimana pesepsi masyarakat Desa Tanjung Raya

Kecamatan Selatan Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung terhadap gadai

kebun damar dan bagaimana tinjauan ekonomi Islam terhadap persepsi kebun

damar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat masyarakat Desa

Tanjung Raya Kecamatan Selatan Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui persepsi

masyarakat Desa Tanjung Raya Kecamatan Selatan Kabupaten Pesisir Barat

Provinsi Lampung terhadap gadai kebun damar dan untuk mengetahui tinjauan

ekonomi Islam terhadap persepsi gadai kebun damar dalam meningkatkan

perekonomian masyarakat Desa Tanjung Raya Kecamatan Selatan Kabupaten

Pesisir Barat Provinsi Lampung, kesimpulan dari skripsi ini adalah pesepsi
10
Ahmad Fauzi, Analisis alih fungsi lahan padi sawah menjadi tambak udang vannamei
( studi kasus : Desa Pasar Baru Kecamatan teluk mangkudu, Kabupaten Serdang Bedagai),(skripsi,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara UMSU : Medan 2019), hlm.14.
masyarakat Desa Tanjung Raya dalam pelaksanaan gadai kebun damar dari

pihak penerima gadai (murtahin) merasa sudah benar dengan alasan untuk

kepentingan tolong menolong sesame masyarakat dan mendapatkan profit

pengelolaan hasil dari barang jaminan dan menjadi kultur dilakukan secara

turun menurun. Sedangkan dari pihak pemberi gadai (rahin) merasa terbantu

untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya terdesak seperti kebutuhan ekonomi

keluarga, biaya Pendidikan anak, dan untuk modal usaha. Akad perjanjian

kedua belah pihak dilakukan atas dasar suak sama suka sehingga meningkatkan

perekonomian keluarga, meskipun dari pihak yang menggadaikan kebun damar

susah untuk menebus uang jaminannya kembali.

Tinjauan ekonomi Islam terhadap persepsi masyarakat Desa Tanjung

Raya terhadap gadai kebun damar dalam meningkatkan perekonomian

masyarakat yaitu dilihat dari pemanfaatan barang gadai yang dilakukan belum

sesuai dengan prinsip ekonomi Islam sebab adanya pemanfaatan barang

jaminan gadai menjadikan pendapatan ekonomi si penerima gadai bertambah 2

kali lipat dari hasil pemanfaatan barang gadai dan utang yang diberikan

penerima gadai (murtahin) ke pemberi gadai (rahn), jika demikian maka orang

yang memegang gadai yang memanfaatkan barang gadai tak ubahnya seperti

qiradh (utang piutang) yang mengalirkan manfaat yang oleh Nabi disebutkan

riba dan hal ini sesungguhnya tidak memelihara nilai-nilai keadilan.

Mito Harahap (2019) dengan judul skripsi persepsi masyarakat Desa

Sanggapati Kecamatan Angkola Timur terhadap pegadaian syariah sipirok

skripsi ini membahas tentang bagaimana persepsi masyarakat Desa Senggapati


kecamatan Angkola Timur tentang produk pegadaian syariah sipirok dan

bagaimana persepsi masyarakat Desa Sanggapati Kecamatan Angkola Timur

tentang pelayanan pegadaian syariah sipirok.

Tujuan tujuan dilakukannya penelitian skripsi ini adalah untuk

mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Desa Sanggapati Kecamatan

Angkola Timur terhadap pegadaian syariah, skripsi ini menyimpulkan bahwa

persepsi masyarakat Desa Sanggapati Kecamatan Angkola Timur tentang

pelayanan pegadaian syariah sipirok mempunyai persepsi yang baik. Karena

Sebagian masyarakat menganggap bahwa dengan adanya pegadaian sipirok

dapat membantu masalah perekonomian masyarakat di sekitarnya Sebagian

lagi masyarakat menganggap pegadaian syariah sipirok sesuai dengan syariat

Islam dan pegadaian sipirok juga memiliki pelayanan yang baik dan juga

karyawan yang ramah dan sopan. Masih banyak masyarakat yang belum

mengetahui produk yang digunakan pegadaian syariah sipirok dan masyarakat

juga masih banyak yang menyamakan antara pegadaian syariah dengan

pegadaian konvensional. Kemudian masyarakat menyarankan kepada

pegadaian syariah sipirok melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar

masyarakat lebih banyak mengetahui bahwa pegadaian syariah memiliki

produk yang sesuai dengan syariah Islam dan juga dapat mengatasi masalah

perekonomian khususnya masyarakat menengah kebawah.

