Disusun Oleh :
Ngalifah
Nia zulyana
Putri handayani
Regi yoga permana
Rendi renaldi
Dosen Pengampu:
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1440 H/2019M
KATA PENGANTAR
COVER i
KATA PENGANTAR ii
BAB I
PENDAHULUAN:
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
BAB II
PEMBAHASAN:
BAB III
PENUTUP:
A. KESIMPULAN 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia,
tidak terkecuali penggadaian. Perum penggadaiann mengeluarkan produk berbasis
syariah yang disebut dengan penggadaian syariah. Pada dasarnya produk-produk
berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam
berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai
sebagai komoditas yang diperdagangkan. Gadai merupakan lembaga jaminan
yang telah sangat dikenal dan dalam kehidupan masyarakat, dalam upayanya
untuk mendapatkan dana guna sebagai kebutuhan.
B. Rumusan Masalah
Gadai pada dasarnya mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi. Yaitu
menolong orang yang sedang dalam kesusahan. Dilihat dari segi komersial, yang
meminjamkan uang merasa dirugikan, misalnya karena inflasi, pelunasan yang
berlarut-larut, sementara barang jaminan tidak laku. Dilain pihak, barang jaminan
mempunyai hasil atau manfaat yang kemungkinan dapat diambil manfaatnya atau
dipungut hasilnya. Bagaimanakah cara untuk mengatasi hal tersebut? Sejauh
manakah hak penerima gadai atas hasil atau manfaat barang yang digadaikan?
Bertolak dari permasalahan tersebut diatas, berikut akan dibahas solusi alternatif
agar pihak penggadai dan penerima gadai tidak merasa saling diperlakukan tidak
adil dan tidak merasa saling dirugikan. Sedangkan untuk lebih jelasnya adalah
pada bagian berikut:
1. Pendapat ahli hukum Islam tentang manfaat barang gadai pada dasarnya
barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh Rahin sebagai
pemilik maupun Murtahin sebagai pemegang amanat, kecuali mendapat
izin masing-masing pihak bersangkutan. Hak Murtahim terhadap Marhun
hanya sebatas menahan dan tidak berhak menggunakan atau memungut
hasilnya. Demikian pula Rahin, selama Marhun ada ditangan Martahin
sebagai jaminan hutang, Rahin tidak berhak menggunakan Marhun.
Keadaan demikian ini, apabila kedua belah pihak (rahin dan murtahin)
tidak ada kesepakatan .
2. Adapun mengenai boleh atau tidaknya barang gadai diambil manfaatnya,
beberapa Ulama’ berbeda pendapat. Namun menurut Syafi’i dari kesekian
perbedaan pendapat para Ulama yang tergabung dalam beberapa mazhab,
sebenarnya ada titik yang mengarah menuju kesamaan dari pendapat
mereka. Inti dari kesamaan pendapat Mazhab tersebut terletak pada
pemanfaatan barang gadaian pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh
syara’, namun apabila pemanfatan barang tersebut telah mendapatkan izin
kedua belah pihak (rahin dan murtahin), maka pemanfaatan barang
gadaian tersebut diperbolehkan. Sedangkan untuk lebih jelasnya mengenai
pendapat para Ulama’ fiqh tentang pemanfaatan barang gadai menurut
Syafi’i adalah sebagai berikut:
Mengenai pemanfaatan dan pemungutan hasil barang gadaian dan segala sesuatu
yang dihasilkan dari padanya, adalah termasuk hak-hak yang menggadaikan. Hasil
gadaian itu adalah bagi yang menggadaikan selama pihak penerima gadai tidak
mensyaratkan.
Ulama Hanabilah dalam masalah ini memperhatikan barang yang digadaikan itu
sendiri, yaitu hewan atau bukan hewan, sedangkan hewanpun dibedakan pula
antara hewan yang dapat diperah atau ditunggangi dan hewan yang tidak dapat
diperah dan ditunggangi.
Menurut Ulama Hanafiah tidak ada bedanya antara pemanfaatan barang gadaian
yang mengakibatkan kurangnya harga atau tidak, maka apabila yang
menggadaikan memberi izin, maka penerima gadai sah mengambil manfaat dari
barang yang digadaikan oleh penggadai
Bad’I Muwayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif,
seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat
menggunakan akad jual beli untuk barnag atau modal kerja yang diinginkan oleh
rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin atau pun
murtahin.
Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin
menyewakan tempat penyimpangan barang.
7.Pemanfaatan barang rahn
Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang
diggadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pegadai harus
menjamin barang tersebut selamat dan utuh. Dari abu hurairah ra. Bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda : “Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari
pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung
jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
Mayoritas ulama, selain Madzab Hambali, berpendapat bahwa murtahin
(Penerima Gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
Berakhirnya akad rahn :
Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya
Rahin membayar hutangnya
Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan
oleh murtahin
Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak
rahin
Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin