BAB I
PENDAHULUAN
Di era globalisasi yang sarat akan perubahan dan perkembangan telah banyak
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Perkembangan yang luar biasa cepat
terjadi di berbagai bidang. Bidang-bidang tersebut misalnya sosial, ekonomi, kesehatan, dan
tak tertinggal adalah bidang pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh berbagai bidang
tersebut tidak dapat dipungkiri salah satu penyebabnya adalah terjadinya perkembangan Ilmu
pengetahuan dan Tekonologi (IPTEK).
Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting
untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Seiring
dengan perkembangan teknologi komputer dan teknologi informasi, sekolah-sekolah di
Indonesia sudah waktunya mengembangkan Sistem Informasi manajemennya agar mampu
mengikuti perubahan jaman.
Dalam makalah ini, akan dibahas hal-hal sebagai berikut: (A) Gelombang inovasi
teknologi, (B) Menyambut teknologi informasi dalam dunia pendidikan, (C) Model
pembelajaran dengan e-learning, (D) Sinergi positif dan negatif sistem informasi dan strategi
pendidikan, (E) Pendekatan human-centered dalam manajemen pendidikan, dan (F)
keamanan sistem informasi, moral, etika, dan hukum teknologi informasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Di era globalisasi ini, teknologi berkembang dengan sangat cepat. Salah satunya
adalah teknologi informasi. Teknologi informasi bisa dikatakan sebagai salah satu unsur
penting yang dapat mendorong keunggulan bersaing sebuah organisasi. Hal ini banyak
diyakini karena terdapat anggapan bahwa suatu organisasi yang menguasai teknologi
informasi maka organisasi tersebut memenangkan persaingan. Anggapan semacam itu
didukung oleh sejumlah fakta yang menyebutkan beberapa keuntungan yang ditawarkan
teknologi informasi bagi sebuah organisasi. Keuntungan diterapkannya teknologi informasi di
sebuah organisasi antara lain, pimpinan organisasi dapat mengambil keputusan lebih cepat
karena informasi yang didapatkan juga lebih cepat sampai, organisasi dapat menyimpan
dokumen sengan jumlah yang sangat banyak tetapi tidak membutuhkan tempat yang luas
karena disimpan di dalam memory computer, lebih praktis, file/dokumen dapat tersusun
secara rapi, dan masih banyak keuntungan yang lain.
Selain berbasis komputer, teknologi informasi juga berbasis internet. Menurut Budi
Sutedjo dalam (Rochaety, 2005:74), gelombang teknologi informasi yang berbasis internet
berkembang melalui beberapa tahap sebagai berikut:
Dari dua pendapat pakar diatas, maka gelombang inovasi teknologi menurut penulis dapat
diringkas sebagai berikut:
1. Tahap 1, TI digunakan untuk mengurangi biaya produksi organisasi. Dalam hal ini,
manajer focus pada aspek efisiensi. Menurut manajer, dengan menggunakan TI maka
proses produksi akan semakin mudah, semakin praktis, semakin baik, tetapi murah.
Contohnya adalah penggantian mesin tik dengan computer. Dengan menggunakan
computer maka tulisan akan menjadi rapi. Selain itu, file/dokumen juga bisa disimpan
secara softcopy sehingga menghemat kertas.
2. Tahap 2, TI digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan computer oleh
organisasi. Pembentukan jaringan computer dengan kabel yang disambungkan dengan
printer serta hardware lain semakin mempengaruhi organisasi untuk menerapkan
teknologi informasi.
3. Tahap 3, TI digunakan untukmenghasilkan keuntungan melalui sistem informasi.
Contohnya adalah sistem informasi kepegawaian.
4. Tahap 4, TI digunakan untuk membantu pimpinan dalam menga,bil suatu keputusan
dengan cepat, tepat dan akurat karena informasi-informasi lebih cepat sampai
sehingga pimpinan dapat segera memikirkan keputusan yang akan diambil.
5. Tahap 5, TI digunakan untuk memperoleh customer atau pelanggan melalui jaringan
internet serta wireless (tanpa kabel). Hal ini semakin meningkatkan efektivitas kinerja
organisasi.
1. Penyimpanan dan pengolahan data siswa, staf, keuangan, dan asset sekolah
2. Analisis perkembangan kinerja siswa, guru, dan sekolah dari periode ke periode
3. Penyediaan informasi tentang perkembangan studi siswa kepada Guru Wali dan
Orang Tua
4. Penyediaan informasi untuk mendukung pelaporan kepada Kantor Dinas Pendidikan
yang terkait dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Badan Akreditasi Sekolah
(BAS)
5. Pengolahan data menjadi informasi untuk mendukung pengambilan keputusan
6. Pengelolaan perpustakaan termasuk katalogisasi buku-buku, penelusuran buku, proses
peminjaman dan pengembalian buku, status keberadaan buku, dan penetapan jumlah
denda.
7. Penyediaan komunikasi yang berupa instant messaging kepada stakeholder-nya
dengan memanfaatkan teknologi internet dan teknologi komunikasi nirkabel.
Melihat perkembangan teknologi informasi yang luar biasa cepat serta penggunaannya
yang sangat banyak diminati khususnya oleh organisasi pendidikan memunculkan beberapa
dampak positif dan negatif. Menurut Rochaety (2005:75-76) dampak positif diadakannya dan
diterapkannya teknologi informasi pada organisasi pendidikan adalah kinerja organisasi lebih
efisien karena teknologi informasi dapat menghapus posisi penyambung komunikasi dari dua
tempat yang berkepentingan, juga menghapuskan batas waktu untuk operasi internasional.
Selain itu, siswa atau mahasiswa bisa melaksanakan pembelajaran dengan berbasis internet
yang biasa disebut dengan e-learning sehingga pembelajarannya lebih praktis dan hasil atau
mutu dari pembelajarannya tidak kalah bagus dengan pembelajaran klasikal. Namun, dampak
negatif yang dimunculkan dari diterapkannya teknologi informasi ini di organisasi pendidikan
adalah terjadinya pengurangan tenaga kerja karena pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh
manusia sudah tergantikan oleh teknologi inforasi yang berkembang. Hal ini akan
menyebabkan menambahnya angka pengangguran.
Dari berbagai uraian di atas, penulis dapat menarik suatu gambaran bahwa teknologi
informasi yang berkembang luar biasa cepat ini membawa dua dampak yaitu positif dan
negatif. Namun, terlepas dari dampak tersebut, terlihat bahwa berbagai organisasi khususnya
organisasi pendidikan menyambut dengan baik perkembangan teknologi informasi. Hal ini
dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya sekolah dan universitas yang menerapkan
teknologi informasi. Keputusan yang diambil oleh sekolah dan perguruan tinggi dalam
menerapkan teknologi informasi memang sangat baik apabila disesuaikan dengan kondisi
dari sekolah atau universitas karena memang banyak sekali manfaat serta dampak postif yang
diperoleh dari penerapan teknologi informasi. Namun, sekolah dan universitas juga harus
mempersiapkan strategi untuk menghadapi dapak negatif dari penerapan teknologi informasi
yaitu pengurangan tenaga kerja yang nantinya berimbas pada meningkatnya angka
pengangguran. Untuk itu, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi maslah tersebut. Salah
satu caranya adalah memadukan antara teknologi informasi dengan sumber daya manusia
agar tidak terjadinya peningkatan pengangguran.
1. Proses pembelajaran secara konvensional (lebih banyak face to face meeting) dengan
tambahan pembelajaran melalui media interaktif komputer via internet atau
menggunakan grafik interaktif komputer.
2. Dengan metode campuran, yakni secara umum sebagian besar proses pembelajaran
dilakukan melalui komputer, namun tetap juga memerlukan face to face meeting
untuk kepentingan tutorial atau mendiskusikan bahan ajar.
3. Metode pembelajaran yang secara keseluruhan hanya dilakukan secara online, metode
ini sama sekali tidak ditemukan face to face meeting.
Dampak e-learning
E-learning berdampak besar pada dunia pendidikan. Para pelajar merasakan pola
belajar yang berbeda dibandingkan kelas konvensional. Para pelajar dapat memilih sendiri
cara belajar yang dirasa paling cocok dengan kepribadian mereka ketika mengikuti kelas e-
learning. Para pendidik juga merasakan dampak dari penggunaan e-learning terhadap metode
pengajaran yang digunakan. Mereka perlu melakukan adaptasi dalam cara pengajaran yang
disampaikan yang tentunya berbeda dengan metode konvensional. Selain itu juga diperlukan
keahlian dalam menyediakan materi pembelajaran yang menarik untuk digunakan melalui
sistem e-learning dan menggunakan fitur-fitur yang disediakan pada sistem e-learning
dengan optimal dan efisien.
Namun selain dampak positif dari e-learning, perlu diperhatikan pula segi
pembiayaannya yang relatif mahal. Jika dibandingkan dengan kelas konvensional, biaya yang
dikeluarkan untuk mengadakan e-learning ternyata lebih besar karena infrastruktur yang
dibutuhkan untuk kelangsungan e-learning juga menuntut investasi yang besar. Perbedaan
biaya ini bisa terjadi karena memang dunia pendidikan e-learning sangat jauh berbeda
dengan dunia pendidikan konvensional, sehingga keahlian dan infrastruktur yang dibutuhkan
jauh berbeda. Infrastruktur ini bukan hanya terdiri dari infrastruktur teknologi, tetapi juga
mencakup infrastruktur non-teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung jalannya e-
learning, seperti misalnya biaya penyediaan materi, biaya pemasaran dan juga biaya sumber
daya manusia yang dibutuhkan. Biaya-biaya ini tentunya akan semakin besar seiring dengan
kualitas yang ingin dicapai melalui e-learning.
Adanya masalah biaya ini menyebabkan beberapa institusi pendidikan yang memiliki
keterbatasan finansial memilih untuk bekerja sama dengan institusi pendidikan lain atau
perusahaan penyedia layanan pengembangan sistem e-learning untuk menyelenggarakan e-
learning. Tetapi perusahaan yang memiliki cukup dana dapat mengembangkan sendiri sistem
e-learning yang digunakannya dan bahkan pada beberapa kasus, sistem tersebut dapat juga
digunakan oleh pihak eksternal perusahaan. Walau biayanya sangat besar, e-learning tetap
menarik perhatian karena e-learning menawarkan suatu yang sangat berbeda dan tidak
dimiliki oleh kelas konvensional.
Action learning dicetuskan oleh Reg Revans tahun 1971 di Amerika Serikat. Pada
mulanya pendekatan ini hanya diperuntukkan bagi karyawan perusahaan, kemudian
berkembang dan banyak dibutuhkan oleh organisasi-organisasi non bisnis, termasuk
organisasi pendidikan. Revans menggambarkan action learning merupakan sebuah cara
pengembangan intelektual, emosi maupun fisik seseorang atau sekelompok orang yang
terlibat dalam sebuah organisasi. Pengembangan ini dilakukan melalui keterlibatan penuh
dalam masalah organisasi yang sangat kompleks. Sasaran yang ingin dicapai dalam
pendekatan ini adalah terjadinya partisipasi aktif dari setiap unsur organisasi untuk proses
pemecahan masalah. Action learning sangat populer di kalangan akademis dan praktisi
Sumber Daya Manusia (SDM) karena pendekatan ini banyak dilakukan dalam pelatihan dan
pengembangan SDM, baik SDM di perusahaan maupun SDM di lembaga pendidikan.
Pendekatan ini paling cocok digunakan untuk kebutuhan lembaga pendidikan, misalnya
kebutuhan dalam masalah proses pembelajaran, mengidentifikasi peluang penyempurnaan
proses pembelajaran, merancang program pembelajaran, dan merealisasikan visi dalam
operasional pendidikan. Action learning digunakan jika kebutuhan yang akan dibahas
cakupannya lebih sederhana, jelas, kritis dan bersifat segera. Misalnya, lembaga pendidikan
dalam menghadapi perubahan kebijakan pendidikan yang aktual, terutama menyangkut
lulusan lembaga pendidikan yang ditentukan oleh departemen terkait tanpa memperhatikan
kapabilitas maupun akuntabilitas setiap lembaga pendidikan.
Action learning juga membutuhkan fasilitator yang berperan membantu agar tim dapat
bekerja sama secara serempak. Fasilitator ini sebaiknya diambil dari orang luar, sehingga
nantinya dalam membahas permasalahan yang dihadapi lembaga pendidikan bisa lebih
obyektif dan mendalam. Sebelum tim bekerja, mereka diberikan pengarahan oleh fasilitator
tentang informasi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan pandangan fasilitator.
Pengarahan tidak harus detail karena yang diperlukan adalah pemahaman tim mengenai apa
yang harus dilakukan dan diputuskan. Kemudian tim akan mulai bekerja untuk
mengumpulkan informasi, melakukan diskusi, menyusun strategi solusi, dan mencoba untuk
mengimplementasikannya. Apabila sudah menemukan solusi dan sudah diimplementasikan,
maka hasilnya harus dievaluasi dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Action learning
harus mengacu pada konsep belajar karena belajar merupakan proses yang dilakukan secara
bertahap dan berulang-ulang.
Menurut Quinn & Hilmer, 1994 dalam (Rochaety, 2005:86) ada dua strategi yang bisa
dikombinasikan, yaitu (1) mengonsentrasikan sumber daya untuk mencapai keunggulan dan
memberikan nilai yang unik bagi pelanggan; (2) mencari sumber daya dari luar yang lebih
strategis.
Ada beberapa manfaat dari penerapan teknologi informasi oleh sebuah lembaga termasuk
lembaga pendidikan dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif walaupun tidak semua
manfaat dapat dikuantifikasikan secara finansial.
Nilai dari kapabilitas teknologi informasi lembaga pendidikan tergantung pada aset
manusia, teknologi, dan hubungan (relationship) antara teknologi dengan manajemen
lembaga pendidikan, sekaligus menunjukkan bahwa aset manusia mempunyai peran yang
sangat penting dalam penguasaan dan pengembangan teknologi informasi.
Dengan kombinasi pelatihan formal, pengalaman kerja, dan kepemimpinan yang terfokus,
staf teknologi informasi dapat mengakumulasikan kompetensi dan pengetahuan teknologi
menjadi relevan.
Beberapa prosedur dirumuskan untuk melindungi data dan informasi, baik dari faktor
kesenjangan maupun masalah teknis dan etika yang diperkirakan dapat merusak,
menghilangkan, atau menghambat distribusi data dan informasi tersebut.
Upaya yang dilakukan secara teknis untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan
menyusun visi berasama guna melindungi dan mengamankan data dan informasi.
Menurut Hary Gunarto dalam (Rochaety, 2005:89) terdapat tiga jenis pengendalian
data dan informasi, meliputi : (1) pengendalian sistem informasi, (2) pengendalian
prosedural, dan (3) pengendalian fasilitas.
Pertama, pengendalian input terdiri dari : (1) penggunaan sistem password dan log-in
name akan membatasi siapa yang dapat melakukan akses terhadap sistem informasi tersebut;
(2) pendeteksian terhadap proses pemasukan data; (3) pemasukan kode.
Kedua, untuk pengendalian proses yang berkaitan dengan perangkat komputer akan
meliputi : (1) koneksi peralatan pendukung untuk mengecek pendeteksian kode, (2)
memastikan bahwa prosesor yang digunakan tidak terdapat kesalahan, (3) pengecekan
terhadap kompatibilitas program sebelumnya dengan program baru yang digunakan, dan (4)
ketersediaan prosedur untuk melakukan pencegahan terhadap kesalahan yang terjadi sehingga
perlu disediakan prosedur pencegahan melalui pemunculan kotak dialog yang memberikan
informasi tentang prosedur yang benar.
Ketiga, langkah-langkah pengendalian output secara standar dilakukan melalui : (1)
pengecekan dokumen dan laporan yang dihasilkan, (2) pengecekan terhadap seluruh output,
apakah sudah sesuai dengan input yang diberikan.
b) Pengendalian Prosedural
Hal-hal yang harus dirumuskan dalam penyusun pengendalian prosedural, antara lain
(1) prosedur backup data dan program yang disesuaikan dengan tingkan urgensinya; (2)
prosedur untuk memasuki lingkungan jaringan komputer yang ada dilingkungan organisasi
dan prosedur apabila akan keluar dan meninggalkannnya; (3) prosedur pembagian kerja
antara staf pengelola teknologi informasi berdasarkan keahlian dan kemampuannya.
Upaya pengendalian fasilitas dapat dilakukan, antara lain melakukan kompresi agar
dapat menjaga tingkat kepadatan lalu lintas data dalam jaringan, enskripsi, dan deskripsi
untuk menjaga keamanan data dalam harddisk maupun yang sedang melintas dalam jaringan.
Menurut James H. Moor dalam Rochaety (2005: 91) etika teknologi informasi
berperan sebagai alat analisis mengenai sifat dan dampak sosial teknologi informasi, serta
formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi informasi tersebut.
Hambatan dalam menghadapi penerapan etika dan hukum pada teknologi informasi
dan internet, antara lain pemahaman mengenai etika dan hukum pada masing-masing
kelompok sosial yang berbeda, baik di negara maju maupun negara berkembang.
Menurut Hary Gunarto dalam (Rochaety 2005:92) meskipun permasalahn etika daan
hukum teknologi informasi dan internet sangat kompleks tetapi beberapa tindakan dan
perilaku yang dianggap tidak etis menurut perjanjian internasional telah berhasil dirumuskan
antara lain :
3) Menghabiskan secara sia-sia setiap sumber daya yang berkaitan dengan orang lain,
komputer, ruang harddisk, dan bandwdith komunikasi;
Dalam menanamkan budaya etika pada lembaga pendidikan, ada tiga bentuk
implementasi yang harus diperhatikan berikut ini.
3) Menetapkan sanksi;
Sementara itu menurut James Moor dalam Indrajit (2002: 265) bahwa dalam pembuatan
perangkat lunak yang didasari pada teknik pemrograman terstruktur teknologi informasi, ada
tiga alasan utama diperlukannya etika, yaitu logical malleability (kelenturan logika),
transformation factor (faktor transformasi), dan invisibility faktor (faktor yang tidak kasat
mata).
1. Kelenturan logika
2. Faktor transformasi
Konsep etika berkembang dalam fenomena transformasi karena telah bergesernya
paradigma dan mekanisme aktivitas lembaga pendidikan sehari-hari, baik antara komponen
internal maupun komponen eksternal.
Komputer sebagai kotak hitam dari teknologi informasi akan bekerja sesuai dengan
aplikasi yang diinstalasi.
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
Gelombang inovasi teknologi terjadi melalui beberapa tahap yakni diantaranya adalah
tahap pertama difokuskan untuk peningkatan produktivitas dan memperkecil biaya, tahap
kedua difokuskan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan peralatan computer melalui
pembangunan jaringan computer, tahap ketiga difokuskan untuk menghasilkan keuntungan
lewat pembangunan program sistem informasi, tahap keempat difokuskan untuk membantu
proses pengambilan keputusan, tahap kelima difokuskan untuk meraih pelanggan, dan tahap
keenam mengembangkan sistem jaringan tanpa kabel. Gelombang inovasi teknologi yang
berkembang pesat mendapat sambutan baik di dunia pendidikan. Banyak organisasi
pendidikan yang menerapkan teknologi informasi, dan salah satu bentuk nyatanya adalah
diberlakukannya sistem informasi akademik dan e-learning. E-learning merupakan proses
pembelajaran yang memadukan antara metode tatap muka dengan metode online. Dengan
diberlakukannya metode e-learning ini banyak damapk positif yang diterima dan terdapat
dampak negatif pula. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan dan strategi-strategi untuk
menerapkan metode pembelajaran e-learning agar proses pembelajaran bisa berjalan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dan mencapai tujuan pedidikan.
Salah satu hal yang penting dalam penerapan teknologi innformasi di dunia pendidikan
adalah pendekatan human-centered. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan
dalam manajemen informasi yang menekankan pada pemikiran bagaimana orang
menggunakan informasi. Dalam pendekatan human-centered, teknologi dan proses didesain
untuk membuat sistem kerja manusia menjadi lebih efektif dan memuaskan. Disini, titik
tekannya adalah manusia harus mampu untuk menguasai, mengoperasikan, serta
mengendalikan informasi dengan berbasis teknologi yang ada. Selain itu, unsure-unsur
penting dalam penggunaan atau penerapan teknologi adalah keamanan sistem informasi,
moral, etika, dan hukum teknologi informasi. Dalam menggunakan serta memanfaatkan
teknologi informasi, kita harus tetap memperhatikan moral, etika, serta hukum yang berlaku,
dan tetap menjaga keamanan sistem informasi.
2. SARAN
1. Dengan berkembangnya teknologi informasi, maka kita harus tetap memperhatikan
aspek moral, etika, dan hokum teknologi informasi agar kita tidak melakukan
penyalahgunaan teknologi informasi.
2. Pemerintah harus menegakkan hokum teknologi informasi secara tegas dan lebih ketat
agar tidak terjadi peningkatan kriminalitas di bidang teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Daniel Albert Y. dan Mulyadi, Michael B. 2007. E-learning dan Aspek-aspek Penting dalam
Penerapannya, (online), (http://bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2007/207/207-11-
Ringkasan_Kelompok.pdf, diakses 18 Maret 2012).