Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS KOMPOSISI BUNGA KAMBOJA

(Plumeria acuminata) DAN DAUN PEPPERMINT


(Mentha pipperita) DALAM NANOEMULSI MINYAK ATSIRI
SEBAGAI INSEKTISIDA
Hermansyah T. Cahyono, Naufal Aqib A. Fattah, Lilis Kistriyani
Program Studi Teknik Kimia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 55584, Indonesia
Corresponding author: 19521214@students.uii.ac.id

Abstrak

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Cara pencegahan
penyakit DBD salah satunya menggunakan repelen penolak nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
nanoemulsi serta untuk mengetahui pengaruh komposisi dari minyak atsiri bunga kamboja dan daun peppermint terhadap
efektivitas dari repelen. Repelen penolak nyamuk yang beredar di pasaran saat ini mengandung bahan kimia N.N-diethyl-meta-
toluamide (DEET), akan tetapi penggunaan repelen dengan kandungan senyawa DEET terus menerus dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. Kombinasi minyak atsiri bunga kamboja dan daun peppermint sebagai repelen penolak nyamuk memiliki
efek beracun lebih rendah daripada repelen yang mengandung senyawa DEET. Metode yang digunakan dalam pembuatan repelen
adalah nanoemulsi, yaitu penggabungan minyak atsiri, surfaktan, dan aquadest menggunakan alat homogenizer ultrasonicator.
Nanoemulsi memiliki ukuran droplet sebesar 5-200 nm sehingga memiliki sebaran yang lebih merata ketika digunakan dan
memiliki karakteristik yang kuat dan stabil. Hasil analisis minyak atsiri bunga kamboja menggunakan GC-MS memiliki kandungan
utama berupa 18,04 % Tridecanol, 16,87% Citronellal dan 15,96, sedangkan pada minyak atsiri daun peppermint berupa 5,68%
Limonene, 20,46% menthone, dan 49,46% methyl. Repelen dengan kandungan10% minyak atsiri bunga kamboja dan 10% minyak
atsiri daun peppermint dapat melindungi dari gigitan nyamuk selama 35 menit.

Kata Kunci: Minyak atsiri bunga kamboja, Minyak atsiri daun peppermint, Repelen, Nanoemulsi.

1. Pendahuluan

Negara berkembang seperti Indonesia tentunya memiliki banyak permasalahan kesehatan, salah satunya adalah
penyakit demam berdarah dengue atau DBD yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD masih
menjadi ancaman serius di sejumlah wilayah di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Biro
Komunikasi dan Pelayanan Publik telah mencatat jumlah kumulatif kasus dengue di Indonesia sampai dengan minggu
ke-22 di tahun 2022 sebanyak 45.387 kasus dengan 432 kasus kematian.
Insektisida berbahan nabati menjadi salah satu alternatif yang sampai saat ini banyak dikembangkan. Hal ini
dikarenakan senyawa dari insektisida nabati mudah terurai lingkungan, tidak meninggalkan residu, dan lebih aman
untuk diaplikasikan pada tubuh manusia sebagai penghalau serangga karena konsistensinya yang cair sehingga praktis
dan efisien untuk digunakan (Pudding, Fitriyani., 2018). Insektisida berbentuk repelen/oles yang beredar di pasaran
saat ini mengandung bahan kimia N.N-diethyl-meta-toluamide (DEET) (Hidayah et al., 2018). DEET merupakan
senyawa yang efektif mampu menolak berbagai jenis serangga, yang telah digunakan sejak tahun 1950.
Salah satu contoh zat alami yang dapat digunakan sebagai repelen yaitu minyak atsiri (essential oil). Minyak atsiri
merupakan minyak yang dihasilkan dari ekstraksi jaringan tanaman melalui proses penyulingan atau distilasi.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari bahan aktif alami ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai
repelen yang memiliki daya tolak tinggi terhadap gigitan nyamuk. Bahan aktif alami yang digunakan dalam penelitian
ini adalah minyak atsiri bunga kamboja (plumeria acuminata) dan daun peppermint (mentha pipperita). Kelebihan
dari minyak atsiri bunga kamboja dan daun peppermint yakni memiliki aroma yang khas dan tajam, sehingga dapat
mengganggu indera penciuman dari serangga dan dapat menghalau serangga agar tidak hinggap di kulit manusia.
Pada umumnya minyak atsiri bunga kamboja mengandung beberapa senyawa atsiri, yaitu geraniol, sitronelol, dan
linalool (Farooque, 2012). Minyak atsiri bunga kamboja memiliki aroma harum yang khas. Sedangkan minyak atsiri
daun peppermint memiliki kandungan berupa menthol, dan menthone dengan ciri khas aroma dan cita rasa yang kuat,
yakni segar dan dingin. Formulasi yang digunakan untuk melindungi minyak atsiri agar dapat berperan sebagai
penolak nyamuk adalah nanoemulsi. Nanoemulsi adalah dispersi halus minyak dalam air yang transparan dan tembus
cahaya yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan. Nanoemulsi memiliki ukuran tetesan
(droplet) yang kecil, yakni sekitar 5-200 nm (Mardikasari et al., 2016). Keuntungan nanoemulsi adalah dapat
meningkatkan bioavailabilitas dalam obat, meningkatkan stabilitas fisik, dan membantu untuk melarutkan obat yang
bersifat lipofilik. Nanoemulsi akan terbentuk ketika dua fase yang tidak bercampur diberikan gaya mekanis geser yang
memisahkan fase terdispersi menjadi tetesan kecil. Untuk menghasilkan nanoemulsi, diperlukan proses dimana emulsi
kasar pertama kali dibentuk, kemudian diikuti oleh emulsifikasi ultrasonik untuk memecah tetesan besar menjadi
ukuran nano, sehingga terbentuk nanoemulsi (Wilson et al., 2021). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik nanoemulsi serta untuk mengetahui pengaruh komposisi dari minyak atsiri bunga kamboja dan daun
peppermint terhadap efektivitas dari repelen
2. Metode
2.1 Alat dan Bahan
Bahan yang dibutuhkan yaitu : minyak atsiri bunga kamboja (frangipani), minyak atsiri daun peppermint,
aquadest, tween 20, dan span 80 yang dibeli dari toko online. Sedangkan alat yang dibutuhkan yaitu: gelas beker 100
ml, gelas ukur 100 ml, pipet tetes, magnetic stirrer, dan ultrasonikator.

Tabel 1. Formulasi Nanoemulsi


Kadar (%)
Bahan Fungsi
Sampel K1 Sampel KP2 Sampel KP3 Sampel KP4 Sampel P5
Minyak Atsiri
Zat Aktif 20 15 10 5 0
Bunga Kamboja
Minyak Atsiri
Zat Aktif 0 5 10 15 20
Daun Peppermint
Tween 20 Surfaktan 3 3 3 3 3
Span 80 Surfaktan 2 2 2 2 2
Aquadest Pelarut 75 75 75 75 75

2.2 Pembuatan Nanoemulsi


Pembuatan nanoemulsi dibuat dengan cara mencampurkan minyak atsiri bunga kamboja (frangipani) dan atau
minyak atsiri daun peppermint, kemudian aquadest yang berperan sebagai pelarut dan surfaktan (tween 20 dan span
80). Kemudian dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 700 rpm dengan suhu ruang
27°C.

2.3 Emulsifikasi Nanoemulsi


Pemasangan ultrasonikator digunakan untuk emulsifikasi nano dengan daya 750 W, frekuensi 20 kHz, temperatur
25°C dan diatur waktunya selama 10 menit. Satu persatu sampel yang telah dihomogen menggunakan magnetic stirrer
dimasukan ke dalam ultrasonikator prosesor. Volume sampel yang diemulsikan melalui ultrasonikator adalah masing-
masing 100 ml (Agrawal et al., 2017).

2.4 Pengujian Densitas


Penentuan densitas nanoemulsi dilakukan pada awal setelah sediaan nanoemulsi dibuat, penentuan ini dilakukan
pada suhu ruangan menggunakan piknometer 10 ml dan neraca analitik.

