Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO FILM PENDEK

“Jiwa Yang Tak Utuh”

DRAFT #1 – 30 MEI 2023

Written by

Maulidia Cahayaning Putri


Produser : Zumrotul Lutfiah

Sutradara : Maulidia Cahayaning Putri

Penulis Naskah : Maulidia Cahayaning Putri

Kemeraman : Siti Sa’adah

Muhammad Muhyidin

Editor : Muhammad Muhyidin

Arina Husnul Amalia

Tsalits Khoirun Nisa

Penata Suara : Adinda Laila Maisaroh

Irvan Ubaidillah

Tim Artistik : Anggraini Maulani

Yuliana Alviyanti

Irvan Ubaidillah

Sinopsis :

Seorang gadis pengidap PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder)


karena kehilangan seorang Ibu di hari ulang tahunnya yang ke
17. Ia menjalani hari-harinya dengan seorang adik yang masih
duduk di bangku sekolah. Hingga ia memasuki kehidupan kuliah,
bertemu dengan seorang pemuda dan mereka menjadi dekat. Ia
Bahagia dengan kehidupannya yang sekarang. Pada hari ulang
tahunnya, pemuda tersebut berniat memberi kejutan namun tidak
sesuai harapan.
1. EXT. TAMAN KAMPUS – SIANG
Terlihat Niko duduk di salah satu bangku taman kampus. Ia
mengenakan earphone dengan kepala mengangguk-angguk
menandakan ia sangat menikmati suara yang didengarkan
melalui earphone-nya.
Dari kejauhan, Nala (seorang gadis) dengan penampilan
sederhana menatap pemuda tersebut dengan pandangan datar.
Niko yang merasa dipandangi pun menoleh mencari
sumbernya. Namun, ia tidak melihat siapapun. Tempat Nala
berdiri tadi juga sudah kosong. Hanya ada beberapa
mahasiswa yang berlalu-lalang. Niko mengidikkan bahunya
tidak peduli.
CUT TO

2. INT. RUANG KELAS – SIANG


Vina duduk di salah satu bangku kelas. Saat melihat Nala
memasuki kelas, ia lantas memanggilnya.
VINA
Nala!

NALA
Iya, piye, Vin?

Nala mendekat ke arah Vina.

VINA
Materi kanggo presentasi mengko wis dadi, ta?

NALA
Durung kabih, tapi mengko tak lengkapi ne

VINA
Oke deh, soale mengko aku ono kumpul organisasi dulu
NALA
Iya gapapa, tinggal dikit kok, nanti tak selesaiine

Lalu Nala memilih duduk di salah satu bangku dan membuka


laptopnya. Segera ia melengkapi materi yang akan
dipresentasikannya nanti.
CUT TO

3. INT. KAMAR – SORE


Nala menghempaskan tubuhnya di atas Kasur. Ekspresi
wajahnya menggambarkan harinya sangat lelah. Beberapa
kali menghela napas. Menutup matanya menggunakan satu
lengan dengan napas yang berat. Kamarnya terlihat sepi.
Hanya ada ranjang, lemari, dan meja kecil dengan buku-
buku tertata rapi si atasnya tak lupa dengan kursinya.
CUT TO

4. INT. KAMAR – MALAM


Mata yang terpejam tidur terlihat gelisah. Pemilik mata
itu adalah Nala. Ia terlihat tidak tenang dalam tidurnya.
Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin dan badannya selalu
bergerak gelisah. Ia mimpi buruk. Tiba-tiba matanya
terbuka dan ia langsung terduduk.
NALA
Huh huh huh

Napasnya memburu. Pandangannya terlihat kosong tetapi


menyimpan ketakutan yang amat besar. Lalu ia melihat meja
kecil di sampingnya terdapat segelas air putih. Tak jauh
dari gelas itu, terdapat botol kecil berisi obat. Ia
mengambil gelas dan botol tersebut. Membuka botolnya dan
mengeluarkan beberapa butir obat. Ia meminum satu obat
tersebut dengan air putih yang tersedia. Tak lama
kemudian, napas yang tadinya masih memburu berangsur
tenang dan Nala sudah bisa mengendalikan emosinya.
CUT TO

5. INT. RUANG MAKAN – PAGI


Nala tengah sarapan. Tak lama kemudian, datang adiknya
yang sudah rapi dengan seragam SMP nya. Ikut duduk di
depan kakaknya dan mulai sarapan. Saat ia mengangkat
kepalanya, ia melihat lingkaran hitam di bawah mata
kakaknya.
ADIK
Mbak, kowe maeng bengi gak turu?

