Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN


OBAT TRADISIONAL
“FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAN CLANSING BALM”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
BATCH A
1. MEGA NURJANAH F201901063
2. OVI PUTRI INDIANI F201901064
3. WULAN APRIATIN ELPIRA F201901065
4. INTAN NURUL 'AINI K F201901066
5. NURHAYATY. S F201901067
6. RAHMA JUNIARTI. M F201901068
7. NOVITA MARDIN F201901069
8. SARDIYANTO F201901070
9. PUSPA HARDIANTI F201901072
10. EVI RAHMATIA F201901073
11. RESKI WAHYUNI ASIS F201901074

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2023
I. Prosedur Kerja
Bahan yang digunakan untuk sediaan Cleansing balm terdiri dari dua fase
yaitu fase minyak dan fase air. Bahan yang termasuk fase air yaitu tween 80,
metil paraben, dan aquades. Pembuatan diawali dengan melarutkan tween
80 dengan aquades diatas penangas air pada suhu 65 - 70°C setelah terlarut
dimasukkan metal paraben. Fase minyak yang digunakan meliputi Span 80,
paraffin cair, beeswax, dan propil paraben. Span 80, paraffin cair, beeswax
dileburkan pada suhu 65 - 70°C setelah melebur kemudian ditambahkan
propil paraben dan diaduk hingga homogen. Proses selanjutnya fase air
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak dan diaduk terus
menerus hingga homogen dan terbentuk basis. Zat aktif ekstrak daun
singkong dimasukkan ke dalam basis yang telah terbentuk dan diaduk
sampai homogen. Emulsi yang terbentuk dipindahkan ke dalam wadah
penyimpanan (Anindhita, et al., 2020).
II. Formula Sediaan
Master Formula
Nama produk : Skinity Cleansing Balm
Jumlah produk : 1 jar (100 gram)
Tgl formulasi : 11 Januari 2023
Tgl produksi : 22 Januari 2023
No. Izin Edar : NA 18230222123
No. Batch : 2302002A
Komposisi : tiap 100 gr krim mengandung :
Ekstrak daun singkong 1%
Parafin Cair 10%
Beeswax 5%
Tween 80 0,25%
Span 80 0,1%
Metil paraben 0,02%
Propil paraben 0,18%
Aquadest ad 100
Rancangan Formula

Komposisi Fungsi Konsentrasi

Ekstrak daun singkong Zat Aktif 1%


Parafin Cair Emolien 10%
Beeswax Peningkat konsistensi 5%
Tween 80 Emulgator 0,25%
Span 80 Emulgator 0,1%
Nipagin Pengawet 0,02%
Nipasol Pengawet 0,18%
Aquadest Air ad 100

III. Hasil Praktikum


No. Evaluasi sediaan Hasil pengamatan
1.

Uji organoleptik
a. Warna
b. Bau
c. Tekstur
a. Warna Hijau
b. Bau khas daun singkong
c. Semi padat
2.

Uji pH

pH = 7
3.

Uji Homogenitas

Homogen
4. Uji Daya Sebar

Diameter setelah 1 menit = 3,5


cm
Diameter setelah penambahan
beban = 5,3 cm

IV. Perhitungan

Ekstrak 1% = =1g

Parafin Cair 10% = =2g

Beeswax 5% = = 10 g

Tween 80 0,25% = = 0,25 g

Span 80 0,1% = = 0,1 g

Metil paraben 0,02% = = 0,02 g

Propil paraben 0,18% = = 0,18 g

Aquadest ad 100 = 100 – (1+2+10+0,25+0,1+0,02+0,18)


= 86,4
V. Pembahasan
Krim merupakan salah satu sediaan kosmetik yang sering digunakan.
Menurut Ansel (1989), krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi
setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim
adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Biasanya
sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air dan lebih ditujukan
untuk penggunaan kosmetika dan estetika (FI edisi V, 2014). Krim adalah
sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
dan terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Saryanti et al., 2019).
Adapun keuntungan dari sediaan krim yaitu, mudah diaplikasikan
karena bentuknya yang semi padat, mampu melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu cukup lama, lebih nyaman digunakan pada wajah,
tidak lengket, serta lebih mudah mudah dibersihkan dengan air bila
dibanding dengan sediaan gel, salep, atau pasta (Agoes, 2015). Salah satu
kekurangan sediaan krim yaitu mudah rusak. Kerusakan sediaan krim
biasanya dikarenakan kerusakan emulsi pada sediaan krim, penyimpanan
pada suhu yang tidak sesuai serta komposisi krim yang tidak sesuai sehingga
zat pengemulsinya tidak dapat tercampur dengan baik (Syamsuni, 2006).
Syarat-syarat dasar krim yang baik dan ideal adalah stabil; lunak dan
homogen; mudah digunakan; cocok dengan zat aktif; bahan obat dapat
terbagi halus dan terdistribusi merata dalam dasar krim (Syamsuni, 2006).
Krim terdapat 2 tipe yakni tipe minyak dalam air M/A dan tipe air
dalam minyak A/M, yang biasa ditujukan pada penggunaan kosmetika dan
estetika. Krim dapat memiliki efek di kulit diantaranya, mengkilap dikulit,
berminyak, melembabkan, dan mudah tersebar merata dikulit sehingga krim
dapat berpenetrasi dengan baik dikulit (Anwar, 2012).
Organ target aplikasi sediaan krim yaitu melalui kulit, Menurut
Sulastomo (2013) menjelaskan bahwa “Kulit adalah organ terluar dari tubuh
yang melapisi tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan 7% dari berat tubuh
total. Pada permukaan luar kulit terdapat pori-pori (rongga) yang menjadi
tempat keluarnya keringat. Kulit adalah organ yang memiliki banyak fungsi,
diantaranya adalah sebagai pelindung tubuh dari berbagai hal yang dapat
membahayakan, sebagai alat indra peraba, pengatur suhu tubuh, dll.
Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar yaitu (a)
Epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Pembuluh
darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-kelenjar kulit
merupakan kelenjar epitelial. (b) Jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen
dan elastin, dan sel-sel lemak pada dermis. (c) Jaringan otot, dapat
ditemukan pada dermis. Jaringan otot berupa jaringan otot polos, yaitu otot
penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah,
sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah. (d)
Jaringan saraf, sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit
berupa ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf (Kalangi, 2013).
Penetrasi obat melalui kulit yang melintasi stratum korneum terjadi
karena proses difusi terbagi menjadi dua mekanisme. Mekanisme yang
pertama absorpsi transepidermal yaitu melewati jalur utama (epidermal)
yang memiliki luas permukaan 100 sampai 1000 lebih luas dari kelenjar
lain. Jalur ini merupakan jalur difusi melalui stratum korneum yang terjadi
pada dua jalur yaitu jalur transeluler (jalur melalui protein didalam sel dan
melewati daerah yang kaya lipid) dan jalur paraseluler (jalur melalui ruang
antar sel).Mekanisme kedua, absorpsi transpendageal yaitu jalur masuknya
obat melewati folikel rambut dan kelenjar keringat yang disebabkan adanya
pori – pori sehingga memungkinkan obat untuk berpenetrasi (Anwar, 2012)
Pada percobaan ini dilakukan formulasi dan evaluasi sediaan krim,
bahan aktif yang digunakan adalah daun singkong. Daun singkong
merupakan salah satu bahan alam yang diketahui dapat menghambat
aktivitas enzim tirosinase (pembentuk melanin) dengan kandungan
flavonoid berupa quarsetin yang berdasarkan penelitian mempunyai
aktivitas biologis. Bentuk sediaan yang dipilih adalah krim karena
penyebaran dari krim yang merata dan mudah dibersihkan khususnya krim
emulsi minyak dalam air. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 1%