2.5 Pengujian Kecepatan Penguapan


Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan menggunakan pipet tetes, kemudian ditimbang dengan
neraca analitik sebanyak 1 gram dan diletakan ke dalam cawan petri. Sampel kemudian diamati dan dicatat massanya
setiap 30 menit sekali sampai berat sampel konstan.
2.6 Pengujian Stabilitas Nanoemulsi
Evaluasi uji stabilitas nanoemulsi untuk keseluruhan sampel dilakukan pada penyimpanan suhu kamar selama 14
hari dengan pengamatan setiap hari. Hasil pengamatan sediaan yang diamati berupa perubahan warna dan aroma.

2.7 Pengujian GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectroscopy)


Sampel berupa minyak atsiri bunga kamboja (frangipani) dan minyak atsiri daun peppermint dianalisis di
Laboratorium Terpadu Universitas Islam Indonesia. Tujuan dilakukan analisis GC-MS adalah untuk mengukur jenis
dan kandungan senyawa dalam suatu sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif.

2.8 Pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared)


Pengujian FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam
Indonesia untuk sampel K1 sampai P5 yang merupakan sampel dari proses emulsifikasi nanoemulsi, serta sampel K
dan P yang merupakan minyak atsiri bunga kamboja dan minyak atsiri peppermint.

2.9 Pengujian Potensi Repelen


Dilakukan uji potensi repelen untuk sampel repelen yang telah dibuat di Laboratorium Parasitologi Departemen
Parasitologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

2.10 Pengujian Ukuran Partikel


Analisis ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel pada sampel yang dibuat. Analisis ini
menggunakan alat particle size analyzer.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Uji Densitas


Uji densitas dilakukan berdasarkan hukum Archimedes. Penentuan densitas nanoemulsi bertujuan untuk
menentukan massa jenis dari sampel yang diuji. Hasil yang didapatkan dari pengujian yang dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Densitas
No Kode Sampel Piknometer+Sampel (g) Densitas (g/ml)
1 K1 22,5174 0,9808
2 KP2 22,3949 0,6855
3 KP3 22,3482 0,96388
4 KP4 22,2401 0,95307
5 P5 22,2401 0,94624
Rata-rata 0,96251
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa keseluruhan sampel memiliki nilai densitas yang tidak jauh berbeda satu
sama lain. Jika hasil uji dirata-ratakan diperoleh nilai densitas rata-rata sebesar 0,96251 g/ml. Dari hasil pengujian
dapat disimpulkan bahwa formulasi sampel yang dibuat memiliki kandungan utama berupa air, hal ini dikarenakan
hasil pengujian densitas nanoemulsi yang mendekati satu, dimana nilai densitas dari air yaitu 1 g/ml, sehingga hasil
pengujian densitas nanoemulsi ini telah sesuai.

3.2 Hasil Uji Kecepatan Penguapan


Uji kecepatan penguapan dilakukan untuk keseluruhan sampel. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
kecepatan penguapan dari tiap sampel. Hasil pengujian yang dilakukan tersedia pada Gambar 1
Gambar 1. Grafik Kecepatan Penguapan

Gambar 1. menunjukkan perubahan massa sampel dalam beberapa waktu. Penurunan massa sampel terjadi secara
signifikan pada setiap sampel yang diuji. Lama pengujian hingga seluruh sampel memiliki berat yang konstan
berlangsung selama 300 menit. Pengujian dilakukan dalam ruang tertutup dengan suhu 29°C. Terdapat berbagai
variasi massa sampel sebelum pegujian kecepatan penguapan yang dikarenakan adanya keterbatasan dalam
penimbangan sampel repelen. Dari hasil pengujian, sampel yang memiliki kecepatan penguapan paling tinggi
berdasarkan banyaknya massa sampel yang hilang dalam kurun waktu pengujian selama 300 menit yaitu sampel
dengan kode P5.

3.3 Hasil Uji Stabilitas Nanoemulsi


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas sampel nanoemulsi yang dibuat. Sediaan nanoemulsi yang
baik yaitu tidak mengalami perubahan selama masa penyimpanan yakni tidak mengalami creaming atau tetap jernih,
tidak mengalami perubahan pada warna, aroma, dan sifat-sifat fisik lainnya. Pengujian dilakukan selama 14 hari
pengamatan pada suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan yakni perubahan warna dan aroma. Hasil pengamatan dari
hari ke-0 sampai dengan hari ke-14 tidak mengalami perubahan yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini

Tabel 3. Hasil Uji Stabilitas Nanoemulsi pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-7
Nama Sampel Warna Aroma
K1 Putih susu Aroma tajam khas bunga kamboja
Didominasi aroma khas bunga kamboja dengan sedikit
KP2 Putih susu
aroma peppermint yang segar
Aroma peppermint yang segar dan aroma khas bunga
KP3 Putih susu
kamboja
Didominasi aroma peppermint yang tajam dan segar
KP4 Putih susu
serta sedikit aroma bunga kamboja
KP5 Putih susu Aroma tajam peppermint yang segar dan khas

Tabel 4. Hasil Uji Stabilitas Nanoemulsi pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-14
Nama Sampel Warna Aroma
Aroma khas bunga kamboja yang tidak tajam dan
K1 Putih susu
hanya sekilas
Aroma bunga kamboja tidak kuat didominasi aroma
KP2 Putih susu
segar dan tajam dari peppermint
Aroma peppermint yang segar dan tajam, aroma khas
KP3 Putih susu
bunga kamboja tidak tercium
KP4 Putih susu Aroma peppermint yang segar dan tajam
KP5 Putih susu Aroma tajam khas peppermint yang segar

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 kelima formula nanoemulsi memiliki warna yang relatif sama, yaitu putih susu
dengan aroma khas masing-masing pada setiap kode sampelnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan
signifikan pada kelima sampel dan dapat dinyatakan bahwa sampel sediaan nanoemulsi yang dibuat tidak mengalami
creaming ataupun tidak mengalami kerusakan selama masa pengamatan dilakukan.
3.4 Hasil Uji GC-MS

Gambar 2. Kromatogram GC Minyak Atsiri Bunga Kamboja

Tabel 5. Komponen GC-MS Minyak Atsiri Bunga Kamboja


Peak# R.Time Rumus Molekul % Area Nama Komponen
3 5,039 C13H28O 18,04 Tridecanol
5 5,526 C10H20O2 16,87 Citronellal
6 5,976 C19H38 15,96 Nonadecene

Berdasarkan Gambar 2 dan Tabel 5 hasil analisis GC-MS pada minyak atsiri bunga kamboja menunjukkan bahwa
minyak atsiri bunga kamboja didominasi dengan Komponen GC-MS Minyak Atsiri Bunga Kamboja 18,04 %
Tridecanol, 16,87% Citronellal dan 15,96% Nonadecene, dimana komponen tersebut tergolong ke dalam senyawa
alkana dan monoterpenoid, beberapa senyawa lain seperti alkohol juga terdeteksi dalam jumlah yang kecil. Hasil
pengujian dari sampel minyak atsiri bunga kamboja tersebut dapat disimpulkan memiliki kesamaan dengan studi yang
dilakukan oleh Julianto, Tatang dalam bukunya yang berjudul Minyak Atsiri Bunga Indonesia (2016) yang
menyatakan bahwa komponen utama dalam minyak atsiri bunga kamboja adalah 73,8% alkanoic acid, 36,2% palmitic
acid yang merupakan senyawa yang paling melimpah dalam minyak atsiri, diikuti oleh 16,8% linoleic acid, 10,4%
lauric acid, dan 10,3% myristic acid. Selain itu juga terdapat beberapa senyawa lain seperti linalool, geraniol yang
merupakan monoterpenoid, senyawa alkohol dalam bentuk terpenoid.

Gambar 3. Kromatogram GC Minyak Atsiri Daun Peppermint

Tabel 6. Komponen GC-MS Minyak Atsiri Daun Peppermint


Peak# R.Time Rumus Molekul % Area Nama Komponen
6 5,119 C10H16 5,68 Limonene
8 6,952 C10H18O 20,46 Menthone
10 7,290 C10H20O 49,46 Menthol
14 8,905 C12H22O2 5,74 Menthylacetate

Berdasarkan Gambar 3 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa minyak atsiri daun peppermint mengandung 5,68%
Limonene, 20,46% menthone, dan 4946% methyl. Komponen yang terdeteksi pada pengujian GC-MS tersebut telah
sesuai dengan penelitian Setiawan, A., Kunarto, B., dan Sani, E,Y., (2013) dengan kandungan minyak atsiri daun
peppermint yang terdiri dari 30-55% menthol dan 14-32% menthone dan penelitian serupa oleh Hanim, Masyfufah
(2021) dengan kandungan utama berupa menthol sebesar 30-55% dan menthone sebesar 14-32%, terdapat juga
senyawa golongan monoterpen seperti menthylactate (1-10%), menthofuran (1-10%), cineole (2-13%) dan limonene
(0,2-6%).

3.5 Hasil Uji FT-IR

(a) (b)
Gambar 4. (a) Hasil Uji FT-IR Minyak Atsiri Bunga Kamboja (b) Hasil Uji FT-IR Minyak Atsiri
Daun Peppermint

Tabel 7. Hasil Uji FT-IR Minyak Atsiri Bunga Kamboja


Bilangan Gelombang
Intensitas Gugus Fungsi Senyawa
(cm-1)
1086,95 0,309 C–H Alkena
Alkohol, Eter, Asam Karboksilat,
1248,54 0,162 C–O
Ester
700,47 0,183 C–H Alkena
Referensi : Principle of Instrumental Analysis, Skoog, Hooller, Nieman, 1998.
Tabel 8. Hasil Uji FT-IR Minyak Atsiri Daun Peppermint
Bilangan Gelombang
Intensitas Gugus Fungsi Senyawa
(cm-1)
2919,83 0,182 C–H Alkana
2952,78 0,177 C–H Alkana
Aldehid, Keton, Asam
1708,51 0,142 C=O
Karboksilat, Ester
Referensi : Principle of Instrumental Analysis, Skoog, Hooller, Nieman, 1998.
Hasil pengujian FT-IR pada minyak atsiri bunga kamboja ditunjukkan pada Gambar 4 (a). Berdasarkan kedua
data tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen utama minyak atsiri bunga kamboja yang terdeteksi adalah
citronellal. Citronellal biasa digunakan sebagai pewangi sabun, losion, dan penolak serangga yang merupakan
senyawa aktif beracun. Citronellal dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan tubuh serangga kekurangan
cairan dan dapat mematikan serangga (Merisia, 2018). Citronellal dapat mengganggu indera penciuman pada
serangga sehingga penggunaan bahan ini sangat bermanfaat sebagai penolak serangga. Spektrum citronellal
menunjukkan gugus fungsi C-H dari ikatan senyawa alkana pada bilangan gelombang sebesar 1086,95 dan
700,47 cm-1. Spektrum Citronellal juga ditunjukkan pada bilangan gelombang sebesar 1248,54 cm-1 dengan
gugus fungsi C-O dari ikatan senyawa alkohol, eter, asam karboksilat, dan ester.
Gambar 4 (b) menunjukkan hasil pengujian FT-IR untuk sampel minyak atsiri daun peppermint, dari hasil
analisis FT-IR. Berdasarkan kedua data hasil pengujian FT-IR pada minyak atsiri daun peppermint dapat
disimpulkan bahwan komponen yang terdeteksi adalah limonene. Limonene biasa digunakan dalam makanan,
kosmetik, produk pembersih dan pembasmi serangga alami. Senyawa menthone dan menthol berfungsi untuk
melemaskan otot-otot tubuh, mengurangi peradangan, mengatasi batuk, flu, sariawan dan masalah pencernaan.
Komponen limonene menunjukkan serapan bilangan gelombang sebesar 2919,83 cm-1 dan 2952,78 cm-1 yang
memiliki gugus fungsi C-H dari ikatan senyawa golongan alkana dan pada serapan bilangan gelombang sebesar
1708,51 cm-1 dengan gugus fungsi C=O dari ikatan senyawa golongan aldehid, keton, asam karboksilat, dan
ester.
(a) (b)

(c) (d)

(e)
Gambar 5. Hasil Uji FT-IR Sampel Repelen (a) K1 (b) KP2 (c) KP3 (d) KP4 (e) P5

Spektrum FT-IR sampel K 1 – P 5 menunjukkan komponen dominan dalam sampel adalah air. Munculnya gugus
fungsi O - H pada hasil pengujian dari setiap sampel diakibatkan dari ikatan hidrogen pada air, hal ini dapat ditinjau
dari komposisi sampel repelen yang terbuat dari 75% aquadest/air. Sampel masih mengandung minyak atsiri yang
ditandai munculnya gugus fungsi C = C dan C – O.

3.6 Hasil Uji Potensi Repelen


Uji Potensi Repelen atau pengujian kemampuan penolak nyamuk dilakukan pada sampel dengan kode KP 3
terhadap nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan metode uji Fradin. Metode uji Fradin yaitu metode pengujian
dimana sampel diaplikasikan atau dioleskan pada tangan kemudian diuji pada sekelompok nyamuk Aedes aegypti
pada kondisi tertentu dan dicatat lama waktu perlindungan, yakni waktu hingga terjadinya gigitan nyamuk pertama.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel sediaan nanoemulsi dengan kode KP 3
memiliki waktu perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti selama 35 menit. Hasil pengujian ini dapat dinyatakan
kurang maksimal, karena menurut Afif, S., (2010) dalam artikelnya yang berjudul menyebutkan bahwa kemampuan
minyak atsiri peppermint sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes aegypti belum efektif, sebab menurut Komisi
Pestisida Departemen Pertanian tahun 1995, repelen yang dianggap efektif yaitu apabila repelen dapat memiliki daya
proteksi sampai dengan jam ke-6 setelah pertama kali diaplikasikan. Sedangkan pada sampel dengan kode KP 3 yang
memiliki kandungan komposisi minyak atsiri peppermint sebesar 10% dari komposisi total repelen, hanya memiliki
waktu proteksi selama 35 menit saja sejak pertama kali diaplikasikan.
Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya konsentrasi minyak atsiri peppermint yang kecil
sehingga daya proteksi terhadap gigitan nyamuk tidak maksimal, dan juga dapat dikarenakan sifat minyak atsiri
peppermint yang mudah menguap, sesuai dengan hasil pengujian kecepatan penguapan dimana sampel dengan kode
P5 yang hanya memiliki kandungan komposisi minyak atsiri peppermint saja menjadi sampel sediaan nanoemulsi
dengan waktu penguapan tercepat dibandingkan dengan sampel yang lain dan dapat diperkirakan bahwa kandungan
minyak atsiri peppermint telah menguap terlebih dahulu dan hanya tersisa kandungan minyak atsiri bunga kamboja,
sehingga dapat dimungkinkan minyak atsiri yang bekerja untuk memproteksi gigitan nyamuk hanya minyak atsiri
bunga kamboja saja.

3.7 Hasil Uji Ukuran Partikel


Pengujian ukuran partikel ini menjadi indikator penting dalam pembuatan nanoemulsi. Nanoemulsi memiliki
kestabilan kinetik yang tinggi secara dinamis dengan ukuran tetesan (droplet) yang kecil, sekitar 5-200 nm
(Mardikasari et al., 2016). Pengujian ukuran partikel dilakukan pada salah satu sampel yakni sampel dengan kode KP
3 dengan satu kali replikasi. Pengujian hanya dilakukan pada salah satu sampel karena dianggap telah
merepresentasikan sampel yang lain, di sisi lain metode pembuatan nanoemulsi yang digunakan pada keseluruhan
sampel tidak berbeda, sehingga pengujian ukuran partikel dirasa cukup untuk salah satu sampel sediaan
nanomelusi.Pengujian ukuran partikel menggunakan alat Particle Syze Analyzer atau PSA. PSA adalah alat yang
digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel dan digunakan untuk menganalisis partikel dalam sampel
sehingga distribusi dan ukuran partikel sampel dapat diketahui. Selain pengukuran partikel, pengukuran indeks
polidispersitas juga penting untuk menentukan distribusi ukuran partikel. Indeks dispersi menggambarkan
keseragaman ukuran partikel dalam tiap formula. Hasil pengujian yang dilakukan tersedia pada Gambar 6.

(a)

(b)
Gambar 6. (a) Hasil pengujian ukuran partikel pertama (b) Hasil replikasi
pengujian ukuran partikel.

Didapatkan hasil pengujian ukuran partikel dari sampel nanoemulsi dengan kode KP 3 menunjukkan hasil ukuran
partikel pada pengujian pertama sebesar 172,0 nm dan dari hasil replikasi sebesar 170,4 nm dengan kisaran ukuran
rata-rata sebesar 171,2 nm. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa formulasi sediaan nanoemulsi tersebut
memiliki ukuran droplet yang memenuhi syarat dan sesuai dengan teori yang ada. Selain ukuran partikel, indeks
disperse (PI) dapat digunakan untuk memberikan informasi terkait stabilitas fisik dispesri dan keseragaman ukuran
droplet pada sampel sediaan nanoemulsi.
Studi literatur yang telah dilakukan oleh Gao (2008) bahwa hasil indeks polidispersitas dengan nilai kurang dari
0,5 menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel seragam. Kisaran nilai polidispersitas yang dapat diterima adalah
mulai dari 0 (partikel monodispersi) hingga 0,5 (distribusi partikel berukuran besar). Jika nilai polidispersitas
mendekati angka 0, maka formulasi nanoemulsi memiliki ketahanan karakteristik yang kuat dan cenderung stabil.
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai indeks polidispersitas (PI) pada sampel sediaan nanoemulsi dengan
kode KP 3 sebesar 0,283 dan 0,228 sehingga dapat disimpulkan nilai indeks polidispersitas pada sampel tersebut
mendekati angka 0 dan dapat dinyatakan bahwa sampel tersebut memiliki distribusi ukuran partikel yang seragam,
memiliki ketahanan karakteristik yang kuat dan cenderung stabil. Hal ini juga didukung pada hasil pengujian stabilitas
nanoemulsi, dimana dalam kurun waktu pengamatan selama 14 hari sampel sediaan nanoemulsi cenderung stabil dan
tidak berubah fisik.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan pembahasan yang telah disusun dapat disimpulkan
bahwa sediaan repelen yang telah dibuat memiliki ukuran droplet sebesar 172,0 nm untuk hasil pengukuran pertama
dan dari hasil replikasi sebesar 170,4 nm dengan kisaran ukuran rata-rata sebesar 171,2 nm. Hasil ini sesuai dengan
ukuran droplet untuk nanoemulsi yakni sebesar 5-200 nm. Pada repelen dengan komposisi 10% minyak atsiri bunga
kamboja dan 10% minyak atsiri daun peppermint memiliki efektivitas repelen untuk melindungi dari gigitan nyamuk
selama 35 menit.

Daftar Pustaka

[1] Hidayah, N., Mustafa, H., Murni, M. dan Tolistiawati, I, "Efektivitas Repelan Losion Minyak Atsiri Kulit Jeruk
Bali (Citrus maxima (Burm.) Merr.) terhadap Aedes aegypti," BALABA : JURNAL LITBANG PENGENDALIAN
PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, pp. 159-168, 2017.
[2] Utami, I. dan Cahyati, W.H., "Potensi ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata) sebagai Insektisida terhadap
Nyamuk," HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development, pp. 22-28, 2017.
[3] Nurlela, E., Nining. dan Ikhsanudin, A., "Optimasi Komposisi Tween 80 dan Span 80 Sebagai Emulgator dalam
Repelan Minyak Atsiri Daun Sere (Cymbopogon citratus (DC) Stapf) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti Betina
Pada Basis Vanishing Cream Dengan Metode Simplex Lattice Design," Jurnal Ilmiah Kefarmasian 2(1), pp.
41-54, 2012.
[4] F. Pudding, "Daya Tolak Ekstrak Bunga Kamboja (Plumeria acuminata) Terhadap Gigitan Aedes sp," Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah, 2018.
[5] Tavares, M., Da Silva, De Siqueira, L.B.D.O., Rodrigues, R.A.S., Bodjolle-d'Almeida, L., Dos Santos, E.P. dan
Ricci-Junior, E., "Trends in insect repellent formulations: A review," International Journal of Pharmaceutics,
no. 539(1-2), pp. 190-209, 2018.
[6] Chattopadhyay, Pronobesh, Sunil Dhiman, Somi Borah, Bipul Rabha, Aashwin Kumar Chaurasia, dan Vijay
Veer., "Essential Oil Based Polymeric Patch Development and Evaluating its Repellent Activity Against
Mosquitoes," Acta Tropica, no. 147, pp. 45-53, 2015.
[7] E. Guenther, "The Essential Oils," Van Nostrand Reinhold Company, vol. II, 1952.
[8] Sanjaya, I.K.A.A., Kriswiyanti, E. and Darmadi, A.A.K., ". Characteristic And Viability Of 38 Frangipani
Varieties’ Pollen (Plumeria sp.) In Bali," Metamorfosa: Journal of Biological Sciences, 2020.
[9] Heerdjan, A.S.M.N. dan Heerdjen, S.F., "Tanaman Berbunga Harum," Penebar Swadaya.
[10] Farooque, M.D., Ashraf, Mazumder A, Shambhawee S, dan Mazumder R, "Review On Plumeria acuminata,"
International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry, 2012.
[11] Sari, T.N., Dewi, L.V.I. dan Susilowati, D.Y.A.H., "Uji Aktivitas Minyak Atsiri Bunga Kamboja (Plumeira
Acuminate Ait) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti," Jurnal Farmasi Indonesia, no. 11(2),
2014.
[12] Setiawan, A., Kunarto, B. dan Sani, E.Y., "Ekstraksi daun peppermint (Mentha piperita L.) menggunakan
metode microwave assisted extraction terhadap total fenolik, tanin, flavonoid dan aktivitas antioksidan," J
Petrol, no. 369(1), pp. 1689-99, 2013.
[13] I. Hanim, "Studi in silico senyawa bioaktif minyak atsiri tanaman peppermint (Mentha piperita L.) sebagai
antivirus Covid-19 melalui penghambatan reseptor grp78," Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, 2021.
[14] Mardikasari, S. A., Jufri, M., dan Djajadisastra, J., "Formulasi dan Uji Penetrasi In-Vitro Sediaan Topikal
Nanoemulsi Genistein dari Tanaman Sophora japonica Linn," Ilmu Kefarmasian Indonesia, no. 14(2), pp. 190-
198, 2016.
[15] Jaiswal, M., Dudhe, R., dan Sharma, P. K., "Nanoemulsion : an advanced mode of drug delivery system," 3
Biotech, no. 5(2), pp. 123-127, 2015.
[16] Verma, S., Kumar, N., Kumar, U., dan Jain, G., "Nanoemulsion : an Exceptional Mode for Delivery of Poorly
Soluble Drug," World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, no. 7(2), pp. 374-392, 2018.
[17] Singh, T. G., dan Sharma, N., "Nanobiomaterials in cosmetics: Current status and future prospects," In
Nanobiomaterials in Galenic Formulations and Cosmetics: Applications of Nanobiomaterials, 2016.
[18] Wilson, R.J., Li, Y., Yang, G. dan Zhao, C.X., "Nanoemulsions for drug delivery," Particuology, 2021.
[19] Shah, P., Bhalodia, D., dan Shelat, P., "Nanoemulsion: A pharmaceutical review," Systematic Reviews in
Pharmacy, no. 1(1), p. 24–32, 2010.
[20] Agrawal, N., Maddikeri, G. L., and Pandit, A. B., "Sustained release formulations of citronella oil nanoemulsion
using cavitational techniques," Ultrasonics Sonochemistry, no. 36, pp. 367-374, 2017.
[21] Martin, A., Swarbick, J., Athur, C., dan Yoshita., " Physical pharmacy : Physical chemical principles in the
pharmmaceutical sciences (Third)," UI-Press, 1993.
[22] S. User, "GCMS," Balai Teknologi Bahan Bakar Dan Rekayasa Desain, 2014.
[23] T. Julianto, "Minyak Atsiri Bunga Indonesia," pp. 175-182, 2016.
[24] S. Afif, " Uji Daya Proteksi Minyak Atsiri Pepermint (Mentha piperta) Sebagai Repelen Terhadap Nyamuk
Aedes aegypti," 2010.
[25] M. Merisia, "Uji Ekstrak Batang Sereh (Cymbopogon nardus (l.) rendle) Dalam Membunuh Larva Aedes
aegypti (Studi di Laboratorium Parasitologi)," Doctoral Dissertation, STIKES Insan Cendekia Medika
Jombang, 2018.
[26] Gao, L., Zhang, D., dan Chen, M., "Drug nanocrystals for the formulation of poorly soluble drugs and its
application as a potential drug delivery system," Journal of Nanoparticle Research, no. 10(5), pp. 845-862,
2008.

Anda mungkin juga menyukai