Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM


PERSPEKTIF PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

Di era globalisasi yang sarat akan perubahan dan perkembangan telah banyak
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Perkembangan yang luar biasa cepat
terjadi di berbagai bidang. Bidang-bidang tersebut misalnya sosial, ekonomi, kesehatan, dan
tak tertinggal adalah bidang pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh berbagai bidang
tersebut tidak dapat dipungkiri salah satu penyebabnya adalah terjadinya perkembangan Ilmu
pengetahuan dan Tekonologi (IPTEK).

Teknologi informasi merupakan sebutan lain dari teknologi komputer, yang


dikhususkan untuk pengolahan data menjadi informasi yang bermanfaat baik untuk individu
maupun untuk kelompok atau organisasi. Organisasi yang begitu banyak jumlahnya di
Indonesia dan berbagai bidang juga banyak menerapkan teknologi informasi untuk
mengefektifkan serta mengefisiensikan kinerja organisasi. Salah satu organisasi yang banyak
memanfaatkan dan menerapkan teknologi informasi adalah organisasi pendidikan.

Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting
untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Seiring
dengan perkembangan teknologi komputer dan teknologi informasi, sekolah-sekolah di
Indonesia sudah waktunya mengembangkan Sistem Informasi manajemennya agar mampu
mengikuti perubahan jaman.

Dalam makalah ini, akan dibahas hal-hal sebagai berikut: (A) Gelombang inovasi
teknologi, (B) Menyambut teknologi informasi dalam dunia pendidikan, (C) Model
pembelajaran dengan e-learning, (D) Sinergi positif dan negatif sistem informasi dan strategi
pendidikan, (E) Pendekatan human-centered dalam manajemen pendidikan, dan (F)
keamanan sistem informasi, moral, etika, dan hukum teknologi informasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. GELOMBANG INOVASI TEKNOLOGI

Di era globalisasi ini, teknologi berkembang dengan sangat cepat. Salah satunya
adalah teknologi informasi. Teknologi informasi bisa dikatakan sebagai salah satu unsur
penting yang dapat mendorong keunggulan bersaing sebuah organisasi. Hal ini banyak
diyakini karena terdapat anggapan bahwa suatu organisasi yang menguasai teknologi
informasi maka organisasi tersebut memenangkan persaingan. Anggapan semacam itu
didukung oleh sejumlah fakta yang menyebutkan beberapa keuntungan yang ditawarkan
teknologi informasi bagi sebuah organisasi. Keuntungan diterapkannya teknologi informasi di
sebuah organisasi antara lain, pimpinan organisasi dapat mengambil keputusan lebih cepat
karena informasi yang didapatkan juga lebih cepat sampai, organisasi dapat menyimpan
dokumen sengan jumlah yang sangat banyak tetapi tidak membutuhkan tempat yang luas
karena disimpan di dalam memory computer, lebih praktis, file/dokumen dapat tersusun
secara rapi, dan masih banyak keuntungan yang lain.

Selain berbasis komputer, teknologi informasi juga berbasis internet. Menurut Budi
Sutedjo dalam (Rochaety, 2005:74), gelombang teknologi informasi yang berbasis internet
berkembang melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Gelombang pertama, Pemanfaatan TI difokuskan untuk peningkatan produktivitas


dan memperkecil biaya.
2. Gelombang kedua, TI difokuskan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan
peralatan komputer melalui pembangunan jaringan komputer. Jaringan ini dibangun
dengan cara menghubungkan komputer-komputer dengan menggunakan kabel dan
kartu jaringan sehingga printer, harddisk, dan peralatan lain dapat digunakan secara
serempak. Jaringan ini dapat menghemat biaya investasi dan mempercepat distribusi
data dan infomasi.
3. Gelombang ketiga, TI difokuskan untuk menghasilkan keuntungan lewat
pembangunan program sistem informasi. Contoh pembangunan jaringan sistem
informasi pelayanan administrasi akademik di universitas, sistem informasi pelayanan
umum, dan lain sebagainya.
4. Gelombang keempat, TI difokuskan untuk membantu proses pengambilan keputusan
dari data kualitatif (DSS/Decision Support Sistem) misalnya untuk penerimaan
pegawai, penilaian prestasi pegawai, dan lain sebagainya.
5. Gelombang kelima, TI difokuskan untuk meraih pelanggan melalui pengembangan
jaringan internet. Membangun eksplorasi besar-besaran terhadap internet. Dalam
dunia bisnis biasa disebut dengan e-bussiness dan e-commerce. Bila di dunia
pendidikan biasa dikenal dengan e-learning, e-campus, dan e-school.
6. Gelombang keenam, TI mengembangkan sistem jaringan tanpa kabel (wireless).
Sistem tersebut memungkinkan seseorang mengakses internet melalui computer yang
terhubung dengan telepon seluler bahkan internet dapat diakses langsung lewat
ponsel. Gelombang inovasi ini menunjukkan bahwa TI dapat digunakan untuk
komunikasi efektif dengan konsumen dan mitra kerjanya.

Menurut Kenneth Promozic dalam (http://jsofian.wordpress.com/2009/05/06/tahapan-


gelombang-inovasi/) gelombang inovasi teknologi di bagi dalam beberapa tahapan yaitu:

1. Reducing cost: Pertimbangan dalam tahapan ini, teknologi informasi dikaitkan


dengan urusan administratif yang bertujuan mengurangi biaya. Contohnya
penggunaan komputer sebagai pengganti mesin tik. Komputer jauh lebih unggul
dibandingkan dengan mesin tik ditinjau dari kecepatan, kerapian, penggunaan kertas,
dan sebagainya. Selain itu juga komputer dapat menyimpan data dalam bentuk
softcopy yang lebih tahan lama dibandingkan kertas secara fisik. Perusahaan
menitikberatkan pada perspektif efisiensi (cheaper, faster, and better) dalam aktivitas
sehari-hari.
2. Leveraging Investment: tahapan kedua, teknologi informasi dipandang sebagai aset
yang menguntungkan dibandingkan dengan teknologi serupa atau dengan kata lain
memiliki value added. Perbandingan ini diukur dari segi keuangan, misalkan
pengiriman surat dengan email jauh lebih murah dibandingkan dengan pengiriman
surat secara manual yang membutuhkan waktu lebih lama dan mahal atau sama
halnya dengan komunikasi menggunakan telephone untuk interlokal atau
internasional jauh lebih mahal jika dibandingkan berkomunikasi melalui chatting atau
internet (VOIP).
3. Enhancing products and services: tahapan ketiga terjadi ketika sebuah teknologi
dapat memberikan kontribusi signifikan dalam proses penciptaan produk dan jasa,
sehingga menambah nilai dan kualitas dari produk dan jasa yang ditawarkan. Ukuran
yang sering digunakan adalah perubahan dalam market share. Sebagai contoh adanya
dengan adanya call center secara online bagi para pelanggan yang ingin
menyampaikan komplain atau menanyakan informasi tentang produk dan jasa yang
ditawarkan. Fasilitas ini tentu saja menjadi faktor penentu ketika para pelanggan
membeli produk dan jasa.
4. Enhancing executive decision making: seiring dengan perkembangan perusahaan
dan dinamika pasar, maka top manajemen perusahaan membutuhkan pengambilan
keputusan yang cepat dan berkualitas. Kecepatan proses pengolahan data menjadi
informasi dan terakhir menjadiknowledge merupakan faktor yang fundamental untuk
tetap unggul di kancah persaingan. Oleh karenanya perusahaan mulai menerapkan
konsep manajemen modern untuk memperbaiki kinerja perusahaan sepertibusiness
process reengenering, balanced scorecard, six sigma, total quality management, dsb.
Peranan teknologi infornasi disini sebagai enabler dimulai dari proses pengumpulan
data, pengolahan, integrasi, pelaporan, analisa, dan sampai kepada pengambilan
keputusan.
5. Reaching the customer; tahapan kelima teknologi informasi dipandang telah menjadi
alat untuk mendapatkan pelanggan. Biasanya ini terjadi pada perusahaan penyedia
jasa, teknologi informasi diekploitasi secara maksimal 24 jam x 7 hari dan menembus
batas ruang dan bata waktu (ubiquitous). Teknologi informasi menjadi penghubung
antara perusahaan dengan pelanggan, lihat saja internet banking, mobile banking,
home shopping, e-consultancy, e-commerce, dsb.

Dari dua pendapat pakar diatas, maka gelombang inovasi teknologi menurut penulis dapat
diringkas sebagai berikut:

1. Tahap 1, TI digunakan untuk mengurangi biaya produksi organisasi. Dalam hal ini,
manajer focus pada aspek efisiensi. Menurut manajer, dengan menggunakan TI maka
proses produksi akan semakin mudah, semakin praktis, semakin baik, tetapi murah.
Contohnya adalah penggantian mesin tik dengan computer. Dengan menggunakan
computer maka tulisan akan menjadi rapi. Selain itu, file/dokumen juga bisa disimpan
secara softcopy sehingga menghemat kertas.
2. Tahap 2, TI digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan computer oleh
organisasi. Pembentukan jaringan computer dengan kabel yang disambungkan dengan
printer serta hardware lain semakin mempengaruhi organisasi untuk menerapkan
teknologi informasi.
3. Tahap 3, TI digunakan untukmenghasilkan keuntungan melalui sistem informasi.
Contohnya adalah sistem informasi kepegawaian.
4. Tahap 4, TI digunakan untuk membantu pimpinan dalam menga,bil suatu keputusan
dengan cepat, tepat dan akurat karena informasi-informasi lebih cepat sampai
sehingga pimpinan dapat segera memikirkan keputusan yang akan diambil.
5. Tahap 5, TI digunakan untuk memperoleh customer atau pelanggan melalui jaringan
internet serta wireless (tanpa kabel). Hal ini semakin meningkatkan efektivitas kinerja
organisasi.

B. MENYAMBUT TEKNOLOGI INFORMASI DALAM DUNIA


PENDIDIKAN

Dengan melihat dan memahami gelombang inovasi teknologi informasi, maka


semakin tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi sangat baik untuk diterapkan
dalam suatu organisasi. Organisasi yang dimaksud adalah dalam sekup luas, bisa organisasi
bisnis, organisasi sosial, bahkan organisasi di bidang pendidikan. Salah satu organisasi yang
menyambut baik perkembangan teknologi informasi ini adalah organisasi pendidikan baik itu
sekolah dasar, menengah, sekolah tinggi, institute, universitas, dan institusi-institusi lain di
bidang pendidikan. Sambutan yang baik tersebut dibuktikan dengan banyaknya Sistem
Informasi Akademik yang diterapkan oleh sekolah dan Universitas untuk memudahkan
siswa, mahasiswa, guru, dosen, dan seluruh civitas akademika melakukan transaksi di bidang
pembelajaran.

Teknologi informasi mampu memberikan kemudahan pihak pengelola menjalankan


kegiatannya dan meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas sekolah dimata siswa, orang tua
siswa, dan masyakat umumnya. Penerapan teknologi informasi untuk menunjang proses
pendidikan telah menjadi kebutuhan bagi lembaga pendidikan di Indonesia. Pemanfaatan
teknologi informasi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
bagi manajemen pendidikan. Keberhasilan dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas
bagi manajemen pendidikan akan ikut menentukan kelangsungan hidup lembaga pendidikan
itu sendiri.
Penghematan waktu dan kecepatan penyajian informasi akibat penerapan teknologi
informasi tersebut akan memberikan kesempatan kepada guru dan pengurus sekolah untuk
meningkatkan kualitas komunikasi dan pembinaan kepada siswa. Dengan demikian siswa
akan merasa lebih dimanusiakan dalam upaya mengembangkan kepribadian dan
pengetahuannya.

Manfaat dari penerapan teknologi informasi di institusi pendidikan menurut Juniwati


dalam (http://www.kamadeva.com/index-menu-news-newsid-tiduniapendidikan.htm.) adalah:

1. Penyimpanan dan pengolahan data siswa, staf, keuangan, dan asset sekolah
2. Analisis perkembangan kinerja siswa, guru, dan sekolah dari periode ke periode
3. Penyediaan informasi tentang perkembangan studi siswa kepada Guru Wali dan
Orang Tua
4. Penyediaan informasi untuk mendukung pelaporan kepada Kantor Dinas Pendidikan
yang terkait dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Badan Akreditasi Sekolah
(BAS)
5. Pengolahan data menjadi informasi untuk mendukung pengambilan keputusan
6. Pengelolaan perpustakaan termasuk katalogisasi buku-buku, penelusuran buku, proses
peminjaman dan pengembalian buku, status keberadaan buku, dan penetapan jumlah
denda.
7. Penyediaan komunikasi yang berupa instant messaging kepada stakeholder-nya
dengan memanfaatkan teknologi internet dan teknologi komunikasi nirkabel.

Melihat perkembangan teknologi informasi yang luar biasa cepat serta penggunaannya
yang sangat banyak diminati khususnya oleh organisasi pendidikan memunculkan beberapa
dampak positif dan negatif. Menurut Rochaety (2005:75-76) dampak positif diadakannya dan
diterapkannya teknologi informasi pada organisasi pendidikan adalah kinerja organisasi lebih
efisien karena teknologi informasi dapat menghapus posisi penyambung komunikasi dari dua
tempat yang berkepentingan, juga menghapuskan batas waktu untuk operasi internasional.
Selain itu, siswa atau mahasiswa bisa melaksanakan pembelajaran dengan berbasis internet
yang biasa disebut dengan e-learning sehingga pembelajarannya lebih praktis dan hasil atau
mutu dari pembelajarannya tidak kalah bagus dengan pembelajaran klasikal. Namun, dampak
negatif yang dimunculkan dari diterapkannya teknologi informasi ini di organisasi pendidikan
adalah terjadinya pengurangan tenaga kerja karena pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh
manusia sudah tergantikan oleh teknologi inforasi yang berkembang. Hal ini akan
menyebabkan menambahnya angka pengangguran.

Dari berbagai uraian di atas, penulis dapat menarik suatu gambaran bahwa teknologi
informasi yang berkembang luar biasa cepat ini membawa dua dampak yaitu positif dan
negatif. Namun, terlepas dari dampak tersebut, terlihat bahwa berbagai organisasi khususnya
organisasi pendidikan menyambut dengan baik perkembangan teknologi informasi. Hal ini
dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya sekolah dan universitas yang menerapkan
teknologi informasi. Keputusan yang diambil oleh sekolah dan perguruan tinggi dalam
menerapkan teknologi informasi memang sangat baik apabila disesuaikan dengan kondisi
dari sekolah atau universitas karena memang banyak sekali manfaat serta dampak postif yang
diperoleh dari penerapan teknologi informasi. Namun, sekolah dan universitas juga harus
mempersiapkan strategi untuk menghadapi dapak negatif dari penerapan teknologi informasi
yaitu pengurangan tenaga kerja yang nantinya berimbas pada meningkatnya angka
pengangguran. Untuk itu, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi maslah tersebut. Salah
satu caranya adalah memadukan antara teknologi informasi dengan sumber daya manusia
agar tidak terjadinya peningkatan pengangguran.

C. MODEL PEMBELAJARAN DENGAN E-LEARNING

Metode pembelajaran tradisional saat ini memerlukan sebuah perubahan dalam


kaitannya dengan proses adaptif dan mempersiapkan para peserta didik agar siap menjadi
knowledge workers, dimana ilmu pengetahuan menjadi faktor yang sangat penting.
Berdasarkan penelitian UNESCO dan World Bank (Rochaety, 2005:76), pada negara
berkembang sangat diperlukan adanya perubahan pendekatan dan paradigma pembelajaran.
Apabila tidak dilakukan, maka negara berkembang tidak akan mampu bersaing di era
ekonomi yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Pada era ini mengharuskan para pekerjanya
secara cepat menemukan berbagai informasi yang diperlukan serta mempergunakan
informasi tersebut untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu,
muncullah model pembelajaran e-learning.

Pembelajaran e-learning ( Rochaety, 2005:76) adalah perpaduan antara metode tatap


muka dengan metode online (via internet dan berbagai pengembangan teknologi informasi
lainnya). Sedangkan dalam blog e-learning, e-learning merupakan suatu sistem
pembelajaran dengan menggunakan peralatan tambahan untuk dapat menggunakannya dalam
hal ini yang digunakan adalah komputer serta software penunjang lainnya seperti adobe
macromedia flash player dan java. Jadi, dari pendapat di atas, maka dapat diambil simpulan
bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran e-learning adalah suatu model pembelajaran
secara konvensional yang dipadukan dengan teknologi informasi sehingga mempermudah
siswa dalam penerimaan materi ajar.

Proses pembelajaran secara online dapat dilakukan dengan cara berikut :

1. Proses pembelajaran secara konvensional (lebih banyak face to face meeting) dengan
tambahan pembelajaran melalui media interaktif komputer via internet atau
menggunakan grafik interaktif komputer.
2. Dengan metode campuran, yakni secara umum sebagian besar proses pembelajaran
dilakukan melalui komputer, namun tetap juga memerlukan face to face meeting
untuk kepentingan tutorial atau mendiskusikan bahan ajar.
3. Metode pembelajaran yang secara keseluruhan hanya dilakukan secara online, metode
ini sama sekali tidak ditemukan face to face meeting.

Model pembelajaran yang dikembangkan melalui e-learning menekankan pada resourse


based learning, yang juga dikenal dengan learner-centered learning. Dengan model ini,
peserta didik mampu mendapatkan bahan ajar dari tempatnya masing-masing. Keuntungan
model pembelajaran seperti ini adalah tingkat kemandirian peserta didik menjadi lebih baik
dan kemampuan teknik komunikasi mereka menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.
Resourse based learning dilengkapi dengan virtual library dan call center. Komitmen
terhadap model pembelajaran tersebut ditentukan dengan formula pada tahun pertama peserta
didik hanya mendapatkan bahan ajar melalui CD-ROM, tahun kedua hingga tahun keempat
mereka mendapatkan bahan ajar melalui website. Kemudian dikembangkan lagi ke sistem
instruksi yang berbasis jaringan yang disebut Virtual Online Instructional Support Sistem
(VOISS). Dengan VOISS, peserta didik dimungkinkan untuk mendownload tugas-tugas,
membaca arahan dari staf pengajar, mengikuti kuis secara online, melihat jadwal kelas,
menerima atau mengirim e-mail kepada sesama peserta didik, bahkan dimungkinkan untuk
melihat hasil tes mereka, kapan dan dimana saja. Dengan VOISS juga dimungkinkan adanya
forum diskusi interaktif yang dapat melibatkan peserta didik dengan staf pengajar mereka
tanpa harus berkumpul dalam sebuah ruangan serta mampu menghubungkan seorang staf
pengajar dengan sejumlah peserta didik dari suatu wilayah geografis.

Walaupun demikian, e-learning tidak benar-benar menjadi alternatif proses pembelajaran


yang menggantikan proses pembelajaran tradisional secara holistik, melainkan hanya sebagai
pelengkap. Kombinasi keduanyalah yang akan menghasilkan sinergi yang produktif. Proses
pembelajaran secara fisik di sekolah akan menjaga nilai dari human interaction, sedangkan e-
learning akan memberikan akses pada knowledge resource yang sangat kaya dari internet.

 Dampak e-learning

E-learning berdampak besar pada dunia pendidikan. Para pelajar merasakan pola
belajar yang berbeda dibandingkan kelas konvensional. Para pelajar dapat memilih sendiri
cara belajar yang dirasa paling cocok dengan kepribadian mereka ketika mengikuti kelas e-
learning. Para pendidik juga merasakan dampak dari penggunaan e-learning terhadap metode
pengajaran yang digunakan. Mereka perlu melakukan adaptasi dalam cara pengajaran yang
disampaikan yang tentunya berbeda dengan metode konvensional. Selain itu juga diperlukan
keahlian dalam menyediakan materi pembelajaran yang menarik untuk digunakan melalui
sistem e-learning dan menggunakan fitur-fitur yang disediakan pada sistem e-learning
dengan optimal dan efisien.

Namun selain dampak positif dari e-learning, perlu diperhatikan pula segi
pembiayaannya yang relatif mahal. Jika dibandingkan dengan kelas konvensional, biaya yang
dikeluarkan untuk mengadakan e-learning ternyata lebih besar karena infrastruktur yang
dibutuhkan untuk kelangsungan e-learning juga menuntut investasi yang besar. Perbedaan
biaya ini bisa terjadi karena memang dunia pendidikan e-learning sangat jauh berbeda
dengan dunia pendidikan konvensional, sehingga keahlian dan infrastruktur yang dibutuhkan
jauh berbeda. Infrastruktur ini bukan hanya terdiri dari infrastruktur teknologi, tetapi juga
mencakup infrastruktur non-teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung jalannya e-
learning, seperti misalnya biaya penyediaan materi, biaya pemasaran dan juga biaya sumber
daya manusia yang dibutuhkan. Biaya-biaya ini tentunya akan semakin besar seiring dengan
kualitas yang ingin dicapai melalui e-learning.
Adanya masalah biaya ini menyebabkan beberapa institusi pendidikan yang memiliki
keterbatasan finansial memilih untuk bekerja sama dengan institusi pendidikan lain atau
perusahaan penyedia layanan pengembangan sistem e-learning untuk menyelenggarakan e-
learning. Tetapi perusahaan yang memiliki cukup dana dapat mengembangkan sendiri sistem
e-learning yang digunakannya dan bahkan pada beberapa kasus, sistem tersebut dapat juga
digunakan oleh pihak eksternal perusahaan. Walau biayanya sangat besar, e-learning tetap
menarik perhatian karena e-learning menawarkan suatu yang sangat berbeda dan tidak
dimiliki oleh kelas konvensional.

 Action learning dalam pendidikan

Action learning dicetuskan oleh Reg Revans tahun 1971 di Amerika Serikat. Pada
mulanya pendekatan ini hanya diperuntukkan bagi karyawan perusahaan, kemudian
berkembang dan banyak dibutuhkan oleh organisasi-organisasi non bisnis, termasuk
organisasi pendidikan. Revans menggambarkan action learning merupakan sebuah cara
pengembangan intelektual, emosi maupun fisik seseorang atau sekelompok orang yang
terlibat dalam sebuah organisasi. Pengembangan ini dilakukan melalui keterlibatan penuh
dalam masalah organisasi yang sangat kompleks. Sasaran yang ingin dicapai dalam
pendekatan ini adalah terjadinya partisipasi aktif dari setiap unsur organisasi untuk proses
pemecahan masalah. Action learning sangat populer di kalangan akademis dan praktisi
Sumber Daya Manusia (SDM) karena pendekatan ini banyak dilakukan dalam pelatihan dan
pengembangan SDM, baik SDM di perusahaan maupun SDM di lembaga pendidikan.

Ada tiga komponen utama dalam action learning.

1. Orang yang menerima tanggungjawab untuk bertindak mengenai masalah yang


dihadapi (pimpinan lembaga pendidikan).
2. Tugas yang ditetapkan untuk setiap unsur organisasi (job description).
3. Tim kerja yang akan merumuskan berbagai masalah yang dihadapi organisasi yang
saling mendukung agar terjadi sinergi untuk kemajuan organisasi.

Pendekatan ini paling cocok digunakan untuk kebutuhan lembaga pendidikan, misalnya
kebutuhan dalam masalah proses pembelajaran, mengidentifikasi peluang penyempurnaan
proses pembelajaran, merancang program pembelajaran, dan merealisasikan visi dalam
operasional pendidikan. Action learning digunakan jika kebutuhan yang akan dibahas
cakupannya lebih sederhana, jelas, kritis dan bersifat segera. Misalnya, lembaga pendidikan
dalam menghadapi perubahan kebijakan pendidikan yang aktual, terutama menyangkut
lulusan lembaga pendidikan yang ditentukan oleh departemen terkait tanpa memperhatikan
kapabilitas maupun akuntabilitas setiap lembaga pendidikan.

Apabila situasi lembaga pendidikan yang membutuhkan action learning sudah


teridentifikasi, maka lembaga tersebut harus mempersiapkan sebuah tim action learning
untuk menangani masalah yang dihadapi. Anggota tim action learning adalah guru-guru yang
memiliki keterkaitan langsung dengan operasional lembaga pendidikan dan yang memiliki
latar belakang pengetahuan dan keterampilan, sikap positif dan terbuka, serta disiplin
keilmuan yang berbeda. Dengan demikian, tim yang sudah dibentuk memiliki visi dan misi
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Action learning juga membutuhkan fasilitator yang berperan membantu agar tim dapat
bekerja sama secara serempak. Fasilitator ini sebaiknya diambil dari orang luar, sehingga
nantinya dalam membahas permasalahan yang dihadapi lembaga pendidikan bisa lebih
obyektif dan mendalam. Sebelum tim bekerja, mereka diberikan pengarahan oleh fasilitator
tentang informasi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan pandangan fasilitator.
Pengarahan tidak harus detail karena yang diperlukan adalah pemahaman tim mengenai apa
yang harus dilakukan dan diputuskan. Kemudian tim akan mulai bekerja untuk
mengumpulkan informasi, melakukan diskusi, menyusun strategi solusi, dan mencoba untuk
mengimplementasikannya. Apabila sudah menemukan solusi dan sudah diimplementasikan,
maka hasilnya harus dievaluasi dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Action learning
harus mengacu pada konsep belajar karena belajar merupakan proses yang dilakukan secara
bertahap dan berulang-ulang.

D. Sinergi positif dan negatif sistem informasi dan strategi pendidikan


Sinergi positif adalah sinergi antara sistem informasi yang disajikan dengan baik serta
pemahaman strategi lembaga pendidikan yang memadai. Sedangkan sinergi negatif adalah
sistem informasi tidak mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pihak
manajemen lembaga pendidikan dalam proses pembuatan keputusan karena tidak didukung
oleh sistem informasi yang ada sehingga keputusan yang diambil akan meragukan karena
informasi yang ada kurang memadai. Jika sinergi kedua unsur tersebut bisa dijalankan secara
ideal, maka sinergi yang terjadi adalah positif. Sebaliknya, jika kedua sinergi kurang tepat,
maka yang terjadi adalah sinergi negatif.

E. PENDEKATAN HUMAN-CENTERED DALAM MANAJEMEN


PENDIDIKAN

Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan mengalami kemajuan yang sedemikian
pesat. Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menjadikan banyak lembaga
pendidikan menjadi bernilai karena nilai informasi yang dihasilkan memiliki arti strategis
dalam pola pengembangan manajemen lembaga pendidikan. Dengan demikian, teknologi
informasi akan menjadi keharusan dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan agar mampu
mengembangkan pola pembelajaran yang lebih berkualitas dan memiliki nilai bagi
pelanggannya.

Untuk mampu menguasai teknologi informasi yang optimal, setidaknya diperlukan


prasyarat umum yang meliputi kesiapan baik sumber daya manusia maupun sumber daya
material. Kesiapan sumber daya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipenuhi karena bagi
lembaga pendidikan harus mencari alternatif tertentu yang paling menguntungkan dan tepat
guna. Salah satu upaya tersebut, yaitu dengan strategi outsourcing teknologi informasi, yang
merupakan strategi penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi oleh lembaga
pendidikan melalui pihak ketiga (Ludigdo dalam Rochaety, 2005:86) Akan tetapi, strategi ini
tidak selalu memberikan manfaat yang optimal dan mengandung sejumlah resiko sehingga
digunakan strategi insourcing dalam pemanfaatan teknologi.

 Teknologi Informasi dan Keunggulan Kompetitif

Hubungan antara teknologi informasi dan keunggulan kompetitif lembaga pendidikan


adalah lembaga pendidikan perlu mengembangkan kapabilitas teknologi informasi secara
efektif dengan biaya untuk investasi teknologi informasi, menghasilkan sistem yang tepat
guna, dan mencapai tujuan pembelajaran dengan implementasi teknologi informasi.

Menurut Quinn & Hilmer, 1994 dalam (Rochaety, 2005:86) ada dua strategi yang bisa
dikombinasikan, yaitu (1) mengonsentrasikan sumber daya untuk mencapai keunggulan dan
memberikan nilai yang unik bagi pelanggan; (2) mencari sumber daya dari luar yang lebih
strategis.

Ada beberapa manfaat dari penerapan teknologi informasi oleh sebuah lembaga termasuk
lembaga pendidikan dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif walaupun tidak semua
manfaat dapat dikuantifikasikan secara finansial.

 Faktor Manusia dalam Manajemen Informasi

Nilai dari kapabilitas teknologi informasi lembaga pendidikan tergantung pada aset
manusia, teknologi, dan hubungan (relationship) antara teknologi dengan manajemen
lembaga pendidikan, sekaligus menunjukkan bahwa aset manusia mempunyai peran yang
sangat penting dalam penguasaan dan pengembangan teknologi informasi.

Dengan kombinasi pelatihan formal, pengalaman kerja, dan kepemimpinan yang terfokus,
staf teknologi informasi dapat mengakumulasikan kompetensi dan pengetahuan teknologi
menjadi relevan.

 Human-centered Approaches Vs Machine-Centered Approaches

Pendekatan yang digunakan dalam manajemen informasi yang menekankan pada


pemikiran bagaimana orang menggunakan informasi, itulah yang dimaksud dengan Human-
centered Approach. Adapun yang menekankan bagaimana orang menggunakan mesin (alat),
itulah yang dimaksud dengan machine-centered approach atau disebut information
architecture (Dapenvort, dalam Rochaety, 2005:87)). Beberapa hal yang membedakan antara
human-centered dan machine-centered dalam manajemen informasi adalah desain teknologi
dan proses.
F. KEAMANAN SISTEM INFORMASI, MORAL, ETIKA, DAN HUKUM
TEKNOLOGI INFORMASI
 Keamanan Sistem Informasi

Beberapa prosedur dirumuskan untuk melindungi data dan informasi, baik dari faktor
kesenjangan maupun masalah teknis dan etika yang diperkirakan dapat merusak,
menghilangkan, atau menghambat distribusi data dan informasi tersebut.

Upaya yang dilakukan secara teknis untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan
menyusun visi berasama guna melindungi dan mengamankan data dan informasi.

Menurut Hary Gunarto dalam (Rochaety, 2005:89) terdapat tiga jenis pengendalian
data dan informasi, meliputi : (1) pengendalian sistem informasi, (2) pengendalian
prosedural, dan (3) pengendalian fasilitas.

a) Pengendalian Sistem Informasi

Pengendalian perlu diciptakan untuk melakukan kegiatan input data, kegiatan


pemrosesan, dan kegiatan penyimpanan data sehingga implementasi sistem dapat
dilaksanakan dengan baik dan aman. Pengendalian dalama hal ini direncanakan untuk
memonitor dan menjaga kualitas, keamanan peralatan, input, proses, output, aktivitas
penyimpanan, dan distribusi sistem informasi.

Pertama, pengendalian input terdiri dari : (1) penggunaan sistem password dan log-in
name akan membatasi siapa yang dapat melakukan akses terhadap sistem informasi tersebut;
(2) pendeteksian terhadap proses pemasukan data; (3) pemasukan kode.

Kedua, untuk pengendalian proses yang berkaitan dengan perangkat komputer akan
meliputi : (1) koneksi peralatan pendukung untuk mengecek pendeteksian kode, (2)
memastikan bahwa prosesor yang digunakan tidak terdapat kesalahan, (3) pengecekan
terhadap kompatibilitas program sebelumnya dengan program baru yang digunakan, dan (4)
ketersediaan prosedur untuk melakukan pencegahan terhadap kesalahan yang terjadi sehingga
perlu disediakan prosedur pencegahan melalui pemunculan kotak dialog yang memberikan
informasi tentang prosedur yang benar.
Ketiga, langkah-langkah pengendalian output secara standar dilakukan melalui : (1)
pengecekan dokumen dan laporan yang dihasilkan, (2) pengecekan terhadap seluruh output,
apakah sudah sesuai dengan input yang diberikan.

Keempat, pengendalian penyimpanan baik proses maupun peralatan yang digunakan,


jenis pengendalian ini meliputi tiga hal : (1) Kerusakan Harddisk, (2) Virus, merupakan
problematika yang cukup pelik karena virus komputer dapat menjalar secara cepat, baik
melalui medium disket maupun jaringan komputer dan internet. (3) Pengendalian sistem
informasi yang berkaitan dengan proses distribusi data dan informasi.

b) Pengendalian Prosedural

Hal-hal yang harus dirumuskan dalam penyusun pengendalian prosedural, antara lain
(1) prosedur backup data dan program yang disesuaikan dengan tingkan urgensinya; (2)
prosedur untuk memasuki lingkungan jaringan komputer yang ada dilingkungan organisasi
dan prosedur apabila akan keluar dan meninggalkannnya; (3) prosedur pembagian kerja
antara staf pengelola teknologi informasi berdasarkan keahlian dan kemampuannya.

c) Pengendalian Fasilitas dan Usaha Pegamanan

Upaya pengendalian fasilitas dapat dilakukan, antara lain melakukan kompresi agar
dapat menjaga tingkat kepadatan lalu lintas data dalam jaringan, enskripsi, dan deskripsi
untuk menjaga keamanan data dalam harddisk maupun yang sedang melintas dalam jaringan.

 Moral, Etika, dan Hukum Teknologi Informasi

Menurut McLeod dalam (Rochaety, 2005:91) moral merupakan kebiasaan dalam


mempercayai prilaku baik atau buruk. Oleh sebab itu, moral merupakan institusi sosial yang
memiliki sejarah dan sederetan peraturan ketika semua individu harus bertanggung jawab
terhadap perilaku masyarakatnya, moral tersebut mempelajari aturan-aturan tentang perilaku
sejak seseorang masih kecil.
Sedangkan etika merupakan serangkaian petunjuk yang harus diikuti, memiliki
standar atau idealisme yang diterima oleh perorangan, kelompok, atau suatu komunitas
teknologi informasi.

Menurut James H. Moor dalam Rochaety (2005: 91) etika teknologi informasi
berperan sebagai alat analisis mengenai sifat dan dampak sosial teknologi informasi, serta
formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi informasi tersebut.

Hambatan dalam menghadapi penerapan etika dan hukum pada teknologi informasi
dan internet, antara lain pemahaman mengenai etika dan hukum pada masing-masing
kelompok sosial yang berbeda, baik di negara maju maupun negara berkembang.

Menurut Hary Gunarto dalam (Rochaety 2005:92) meskipun permasalahn etika daan
hukum teknologi informasi dan internet sangat kompleks tetapi beberapa tindakan dan
perilaku yang dianggap tidak etis menurut perjanjian internasional telah berhasil dirumuskan
antara lain :

1) Akses ke tempat yang tidak menjadi haknya;

2) Merusak fasilitas komputer dan jaringannya;

3) Menghabiskan secara sia-sia setiap sumber daya yang berkaitan dengan orang lain,
komputer, ruang harddisk, dan bandwdith komunikasi;

4) Menghilangkan atau merusak integritas dan kerja sama antarsistem komputer;

5) Menggangggu kerahasiaan individu atau organisasi.

Dalam menanamkan budaya etika pada lembaga pendidikan, ada tiga bentuk
implementasi yang harus diperhatikan berikut ini.

1. Membentuk paham etika lembaga pendidikan (educational institusion credo).


2. Program etika merupakan sistem yang merancang aktivitas ganda untuk memfasilitasi
pimpinan dan bawahan yang terlibat dalam lembaga pendidikan dalam memahami
organisasi pendidikan tersebut.
3. Membangun kode etik lembaga pendidikan tersendiri atau beradabtasi dengan kode
etik yang dibuat oleh lembaga profesi dibidang pendidikan, misalnya kode etik guru
dan kode etik kepala sekolah.

Selanjutnya Leod mengemukakan bahwa dalam merencanakan operasi teknologi


informasi yang beretika harus memenuhi 9 tahap standar etika, yaitu :

1) Merumuskan paham etika;

2) Mebentuk prosedur melalui peraturan-peraturan yang ada;

3) Menetapkan sanksi;

4) Mengakui adanya perilaku etis;

5) Memfokuskan pada program pelatihan;

6) Melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan;

7) Mendorong program rehabilitasi etika;

8) Mendorong partisipasi masyarakat profesional untuk membuat kode etik;

9) Menetapkan budaya keteladanan.

Sementara itu menurut James Moor dalam Indrajit (2002: 265) bahwa dalam pembuatan
perangkat lunak yang didasari pada teknik pemrograman terstruktur teknologi informasi, ada
tiga alasan utama diperlukannya etika, yaitu logical malleability (kelenturan logika),
transformation factor (faktor transformasi), dan invisibility faktor (faktor yang tidak kasat
mata).

1. Kelenturan logika

Perangkat aplikasi teknologi informasi akan melakukan hal-hal yang diinginkan


pembuatnya (progammer).

2. Faktor transformasi
Konsep etika berkembang dalam fenomena transformasi karena telah bergesernya
paradigma dan mekanisme aktivitas lembaga pendidikan sehari-hari, baik antara komponen
internal maupun komponen eksternal.

3. Faktor tidak kasat mata

Komputer sebagai kotak hitam dari teknologi informasi akan bekerja sesuai dengan
aplikasi yang diinstalasi.
BAB III

PENUTUP

1. SIMPULAN

Gelombang inovasi teknologi terjadi melalui beberapa tahap yakni diantaranya adalah
tahap pertama difokuskan untuk peningkatan produktivitas dan memperkecil biaya, tahap
kedua difokuskan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan peralatan computer melalui
pembangunan jaringan computer, tahap ketiga difokuskan untuk menghasilkan keuntungan
lewat pembangunan program sistem informasi, tahap keempat difokuskan untuk membantu
proses pengambilan keputusan, tahap kelima difokuskan untuk meraih pelanggan, dan tahap
keenam mengembangkan sistem jaringan tanpa kabel. Gelombang inovasi teknologi yang
berkembang pesat mendapat sambutan baik di dunia pendidikan. Banyak organisasi
pendidikan yang menerapkan teknologi informasi, dan salah satu bentuk nyatanya adalah
diberlakukannya sistem informasi akademik dan e-learning. E-learning merupakan proses
pembelajaran yang memadukan antara metode tatap muka dengan metode online. Dengan
diberlakukannya metode e-learning ini banyak damapk positif yang diterima dan terdapat
dampak negatif pula. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan dan strategi-strategi untuk
menerapkan metode pembelajaran e-learning agar proses pembelajaran bisa berjalan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dan mencapai tujuan pedidikan.

Salah satu hal yang penting dalam penerapan teknologi innformasi di dunia pendidikan
adalah pendekatan human-centered. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan
dalam manajemen informasi yang menekankan pada pemikiran bagaimana orang
menggunakan informasi. Dalam pendekatan human-centered, teknologi dan proses didesain
untuk membuat sistem kerja manusia menjadi lebih efektif dan memuaskan. Disini, titik
tekannya adalah manusia harus mampu untuk menguasai, mengoperasikan, serta
mengendalikan informasi dengan berbasis teknologi yang ada. Selain itu, unsure-unsur
penting dalam penggunaan atau penerapan teknologi adalah keamanan sistem informasi,
moral, etika, dan hukum teknologi informasi. Dalam menggunakan serta memanfaatkan
teknologi informasi, kita harus tetap memperhatikan moral, etika, serta hukum yang berlaku,
dan tetap menjaga keamanan sistem informasi.
2. SARAN
1. Dengan berkembangnya teknologi informasi, maka kita harus tetap memperhatikan
aspek moral, etika, dan hokum teknologi informasi agar kita tidak melakukan
penyalahgunaan teknologi informasi.
2. Pemerintah harus menegakkan hokum teknologi informasi secara tegas dan lebih ketat
agar tidak terjadi peningkatan kriminalitas di bidang teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA

A. Daniel Albert Y. dan Mulyadi, Michael B. 2007. E-learning dan Aspek-aspek Penting dalam
Penerapannya, (online), (http://bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2007/207/207-11-
Ringkasan_Kelompok.pdf, diakses 18 Maret 2012).

Elearning. 2011. Pengertian elearning, (online), (http://www.elearning.web.id/tag/pengertian-


elearning, diakses 19 Maret 2012).

Juniwati.2007. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan,

(online) (http://www.kamadeva.com/index-menu-newsnewsidtiduniapendidikan.htm, diakses 15


Maret 2012).

Rochaety, E., dkk. 2005. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara.

Sofian, Jonathan. 2009. Tahapan Gelombang Inovasi, (online),


(http://jsofian.wordpress.com/2009/05/06/tahapan-gelombang-inovasi/, diakses 15 Maret
2012).

Anda mungkin juga menyukai