Ismandianto (2012) dengan judul skripsi persepsi masyarakat terhadap

pegadaian syariah di Kota Rantau Prapat, skripsi ini membahas tentang

bagaimana penilaian masyarakat terhadap pegadaian syariah di Kota Rantau


Prapat dan bagaimana pekembangan pegadaian syariah di wilayah Rantau

Prapat.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui penilaian

masyarakat terhadap pegadaian syariah di Kota Rantau Prapat dan untuk

mengetahui bagaimana pekembangan pegadaian syariah di wilayah Rantau

Prapat, skripsi ini menyimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap

pelayanan pegadaian di Rantau Prapat menunjukan bahwa koresponden relatif

memiliki persepsi yang baik, hal ini dilihat dari skala likert yang menunjukan

sangat setuju yakni 64.00 (%) terhadap pegadaian syariah di rantau prapat hal

ini dilihat dari beberapa aspek yang dijadikan dasar dalam menilai persepsi

masyarakat yakni keadaan fisik kantor, pelayanan, prosedur, maupun lokasi

kantor yang strategis menjadi aspek penting dalam pembentukan persepsi

masyarakar, hasil penelitian terhadap kwalitas pelayanan menunjukan bahwa

aspek yang dinilai yakni fasilitas penitipan, ketepatan waktu, ketepatan

menaksir, penyelesaian masalah, maupun taksiran barang relatif baik dan

memuaskan dimana kebanyakan responden sangat setuju dan setuju terhadap

kwalitas pelayanan pegadaian di Rantau Prapat yakni sebesar 99% dari total

koresponden sedangkan perkembangan pegadaian selama tiga tahun terakhir

menunjukan perkembangan yang sangat pesat yakni terjadi peningkatan jumlah

barang yang digadaikan yakni 1619,54 % selama tahun 2010 hingga 2012

kenaikan yang signifikan sesuai dengan penilaian persepsi dan pelayanan yang

baik terhadap pegadaian syariah di Rantau Prapat.

F. Kerangka Teori
1. Persepsi

a. Pengertian persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi

manusia dalam merespon kehadiran bebagai asapek dan gejala di

sekitarnya. Pesepsi mengandung pengertian yang sangat luas,

menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi

yang beragam tentang persepsi, walaupun pada perinsipnya mengandung

makna yang sama.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pesepsi adalah

tanggapan(penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang

mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.

Sugihartono mengemukakan bahawa pesepsi adalah kemampuan

otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan

stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Pesepsi manusia

terdapat pebedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang

mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun

persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak

atau nyata.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat

bahwa persepsi merupakan suatu peroses yang dimulai dari

pengelihatanhingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu


sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui

indera-indera yang dimilikinya.11

b. Pembagian Persepsi

Menurut dedi mulyana menyebutkan secara garis besar persepsi

manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Persepsi terhadap obyek (lingkungan fisik); sifat-sifat luar, sedangkan

persepsi terhadap orang yang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam

(perasaan, motif, harapan dan sebagainya). Orang akan mempersepsi

anda Ketika anda mempersepsi mereka. Dengan kata lain, persepsi

terhadap manusia bersifat interaktif. 12

b. Persepsi terhadap manusia; melalui lambang-lambang fisik, sedangkan

pesepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal.

Orang lebih aktif daripada kebanyakan obyek dan lebih sulit

diramalkan.13

Menurut irwanto, sebagaimana dikutip oleh Eliska Pratiwi dkk,

settelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang

dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:14

1. Persepsi positif yaitu persepsi yang menggambarkan segala

pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan

11
Nur Rahmah Mus,“persepsi masyarakat terahadap pelayanan di puskesmas manggeng aceh
barat daya” (skripsi, UIN Ar-raniry Darussalam : Banda aceh 2020 ) hlm.8.
12
Heriyanto,”persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik pada bagian
administrasi kesejahteraan rakyat pemerintah kabupaten gunung kidul diy”,( skripsi, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta 2014).hlm,10.
13
Ibid, hlm.10.
14
Ivanna Frestilya Ari Shandi,”persepsi masyarakat tentang pergaulan bebas di masa
peminangan ( studi kasus di Desa Banarjoyo Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur),(
skripsi, IAIN Metro, Metro 2020). Hlm.14.
yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Hal itu akan di

teruskan dengan keaktifan atau menerima dan mendukung obyek

yang dipersepsikan.

2. Persepsi negative yaitu persepsi yang menggambarkan segala

pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang

tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi. Hal itu akan diteruskan

dengan kepasifan atau menolak dan menentang terhadap obyek yang

dipersepsikan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Pareek dalam Rahmat Dahlan faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah factor internal individu seseorang dan

factor eksternal atau obyek persepsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi sebagai berikut:15

a. Faktor internal

1. Latar belakang
15
Ivanna Frestilya Ari Shandi,”persepsi masyarakat tentang pergaulan bebas di masa
peminangan ( studi kasus di Desa Banarjoyo Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur),(
skripsi, IAIN Metro, Metro 2020). Hlm.14.
Latar belakang yang mempengaruhi hal-hal yang dipilih

dalam persepsi. Contoh yang orang Pendidikannya lebih tinggi atau

pengetahuan ilmu agamanya luas yang memiliki cara tertentu untuk

menyeleksi sebuah informasi.

2. Pengalaman

Hal yang sama dengan latar belakang ialah faktor

pengalaman, pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari

orang-orang, hal-hal dan gejala-gejala yang munkin serupa dengan

pengalaman pribadinya.

3. Kepribadian

Dimana pola keperibadian yang dimiliki oleh individu akan

menghasilkan persepsi yang berbeda. Sehubungan dengan itu maka

proses terbentuknya pesepsi dipengaruhi oleh diri seseorang persepsi

antara satu orang dengan yang lain itu berbeda atau juga antara satu

kelompok dengan kelompok lain.

4. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga

berpengaruh pula terhadap persepsi.

5. Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi pesepsi.

b. Faktor eksternal
1. Intensitas, Umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan

lebih banyak tanggapan dari pada rangsangan yang kurang intens.

2. Ukuran, Benda-benda yang lebih besar umumnya lebih menarik

perhatian.

3. Kontrasa, Secara umum hal-hal yang biasa dilihat akan cepat menarik

perhatian.

4. Gerakan, Benda yang bergerak lebih menarik perhatian dari hal yang

diam.

5. Ulangan biasanya hal yang terulang-ulang dapat menarik perhatian.

6. Keakraban, Suatu yang akrab atau dikenal lebih menarik pehtian.

7.Sesuatu yang baru, Factor ini kedengarannya bertentangan dengan

keakraban, namun unsur ini juga berpengaruh pada seseorang dalam

menyeleksi informasi.

b. Apek-aspek persepsi

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai

komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Baron dan

Byrne, juga myers (dalam Gerungan, menyatakan bahwa sikap itu

mengandung tiga komponen yang terbentuk struktur sikap, yaitu:16

a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, keyakinan, yaitu hal-hal yang


16
Ivanna Frestilya Ari Shandi,”persepsi masyarakat tentang pergaulan bebas di masa
peminangan ( studi kasus di Desa Banarjoyo Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur),(
skripsi, IAIN Metro, Metro 2020). Hlm.17.
berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek

sikap.

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang dengan obyek sikap.

Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang

merupakan hal yang negative.

c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu

komponen yang berhubungn dengan kecenderungan bertindak terhadap

obyek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu

menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku

seseorang terhadap obyek sikap.

2. Ekonomi Islam

a. Pengertian Ekonomi Islam

Istilah ekonomi dalam bahasa arab terbentuk dari kata Al-

iqtisad, yang secara bahasa berarti kesederhanaan dan kehematan.

Berdasarkan makna ini, kata Al-iqtisad, berkembang dan meluas

sehingga mengandung makna ilm Al-iqtisad, yakni ilmu yang berkaitan

dengan ilmu ekonomi. Dalam hal ini ali anwar yusuf memberikan

definisi ekonomi adalah kajian tentang perilaku manusia dalam


hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang

langka untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya.

Sedangkan kata “Islam” berasal dari bahasa arab yaitu yaslamu

(menyelamatkan), Salam (menegakkan perdamaian), dan salim

(penyerahan diri atau tunduk).

Menurut M. Akram Kan, ekonomi islam adalah ilmu ekonomi

Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup

menusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam

atas dasar bekerjasama dan berpartisipasi. Menurut Abdul Mannan,

ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

masalah-masalah ekonomi masyarkat yang diilhami oleh nilai-nilai

Islam.

Jadi berdasarkan ekonomi di atas ekonomi islam adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan

aspek ekonomi di dalam masyarakat yang diatur dalam Al-Qur’an dan

sunnah.17

b. Sumber Hukum Ekonomi Islam

dalam suber hukum islam ada empat yaitu, Al-Qur’an, sunnah

atau hadits, Ijma dan Qiyas atau Ijtihad. Begitu juga sumber hukum yang

digunakan dalam ekonomi Islam adalah Al-Qur’an, hadits dan Ijma.

1. Al-Qur’an
17
Khadijah Widia Ningsih, “Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Pegadaian Perspektif
Ekonomi Islam (studi kasus di Kelurahan Iringmulyo Metro Timur)”, (skripsi, IAIN Metro, Metro
2020), hlm.27.
Allah SWT. Memrintahkan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup dengan mencari rezeki setelah beribadah kepadanya,

sesuai dengan firmannya berikut ini:

‫َف َذ ا ُقِض َيِت الَّص لٰو ُة َفاْنَتُرِش وا ىِف اَألْر ِض َو اْبَتُغوا ِم ْن َفْض ِل ِهللا َو اْذ ُكُر وا َهللا َكِثًرْي ا‬
‫ِإ‬
‫َّلَع َّلْمُك ُتْف ِلُح ْو َن ۝‬

“apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka


bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung” 18

2. Hadits atau Sunnah

Hadits adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-

Qur’an, yakni berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah

fi’liyah), dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah)

rasulullah yang tercatat dalam kitab-kitab hadits, contoh dari hadits

yaitu:

18
QS. AL-Jumu’ah [10]; 62.
3. Gadai (rahn)

a. pengertian gadai (rahn)

Gadai menurut bahasa berarti jaminan, tetap, kekal. Perjanjian ini lazim

disebut dengan jaminan, agunan,dan rungguhan. Menurut istilah ulama fikih

sebagai berikut:19

Pertama, menurut ulama hanafiyah rahn adalah: menjadikan barang

sebagai jaminan terhadap piutang yang dimungkinkan sebagai pembayaran

piutang, baik seluruhnya ataupun sebagiannya

Kedua, menurut ulama malikiyah rahn adalah harta pemilik yang dijadikan

sebagai jaminan utang yang memiliki sifat mengikat. Menurut mereka, yang

dijadikan jaminan bukan hanya barang yang bersifat materi, bias juga barang yang

bersifat manfaat tertentu. Barang yang dijadikan jaminan tidak harus diserahkan

secara tunai, tetapi boleh juga penyerahannya secara aturan hukum.

Ketiga menurut ulama syafi’iyah dan hanabilah rahn adalah menjadikan

barang pemilik sebagai jaminan utang, yang bias dijadikan sebagai pembayar

utang apabila orang yang berutang tidak bisa melunasi utangnya. Pengertian rahn

yang dikemukakan ulama syafi’iyah ini member pengertian bahwa barang yang

bias dijadikan jaminan utang hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk

manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama malikiyah, meskipun sebenarnya

manfaat itu menurut ulama syafi’iyah dan hanabilah, termasuk dalam pengertian

kekayaan.

19
Abu Azam Alhadi, Fikih muamalah kontemporer, (Depok, Rajawali Pres 2017),
hlm.160
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa gadai adalah suatu perjanjian yang menjadikan harta benda bernilai

ekonomis sebagai jaminan atas hutang dan jaminan tersebut dijadikan sebagai

keyakinan bahwa uang yang dipinjamkannya akan dikembalikan. Jika pihak yang

menggadaikan tidak dapat membayarkan hutangnya maka barang jaminan

tersebut dapat dijual untuk melunasi hutangnya tersebut.

7. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum gadai telah diatur dalam islam sebagai berikut:

a. Al-quran

dalam al-qur’an dasar hukum gadai telah di atur sebagai berikut :


‫ْل‬ ‫ٌۖۖة‬
‫َو ْن ُكْنْمُت َعىَل َس َفِر َو َلْم ِجَتُد ْو ا اَك ِتًبا َفِر َهاٌن َّم ْقُبْو َض ْن َن َبْعُص َبْع ًض ا ُيَؤ ا ى‬
‫ِذَّل‬ ‫ِد‬ ‫َف‬ ‫ْمُك‬ ‫ِم‬ ‫َأ‬ ‫َف‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ُۗه‬ ‫ْل‬ ‫ْك‬ ‫ْك‬ ‫اَل‬ ‫ْل‬
‫اْؤ ُتِم َن َاٰم َنَتٗه َو َيَّتِق َهللا َر َبٗه ۗ َو َت ُتُمْو ا الَّش َهاَدَة ۚ َو َمْن َي ُتْم َها َف َنٗه َء اٌمِث َق ُب َو ُهللا ِبَم ا‬
‫ِإ‬
‫َتْع َم ُلْو َن َعِلٌمْي۝‬
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya;
dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”20

b. Hadits
20
QS. Albaqarah[2]: 283.
Di samping itu terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim dari Aisiyah binti Abu Bakar, yang menjelaskan bahwa Rasulullah

SAW. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan

baju besinya sebagai jaminan.

‫َاَّن الَّنَيِب َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل اْش َرَت ى َط َع اًم ا َمْن ُهَيْو ِد ٍي ىَل َأَج ٍل َو َر َه َنُه ِد ْر ًعا ِم ْن‬
‫ِإ‬
‫َح ِد ْيٍد‬
”Sesungguhnya ,Nabi shallallahu’ alaihi wa sallam membeli bahan
makan andari seorang yahudi dengan cara berutang ,dan beliau
menggadaikan baju besinya”. (Hr. Al-Bukhari no. 2513 dan Muslim
no. 1603)21
Berdasarkan dua landasan hukum tersebut ulama bersepakat

bahwa rahn merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut

sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang

terdiri dari, orang yang menggadaikan (ar-rahin), barangbarang yang

digadai (marhun), orang yang menerima gadai (murtahin) sesuatu yang

karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad rahn

8. Rukun Gadai

Gadai atau pinjaman dengan jaminan memiliki beberapa rukun sebagai berikut :

a. Pelaku akad yaitu ar-rahin (orang yang menggadaikan) dan al-murtahin (orang

yang menerima gadai).

b. Objek akad yaitu al-marhun (barang yang digadaikan) dan al-marhun bih

(pembiayaan).

c. Shighat (ijab dan qabul).22


21
Sri Sudiarti, Fikih Muamalah Kontemporer, (Medan, FEBI UIN-SU Press 2018),
hlm.220.
22
Ibid, hlm.222.
9. Syarat Gadai

Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat gadai sesuai dengan rukun

gadai itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat gadai meliputi:

a. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap bertindak hukum.

Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah orang yang balig

dan berakal. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, kedua belah pihak yang

berakad harus berakal dan mumayyiz, tidak disyaratkan balig tetapi cukup

berakal saja. Oleh sebab itu, menurut mereka, anak kecil yang mumayyiz boleh

melakukan akad rahn (gadai) dengan syarat akad gadai yang dilakukan anak

kecil yang sudah mumayyiz ini mendapat persetujuan dari walinya.

b. Syarat Shigat (lafal). Menurut ulama hanafiyah akad rahn (gadai) itu tidak boleh

dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang

karena akad gadai sama dengan akad jual beli. Apabila akad itu dibarengi

dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang maka

syaratnya batal tetapi akadnya tetap sah. Misalnya orang yang berhutang

mensyaratkan apabila tenggang waktu hutang telah habis dan hutang belum

terbayar maka gadai itu diperpanjang satu bulan atau pemberi hutang

mensyaratkan harta agunan itu boleh ia manfaatkan. Sementara ulama

malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa apabila syarat itu

mendukung kelancaran akad itu, maka syarat tersebut dibolehkan. Namun

apabila syarat itu bertentangan dengan tabi‟at akad gadai maka syaratnya batal,

sebagai contoh, orang yang berhutang mensyaratkan apabila ia tidak dapat


membayar hutang pada waktu yang telah ditentukan, maka barang jaminan tidak

boleh dijual. Syarat yang demikian itu tidak saja membatalkan syarat rahn, tetapi

sekaligus membatalkan akad.

c. Syarat marhun bih (hutang) adalah merupakan hak wajib yang harus

dikembalikan kepada orang tempat berhutang, hutang itu boleh (dapat) dilunasi

dengan barang jaminan tersebut; dan hutang itu jelas dan tertentu.

d. Syarat marhun (barang yang dijadikan jaminan), menurut para pakar fiqih barang

jaminan itu adalah barang yang dapat diperjualbelikan, Barang jaminan adalah

barang yang memiliki nilai ekonomis (mempunyai nilai harta secara hukum

syara‟), serta dibolehkan oleh syara‟ mengambil manfaatnya.23

5. Pemanfaatan Barang Gadai

Setiap barang yang bermanfaat harus dimanfaatkan. Oleh karena itu tidak

boleh menyia-nyiakan manfaat suatu barang meskipun barang gadaian. Berkaitan

barang gadaian maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai siapa

yang berhak memanfaatkan barang gadaian yang dijadikan jaminan atas hutang.

Apakah pihak yang menggadaikan (rahin) atau penerima gadai (Murtahin).

23
Syaikhu dkk, Fikih Muamalah Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer,
(Yogyakarta: K-media 2020), hlm.163.
Terkait pemanfaat barang gadaian oleh orang yang menggadaikan maka ada

dua pendapat dari kalangan ulama. Mayoritas Ulama selain syafi‟iyah berpendapat

bahwa orang yang menggadaiakan tidak boleh memanfaatkan barang gadaian

sementara kalangan syafi‟iyah membolehkan pihak yang menggadaikan

memanfaatkan barang gadaian selama tidak menimbulkan perselisihan dengan

pihak penerima gadai.

Adapun mengenai pemanfaat barang gadai oleh penerima gadai jumhur

Ulama kecuali kalangan Hanbaliyah tidak membolehkan penerima untuk

memanfaatkan barang gadai. Ulama Hanabilah mengklasifikasikan apabila marhun

selain hewan murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun tanpa seizin rahin.

Persoalan lain adalah apabila yang dijadikan barang jaminan itu adalah

binatang ternak. Menurut sebagian ulama hanafiyah pemegang gadai boleh

memanfaatkan hewan ternak itu apabila mendapat izin dari pemiliknya. Ulama

Malikiyah, Syafi‟iyah dan sebagian ulama Hanafiyah menetapkan bahwa apabila

hewan itu dibiarkan saja tanpa diurus oleh pemiliknya maka pemegang jaminan

boleh memanfaatkannya, baik seizin pemiliknya maupun tidak, karena membiarkan

harta itu sia-sia termasuk pemubadziran yang dilarang oleh Rasulullah Saw.

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa apabila yang dijadikan barang jaminan

adalah hewan maka pemegang jaminan berhak untuk mengambil susunya dan

mempergunakannya sesuai dengan jumlah biaya pemeliharaan yang dikeluarkan

pemegang barang jaminan tersebut. Hal ini dijelaskan dalam hadits nabi yang

mengatakan:
‫الَّر ْه ُن ُيْر َكُب ِبَنَفَقِتِه َو ُيَرْش ُب َلُنَب ادَّل ِّر َذ ا اَك َن َم ْر ُه ْو اًن َو َلُنَب ادَّل ِّر ُيَرْش ُب ِبَنَفَقِتِه َذ ا اَك َن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َم ْر ُه ْو اًن َو َعىَل اِذَّل ى َيَرْش ُب َو َيْر َكُب الَّنَفَقُة‬

“Hewan yang dijadikan barang jaminan itu dimanfaatkan sesuai dengan biaya
yang dikeluarkan, dan susu dari kambing yang dijadikan barang jaminan
diminum sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, dan pada setiap hewan yang
dimanfaatkan dan diambil susunya (wajib) dikeluarkan biayanya.” ( HR. al-
Bukhari, al-Tirmidzi dan Abu Daud).
Kendatipun murtahin boleh memanfaatkan hasilnya tetapi dalam beberapa

hal dia tidak boleh bertindak untuk menjual, mewakafkan atau menyewakan barang

jaminan itu sebelum ada persetujuan dari pegadai.24

G. Metode Penelitian

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Dilihat dari jenisnya penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian

lapangan (field research), penelitin lapangan adalah penelitian yang dilakukan

dalam kehidupan yang sebenarnya. Penelitian lapangan dilakukan dengan

menggali data yang bersumber dari lokasi atau lapangan penelitian yaitu Dusun

Bebokar.
24
Syaikhu dkk, Fikih Muamalah Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer,
(Yogyakarta: K-media 2020), hlm.165.
Pendekatan penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kualitatif

deskriptif yaitu, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata, gambar-

gambar dan kebanyakan bukan angka-angka, kalaupun ada angka sifatnya hanya

menunjang25, data yang dimaksud meliputi wawancara , catatan, foto-foto,

dokumen pribadi maupun catatan lainnya

B. Sumber Data

a. Sumber data primer

Sumber data primer menurut bungin adalah data yang langsung

diperoleh dari msumber data pertama di lokasi penelitian atau objek

penelitian.26sebagai sumber data utama maka dalam penelitian ini yang

menjadi subaer data primer adalah hasil wawancara dengan masyarakat

Dusun Bebokar yang pernah mmelakukan ternsaksi gadai baik sebagai rahin

(peminjam) atau pun murtahin (yang memberi pinjaman) dan.

b. Sumber data skunder

menurut bungin sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari

sumber kedua atau sumber skunder dari data yang dibutuhkan. 27dalam hal ini

dari hasil wawancara yang dilakukan dengan tokoh masyarakat dan kepala

Dusun setempat dan menggunakan literatur-literatur berupa buku-buku yang

membahas tentang gadai, seperti buku H. Syaikhu, Ariyadi, dan Norwili,


25
Muhammad Hafizon, “Persepsi Masyarakat Desa Tanjung Raya Kecamatan Pesisir Selatan
Kabupaten Pesisir Barat Kabupaten Lampung terhadap gadai kebun damar ditinjau dari ekonomi
islam”, (skripsi, Institut Agama Islam IAIN Bengkulu, Bengkulu 2019),hlm.8.
26
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, (Banjarmasin, ANTASARI PRESS 2011),
hlm.41.
27
Ibid. hlm.41.
bejudul Fikih Muamalah Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer,

Prof.Dr. H. Abu Azam Alhadi, bejudul Fikih muamalah kontemporer, dan

buku Sri Sudiarti, berjudul Fikih Muamalah Kontemporer dan berbagai

macam buku yang membahas tentang gadai.

C. Teknik Pengumpulan Data

a. wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.28ada dua macam wawancara, yaitu wawancara terpimpin dan

wawancara tak terpimpin. Wawancara terpimpin adalah wawancara yang

dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga pertanyaannya

terarah tidak menyimpang dari pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

Sedangkan wawancara tak terpimpin adalah wawancara yang tidak terarah atau

dilakukan secara sambal lalu atau sepontan29. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan jenis wawancara terpimpin yang dimana pertanyaannya telah

disiapkan terlebih dahulu dan tidak keluar dari pertanyaan yang telah disiapkan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film, laindari record

yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.

28
Rifa’i Abubakar, Pengantar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta, SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga 2021), hlm.67.
29
Ibid, hlm.68.
sedangkan record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang

atau Lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan

akunting.30

Dokumentasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah buku atau

referensi yang berkaitan dengan gadai (rahn), informaasi melalui internet serta

data yang membantu dalam penelitian ini.

D. Teknik analisis data

analisis data adalah suatu proses kategorisasi, penataan, manipulasi, dan

peringkasan data untuk memperoleh jawaban bagi pertanyaan penelitian. 31 Analisis

data yang akan digunakan adalah analisis data kualitatif, analisis data kualitatif

berkaitan dengan data berupa kata atau kalimat yang dihasilkan dari objek penelitian

serta berkaitan dengan kejadian yang melingkupi suatu objek penelitian. 32dengan

demikian, di dalam Analisa-analisa data kualitatif, pengolahan data dideskriptifkan di

dalam suatu penjelasan dalam bentuk kalimat.

H. Sistematika Pembahasan

BAB I. PENDAHULUAN

BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

keguanaan, sistematika penelitian.

30
Rifa’i Abubakar, Pengantar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta, SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga 2021), hlm.114.
31
Samsu, Metode Penelitian(Teori dan Aplikasi penelitian Kualitatif,kuantitatif, mixed
methods, serta research & development), (jambi, pusaka jambi 2017), hlm.103.
32
Sandu siyoto, dan M. ali sodikin, Dasar Metodologi Penelitian, (kediri, Literasi median
Publishing 2015), hlm.120.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Memuat uraian tentang tinjauan Pustaka terdahulu dan kerangka teori relevan

dan terkaiat dengan tema skripsi

BAB III. METODE PENELITIAN

Memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan peneliti beserta

justifikasi atau alasannya, jenis penelitian, desain, lokasi, populasai dan sampel,

metode pengumpulan data, definisis konsep dan variable, serta analisis data yang

digunakan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi: (1) hasil penelitian, klasisfikasi pembahasan disesuaikan dengan

pendekatan, sifat penelitian dan rumusan masalah atau fokus penelitiannya, (2)

pembahasan, sub pembahasan (1) dan (2) dapat digabung menjadi satu kesatuan, atau

dipisah menjadi sub bahasan tersendiri.

BABA V. PENUTUP

Bab terakhir berisi kesimpulan, saran-saran atau rekomendasi, kesimpulan

menyajikan secara ringkas seluruh penemuan penelitian yang ada hubungannya

dengan masalah penelitian. Kesimpulan diperoleh berdasarkan hasil analisis dan

interprets data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.


Saran-saran dirumuskan berdasarkan hasil penelitian, berisi uraian mengenai

Langkah-langkah apa yang pelu diambil oleh pihak-pihak terkait dengan hasil

penelitian yang bersangkutan. Saran diarahkan pada dua hal yaitu:

1) Saran dalam memperluas hasil penelitian, misalnya disarankan perlunya diadakan

fokus penelitian.

2) saran untuk menentukan kebijakandi bidang-bidang terkait dengan masalah atau

fokus penelitian.

I. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan ke:

NO Kegiatan 1 2 3 4 5 6

1 Penyusunan proposal

2 Seminar proposal

3 Memasuki lapangan

4 Tahap seleksi dan

analisis
5 Membuat drap laporan

6 Penyempurnaan laporan

J. Daftar Pustaka

Abubakar, Rifa’I, Pengantar metodologo penelitian , Yogyakarta: SUKA-Prees


UIN Sunan Kalijaga, 2021.

Alhadi, Abu Azam, Fikih muamalah kontemporer, Depok: Rajawali Pres 2017

Farroh Hasan ,Akhmad, Fikih Muamalah dari Klasik Hingga Kontemporer,


malang: UIN-Maliki Press 2018

Heriyanto,”persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik pada bagian


administrasi kesejahteraan rakyat pemerintah kabupaten gunung kidul diy”,(
skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta 2014)

Tim penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi IAI Nurul Hakim, Kediri: IAINH
Presss, 2013
Tarantang, Jefry, dkk, Regulasi dan Implementasi Pegadaian Syariah Di Indonesia,
Yogyakarta: K-Media 2019

Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, Banjarmasin: ANTASARI PRESS


2011

Shandi, Ivanna Frestilya Ari ,”persepsi masyarakat tentang pergaulan bebas di masa
peminangan ( studi kasus di Desa Banarjoyo Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur),( skripsi, IAIN Metro, Metro 2020)

Sudiarti, Sri, Fikih Muamalah Kontemporer, Medan: FEBI UIN-SU Press 2018

Syaikhu dkk, Fikih Muamalah Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer,


Yogyakarta: K-media 2020

Zulki Zulkifli, MetodologiPpenelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Sleman:


DEEPUBLISH 2012

Anda mungkin juga menyukai