Anda di halaman 1dari 24

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR


RESOR BELU

SISTEM PENGAMANAN KOTA POLRES BELU


DALAM RANGKA
PENANGGULANGAN KONTIJENSI TAHUN 2022
DI WILAYAH HUKUM POLRES BELU

Atambua, 10 Januari 2022


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR
RESOR BELU

SISTEM PENGAMANAN KOTA POLRES BELU


DALAM RANGKA
PENANGGULANGAN KONTINJENSI TAHUN 2022
DI WILAYAH HUKUM POLRES BELU

I. PENDAHULAN

1. Situasi

a. Umum

1. Kabupaten Belu merupakan salah satu dari 20 Kabupaten / Kotamadya


di Propinsi NTT ( Nusa Tenggara Timur ). Luas seluruh wilayah
Kabupaten Belu adalah 1.248,94 km² dengan perincian 12 Kelurahan
dan 69 Desa, dimana keseluruhannya merupakan desa / kelurahan
berstatus definitif. Kabupaten Belu terletak pada koordinat 124 38’ 33”
BT — 125 11’ 23” BT dan O8 56’ 30” LS — O9 47’ 30” LS, Batas Kab.
Belu Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Ombai, Sebelah Selatan
berbatasan dengan Laut Timor dan Kab. Malaka (Kec. Laenmanen,
Kec. Malaka Timur, Kec. Kobalima, Kec. Kobalima Timur ), Sebelah
Timur berbatasan dengan Negara Timor Leste (RDTL), Sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU ) dan
Kabupaten Timur Tengah Selatan ( TTS ).

2. Kab. Belu merupakan salah satu kabupaten diwilayah Propinsi Nusa


Tenggara Timur yang menampung warga eks Timor – Timur terbanyak,
sehingga diwilayah Kab. Belu banyak terbentuk kamp – kamp
pengungsian yang statusnya sekarang sudah ditingkatkan menjadi
resetlement yang merupakan salah satu program pemerintah yang
bekerjasama dengan LSM – LSM asing maupun lokal.

3. Kab. Belu mempunyai masyarakat yang mayoritas beragama Katholik


yang mana masyarakat Kab. Belu memiliki pekerjaan yang beragam,
antara lain ASN, swasta dan petani dimana mempunyai Adat istiadat,
budaya serta beragam etnis suku dan ras seperti suku Timor, Flores,
Jawa, Madura, Batak, Sunda, Sasak, Bugis dan masih banyak lagi suku
– suku lainnya.
b. Khusus

Dalam rangka Pelaksanaan penanggulangan kontinjensi di wilayah hukum


Polres Belu untuk menjamin tetap terpeliharanya situasi kamtibmas yang
aman dan kondusif;

Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta aparat


negara penegak hukum yang profesional selalu menjunjung tinggi
supremasi hukum dan hak asasi manusia, memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, dituntut mampu mengamankan setiap gejolak yang
terjadi di masyarakat dan bersinergi dengan instansi terkait lainnya secara
efektif, efisien sesuai dengan perkembangan yang terjadi ;

Keterpaduan langkah dan tindakan serta persamaan visi, persepsi dan


interprestasi terhadap penilaian situasi setiap stake holder dalam
penanganan kontinjensi sangat menentukan keberhasilan penanggulangan
konflik sosial yang melibatkan pelaku-pelaku massa;

Untuk mengantisipasi konflik sosial yang mengarah kepada unjuk rasa


disertai dengan tindakan kekerasan, rusuh massal dan SARA maupun
konflik sosial lainnya, dipandang perlu menyusun prosedur tetap sebagai
pedoman dalam penanggulangan serta pengerahan kekuatan Polri sebagai
penanggung jawab kemanan dalam negeri dan instansi terkait lainnya;

Prosedur tetap tentang sistem pengamanan Kota ini merupakan pedoman


bagi kesatuan Polres, aparat keamanan dan instansi terkait lainnya,
sehingga nantinya dapat dipergunakan secara terpadu dalam
menanggulangi unjuk rasa, huru-hara, kerusuhan massal dan konflik sosial
lainnya di wilayah hukum Polres Belu Tahun 2022.

2. Maksud & tujuan

a. Maksud

Sebagai pedoman bagi kesatuan pengguna, satuan samping, maupun


satuan atas dalam pelaksanaan penanggulangan kontinjensi yang terjadi di
wilayah hukum Polres Belu.

b. Tujuan

Sebagai masukan kepada unsur pimpinan demi terciptanya persamaan


persepsi dan persamaan pola tindak, sehingga dalam pelaksanaan
penanggulangan unjuk rasa, huru-hara, kerusuhan massal dan konflik
sosial lainnya dapat dilaksanakan secara terpadu, cepat dan terarah
dengan memperhitungkan resiko jumlah kerugian yang sekecil mungkin.

3. Ruang Lingkup

Prosedur tetap ini untuk dilaksanakan di wilayah hukum Polres Belu dengan
segala upaya yang bisa dilaksanakan termasuk perkuatannya, bantuan
perkuatan dari satuan samping maupun satuan atas dan lain-lain yang disiapkan
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas penanggulangan konflik pada
lokasi-lokasi tertentu di wilayah Polres Belu yang dianggap rawan terjadinya
demonstrasi, huru-hara dan kerusuhan massal maupun konflik sosial.
4. Tata Urut

I. PENDAHULAN
II. SITUASI DAN KARAKTERISTIK KERUSUHAN MASSA
III. ORGANISASI SATGAS PENGAMANAN UNJUK RASA, KERUSUHAN
MASSA DAN KONFLIK SOSIAL.
V. SASARAN PENGAMANAN
VI. MASA BERLAKUNYA PROTAP
VII. POLA PENANGGULANGAN UNJUK RASA, HURU-HARA DAN
KERUSUHAN MASSA YANG DIAKIBATKAN OLEH KONFLIK SOSIAL.
VIII. DAERAH OPERASI
IX. URUT KEGIATAN SATGAS PENGAMANAN UNJUK RASA, KERUSUHAN
MASSA DAN KONFLIK SOSIAL.
X. ADMINISTRASI
XI. KOMANDO DAN PENGENDALIAN
XII. PENUTUP

5. Dasar

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP;


b. Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang
Senjata Api, Amunisi dan Bahan Peledak;
c. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP;
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
e. Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tanggal 5 Desember 2006 tentang
Pedoman Pengendalian Massa;
f. Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009 tentang
Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian;
g. Prosedur Tetap Nomor 1 Tahun 2010 tanggal 8 Oktober 2010 tentang
Penanggulangan Anti Anarkis;
h. Prosedur tetap Nomor 2 Tahun 1997 Tanggal 27 Mei 1997 tentang
Tindakan Keras dalam Penanggulangan Kerusuhan Massa;
i. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia;
j. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor : Skep/244/VI/2006 tgl 29 Juni 2006
tentang Naskah Sementara Juklak Bantuan TNI kepada Polri dalam rangka
Kamtibmas;
k. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hubungan dan Kerja Sama Polri;
l. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial;
m. Rencana Kontinjesi Aman Nusa I Polres Belu Tahun 2022 Nomor : R /
Renkon / 1 / I / Ops.2.1 / 2022 tanggal 3 Januari 2022 tentang rencana
menghadapi Kontinjensi Konflik Sosial di wilayah hukum Polres Belu Tahun
2022;
n. Rencana Kontinjesi Aman Nusa II Polres Belu Tahun 2022 Nomor : R /
Renkon / 2 / I / Ops.2.1 / 2022 tanggal 3 Januari 2022 tentang rencana
menghadapi Bencana Alam di wilayah hukum Polres Belu Tahun 2022;
o. Rencana Kontinjesi Aman Nusa III Polres Belu Tahun 2022 Nomor : R /
Renkon / 3 / I / Ops.2.1 / 2022 tanggal 3 Januari 2022 tentang rencana
menghadapi Terorisme di wilayah hukum Polres Belu Tahun 2022.
6. Pengertian

a. Kontinjensi adalah suatu kejadian yang muncul secara tiba-tiba yang tidak
dapat diprediksikan (unpredictable), dapat menimbulkan gangguan
Kamtibmas yang disebabkan oleh faktor alam, manusia dan hewan (Perkap
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Sistem, Manajemen dan Standar
Keberhasilan Operasi Kepolisian);
b. Konflik Sosial adalah perseteruan dan / atau benturan fisik dengan
kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung
dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan
ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas
nasional dan menghambat pembangunan nasional;
c. Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial adalah suatu pengkajian
kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan
peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi konflik yang
mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca
konflik;
d. Massa adalah sekelompok orang yang secara aktif dan konsisten mengikuti
setiap gerakan yang diarahkan oleh pimpinan massa tanpa mengindahkan
seruan ataupun perintah dari pihak lain;
e. Konsentrasi Massa adalah pemusatan perhatian dan kekuatan,
sekelompok orang-orang di suatu tempat;
f. Huru-Hara adalah tindakan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh
sekelompok massa secara bersama sama dengan sengaja dan terbuka
dalam bentuk ancaman dan tindakan kekerasan, yang mengancam
keselamatan jiwa dan atau harta benda orang lain serta merusak fasilitas
umum;
g. Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-
terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan
norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan
umum, mengancam keselamatan jiwa dan/atau barang, kerusakan fasilitas
umum atau hak milik orang lain;
h. Asta Siap adalah kriteria kesiapan yang harus dimiliki Kesatuan Polri
meliputi delapan kesiapan yang terdiri dari : Siap Pilun, Siap Posko, Siap
Latpraops, Siap Kondisi Kamtibmas, Siap Masyarakat, Siap Kuat Pers, Siap
Sarpras dan Siap Anggaran dalam menghadapi Kontinjensi Konflik Sosial;
i. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan / atau tindakan lain yang
dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk
mencegah, menghambat, atau menghentikan anarki atau pelaku kejahatan
lainnya yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga,
harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat;
j. Penggunaan Kekuatan adalah segala upaya untuk pengerahan daya,
potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan
tindakan kepolisian untuk menanggulangi anarki;
k. Keadaan Mendesak adalah batasan situasi yang dihadapi saat itu
berdasarkan tingkat kerawanan keamanan dan ketertiban masyarakat,
dinilai dalam waktu, memerlukan tindakan segera atau secepat mungkin
untuk mengatasi situasi yang berkembang, dan membahayakan yang dapat
menimbulkan korban semakin besar;
l. Tindakan Tegas dan Terukur adalah serangkaian tindakan kepolisian
yang dilakukan oleh anggota Polri baik perorangan maupun dalam ikatan
kesatuan secara profesional, proporsional dan tanpa ragu-ragu serta sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
m. Bawah Komando Operasi (BKO) adalah status satuan-satuan yang
mempunyai hubungan operasional dengan satuan atasan yang bukan
satuan atasan organik. Satuan yang menerima bawah komando
mempunyai wewenang komando operasional terhadap satuan yang
berstatus bawah komando;
n. Potensi Gangguan (PG) adalah situasi / kondisi yang merupakan akar
masalah dan/atau faktor stimulan/pencetus yang berkorelasi erat terhadap
timbulnya ambang gangguan atau gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat;
o. Ambang Gangguan selanjutnya disingkat AG adalah kondisi gangguan
Kamtibmas yang jika dibiarkan tidak ada tindakan kepolisian dapat
meningkat menjadi gangguan nyata;
p. Gangguan Nyata selanjutnya disingkat GN adalah gangguan keamanan
berupa kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan menimbulkan
kerugian bagi masyarakat berupa jiwa raga ataupun harta benda;
q. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah;
r. Kegiatan yang berskala nasional adalah kegiatan yang dilakukan
dengan ruang lingkup antar provinsi / dalam negeri; dan
s. Kegiatan yang berskala internasional adalah kegiatan yang dilakukan
oleh beberapa negara di Indonesia.

II. SITUASI DAN KARAKTERISTIK KERUSUHAN MASSA

7. Situasi & Fakta-Fakta

a. Situasi

1) Kejadian perkelahian antar kelompok masyarakat, kelompok pemuda,


konflik masalah batas wilayah, batas tanah dan hak ulayat, unjuk rasa
yang meningkat menjadi anarkisme massa yang dapat mengganggu
ketertiban masyarakat secara luas, perekonomian dan jalannya roda
pemerintahan.

2) Pemilu sebagai ajang pesta demokrasi sering dijadikan momentum


untuk untuk mendapatkan pengaruh dalam upaya meraih perolehan
suara baik oleh para kandidat calon, mengakibatkan timbulnya
kelompok-kelompok pendukung yang tidak menutup kemungkinan
terjadi friksi / gesekan antar pendukung yang dapat berakibat
kentrokan fisik, kecendrungan untuk mendapatkan pengakuan status
simbol dalam kehidupan bermasyarakat sering dijadikan pemicu untuk
saling berebut pendukung sehingga dapat mempengaruhi situasi
kamtibmas.

3) Kejadian bencana alam dan non alam seperti wabah penyakit dan
kejadian luar biasa lainnya seperti terorisme yang dapat menimbulkan
kepanikan warga masyarakat sehingga menimbulkan terjadinya
kerusuhan, penjarahan, curat, curas dan konflik fertikal yang dapat
mempengaruhi situasi kamtibmas.
b. Fakta-Fakta

1) Kasus konflik sosial 2 tahun terakhir

a. Potensi Konflik Tahun 2020

ANTAR
BATAS DISTRI
POLI EKO SOS SUKU /
NO SATUAN WILA SDA BUSI KET
TIK NOMI BUD ETNIS
YAH SDA
AGAMA
1 POLRES BELU - - - - - - - -
2 SEK KAKULUK MESAK - - - - - - - -
3 SEK TASIFETO TIMUR - - - - - - - -
4 SEK LASIOLAT - - - - - - - -
5 SEK RAIHAT - - - - - - - -
6 SEK LAMAKNEN - - - - - - - -
7 SEK TASIFETO BARAT - - - - - - - -
8 SEK RAIMANUK - - - - - - - -
JUMLAH - - - - - -

b. Potensi Konflik Tahun 2021

ANTAR
BATAS DISTRI
POLI EKO SOS SUKU /
NO SATUAN WILA SDA BUSI KET
TIK NOMI BUD ETNIS
YAH SDA
AGAMA
1 POLRES BELU - - - - - - - -
2 SEK KAKULUK MESAK - - - - - - - -
3 SEK TASIFETO TIMUR - - - - - - - -
4 SEK LASIOLAT - - - - - - - -
5 SEK RAIHAT - - - - - - - -
6 SEK LAMAKNEN - - - - - - - -
7 SEK TASIFETO BARAT - - - - - - - -
8 SEK RAIMANUK - - - - - - - -
JUMLAH - - - - - - - -

7. Karakteristik Kerusuhan Massa

a. W a k t u

1) Siang hari
2) Malam hari
3) Terus menerus beberapa hari (ada kalanya)

b. Luas lingkup / lokasi Huru-Hara

1) Satu lokasi
2) Lebih dari satu lokasi Huru-Hara yang terjadi bersamaan waktunya

c. Pemanfaatan Momentum

1) Memanfaatkan masalah adat sebagai pencetus kerusuhan.


2) Memanfaatkan situasi pada saat aparatur mengadakan pertemuan /
musyawarah dalam upaya menyelesaikan / membicara-kan suatu masalah
dijadikan sebagai penyebab konflik di kantor-kantor / Instansi berwenang.
3) Memanfaatkan momentum pemilu sebagai ajang mencari keuntungan, dan
/ atau
4) Memanfaatkan momentum bencana nasional non alam seperti pandemic
virus corona (covid-19) hingga pembatasan sosial skala besar (PSBB)
d. Cara Bertindak Massa

1) Lebih mempertajam isu negatif / hoax sehingga mampu membentuk opini


masyarakat dalam lingkup Kecamatan dan Kelurahan / Desa.
2) Menghimpun kekuatan dengan memanfaatkan tanda bunyi ketokan tiang
listrik yang menandakan adanya bahaya mengancam warga sehingga
secara spontan langsung bertindak (meningkatkan Sispam Swakarsa).
3) Merencanakan tindakan - tindakan yang dapat membangkitkan semangat
massa yang telah berkumpul serta mengajak massa lain untuk bergerak dan
melakukan tindakan-tindakan sampai pada tindak kekerasan dengan
ancaman.
4) Menggerakan massa untuk melawan petugas, merusak dan bahkan
merebut perlengkapan dan peralatan petugas. Membahayakan individu
atau keamanan umum serta harta benda atau obyek-obyek vital yang
menjurus pada pengrusakan, pembakaran, pencurian, penghinaan
terhadap pejabat Negara dan Pemerintah, penganiayaan, pembunuhan
dan perbuatan makar.
5) Berkumpul, melakukan pengrusakan serta penjarahan.
6) Membawa batu, senjata tajam, bom molotof dan lain-lainnya.
7) Tidak takut lagi terhadap petugas dan melawan kepada siapapun yang
menghalangi kegiatan mereka.
8) Mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
9) Berpencar membentuk kelompok-kelompok kecil.
10) Massa cenderung bersifat agresif dan spontan, pada umumnya di lakukan
secara massal sehingga menimbulkan ketakutan yang berdampak luas

III. ORGANISASI SATGAS PENGAMANAN UNJUK RASA, KERUSUHAN MASSA


DAN KONFLIK SOSIAL.

8. Kekuatan Pasukan Jajaran Polres

a. Satuan Penindak
1 (satu) SSK Dalmas Polres dan Polsek

b. Satuan Pendukung
1) 1 unit Sat Intelkam Polres
2) 1 unit Sat. Binmas Polres
3) 1 unit Sat Lantas Polres
4) 1 unit Sat Reskrim Polres

c. Kekuatan Pasukan BKO Polda NTT


1) Satuan Penindak
a) 1 SSK Dalmas Polda Nusa Tenggara Timur
b) 1 SSK PHH Sat Brimob Polda Nusa Tenggara Timur
c) BKO Mabes Polri.

2) Satuan Pendukung
a) 1 unit Direktorat Intelkam Polda NTT
b) 1 unit Direktorat Binmas Polda NTT
c) 1 unit Direktorat Lantas Polda NTT
d) 1 Unit Direktorat Reskrim Polda NTT
d. Kekuatan Cadangan

1) Peleton cadangan staf Polres melakukan Pam obyek vital dalam kota
Atambua secara tetap / stasioner pada pos-pos yang telah ditentukan
antara lain : kantor PLN, kantor Telkom, SPBU, Bank, Pasar, Swalayan
dll.
2) Kompi Kerangka Polres Belu melakukan siaga mako dan patroli
selektif.

e. Kekuatan Jajaran Satuan Samping


1) Satuan Kodim 1605 Belu
2) Yonif 744 / SYB Tobir
3) Satgaspamtas RI - RDTL

f. Instansi Pendukung (khususnya dalam Yustisi)


1) Kejaksaan Negeri Atambua
2) Pengadilan Negeri Atambua

g. Unsur-unsur Bantuan Pelayanan Lainnya


1) Dokter, Perawat, Tenaga Medis, Ambulance dari RSUD.
2) Dinas Pemadam kebakaran (PMK) Kabupaten
3) RS Sito Husada
4) RST Wira Sakti Atambua

h. Unsur-unsur Instansi Terkait dan Masyarakat


1) Sat Pol PP
2) Hansip
3) Linmas
4) Tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda.

IV. TUGAS POKOK

Polres Belu beserta jajarannya bersama-sama dengan aparat keamanan lain dan
Instansi terkait untuk melaksanakan pengamanan dan penanggulangan Kejadian
Kontinjensi Tahun 2022 di wilayah kabupaten Belu secara efektif dan efisien guna
menangkal, mencegah dan menindak semua bentuk aksi unjuk rasa yang
mengakibatkan kerusuhan massa dan konflik sosial lainnya yang dapat mengganggu
ketertiban masyarakat secara luas, mengganggu perekonomian dan jalannya roda
pemerintahan serta membahayakan dan mengancam stabilitas Nasional.

V. SASARAN PENGAMANAN

Yang menjadi sasaran pengamanan dalam System Pengamanan Kota


(SISPAMKOTA) di wilayah jajaran Polres Belu adalah sebagai berikut :

9. Masyarakat

a. Massa pendemo, pelaku kerusuhan / konflik, pelaku usaha.


b. masyarakat sipil yang berada di sekitar lokasi unjuk rasa dan konflik sosial.
c. penyelenggara Pilkada serentak serta para calon/ kandidat.
d. Para pejabat Negara, petugas kesehatan, relawan medis dan lainnya.
10. Lokasi

a. Kantor Pemerintah.
b. Kantor Penyelenggara Pilkada.
c. Pusat perekonomian seperti :
1) Bank.
2) Pertokoan
3) Pasar
4) Swalayan
5) Depo Pertamina dan / atau SPBU

d. Fasilitas vital lainnya :


1) Bandar Udara
2) Pelabuhan Laut
3) Kantor Konsulat RI-RDTL
4) Kantor Pemerintah
5) RRI
6) Telkom
7) PLN dan
8) Fasilitas Kesehatan

11. Kegiatan

a. Seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada.


b. Hari besar Nasional.
c. Kegiatan unjuk rasa, kerusuhan, penjarahan, curat, curas dan konflik sosial,
perkelahian antar kelompok warga di wilayah hukum Polres Belu Tahun
2022.

VI. MASA BERLAKUNYA PROTAP

12. Masa Berlakunya Secara Administrasi

Protap Sispam Kota berlaku secara administratif sejak tanggal ditanda tangani.

13. Masa Berlaku Secara Operasional

Protap Sispamkota berlaku secara operasional setelah Kapolres melaporkan


kepada KaPolres Belu tentang situasi dan melihat eskalasi ancaman di
lapangan dan mengumumkan berlakunya Protap Sispam Kota yang diawali
koordinasi dengan satuan samping dan satuan atas.

14. Masa Berakhirnya

Masa berakhirnya operasi Protap Sispam Kota adalah pada saat Kapolres Belu
menyatakan bahwa operasi penanggulangan unjuk rasa, huru-hara dan
kerusuhan massa yang diakibatkan oleh konflik Pemilu (Politik) dan / atau konflik
sosial lainnya dinyatakan selesai.

VII. POLA PENANGGULANGAN UNJUK RASA, HURU-HARA DAN KERUSUHAN


MASSA YANG DIAKIBATKAN OLEH KONFLIK PEMILU (POLITIK) DAN / ATAU
KONFLIK SOSIAL LAINNYA.
15. