Anda di halaman 1dari 8

MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

Teknologi Informasi (TI) telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi


(termasuk institusi pemerintahan) di seluruh dunia. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan
informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi,
efektivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu, sesuai
dengan tujuan pengembangan e-government di Indonesia berdasarkan Inpres No. 3 Tahun
2003, adalah untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis
elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien.
Melalui pengembangan egovernment dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja
di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi.
Tata kelola Teknologi Informasi adalah melakukan proses pemantauan dan
pengendalian keputusan kapabilitas teknologi informasi (TI) dalam memastikan value
delivery (mengirimkan nilai) kepada pemangku kepentingan utama dalam suatu organisasi
[2]. Pentingnya Tata Kelola Teknologi Informasi adalah: 1. Terdapat perubahan peran
Teknologi Informasi, dari efisiensi ke peran strategis dan ditangani oleh level korporat. 2.
Beberapa proyek strategi Teknologi Informasi gagal dalam pelaksanaanya karena hanya
ditangani oleh teknisi TI. 3. Keputusan kebijakan Teknologi Informasi di dewan direksi
biasanya bersifat adhoc. 4. Teknologi Informasi merupakan pendorong utama proses
transformasi bisnis yang berdampak pada organisasi dalam pencapaian misi, visi, dan tujuan
strategis. 5. Pelaksanaan TI harus dapat terukur melalui matriks tata kelola TI.(Muttaqin et
al., 2020)
1. Bisnis dan TI
Dalam dunia bisnis terdapat produsen sebagai penjual produk dan konsumen sebagai
pembeli produk . Dua orang ini merupakan elemen yang saling membutuhkan, suatu
perdagangan atau bisnis tidak akan berjalan jika tidak ada salah satunya. Produsen
membutuhkan konsumen untuk membeli produk-produk yang akan di jualnya, demikian
pula konsumen membutuhkan produsen untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Produsen menjual barang-barangnya pada suatu tempat dan ketika konsumen ingin membeli
kebutuhannya dia akan datang ke tempat tersebut. Hal ini sudah terjadi ratusan bahkan
ribuan tahun semenjak awal mula perdagangan ketika suatu teknologi belum ada. Ketika
telah datang teknologi, teknologi ini mempengaruhi sistem perkembangan perdagangan
bahkan teknologi ini mempunyai peranan sendiri.
Di bidang bisnis baik perdagangan barang maupun jasa komputer peranan teknologi
informasi akan sangat penting untuk kegiatan transaksi baik rutin, periodik, maupun
insidental dan menyediakan banyak informasi dengan cepat dan tepat. Pengaruh dan peranan
TI terhadap perkembangan bisinis online di antaranya adalah:
• TI yang dapat memudahkan penyebaran informasi mampu mengembangkan bisnis online
ke berbagai wilayah di dunia. seperti ecommerce yang digunakan oleh perusahaan penjual
buku, musik, video, permainan dan barang elektronik
• Banyaknya tenaga ahli dalam bidang TI juga membantu menumbukan bisnis online di
internet. Dengan banyaknya tenaga ahli dalam bidang TI, bisnis online banyak mengalami
perbaikan sistem. Bisnis online tadinya sangat rentan dengan penyadapan kartu kredit yang
menyebabkan ketidaktertarikan konsumen terhadap bisnis ini. Namun dengan adanya
perbaikan sistem, maka kerahasiaan identitas konsumen pun lebih terjamin. Konsumen dapat
kembali percaya membeli keperluannya di perusahaan bisnis online.

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

• Bisnis online banyak digemari karena fleksibilitasnya. Seseorang tidak harus berada di
tokonya untuk menunggu pelanggan, namun dengan komputer dan konektivitasnya sudah
dapat menjual produknya ke seluruh negara. Pembeli pun tidak harus capek-capek keluar
untuk membeli keperluannya, karena dengan hanya membeli secara online, barang
pembeliannya bisa diantar langsung ke rumahnya.

 Koneksi internet yang semakin mudah dan terjangkau akibat kemajuan TI juga menyebabkan
kemakmuran di bisnis online.
Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi kebijakan dan strategi dunia
usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong inovasi dan persaingan di bidang
layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui bank. Inovasi jasa layanan perbankan
yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah bank.
Transaksi perbankan berbasis elektronik, termasuk internet dan menggunakan handphone
merupakan bentuk perkembangan penyedia jasa layanan bank yang memberikan peluang
usaha baru bagi bank yang kerakibat pada perubahan strategi usaha perbankan, dari yang
berbasis manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien dan
praktis bagi bank. Pada perusahaan jasa seperti perbankan komputer digunakan untuk
menghitung bunga secara otomatis, transaksi online, ATM, dan sebagianya. Komputer juga
banyak digunakan untuk proses akuntansi, melakukan analisis keuangan, neraca, laba-rugi,
dan sebagainya. Bahkan ada beberapa software yang secara khusus disediakan untuk operasi
akuntansi. Di bidang perhotelan komputer digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis
kamar yang telah terisi dan masih kosong. Bahkan saat ini pada penjualan pertokoan kecil,
usaha kecil dan menengah (UKM), apotek dan bermacam-macam usaha kecil lainnya juga
telah banyak menggunakan komputer. (Utami, 2010)
2. Mengelola TI
Literasi teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) menjadi faktor penting dalam
pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Covid-19. Kompetensi dan literasi dalam
menggunakan komputer dan berselancar di dunia maya menjadi keterampilan dasar
yang diperlukan dalam pelaksanaan PJJ. Lebih lanjut, menyatakan bahwa kompetensi
dan tingkatan literasi TIK berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi proses belajar
mengajar. Sementara itu, literasi TIK yang lebih spesifik pada penggunaan media digital,
menyebutkan bahwa literasi TIK dipengaruhi oleh tingkat generasi dan usia pengguna
teknologi, generasi muda lebih mudah mengelola teknologi dibandinggenerasi orang
tua. Pada konteks pelaksanaan PJJ yang berlangsung, perbedaan generasi dan usia antara
pengajar dan pembelajar bisa saja menjadi penghambat kelancaran pelaksanaan PJJ.
Oleh karenanya, peningkatan dan standarisasi pengajar dan pembelajar dalam penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi perlu diupayakan oleh semua pihak yang terlibat dalam
PJJ.
Para pengguna harus memiliki kemampuan dalam mengakses, menggunakan, dan
mengelola setiap sistem teknologi yang digunakan dalam pembelajaran jarak jauh. Jika
pengguna tidak memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, maka secanggih apapun
sistem teknologi yang sudah tersedia tidak akan bisa mendukung keberlangsungan
pembelajaran jarak jauh. Oleh karena itu, literasi teknologi informasi dan
komunikasimenjadi bagian penting bagi para pengguna dalam melaksanakan pembelajaran
jarak jauh.
teknologi akan membuat siswa mencari informasi secara cepat dan tepat karena
mengetahui lokasi dan kata kunci yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan untuk
kepentingan pembelajaran. Selain memudahkan mencari informasi, literasi teknologi
pun akan membantu dalam mengelola informasi, mulai dari mencari, mengelola,
mengevaluasi dan memanfaatkan informasi yang diperoleh. Literasi teknologi yang

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

berkaitan dengan pengelolaan dan evaluasi informasi yang tersedia sangat penting
dilakukan karena tidak semua informasi memiliki akurasi yang tepat dan
berkaitan dengan pembelajaran [3]. Pada masa pandemi Covid-19 ini banyak ditemukan
informasi hoaksyang tersebar meluas pada berbagai media, literasi TIK dalam hal
pengelolaan informasi ini menjadi kemampuan yang sangat penting dimiliki oleh pengajar
dan pembelajar. Pengajar dan pembelajar yang memiliki literasi TIK akan mampu
memanfaatkan dan mengelola sistem teknologi dengan segala perangkatnya, jika hal
tersebut terjadi maka pembelajaran jarak jauh bisa terlaksana dengan baik, mulai dari proses
pembelajaran, penugasan, penilaian sampai proses interaksi dan kolaborasi diantara
pengajar dan pembelajar. Lebih dari itu, literasi TIK pun akan membentuk pribadi
pengajar dan pembelajar yang bertanggung jawab ketika menggunakan teknologi,
seerta mengedepankan etika dalam interaski, komunikasi, dan kolaborasi selama proses
pembelajaran jarak jauh.
3. Mengelola Fungsi TI
Perkembangan teknologi informasi ternyata mempunyai pengaruh besar terhadap bisnis.
Hampir semua fungsi bisnis harus melakukan perubahan untuk mengantisipasinya.
Kenyataan ini merupakan sebuah tantangan bagi para praktisi bisnis maupun akademisi yang
mendalami ilmu manajemen. Sebuah contoh riil yang menunjukkan pengaruh kemajuan
teknologi terhadap dunia bisnis adalah perkembangan VoIP (Voice Over Internet Protocol).
Di Indonesia kalangan pebisnis sudah mulai menggunakan fasilitas ini. VoIP menjamin
kelancaran komunikasi melalui telepon via internet tanpa biaya. Seorang pengusaha di
Jakarta dapat melakukan telepon langsung dengan rekan bisnisnya di Washington, AS
melalui VoIP. Bahkan apabila PC kita dilengkapi dengan kamera, maka kita bisa
mendapatkan fasilitas visual pada VoIP kita. Fenomena ini adalah contoh bahwa dunia bisnis
tidak pernah beristirahat.
Salah satu fungsi penting dalam perusahaan yang harus melakukan transformasi adalah
manajemen sumber daya manusia (MSDM). Dalam pendekatan tradisional MSDM adalah
sebuah fungsi teknis yang bertugas mengatur penarikan, penempatan, pemberian latihan dan
pengembangan karyawan. Fungsi baru MSDM juga mencakup fungsi strategis dalam
perusahaan. Menurut McKeown dan Phillip (2003) berkembangnya TI menyebabkan
transformasi bisnis tergantung pada fungsi departemen TI. Jadi bukannya TI yang mengikuti
strategi bisnis, namun strategi bisnis yang mengikuti TI. Seharusnya sebuah konsep strategi
bisnis didukung oleh fungsi TI yang tepat.
1. MSDM harus memfokuskan dirinya pada beberapa isu kunci. Isu kunci tersebut adalah
perencanaan. Perencanaan saat ini lebih dipahami sebagai sebuah alat untuk menstimuli
pemikiran kreatif dan diskusi daripada sebagai penentuan tujuan jangka panjang dan
beberapa tindakan.
2. Manajemen mengharapkan inisiatif dari eksekutif MSDM. Manajemen perusahaan
mengharapkan eksekutif MSDM untuk terlibat dalam penyediaan leadership dan mendukung
kesiapan SDM dalam mengantisipasi setiap perubahan dalam lingkungan bisnis. MSDM juga
terlibat dalam proses perencanaan, produksi, peningkatan kualitas, budaya, restrukturisasi dan
semua inisiatif manajemen lainnya.
3. Fungsi MSDM melakukan operasinya dengan lebih fleksibel dan efisien. Staf MSDM
melakukan review dan meningkatkan kinerjanya dengan mengurangi biaya operasional,
mengurangi pekerjaan administrasi, membatasi aktivitas dan melakukan outsourcing apabila
diperlukan. (Setiawan, 2017)(Kuswati & Setyawan, 2016)

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

4. Mengorganisasikan TI
organisasi bisnis harus terus melakukan transformasi. Selain itu, perputaran arus
informasi yang demikian cepat menuntut perusahaan untuk selalu antisipatif dalam
merumuskan strateginya. Menyikapi hal ini, transformasi bisnis menjadi hal yang urgen
untuk dilakukan. Transformasi bisnis adalah sebuah perubahan fundamental dalam logika
organisasional yang dihasilkan atau disebabkan oleh sebuah perubahan perilaku secara
fundamental (Muzyka, de Konig, & Churchill, 1995). Prahalad dan Oosterveld (1999)
mengidentifikasikan empat karakteristik transformasi bisnis yang sukses. Pertama, proses
transformasi adalah sebuah penemuan strategi dan proses manajemen. Proses ini harus
didorong oleh sebuah paradigma baru. Kedua, transformasi bisnis harus melibatkan semua
komponen organisasi. Ketiga, proses transformasi melibatkan nilai-nilai dan kepercayaan
yang bersifat intangible. Keempat, transformasi membutuhkan kemampuan membangun unit
bisnis baru di dalam perusahaan
Perekonomian berbasis pengetahuan membutuhkan pendekatan baru dalam
mengantisipasinya. Pada awal abad 20 organisasi bisnis lebih banyak menerapkan sistem
birokrasi ala Max Webber dalam operasionalnya. Dalam sistem birokrasi setiap bagian
organisasi adalah “sekrup” yang menjamin jalannya organisasi tersebut. Keteraturan,
spesialisasi dan efisiensi menjadi prinsip-prinsip utama dalam sistem hierarkhis-birokrasi ini.
Pada perkembangannya, sistem birokrasi yang telah mengakar ini, hanya mengutamakan
keteraturan dalam menjalankan fungsinya, akibatnya terjadi kemandegan dan inefisiensi
dalam organisasi bisnis.
Dalam dunia industri telah berkembang pemikiran-pemikiran baru, di mana sebuah
organisasi bisnis sudah meninggalkan sistem birokrasi Webberian dan berubah menjadi
organisasi yang lebih fleksibel. Tipe organisasi bisnis baru ini cenderung kecil dan berbentuk
sub unit dari organisasi yang lebih besar, mereka bergerak dalam bidang jasa dan informasi
atau produksi yang diautomatisasikan (Heydebrand,1989). Fenomena ini membawa implikasi
terbentuknya organisasi bisnis yang mengalami dideferensiasi. Organisasi ini akan mengubah
fungsi spesialisasinya menjadi apa yang disebut “spesialisasi fleksibel” atau dalam bahasa
yang lebih mudah organisasi bisnis posmodern bersifat.
Kemajuan teknologi informasi menimbulkan dampak perubahan organisasi bisnis dari
hierarkis menjadi organisasi bisnis yang lebih ramping. Sebagai contoh adalah munculnya
fenomena e-business, dimana sebuah perusahaan mempunyai pilihan untuk beroperasi di
dunia nyata maupun di dunia maya. Bahkan beberapa perusahaan memilih untuk hanya
melakukan aktifitasnya di dunia maya, seperti Amazon.com, Knexa.com dsb. Hal ini
menyebabkan MSDM harus melakukan banyak penyesuaian.
5. Outsourcing dan Offshoring TI dan SI
outsourcing yaitu bagaimana menjalin suatu hubungan dan komunikasi yang sangat
berperan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan yang dilakukan. Menurut Mangalaraj
(tanpa tahun), jenis strategi outsourcing didasarkan pada sisi operasional, taktik, dan
strategis keuntungan. Berdasarkan hal tersebut muncul pendekatan dalam penggunaan
outsourcing dengan mengenalkan konsep strategic outsourcing. Pendekatan ini tidak hanya
ditujukan pada usaha jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang. Keuntungan jangka
menengah dan panjang sangat ditentukan oleh pemilihan provider yang selektif pada tingkat
harga terendah yang akan membawa perusahaan untuk berkonsentrasi pada proses bisnis
intinya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keputusan strategic outsourcing

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

adalah: perbedaan perspektif usaha, kontrol untuk mendorong keputusan outsourcing dengan
menciptakan efisien, pengembangan struktur lanjutan dari langkah-langkah keputusan
outsourcing, mengembangkan peran dari keputusan internal tentang outsourcing, dan
memahami arsitektur kebijakan ekonomi pemerintah untuk mendukung keputusan
outsourcing. Dengan kondisi tersebut, organisasi harus memahami segala hal yang berkaitan
dengan outsourcing, terutama yang berkaitan dengan legal aspeknya.
Melalui teori ini, outsourcing tidak hanya memberi manfaat bagi perusahaan, seperti
meningkatnya nilai perusahaan, meningkatkan fleksibilitas operasi, mengurangi biaya dan
perusahaan bisa lebih fokus pada kompetensi inti, namun juga diikuti oleh munculnya
resiko-resiko baru seperti penurunan dalam sistem kinerja, penurunan moral staf, atau
hilangnya kemampuan inovatif. Resiko tersebut menyebabkan munculnya biaya-biaya yang
tersembunyi (hidden cost). Resiko ini umumnya muncul bila keputusan outsourcing didasari
semata-mata oleh dorongan untuk memotong biaya dan pemilihan sistem informasi yang
akan di-outsource dilakukan secara sembarangan.
Dalam melihat bagaimana pelaksanaan outsourcing di Indonesia, hal pertama yang harus
dilihat adalah aspek legalnya. Selama ini, pengaturan tentang outsourcing merujuk pada UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam undang-undang tersebut memang
tidak disebutkan secara tegas mengenai istilah dari outsourcing. Namun demikian,
berdasarkan ketentuan pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan
tentang suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, di mana
perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Jadi,
perjanjian outsourcing dapat disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan.
Dari perspektif ekonomi politik, menurut Kholek, outsourcing merupakan perkembangan
dari mekanisme perburuhan di era modern. Menurutnya sistem kerja tersebut merupakan
penjelmaan dari sifat kapitalisme yaitu ekspansif dan eksploitatif yang telah menguasai
negaranagara berkembang, dan ini berarti pencederaan dan pengabaian terhadap hak-hak
dasar buruh oleh pihak kapitalis. Karena itu menurutnya, disahkannya Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang memperbolehkan mekanisme kerja
outsourcing merupakan landasan hukum formal bagi penindasan dan penghisapan hak-hak
buruh. Lebih lanjut, menurutnya sistem tersebut mirip human trafficking yang dilegalisasi
oleh negara. Namun bagi pengusaha sendiri hal ini sering disebut sebagai salah satu
penghambat dan penyebab sistem perdagangan yang tidak efisien. Lebih khusus lagi pada
klausul pesangon dan outsourcing. Tenaga kontrak hampir tidak mungkin ditampung di
industri-industri yang membuat barang-barang yang daya saingnya sangat ditentukan oleh
kualitas karena persaingan yang sangat ketat seperti misalnya sepatu, pakaian jadi dan
elektronika. Karena itu menurut Nugroho, outsourcing yang diatur dalam UU No 13 Tahun
2003 tentang Ketengakerjaan memperjelas semangat fleksibilitas pasar tenaga kerja.
Fleksibilitas, yaitu upaya sistematis untuk mempertahankan hubungan kerja dan
membebaskan pengusaha untuk memberikan perlindungan terhadap buruh dan
membayarkan kewajibannya.
Praktek outsourcing di Indonesia di satu sisi sudah meluas dan telah menjadi kebutuhan
yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, tetapi di sisi lain regulasi yang ada belum
terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut. Selama
ini, outsourcing masih ditempatkan sebagai ranah kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia
sebagai bagian dari kebijakan labour market flexibility yang berintikan keleluasaan merekrut
dan memecat buruh sesuai dengan situasi usaha untuk menghindarkan kerugian. (Saefuloh,
2011)
6. Kegagalan pengelolaan TI

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

Pada hakekatnya, sebanyak apapun keberadaan perangkat keras dan lunak yang dimiliki
oleh satu instansi, seperti bentukjaringan data, server, hingga aplikasi yang bernilai milyaran
rupiah, hanyalah bagian yang kurang begitu penting dari sebuah ekosistem Tl. Bagian dari
ekosistrm yang lebih penting disebut siklus hidup pengelolaan Tl. Hal inilah yang menjadi
penentu apakah perangkat keras dan lunak yang berharga mahal itu dapat memberikan
manfaat maksimal bagi terwujudnya e-Government di Indonesia. Kegagalan pemahaman
tersebut akan berakibat kepada kegagalan pengelolaan TI di lingkungan Pemerintahan,
beberapa kegagalan tersebut diantaranya : Pemahaman Kondisi Awai: Instansi organisasi
pemerintah tertentu biasanya kurang paham layanan apa yang mesti diberikannya. Pembagian
tugas perangkat tumpang tindih atau, rancangan organisasi serta kuantitas dan kualitas SDM
tidak sesuai dengan mandat yang diemban. Aktifitas yang harus dikerjakan tidak jelas dimana
input serta yang mana output-nya. Akhirnya muncul kebutuhan pemanfaatan TI yang
tidakjelas ujung pangkal pemanfaatannya. Perencanaan TI : Identifikasi kebutuhan yang tidak
jelas tadi, diiikuti oleh solusi yang tidak tepat. Kondisi ini akan menghasilkan inisiatif TI
yang acak, dalam proses perencanaan yang abstrak.
Kemudian perencanaan TI yang masih abtrak tadi, di-break down berisi inisiatif TI yang
serba acak, kemudian didistribusikan lagi kepada pihak yang mau, bukan yang
berkepentingan, beserta alokasi sumber daya berdasarkan basil negosiasi. Pengembangan dan
Implementasi TI : Berbagai pihak mempere butkan proyek-proyek TI yang acak dan asbtrak
tadi, untuk kemudian dimodifikasi atau dialihkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain,
tetapi tidak pemah diajukan sebelumnya. Rencana anggaran dan kegiatan disusun sendiri oleh
Tim pengadaan, berdasarkan beberapa dokumen anggaran serta beberapa diskusi tanpa
risalah dengan pihak yang terkait. Metode pengembangan dipilih yang paling 89 abstrak dan
berdasarkan konsep, tidak jelas activity-nya dan deliverable-nya. Layanan dan Dukungan Tl:
Hasil pengembanganyang tidak sempurna mengakibatkan tidak adanya kejelasan siapa yang
bertanggungjawab. Semua orang dipaksa mengikuti alur proses solusi TI yang ada, padahal
belum ada aturannya. Pihak yang menolak atau resisten dianggap anti perubahan, karena
dipandang memiliki kepentingan atas status quo. Sementara laporan kepada pejabat
hanya.sebatas realisasi anggaran, daftar barang yang dibeli, dan aktifitas yang sudah
dikerjakan. Semua permasalahan yang belum bisa dikerjakan akan ditunda dan diajukan
tahun depannya, atau bahkan dijadikan proyek lain, yang isinya sama seperti yang sudah
dilaksanakan tahun sebelumnya.
Evaluasi TI umumnya jarang dilakukan oleh institusi pemerintahan, kecuali
membandingkan anggaran versus realisasi belanja, sebagaiman tradisi birokrasi. Tetapi jika
anggaran yang direncanakan tidak terserap penuh maka pemilik anggaran disalahkan karena
tidak mampu mengelola. Maka kondisi yang diperbaiki tetap tidak berubah, bertambah
semakin parah karena ada dual atau multi proses. Sementara auditor internal atau ekstemal
jarang melakukan audit TI, karena belum banyak yang paham bagaimana mengauditnya.
Kalaupwi dilakukan audit, tidak jauh dari aspek tertib administrasi, khususnya pengadaan
barang dan jasa. Jika dilakukan analisis secara mendalam, maka munculnya berbagai
fenomena tersebut bersumber pada beberapa prasyarat yang tidak dipenUb.i agar tata-kelola
dan implementasi e-Govemment ·berjalan optimal. Prasyarat pertama adalah kelengkapan
instrument yuridis. sebagaimana dapat kita simak, materi substantif dalam PP tentang
Kelembagaan e-Govemment (UU 11/2009, UU 14/2009, dan UU 25/2009, kemudian PP 38
dan 41 tahun 2007, serta lnpres 3/2003) belumlah operasional dan membutuhkan pengaturan
yang lebih rinci.
Ketiadaan. landasan hukum ini jelas juga berdampak negatif pada perancangan
organisasi e-Govemment. Prasyarat kedua yang harus dipenuhi adalah adanya hubungan.

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

harmonis antar lembaga ditingkat pusat, khususnya antara Kementrian Kominfo dengan
Kementrian Dalam Negeri. Koordinasi ini dibutuhkan untuk merancang jenis-jenis
kewenangan yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, serta model pengelolaannya. Oleh
karena koordinasi diantara kedua instansi ini kurang terjalin harmonis, maka model
pelimpahan kewenangan tata-kelola e-Govemment juga masih belum optimal. Sejak lnpres
Pembentukan.KPDE Tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi PP tahun 2003 dan diubah
lagi menjadi PP 41/2007. Atas perubahan peraturan tersebut kelembagaan eGovemment di
daerah menjadi kurang solit karena digabung dengan berbagai lambaga lainnya. Selain
kurang efektif, hal ini juga membuka kemungkinan terjadinya duplikasi system penganggaran
penganggarannya. Model seperti ini mengakibatkan tata kekola pemerintahan di daerah
menjadi tidak efektif.(Harimurti, 2010)

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)


MENGELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (TI)

DAFTAR PUSTAKA
Harimurti, R. M. A. (2010). Dinamika Pengelolaan Teknologi Informasi Pemerintahan dan
Model Connected Government Sebagai Solusi.
Kuswati, R., & Setyawan, A. A. (2016). Teknologi Informasi Dan Reposisi Fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Muttaqin, F., Idhom, M., Akbar, F. A., Swari, M. H. P., & Putri, E. D. (2020). Measurement
of the IT Helpdesk Capability Level Using the COBIT 5 Framework.
Saefuloh, A. (2011). Kebijakan Outsourcingdi Indonesia: Perkembangan Dan Permasalahan.
Utami, S. S. (2010). PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI DALAM
PERKEMBANGAN BISNIS Setyaningsih Sri Utami Fakultas Ekonomi Universitas
Slamet Riyadi Surakarta.

SULIS LIA SYAMSUDIN (214032021)

Anda mungkin juga menyukai