Anda di halaman 1dari 9

KEMASAN CERDAS AKTIF BERBASISKAN GELATIN

DENGAN ANTOSIANIN DARI EKSTRAK KULIT MANGGIS


(Garcinia mangostana L.) DAN MINYAK ATSIRI SERAI DAPUR
(Cymbopogon citratus)
Noval Ramadhani*1), Syauqy Syamil Muhammad2)
Program Studi Teknik Kimia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 55584, Indonesia

Corresponding author: 19521198@students.uii.ac.id, 19521202@students.uii.ac.id

Abstrak

Dalam penelitian ini, digunakan gelatin sebagai basis untuk mengembangkan kemasan makanan yang aktif dan cerdas dengan
tambahan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yang kaya akan antosianin, serta minyak atsiri dari serai dapur
(Cymbopogon citratus). Antosianin merupakan pigmen warna yang dapat ditemukan pada bunga telang dan sensitif terhadap
perubahan pH, sementara itu, minyak atsiri dari serai dapur memiliki sifat antimikroba yang dapat membantu meningkatkan umur
simpan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari kadar antosianin dan minyak atsiri pada sifat-sifat fisik,
mekanik dan sifat sensitif pH dari film yang dihasilkan. Adapun tahapan dari penelitian ini yaitu ekstraksi antosianin kulit manggis,
pembuatan film gelatin-ekstrak kulit manggis-minyak atsiri, dan aplikasi film gelatin. Film dipreparasi menggunakan gelatin,
antosianin ekstrak kulit manggis dan juga atsiri serai dapur. Penambahan dari ekstrak digunakan untuk formulasi film untuk
indikator perubahan pH melalui perubahan warna yang terjadi pada film. Pada penelitian ini di peroleh rentang nilai kandungan air
sebesar (1,05-6,65) %, Adapun nilai rata-rata kuat tarik yaitu 1,443 Mpa dengan kemuluran dengan rentang (88,25-157,550) %
rentang nilai permeabilitas uap air sebesar (0,128-0,437) gr.mm/d.cm2 atm,dan mendapakan hasil ketebalan 0,105 mm. Sifat
hidrofobik pada minyak atsiri dapat menurunkan nilai kandungan air pada film. Penambahan antosianin dari ekstrak kubis ungu
dan minyak atsiri serai dapur pada film dapat memperpanjang umur simpan daging ikan fillet. Selain itu, film memiliki sifat
biodegradabilitas sehingga lebih ramah lingkungan
Kata Kunci: Edible film, gelatin, antosianin, ekstrak kulit manggis, atsiri serai dapur

1. Pendahuluan

Pengemasan pada umumnya adalah untuk melindungi produk dari efek buruk yang disebabkan oleh paparan dan
penggunaan di lingkungan eksternal. Selain itu, kemasan produk berfungsi sebagai sarana pemasaran yang efektif
untuk berkomunikasi dengan konsumen. Muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran dan penggunaan yang sangat
luas, memberikan konsumen kemudahan penggunaan dan kenyamanan (Robertson, 1993) (Vanderroost, Ragaert,
Devlieghere, & De Meulanaer, 2014). Fungsi utama sebagai perlindungan, komunikasi, kenyamanan, dan penahan.
Namun, kemasan tradisional tidak lagi memadai karena ekspektasi pelanggan yang terus meningkat dan inisiatif untuk
mendorong ekonomi sirkular dan meminimalkan jejak karbon (Cheung, Leong, & Vichare, 2017). Oleh karena itu,
kemasan inovatif dengan fungsionalitas yang ditingkatkan diperlukan untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan
konsumen tambahan, termasuk menawarkan makanan yang diproses dengan pengawet yang lebih sedikit, produk yang
memenuhi persyaratan peraturan yang lebih tinggi, dan kemasan yang memungkinkan pelacakan dari awal hingga
akhir untuk melindungi dari tuntutan hukum (Yam, Takhistov, & Miltz, 2005).
Kemasan cerdas pada film didefinisikan sebagai sistem pengemasan yang dapat memantau atau merasakan kondisi
terkini produk makanan dalam kemasan serta perubahan lingkungan yang terjadi di dalam kemasan, sehingga sistem
ini dapat menginformasikan kepada konsumen tentang status produk secara real time (Pereira, de Arruda, & Stefani,
2015) (Restuccia, et al., 2010) (Yam, Takhistov, & Miltz, 2005). Sistem pantauan ini menggunakan indikator pewarna
pH karena kesederhanaan, akurasi, dan kemampuan non-destrtruktif. (Luchese, Sperotto, Spada, & Tessaro, 2017)
(Musso Y. d., 2016) (Musso, Salgado, & Mauri, 2017) (Pourjavaher, Almasi, Meshkini, Pirsa, & Parandi, 2017).
Sistem ini dapat dilihat secara visual (Musso Y. d., 2016) (Musso, Salgado, & Mauri, 2017) dan dapat mengukur
tingkat fermentasi atau pembusukan pada produk makanan (Biji, Ravishankar, Mohan, & Srinivasa Gopal, 2015)
(Musso, Salgado, & Mauri, 2017) (Vanderroost, Ragaert, Devlieghere, & De Meulanaer, 2014). Dengan adanya
antosianin pada film dikarenakan bahan ini tidak berbahaya, mudah ditambahkan ke media berair, juga menjadikannya
indikator pewarna alami (Choi I. , Lee, Lacroix, & Han, 2017). Perubahan warna antosianin disebabkan oleh bentuk
kimia yang berbeda. Kation flavylium (warna merah) sebagian besar terbentuk dalam kondisi asam kuat (pH <4). Pada
pH 5-6, dua struktur tidak berwarna (pseudobase karbinol dan kalkon) terbentuk. Anhydrobase quinonoidal biru/ungu
(∼pH 6-8) dan kalkon kuning muda atau tidak berwarna (pH >8) (Castañeda-Ovando, Pacheco-Hernández, Páez-
Hernández, Rodríguez, & Galán-Vidal, 2009) (Halász & Csóka, 2018) (Ibrahim, Muhammad, & Salleh, 2011).
Penambahan ekstrak antosianin ke dalam film dapat menjadi kemasan aktif antioksidan. x (Fang, Zhao, Warner, &
Johnson, 2017). Penggunaan ekstrak antosianin dapat memberikan manfaat tambahan untuk banyak buah dan sayuran.
Dengan kemampuan pembentukan film, biokompatibilitas, non-toksisitas, ketersediaan, dan biodegradabilitas,
gelatin merupakan bahan biopolimer yang menjanjikan untuk pembentukan film. Film gelatin dapat digunakan untuk
membawa atau melumpuhkan aditif untuk mempromosikan fungsi aktif. Gelatin juga memberikan film yang tipis,
fleksibel, dan tembus cahaya. Menjadi tembus pandang akan memungkinkan film gelatin untuk menunjukkan warna.
Tujuan dari penilitian ini untuk menentukan pengaruh kadar antosianin terhadap sifat-sifat fisik, struktural,
antioksidan dan sensitif-pH film yang dihasilkan dari kitosan dengan penambahan ekstrak kulit manggis dan minyak
atsiri serai dapur sebagai kemasan aktif cerdas untuk memonitor kesegaran daging ikan.

2. Metodologi

2.1. Alat
Alat yang digunakan adalah: Rotary evaporator, Mechanical stirrer, Deksikator, Timbangan, Oven, Gelas ukur,
Gelas beker, Tabung reaksi, Rak tabung reaksi, Cawan petri, Corong, Pengaduk, Pipet tetes, Pipet volume, Botol
sampel, Termometer, Cetakan kaca, Plastik ziplock, Pisau, Piknometer, Neraca analitik, Alat distilasi air
termodifikasi, Ayakan, Pemanas listrik (Vanderroost, Ragaert, Devlieghere, & De Meulanaer, 2014), Botol timbang,
Microwave, Sentrifuge

2.2. Bahan
Bahan utama yang digunakan dapat dibeli di Yogyakarta adalah: Buah manggis (Toko Bandar Buah, Yogyakarta),
Aquadest (CV. Progo Mulyo, Yogyakarta), Asam sitrat (Sentra Kimia, Yogyakarta), Gelatin (Green Valey Online),
Gliserol (Netafarm, Chemical Bantul), Buffer pH 2-3 (Nitra Kimia, Yogyakarta), Minyak atsiri (tetesan.atsiri, Bogor),
Ikan nila (Toko Ikan Segar Pasar Pakem, Sleman)

2.3. Prosedur
2.3.1. Ekstrak antosianin
Pertama kulit manggis dicuci dengan air bersih hingga tidak ada getah dan tanah, kemudian dipotong kecil dan
dikeringkan di oven dengan suhu 50oC selama 12 jam. Kulit yang kering lalu di blender hingga halus dan di ayak
menggunakan ayakan 60 mesh. Bubuk kulit manggis kemudian disimpan kedalam tempat gelap. Selanjutnya proses
ekstraksi dilakukan dengan menimbang kulit manggis 10 gr, dimasukan ke erlenmeyer, tambahkan pelarut aquadest-
asam sitrat 2% (b/v) dengan perbandingan 1:20, diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit, lalu masukan
kedalam microwave daya 160 watt dengan waktu 15 menit. Hasil ekstraksi, didinginkan pada suhu ruang untuk
selanjutnya di Sentrifuge kecepatan 4000 rpm selama 10 menit lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat kemudian
dipekatkan menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu 40oC, tekanan 50 bar, kecepatan 60 rpm hingga larutan
ekstrak antosianin kulit manggis menjadi pekat.

2.3.2. Pembuatan film Gelatin-Antosianin-Atsiri


Pembuatan film berdasarkan metode dari (Wulandari, 2016), melarutkan gelatin 7 gr dengan 100 ml aquades lalu
homogenkan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 250 rpm, suhu 55oC selama 30 menit. Setelah itu,
tambahkan gliserol konsentrasi 45% sebanyak 3 ml. Kemudian tambahkan antosianin ekstrak kulit manggis dengan
konsentrasi 0%; 2%; dan 4%, dan juga tambahkan minyak atsiri sebanyak 0 ml; 0,75 ml; dan 1,5 ml (berdasarkan
Tabel 1 dan 2) kedalam larutan hingga homogen. Hasil larutan dituangkan kedalam cetakan akrilik dengan ukuran 20
cm x 20 cm, dan dikeringkan di oven dengan suhu 50oC selama 24 jam untuk membentuk film. Film kemudian
didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam, setelah itu dilepaskan dari cetakan secara manual dan disiamkan di toples
pada suhu ruang.
Tabel 1. Desain Eksperimen 1

Faktor -1 0 +1
Ekstrak Antosianin 0% 2% 4%
Jumlah Minyak Atsiri 0 ml 0,75 ml 1,5 ml

Tabel 2. Desain Eksperimen 2

Kode Ekstrak Antosianin Jumlah Minyak Atsiri


T1 0% 0 ml
T2 2% 0 ml
T3 4% 0 ml
T4 0% 0,75 ml
T5 2% 0,75 ml
T6 4% 0,75 ml
T7 0% 1,5 ml
T8 2% 1,5 ml
T9 4% 1,5 ml

2.3.3. Aplikasi Film Gelatin-Antosianin ekstrak kulit manggis-Atsiri


Tahap terakhir adalah aplikasi film gelatin-ekstrak kulit manggis-atsiri untuk memonitor kesegaran Ikan Fillet.
Sampel film digunakan sebagai kemasan penutup cawan petri yang berisi 20 gram Ikan Fillet. Cawan petri tersebut
disimpan di suhu ruang 25-29oC selama 48 jam. Perubahan warna dari film diamati secara visual setiap 12 jam. 5
gram sampel ikan fillet dihomogenisasikan dalam 50 mL aquadest. Lalu, nilai pH nya diamati menggunakan pH meter
digital. Pengukuran pH larutan dilakukan setiap 12 jam.

2.3.4. Karakteristik film Antosianin-Atsiri


Karakteristik film gelatin-antosianin-atsiri antara lain warna, ketebalan film, kandungan air, permeabilitas uap air,
dan sifat mekanik.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Ekstraksi Kulit Manggis


Ekstraksi kulit manggis menggunakan metode microwave assisted exraction yang dipanaskan dengan microwave,
sehingga pelarut menjadi lebih panas dan mempercepat pengambilan senyawa. Dengan menggunakan teknik ini
,waktu ekstraksi dapat dipangkas, konsumsi pelarut dapat dikurangi, dan efisiensi dapat meningkat (Jain, 2009). Hasil
ekstrak kulit manggis sebelum dipekatkan berwarna merah namun masih tembus terhadap cahaya dan ekstrak kulit
manggis yang sudah dipekatkan menunjukan hasil dari ekstrak kulit manggis pekat yang berwarna merah dan lebih
kental menghasilkan 30mL dari 900 mL.

3.2. Pembuatan Film Gelatin-Ekstrak Kulit Manggis


Larutan yang dihasilkan dari campuran gelatin, aquades, dan gliserol menghasilkan sampel berwarna bening.
Sementara film dengan penambahan antosianin ekstrak kulit manggis dan penambahan minyak atsiri serai dapur
menghasilkan warna merah keruh hasil dari antosianin. Hasil gambar tersebut menunjukan, film yang awalnya bening
apabila ditambahkan antosianin ekstrak kulit manggis akan berubah warna menjadi kemerahan, dan pada penambahan
minyak atsiri serai dapur tidak terjadi perubahan warna yang signifikan sehingga warna film akan tetap.

3.3. Pengujian sifat sensitif pH Antosianin Ekstrak Kulit Manggis


Hasil dari pengujian menunjukan adanya perubahan warna pada ekstrak kulit manggis dalam beberapa larutan
buffer yang berbeda namun tidak menonjokan perubahan warna yang signifikan. Pada pH 2-6, ekstrak kulit manggis
memiliki warna jingga muda, pada pH 7-8 berwarna jingga sedikit lebih pekat dibandingkan yang asam, pada pH 9-
12 berwarna jingga mendekati warna pada pH rendah. Dalam penelitiannya (Agustinus, 2014) perubahan warna pada
ekstraksi kulit manggis tidak jauh berbeda. Perubahan warna ini disebabkan oleh perubahan transformasi structural
antosianin pada eksrak kulit manggis perubahan warna ini disebabkan karena antosianin sensitive terhadap pH.

3.4. Karakteristik Film Gelatin-Ekstrak Kulit Manggis-Atsiri

3.4.1. Warna
Pada penelitian ini warna yang diketahui bahwa sampel T1, T4, dan T7 memiliki warna putih kekuningan,
sementara T2, T5, dan T8 memiliki warna merah muda. Warna pada T3, T6, dan T9 terlihat lebih gelap dengan nuansa
merah tua. Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna merah pada film ini disebabkan oleh pigmen antosianin yang
terkandung dalam ekstrak kulit manggis. Semakin banyak antosianin yang digunakan, warna yang dihasilkan akan
semakin pekat dan gelap, meskipun semua film terlihat transparan.

3.4.2. Kandungan Air


Kandungan Kandungan air dari setiap sampel film ditunjukan pada Tabel 3, berdasarkan gambaran yang di sajikan,
secara keseluruahan dapat diketahui bahwa nilai kandungan air meningkat sejalan dengan penambaham minyak atsiri
serai dapur dan ekstrak kulit manggis. Hal ini sesusai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Rawdkuen,
2018) dimana kadar air yang ada dalam sampel akan semakin meningkat dengan penambahan antosianin ekstrak kulit
manggis. Sifat ini memungkinkan antosianin untuk meningkatkan afinitas kadar air pada film yang dihasilkan,
sehingga konsistensi film akan meningkat. Hal ini juga di sebabkan oleh penggunaan gliserol sebagai zat platolizer
yang juga bersifat hidrofolik yang dapat memperpanjang masa simpan film dan meningkatkan kandungan air pada
strukturnya, seperti yang dilaporkan (Mahmoud & Savello, 1992). Hal ini sesuai dengan standar yang telah di tetapkan
oleh Food Agricultute Organization, kadar air yang di perbolehkan sebesar 12%.

Tabel 3. Hasil Pengujian Kandungan Air

Sampel Kandungan
1 T1 6,41
2 T2 4.64
3 T3 6.65
4 T4 5,22
5 T5 1,05
6 T6 4,16
7 T7 5,12
8 T8 2,51
9 T9 2,28
Rata-rata 4,23

3.4.3. Permeabilitas Uap Air


Tabel 4 menunjukan data WVP (Water Vapor Permeability) atau laju permeabilitas uap air, yang menunjukan
bahwa penambahan ekstrak kulit manggis meningkatkan nilai WVP (Zhou, 2021). Interaksi antarmolekul antara
ekstrak antosianin kulit manggis dan gelatin merupakan penyebab penurunan afinitas film gelatin terhadap molekul
air. Sifat bahan dasar film juga berperan penting dalam menentukan permeabilitas uap air, karena perpindahan uap air
terjadi pada bagian hidrofilik film. Film dengan banyak gugus hidrofobik cenderung memiliki nilai WVP yang lebih
rendah. Dalam percobaan kami, rata-rata nilai WVP yang diperoleh adalah 0,281, yang sudah memenuhi standar
industri Jepang dengan nilai WVP maksimal untuk kemasan makanan sebesar 10 WVP. Penting untuk memperhatikan
nilai WVP yang sesuai agar kemasan makanan dapat melindungi produk dari kelembaban lingkungan dan
memperpanjang umur simpan makanan.

Tabel 4. Hasil Pengujian Nilai WVP

Sampel WVP (gr.mm/d/m2.atm)

1 T1 0,128 ± 0,093

2 T2 0,418 ± 0,552

3 T3 0,173 ± 0,164

4 T4 0,422 ± 0,09

5 T5 0,250 ± 0,0012

6 T6 0,231 ± 0,11

7 T7 0,338 ± 0,003

8 T8 0,139 ± 0,116

9 T9 0,437 ± 0,077

Rata-rata 0,282 ± 0,134

3.4.4. Ketebalan Film


Berdasarkan data ketebalan film pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai yang
signifikan antara penggunaan ekstrak kulit manggis maupun minyak atsiri serai dapur. Penelitian ini menunjukan hasil
perbedaan yang tidak signifikan dibandingkan dengan studi (Rusli, 2017) yang meneliti penggunaan karagenan dalam
pembuatan edible film dengan penambahan minyak atsiri bawang putih, yang memperoleh ketebalan berkisar antara
3.54 ± 0,101 sampai 8.51 ± 2,27. Meskipun demikian, ketebalan hail penelitian ini sedikit lebih besar dibandingkan
ketebalan plastic wrap hanya sebesar 0,031 mm.

Tabel 5. Hasil Pengujian Ketebalan Film

Sampel Ketebalan film (mm)

T0 0.031 ± 0.000
T1 0.146 ± 0.003
T2 0,067 ± 0.013
T3 0,091 ± 0.008
T4 0,147 ± 0.005
T5 0,209 ± 0.004
T6 0,088 ± 0.002
T7 0,121 ± 0.007
T8 0,059 ± 0.005
T9 0,166 ± 0.02
3.4.5. Sifat Mekanik
Hasil pengujian mengungkapkan sifat mekanik kemasan film yang dibuat dengan ekstrak kulit manggis dan minyak
atsiri daun serai dapur, seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengujian Sifat Mekanik

Sampel Kuat Tarik (MPa) Nilai Kemuluran %

T0 2,532 ± 0,000 24,000 ± 0.000


T1 1,079 ± 0,022 102,750 ± 18.101
T2 1,764 ± 0,079 88,250 ± 13.500
T3 1,728 ± 0,152 147,950 ±40.701
T4 1,935 ± 0,335 157.550 ±3.900
T5 0,939 ± 0,018 144.400 ± 16.200
T6 1,784 ± 0,041 157.100 ± 5.401
T7 1,304 ± 0,076 92.199 ± 7.000
T8 1,658 ± 0,609 106.200 ± 11.600
T9 0,709 ± 0,009 93.350 ± 17.499

Pada T4 dengan penambahan 0,75 ml minyak atsiri serai dapur memiliki Kuat Tarik paling tinggi yaitu 1,935 MPa
dengan kemuluran 157,550% Nilai kemmuluran film gelattin-ekstrak kulit manggis-minyak atsiri serai dapur lebih
bagus daripada dengan hasil pernelitian (Wang, 2021) dimana nilai kemuluran film kitosan-gelatin paling tinggi yang
dihasilkan sebesar 39,821%. Pada penambahan ekstrak antosianin kulit manggis dalam sapel, terjadi penurunan kuat
Tarik seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit manggis yang di tambahkan. Hal ini terjadi karena adanya
gugus fungsi hidroksil pada molekul antosianin dalam ekstrak kulit manggis, yang mempengaruhi ikatan hydrogen
antara gelatin dan antosianin kulit manggis. menurut hasil penelitian (Kim, 2022), penggunaan ekstrak antosianin
bunga telang pada pembuatan film gelatin mengakibatkan penurunan nilai kekutan tarik. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan antosianin untuk memutus ikatan sekuner pada film, sehingga memudahkan molekul polimer untuk
bergerak bebas.

3.4.6. Aplikasi Film Gelatin-Antosianin Ekstrak Kulit Manggis-Atsiri Untuk Memonitor Kesegaran Ikan Fillet
Pada percobaan awal, tidak terlihat perubahan warna pada film. Namun, pada percobaan selanjutnya, ketika nilai
pH ditingkatkan menuju kondisi basa, film mengalami perubahan warna menjadi warna merah kecoklatan. Pada film
yang ditambahkan dengan minyak atsiri serai dapur, perubahan nilai pH lebih sedikit dibandingkan dengan film tanpa
kandungan minyak atsiri serai dapur dalam kandungan.
Hasil ini sesuai dengan temuan dari (Agustinus, 2013) yang menyatakan bahwa perubahan warna pada edible film
antosianin dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Nilai pH dapat mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Pada
antosianin kulit manggis, warnanya menjadi oranye saat berada dalam kondisi asam dan merah kecoklatan saat kondisi
basa. Oleh karena itu, film gelatin dengan ekstrak kulit manggis dapat digunakan sebagai indikator visual pH dalam
industri makanan.
Gambar 1 1 Aplikasi Film Gelatin-Antosianin Kulit Manggis-Atsiri

3.5. Biodegradabilitas
Pada hasil pengujian biodegradabilitas yang terbuat dari campuran gelatin, gliserol dengan antosianin dan minyak
atsiri, mengalami degredasi hampir 99% dalam waktu 14 hari. Hal ini sesuai dengan standar ASTM D5526-18 untuk
biodegradabilitas bahan plastik, yang membutuhkan minimal 70% terurai secara hayati dalam waktu 30 hari atau
durasi pengujian yang ditetapkan. Proses degredasi terjadi karena adanya reaksi kimia yang disebut oksidasi molekul
sehingga menghasilkan film dengan berat molekul yang lebih rendah. Selain itu, proses degredasi juga disebabkan
oleh adanya serangan dari mikroorganisme. Dalam penelitian ini, film yang mengandung gelatin dan gliserol memiliki
sifat yang memungkinkan untuk terurai atau terdegredasi dengan mudah oleh tanah, berbeda dengan bahan plastik
sintetis yang sulit terurai dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

4. Kesimpulan

1. Penambahan antosianin ekstrak kulit manggis pada film berpengaruh terhadap sifat fisik, yaitu merubah
warna film menjadi merah, semakin banyak antosianin yang digunakan, warna yang dihasilkan akan
semakin pekat dan gelap.
2. Penambahan Penambahan antosianin pada film juga meningkatkan kandungan air pada strukturnya,
dengan rata-rata kandungan air adalah 4,23; nilai rata-rata WVP adalah 0,281; nilai rata-rata ketebalan
film adalah 0,105; dan kuat tarik paling tinggi pada T4 yaitu 1,935 Mpa dengan kemuluran 157,55%.
3. Antosianin memiliki sifat sensitif terhadap pH, mengalami perubahan warna. Ketika pH larutan berubah,
struktur antosianin berubah, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan warna pada ekstrak kulit
manggis.
3.4. Hasil aplikasi film dengan tambahan minyak atsiri dikatakan kemasan aktif karena terbukti dalam
menurunkan kenaikan pH pada kadar minyak atsiri yang semakin tinggi.
5. Hasil aplikasi menunjukan perubahan warna kenaikan pH pada kadar antosianin yang lebih tinggi
sehingga dapat dikatakan kemasan cerdas.
4.6. Film campuran gelatin-antosianin-atsiri mengalami degradasi 99% dalam waktu 14 hari, sehingga
memenuhi standar ASTM D5526-18.

Daftar Pustaka

Agustinus, N. M. (2014). Ekstraksi Kulit Buah Manggis Secara Refluk dan Sokletasi Menggunakan Pelarut Alkohol.
Biji, K., Ravishankar, C., Mohan, C., & Srinivasa Gopal, T. (2015). Smart packaging systems for food applications.
Journal of Food Science and Technology, 52, 6125-6135.
Castañeda-Ovando, A., Pacheco-Hernández, M. L., Páez-Hernández, M. E., Rodríguez, J. A., & Galán-Vidal, C. A.
(2009). Chemical studies of anthocyanins. A review. Food Chemistry, 113, 859-871.
Cheung, W., Leong, J., & Vichare, P. (2017). Incorporating lean thinking and life cycle assessment to reduce
environmental impact of plastic injection moulded products. Journal of Cleaner Production, 759-775.
Choi, I., Lee, J. Y., Lacroix, M., & Han, J. (2017). Intelligent pH indicator film composed of agar/potato starch and
anthocyanin extracts from purple sweet potato. Food Chemistry, 218, 122-128.
Choi, I., Lee, J., Lacroix, M., & Han, J. (2017). Intelligent pH indicator film composed of agar/potato starch and
anthocyanin extracts from purple sweet potato. Food Chemistry, 218, 122-128.
Fang, Z., Zhao, Y., Warner, R., & Johnson, S. K. (2017). Active and intelligent packaging in meat industry. Trends
in Food Science & Technology, 61, 60-71.
Halász, K., & Csóka, L. (2018). Black chokeberry (Aronia melanocarpa) pomace extract immobilized in chitosan for
colorimetric pH indicator film application. Food Packaging and Shelf Life, 16, 185-193.
Ibrahim, U., Muhammad, I., & Salleh, R. (2011). The effect of pH on color behavior of Brassica oleracea
anthocyanin. Journal of Applied Sciences, 11, 2406-2410.
Jain, T. J. (2009). Microwave Assisted Exraction for Phytoconstituents. Asian J, 19-25.
Kim, H., Roy, S., & Rhim, J. (2022). Gelatin/agar-based color-indicator film integrated with Clitoria ternatea flower
anthocyanin and zinc oxide nanoparticles for monitoring freshness of shrimp. Food Hydrocolloids, 124.
Luchese, C. L., Sperotto, N., Spada, J. C., & Tessaro, I. C. (2017). Effect of blueberry agroindustrial waste addition
to corn starch-based films for the production of a pH-indicator film. International Journal of Biological
Macromolecules, 104, 11-18.
Mahmoud, R., & Savello, P. (1992). Mechanical Properties and Water Vapor Transferability Through Whey Protein
Film. Journal of Diary Science, 942-946.
Musso, Y. d. (2016). Gelatin based films capable of modifying its color against environmental pH changes. Food
Hydrocolloids, 61, 523-530.
Musso, Y., Salgado, P., & Mauri, A. (2017). Smart edible films based on gelatin and curcumin. Food Hydrocolloids,
66, 8-15.
Pereira, J., de Arruda, I., & Stefani, R. (2015). Active chitosan/PVA films with anthocyanins from Brassica
oleraceae (red cabbage) as time–temperature indicators for application in intelligent food packaging. Food
Hydrocolloids, 180-188.
Pourjavaher, S., Almasi, H., Meshkini, S., Pirsa, S., & Parandi, E. (2017). Development of a colorimetric pH
indicator based on bacterial cellulose nanofibers and red cabbage (Brassica oleraceae) extract.
Carbohydrate Polymers, 156, 193-201.
Rawdkuen, S. F. (2018). Application of anthocyanin as a color indicator in gelatin films. Food Bioscience.
Restuccia, D., Spizzirri, U. G., Parisi, O. I., Cirillo, G., Curcio, M., Iemma, F., . . . Picci, N. (2010). New EU
regulation aspects and global market of active and intelligent packaging for food industry applications.
Food control, 1425-1435.
Robertson, G. (1993). Food packaging: principles and practice. New York: Marcel Dekker.
Rusli, A. M. (2017). KARAKTERISASI EDIBLE FILM KARAGENAN DENGAN PEMLASTIS GLISEROL.
Scientific Journals of Bogor Agricultural.
Vanderroost, M., Ragaert, P., Devlieghere, F., & De Meulanaer, B. (2014). The next generation. Trends in Food
Science & Technology. Intelligent food packaging, 47-62.
Wang, H. D. (2021). Edible films from chitosan-gelatin: Physical properties and food packaging application. Food
Bioscience.
Wulandari, L. W. (2016). The Effect of pH and Color Stability of Anthocyanin on Food Colorant. IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering.
Yam, K., Takhistov, P., & Miltz, J. (2005). Intelligent packaging: concepts and applications. Journal of food
science.
Zhou, N. W. (2021). Preparation of pH-sensitive food packaging film based on konjac glucomannan and
hydroxypropyl methyl cellulose incorporated with mulberry extract. International Journal of Biological
Macromolecules, 515-523.

Anda mungkin juga menyukai