karena berdasarkan penelitian Elmitra (2019) bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak daun singkong maka semakin asam pH pada sediaan
krim.
Bahan tambahan yang digunakan adalah TEA, Asam stearat, Setil
alcohol, Metil paraben, Propil paraben, Gliserin, BHT, dan Aquadest.
Trietanolamin pada sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan
alkalizing agent yang dapat membentuk krim yang homogen dan stabil.
Penggunaan trietanolamin yang dikombinasikan dengan asam stearat akan
membentuk trietanolamin stearat stearat (TEA stearat). TEA stearat akan
meningkatkan kestabilan emulsi minyak dalam air (M / A) sebagai
emulgator anionik dimana akan menyelubungi droplet-droplet minyak yang
kemudian terdispersi ke dalam fase air dan membentuk suatu sistem emulsi
minyak dalam air (M / A) yang semakin stabil. Pembentukan TEA stearat
yang kemudian akan dapat menurunkan tegangan permukaan (Setyopratiwi
& Fitrianasari, 2021).
Pada penelitian Rohmani (2022), tentang Formulasi Anti-Aging
Cream Potassium Azeloyl Diglycinate Terhadap Stabilitas Fisika-Kimia
Krim Dengan Variasi Konsentrasi Trietanolamin Sebagai Emulgator
menunjukkan bahwa pada pengujian Stabilitas Fisik (Cycling test)
didapatkan bahwa krim F1 (TEA 1,5%) mengalami pemisahan fase. Hal ini
karena krim tidak stabil pada suhu tinggi. Sedangkan pada krim F2 (TEA
2%) dan F3 (TEA 2,5%) menunjukkan tidak terjadi pemisahan fase setelah
dilakukan cycling test sehingga krim dapat dikatakan stabil, kemudian dari
pengujian daya sebar menunjukkan semakin besar konsentrasi TEA pada
sediaan maka semakin kecil daya sebar sediaan dikarenakan semakin kental
viskositas sediaan, oleh karena itu dipilih konsentrasi TEA 2%.
Asam sterat berfungsi sebagai emulgator atau agen pengemulsi,
biasanya asam stearat dikombinasikan dengan TEA agar kemampuan untuk
mengemas molekul-molekul zat aktif dipermukaan akan lebih kuat sehingga
dapat menambah kekuatan lapisan antarmuka dan menambah kestabilan
sediaan (Lachman et al., 1994). Dalam pembuatan sediaan topikal, asam
stearat digunakan sebagai emulgator dan solubilizing agent. Pada pembuatan
sediaan krim dan salep digunakan pada konsentrasi 1-20%. Ketika
dikombinasikan dengan alkali seperti trietanolamin (TEA), akan terbentuk
basis krim setelah pengadukan selama 5-15 kali dari berat cairannya. Asam
stearat merupakan bahan yang stabil dan dapat ditambahkan dengan agen
antioksidan. Sebaiknya ditempatkan pada wadah tertutup, kering, dan sejuk
(Rowe et al., 2009).
Asam stearat berpengaruh terhadap viskositas sediaan krim, hal ini
disebabkan karena asam stearat merupakan bahan solid yang juga berfungsi
sebagai stiffening agent yang dapat membentuk massa krim, sehingga
viskositas sediaan semakin tinggi dengan penambahan konsentrasi yang
digunakan (Chomariyah et al., 2019). Asam stearat digunakan dalam krim
yang mudah dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh
konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang mengkilap pada
kulit. Jika asam stearat digunakan dalam krim sebagai pengemulsi,
umumnya kalium hidroksida dan trietanolamin perlu ditambahkan
secukupnya agar bereaksi untuk menurunkan keasaman dari asam stearat
(Hasniar et al, 2015).
Pada penelitian Saputra et al., (2019) tentang formulasi krim ekstrak
etanol kulit buah manggis sebagai antioksidan menggunakan variasi asam
stearat dan trietanolamin menunjukkan bahwa penggunaan asam stearat
dengan konsentrasi 10% memenuhi parameter uji fisik sediaan krim
dibandingkan konsentrasi 15% dan 20%. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi
asam stearat 10%.
Setil alkohol merupakan alkohol dengan bobot molekul tinggi yang
berfungsi sebagai zat pengental dan penstabil untuk sediaan minyak dalam
air (Ansel, 1989). Setil alkohol berbentuk serpihan licin, granul atau kubus
yang berwarna putih dan memiliki bau khas lemah. Memiliki nama lain
alcohol cetylicus, avol, crodacol C70, crodacol C90, crodacol C95, dan
ethal. Setil alkohol memiliki titik lebur 45 - 52°C mudah larut dalam etanol
95% dan eter, kelarutannya akan meningkat dengan peningkatan suhu,
praktis tidak larut dalam air, bercampur ketika dileburkan bersama lemak,
paraffin cair dan pada isopropyl miristat (Depkes RI, 2020).
Seti alkohol digunakan secara luas dalam pembuatan kosmetik,
suppositoria, sediaan solid, dan sediaan semisolid. Setil alkohol dapat
digunakan sebagai stiffening agent (2-10%), emolien (2-5%), dan penyerap
air (5%). Pada sediaan emulsi m / a penggunaan setil alkohol yang
dikombinasikan dengan emulgator larut air dapat meningkatkan stabilitas
dengan mencegah terjadinya koalesen pada droplet (Rowe et al., 2009).
Peningkatan konsentrasi penggunaan setil alkohol dapat meningkatkan
konsistensi krim sehingga viskositas sediaan akan semakin tinggi (Radjab &
Sulistiyaningrum, 2019).
Konsentrasi yang digunakan adalah 4,5% karena berdasarkan
penelitian Nining et al., (2019) bahwa pada formulasi krim ekstrak jambu
biji dengan variasi konsentrasi 2,5% (F1), 3,5% (F2), dan 4,5% (F3) setil
alcohol memberikan stabilitas fisik yang berbeda dilihat dari berbagai
parameter evaluasi fisik sediaan krim. Berdasarkan uji pemisahan fase,
ketiga formula stabil secara fisik terhadap perubahan suhu ekstrim selama
penyimpanan sedangkan hanya F3 (4,5%) yang tahan terhadap gaya
sentrifugal yang diberikan selama pengujian. Sehingga dipilih konsentrasi
4,5% karena memiliki stabilitas terbaik.
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau dan
tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben
yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6%. Propil paraben
efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat
menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat
larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar
larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3-6, stabil
dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH
lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis (Rowe., et al., 2005). Konsentrasi propil
paraben yang digunakan adalah 0,02% karena berdasarkan penelitian
Sulastri et al., (2016) bahwa kombinasi konsentrasi 0,02% propil paraben
dengan 0,18 metil paraben akan menghasilkan kombinasi pengawet dengan
aktivitas antimikroba yang kuat.
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik
sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba
lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang
paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang
luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben sering
dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan
(Rowe., et al., 2005). Konsentrasi metil paraben yang digunakan adalah
0,18% karena berdasarkan penelitian Sulastri et al., (2016) bahwa kombinasi
konsentrasi 0,02% propil paraben dengan 0,18 metil paraben akan
menghasilkan kombinasi pengawet dengan aktivitas antimikroba yang kuat.
Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan
komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air
yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban
lingkungan di sekitarnya. Humektan dapat melembabkan kulit pada kondisi
kelembaban tinggi (Mitsui, 1997). Konsentrasi yang digunakan adalah 10%
karena berdasarkan penelitian Sukmawati et al., (2019) bahwa gliserin
digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen
higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang
meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban
lingkungan di sekitarnya. Humektan dapat melembabkan kulit pada kondisi
kelembaban tinggi. Gliserin dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan
kehalusan dan kelembutan kulit.
Penggunaan BHT pada praktikum kali ini yaitu Sebagai antioksidan
yang dimana pada sediaan kosmetik terutama untuk memperlambat atau
menghambat oksidasi lemak dan minyak serta untuk mencegah
berkurangnya aktivitas vitamin yang larut lemak, biasa digunakan BHT.
Bahan ini berupa padatan atau serbuk kristal berwarna putih atau kuning
pucat. BHT mudah larut dalam minyak, aseton, benzen, etanol, metanol,
toluen, dan parafin cair; praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen
glikol, dan dengan larutan alkali hidroksida. Dalam sediaan topikal,
konsentrasi BHT yang umum digunakan adalah 0,0075-0,1%.
Konsentrasi yang digunakan adalah 0,1% karena berdasarkan
penelitian Anggriani (2012) bahwa BHT dengan konsentrasi 0,1% paling
stabil pada krim ekstrak daun sirih terhadap aktivitas antioksidannya
dibandingkan dengan konsentrasi BHT 0,05% ataupun konsentrasi 0,075%.
Hal ini sesuai karena semakin besar konsentrasi BHT di dalam krim maka
semakin kuat dan stabil aktivitas antioksidan krim.
Penggunaan aquadest pada praktikum kali ini yaitu sebagai pelarut
yang di mana aquadest adalah cairan jernih yang tidak berwarna dan tidak
berasa. Memiliki titik lebur pada suhu 0°C. Air banyak digunakan sebagai
bahan baku, bahan dan pelarut dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan
produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan intermediet, dan reagen
nalitis. nilai spesifik dari air yang digunakan untuk aplikasi tertentu dalam
konsentrasi hingga 100%.Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan
dan pelarut dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi,
bahan aktif farmasi (API) dan intermediet, dan reagen nalitis. nilai spesifik
dari air yang digunakan untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga
100% (Rowe, et al 2009).
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan cara yaitu bahan yang
digunakan untuk sediaan krim terdiri dari dua fase yaitu fase minyak dan
fase air. Bahan yang termasuk fase air yaitu gliserin, metil paraben,
trietanolamin dan aquades. Pembuatan diawali dengan melarutkan metil
paraben dengan aquades diatas penangas air pada suhu 65 - 70°C setelah
terlarut dimasukkan trietanolamin dan gliserin. Fase minyak yang digunakan
meliputi asam stearat, setil alkohol, BHT, dan propil paraben. Propil
paraben, BHT, dan setil alkohol dileburkan pada suhu 65 - 70°C setelah
melebur kemudian ditambahkan asam stearat dan diaduk hingga homogen.
Proses selanjutnya fase minyak ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
fase air dan diaduk terus menerus hingga homogen dan terbentuk basis krim.
Zat aktif ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam basis krim yang telah
terbentuk dan diaduk sampai homogen. Krim yang terbentuk dipindahkan ke
dalam wadah penyimpanan (Deniansyah, 2022).
Pada praktikum kali ini setelah diperoleh sediaan krim ekstrak dari
daun singkong maka dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu evaluasi sediaan
krim ekstrak daun singkong. Pada praktikum kali ini akan di lakukan
evaluasi sediaan krim ekstrak daun singkong dengan beberapa pengujian
yaitu ada uji organoleptik, uji pH, uji homogenitas dan uji daya sebar.
Adapun untuk Uji organoleptis pada sediaan krim dilakukan dengan
mengamati perubahan warna, bau, dan tekstur (Putri et al., 2022).
Berdasarkan praktikum yang telah di lakukan maka didapatkan hasil yaitu
untuk pengujian evaluasi organoleptik yaitu berwarna hijau, berbau khas
daun singkong dan bertekstur semi padat. Selanjutnya di lakukan Uji pH
sediaan krim dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elektroda
dicelupkan kedalam I gram sediaan krim yang diencerkan dengan aquadest
10 mL (Putri et al., 2022) dan di peroleh hasilnya yang dimana pH dari krim
ekstrak daun singkong yaitu pH 7. Pada pengujian pH diperoleh hasil yang
telah sesuai dengan literatur yang dimana menurut Helen Eliska Trianti
Gurning (2016), Sebaiknya pH disesuaikan dengan pH kulit, yaitu sekitar 4–
7,5 karena jika pH terlalu besar maka dapat menyebabkan kulit menjadi
bersisik, sedangkan apabila terlalu asam maka akan terjadi iritasi kulit.
Selanjutnya dilakukan Pemeriksaan homogenitas dengan cara sediaan
ditimbang 0,1 g kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca objek
dan di peroleh hasil yang homogen. Ini telah sesuai dengan literatur yang
dimana menurut Putri et al., (2022) Krim harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik. Selanjutnya di lakukan
pengujian daya sebar dengan cara Sebanyak 0,1 gram krim ditimbang.
Kemudian kaca penutup ditimbang dan diletakkan di atas krim dan
didiamkan selama satu menit dan diukur diameter krim yang menyebar.
Selanjutnya, ditambahkan beban seberat 50 dan 100 gram (Putri et al., 2022)
dan pada pengujian daya sebar diperoleh hasil untuk diameter awal yaitu 3,5
cm dan untuk diameter setelah penambahan beban yaitu di peroleh diameter
sebesar 5,3 cm. Terjadinya perubahan daya sebar yaitu dari 3,5 cm menjadi
5,3 cm disebabkan karna adanya penambahan beban yang menjadikan krim
mengalami tekanan sehingga krim semakin melebar. Hasil yang di peroleh
untuk pengujian daya sebar telah sesuai dengan literatur yang dimana daya
sebar krim yang baik antara 5-7 cm (Gurning Trianti Eliska Helen, 2016).
VI. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
1. Krim didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat
baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.” Krim adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai..
2. Formula dari sediaan krim ini yaitu menggunakan zat aktif dari ekstrak
daun singkong (Manihot utilissima) yang menggunakan zat tambahan
seperti asam strearat sebagai emulgator, setil alcohol sebagai
peningkat viskositas, propil paraben sebagai fase minyak, metil
paraben sebagai fase air, gliserin sebagai humektan, BHT sebagai
antioksidan, dan aquadest sebagai pelarut. Dengan evaluasi seperti uji
organoleptik, homogenitas, pH, daya lekat, daya sebar, dan uji
viskositas.
3. Pada evaluasi sediaan krim ini yaitu pada uji organoleptik warna hasil
pengamatan yang didapatkan yaitu warna hijau, pada evaluasi bau
yaitu bau khas daun singkong, sedangkan pada evaluasi tekstur
hasilnya adalah semi padat. Pada pengujian evaluasi pH didapatkan
hasil pH 7, dan yang terakhir pada evaluasi homogenitas hasilnya yaitu
homogen.
VII. Saran
Diharapkan kepada semua mahasiswa/siswi untuk lebih banyak
mengenai sifat stabilitas, tipe krim maupun cara pembuatannya dan
penyimpanannya. Pada saat pembuatan krim, praktikan harus mengetahui
kelarutan dari bahan-bahan obat yang dikerjakan.
VIII. Daftar Pustaka
Anwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ansel, H.C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-
271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.
Anonim. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta :Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Elmitra, E. (2019). Uji Sifat Fisik Formulasi Krim Tipe A/M Dari Ekstrak
Daun Singkong (Manihot utilissima). Jurnal Ilmiah Pharmacy,
6(1), 149-157
Gurning T.E.H. (2016). Formulasi sediaan Losio dari Ekstrak Kulit Buah
Nanas (Ananas comosus L.) Sebagai Tabir Surya. Skripsi. Program
Studi Farmasi FMIPA UNSRAT. Manado
Nining, N., Radjab, N. S., & Sulistiyaningrum, W. (2019). Stabilitas Fisik
Krim M/A Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan
Variasi Setil Alkohol Sebagai Stiffening Agent. JCPS (Journal of
Current Pharmaceutical Sciences), 2(2), 142-147
Nisa Fatma Z, Hidayati MN, Putri AR, Rahayu P. (2021). Bahan Pahan
Pencegah Kanker. Penerbit : Gadjah Mada University Press.
Rukmana, Wulan. (2017). Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan
Salep Antifungi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.).
Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Alauiddin
Makassar. Makassar.
Saputra, A. N., & Yudhantara, S. M. (2019). Formulasi Krim Ekstrak
Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Sebagai
Antioksidan Menggunakan Variasi Asam Stearat Dan
Trietanolamin. Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, 2(1), 11-20.
Safrida, Y. D. (2022). Studi Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun
Singkong (Manihot utillissima). Jurnal Sains dan Kesehatan
Darussalam, 2(1).
Sukmawati, A., Laeha, M. N. A., & Suprapto, S. (2019). Efek Gliserin
sebagai Humectan Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Vitamin C
dalam Sabun Padat. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 14(2),
40-47
Sulastri, A., & Chaerunisaa, A. Y. (2016). Formulasi masker gel peel off
untuk perawatan kulit wajah. Farmaka, 14(3), 17-26
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 28.
Toha, A., Zulkarnain, I., & Purnamasari, V. (2020). Formulasi Krim Dari
Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Sebagai
Antihiperpigmentasi Dengan Variasi Konsentrasi Emulgator.
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 11(1), 46-56.
IX. Pembagian Tugas

Nama Anggota yang


Tugas
Mengerjakan
Prosedur kerja Ovi Putri Indiani

Ovi Putri Indiani, Intan Nurul ‘Aini


Formula Sediaan
K.

Ovi Putri Indiani, Reski Wahyuni

Hasil Praktikum Asis, Rahma Juniarti. M , Evy

Rahmatia

Perhitungan Novita Mardin

Pembahasan Ovi Putri Indiani, Nurhayaty.S

Kesimpulan Puspa Hardianti

Saran Puspa Hardianti

Daftar Pustaka Mega Nurjanah, Ovi Putri Indiani

Anda mungkin juga menyukai