NALA
Turu lah

ADIK
Kok meripatmu sayu koyok wong ora turu ngono?

Nala hanya menjawab dengan senyuman.

ADIK
Mbak, kowe mimpi iku meneh?
(pelan)

NALA
Wis, ndang di entekke sarapan e, terus mangkat sekolah

ADIK
(mengangguk)
Iyo, mbak

Mereka terdiam menikmati sarapan. Tak lama, Adik sudah


selesai dengan sarapannya dan berpamitan pergi.
ADIK
Mbak, aku mangkat sik yo
NALA
Iyo, ati-ati

ADIK
Iyo mbak. Assalamu’alaikum

NALA
Wa’alaikumussalam

Setelah adiknya tak terlihat, Nala menghela napas kasar.


Ekspresinya terlihat tengah berpikir namun pandangannya
kosong.
CUT TO

6. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI


Niko bersandar pada tiang di salah satu gedung. Gerak-
geriknya seperti tengah menunggu seseorang. Tak lama,
matanya berbinar melihat seseorang yang sudah ia tunggu
sedari tadi akhirnya datang juga. Ia lalu melangkah
mendekati orang tersebut dengan setengah berlari dan
senyum yang menghiasi wajahnya.
Setelah ia sudah di dekat orang tersebut, ia berjalan
menyamakan langkah dengan orang itu.
NIKO
Hai, boleh kenalan?

Nala hanya menatap Niko datar dan mempercepat langkahnya.


Niko yang melihat itu tidak tinggal diam. Ia berusaha
menyamakan langkahnya dengan Nala.
NIKO
Mbak, nama-
NALA
Pergi!
(ketus)

Niko berhenti mengikutinya. Ia melihat kepergian Nala


dengan pandangan yang sulit, tapi ia tidak ambil pusing.
Niko pun segera melangkah menuju kelasnya sendiri.
CUT TO

7. EXT. PINGGIR JALAN – SIANG


Nala terlihat menunggu angkutan umum di pinggir jalan.
Tiba-tida datanglah Niko mengendarai sepeda motor matic-
nya menghampiri Nala.
NIKO
Mau bareng?
(tersenyum menggoda)

Nala hanya menatapnya datar tanpa menjawab.

NIKO
Cuek banget
(bergumam dengan nada bercanda)

Nala tidak menatapnya sama sekali. Seolah tidak ada Niko


di sampingnya.
NIKO
Kamu tahu bedanya matahari sama kamu?
(menatap matahari dan Nala secara bergantian)

Namun, saat ia menatap Nala, gadis itu sudah menghentikan


angkutan umum dan segera masuk. Niko melihat kepergian
Nala dengan senyum tipis. Tatapan matanya mengartikan
seolah ia tidak akan menyerah meski terus dicueki.
CUT TO

8. INT. LOBBY – SIANG


Niko berjalan santai dengan mengenakan earphone. Namun,
suara benda jatuh di dekatnya membuatnya penasaran dan
melepas earphone-nya. Dari balik tembok, ia melihat Nala
berhadapan dengan seorang perempuan kakak tingkatnya yang
marah-marah dengan Nala.
KAKAK TINGKAT
Duwe meripat duwe sikil iku di kanggo no! Mlaku iso ra
ngeti-ngeti! Wong stress koyok kowe lapo ndadak kuliah
barang!

NALA
Ma-maaf, mbak

Kakak tingkat tersebut segera meninggalkan Nala dengan


emosi yang masih menggebu-gebu. Nala segera mengambil
bukunya yang berserakan di lantai. Niko yang melihat itu
langsung menghampiri Nala untuk membantu. Nala hanya
membiarkan, karena dirinya tidak punya tenaga untuk
meladeni laki-laki yang akhir-akhir ini sering muncul di
sekitarnya.
CUT TO

9. EXT. TAMAN KAMPUS – SIANG


Niko dan Nala duduk berdua di atas rooftop. Setelah
kejadian tadi, Niko mengajak Nala untuk pergi. Untungnya
gadis itu tidak menolak.
NIKO
Nih, minum
(menyodorkan sebotol air mineral)

NALA
Makasih
(menerima botol)

Mereka terdiam beberapa saat, canggung.


NIKO
Eh, kenalin. Aku Niko
(mengulurkan tangan kanan)

NALA
Nala
(tidak membalas uluran tangan Niko)

NIKO
Mmm … kamu tadi kenapa?

NALA
Gapopo

NIKO
Hah?

NALA
Gapapa, bukan hal penting
(acuh)

Niko tengah berpikir seperti mempertimbangkan sesuatu.


NIKO
Kamu pulang naik apa?

NALA
Angkutan

NIKO
Mau aku antar? Kebetulan ini udah sore, biasanya udah
jarang angkot lewat.

NALA
(mengangguk)

NIKO
Ayo
(berdiri)

Nala menyusulnya berdiri. Mereka berjalan menuju


parkiran. Namun, saat hendak sampai di motor Niko, tiba-
tiba tubuh Nala menegang. Badannya gemetar ketakutan.
Pandangannya lurus tepat ke arah seorang lelaki paruh
baya yang berada tak jauh darinya. Niko yang merasa tidak
ada orang di sampingnya, menoleh ke belakang. Niko
melihat Nala berdiri ketakutan dengan pandangan lurus ke
depan. Lalu ia menghampirinya.
NIKO
Nala
(pelan)

Nala bergeming masih dengan tatapan yang lurus dan badan


yang gemetar. Niko memberanikan menepuk Pundak Nala dan
Nala terkejut.
NIKO
Nal-

NALA
Terke aku balik

NIKO
Hah?
NALA
Anterin aku pulang, tolong

NIKO
Iya, ayo

Mereka pulang berboncengan. Lelaki paruh baya yang


dilihat Nala tadi menatap kepergian mereka dengan
pandangan sulit.
CUT TO

10. INT. PERPUSTAKAAN – PAGI


Nala sedang menyusuri rak-rak buku. Mencari buku. Dari
arah samping, Niko datang dengan senyumannya.
NIKO
Hai

NALA
(menoleh)
Hai

NIKO
Nyari buku apa?

NALA
Psikologi kepribadian

NIKO
Mau aku bantu?

NALA
Gak usah, iki wis nemu
(menunjukkan buku yang baru saja ia temukan)
Nala tersenyum dan mereka berjalan Bersama menuju tempat
baca. Mereka asik membaca berdua sambil sesekali Niko
memandang Nala dalam.
CUT TO

11. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI


Niko dan Nala terlihat berjalan berdua dengan beberapa
buku berada di dekapan Nala. Mereka terlihat berbincang
ringan dengan sesekali Nala tersenyum lembut.
CUT TO

12. EXT. JALANAN – SORE


Nala dan Niko bersepeda berdua di sore hari. Mereka
terlihat Bahagia dengan sesekali tertawa. Awalnya
bersepeda santai, tapi lama kelamaan mereka berlomba
siapa yang paling cepat.
CUT TO

13. EXT. ROOFTOP – SORE


Nala duduk sendiri dengan buku di tangannya. Beberapa
menit kemudian, datang Niko dengan cara berjalan yang
mengendap-endap. Tangannya membawa kue ulang tahun dengan
tangan yang satunya menutup lilin yang menyala agar tidak
mati tertiup angin.
NIKO
SELAMAT ULANG TAHUN, NALA!

Nala yang awalnya membaca buku dengan tenang, terkejut


dengan kedatangan Niko. Ia berdiri menatap Niko yang
membawa kue ulang tahun. Tiba-tiba tubuhnya membeku,
badannya gemetar, pikirannya mengingat kejadian beberapa
tahun yang lalu seperti kaset rusak.
CUT TO
FLASHBACK ON
14. INT. DEPAN KAMAR – MALAM
Nala berusia tujuh belas tahun berjalan mengendap-endap
dengan adiknya menuju kamar yang tertutup di depannya. Ia
memegang kue ulang tahun dengan lilin yang sudah menyala
di atasnya.
NALA
Sssttt …
(menghadap adiknya, meletakkan jari relunjukkan di depan
bibirnya)

Adiknya mengangguk agar tidak menimbulkan suara. Setelah


Nala membuka pintu kamar, ia malah dikejutkan dengan
posisi ibunya yang sudah jatuh ke lantai.
NALA
Ibu
(berteriak)

Nala menyerahkan kue ulang tahun yang dipegangnya kepada


adiknya. Ia lantas berjongkok di samping ibunya. Beberapa
kali ia berusaha membangunkan ibunya, tapi ibunya tidak
bergerak sama sekali. Setelah ia mengecek napas ibunya,
Nala baru mengetahui bahwa ibunya sudah tiada.
CUT TO
FLASHBACK OFF

15. EXT. ROOFTOP – SORE


Ingatan tersebut seperti kaset rusak yang terus diputar
berulang-ulang. Nala memegangi kepalanya yang sakit. Niko
yang melihat Nala seperti itu menjadi khawatir.
NIKO
Nala
(pelan)
NALA
Ibu … ibu … emoh buk, emohhh. Ibuuu
(teriak histeris sambil memegang kepalanya erat)
CUT TO

16. INT. RUANG TAMU – MALAM


Niko duduk di ruang tamu Nala. Tak lama kemudian adik
Nala datang membaawa segelas minuman untuk Niko.
ADIK
Monggo, mas?

NIKO
Niko, eee iya, makasih
(meminumnya pelan)

ADIK
Mas e iki konco ne mbak Nala yo?

NIKO
Hah?

ADIK
Mas Niko konco ne mbak Nala?

NIKO
Mmm … maaf, saya tidak mengerti Bahasa jawa. Bisa pakai
Bahasa Indonesia aja?

ADIK
Oohh, pantes. Mas temannya mbak Nala?

NIKO
Eh, oh, i-iya
(mengangguk)
ADIK
Maaf yo mas, mas Niko harus lihat kondisi mbak Nala yang
kayak tadi.

NIKO
Mmm … emang Nala kenapa, kalau boleh tahu?

Si adik menghela napas lelah. Lalu pandangannya


menerawang seakan mengingat masa lalu.

ADIK
Ibu sama ayah sudah pisah semenjak aku masih di dalam
kandungan. Dulu, ibu pernah cerita kalau ayah sering
kasar sama mbak Nala. Sejak aku kecil, mbak Nala juga
sering diajak ibu berobat padahal mbak Nala enggak sakit.
Tapi semenjak aku sudah masuk sekolah SMP, aku tahu kalau
mbak Nala bukan sakit biasa, ia punya trauma. Mbak Nala
takut sama ayah, dia trauma sama perilaku kasar ayah pas
dulu dia masih kecil.
(berhenti sejenak mengambil napas)
Mbak Nala sama ibu itu tanggal lahirnya sama, jadi kalau
ngerayain ultah ya bareng-bareng. Saat mbak Nala umur 17
tahun, saat itu juga ibu berulang tahun. Aku sama mbak
Nala punya kejutan buat ibu. Kami mau merayakan ultah ibu
dan mbak Nala yang ke tujuh belas. Namuan, saat kita mau
ngasih kejutan ke ibu, malah kita yang terkejut.
(meneteskan air mata lalu mengusapnya)
Ibu malah enggak ada tepat di hari ulang tahunnya. Ibu
meninggal.

Niko yang mendengar itu terkejut. Badannya menegang.


ADIK
Sejak saat itu, mbak Nala jadi lebih sering diam. Dia
juga enggak mau datang buat terapi lagi. Traumanya jadi
makin parah. Dia juga enggak punya teman yang dekat sama
dia. Selalu memendam masalahnya sendiri, enggak pernah
cerita ke siapa-siapa.
(menunduk)
Mas, kalau mas serius mau jadi temen e mbak Nala, jangan
sakiti dia yo mas. Mbak Nala wis terluka sejak kecil.
Jangan nambah lukanya lagi yo

Niko menatap gadis remaja di depannya dengan pandangan


yang sulit diartikan.
CUT TO

Beberapa tahun kemudian


17. EXT. PUNCAK – PAGI
Nala berdiri sambil menutup mata. Menikmati angin pagi
yang berhembus menerpa wajahnya. Ia tersenyum. Niko
menyusulnya dari arah belakang dengan membawa secangkir
coklat panas. Ia kemudia berdiri di samping Nala,
menyerahkan coklat panas tersebut pada perempuan dewasa
di sampingnya.
NALA
Makasih ya, Nik
(tersenyum lembut menatap Niko)

NIKO
(balik menatapnya tersenyum)
Sama-sama

Dari arah belakang, terlihat si adik berlari menghampiri


mereka berdua. Nala tersenyum menatap adiknya yang kini
sudah dewasa. Mereka bertiga berdiri berdampingan dengan
senyum masing-masing. Bersyukur atas kehidupan yang
mereka jalani selama ini.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai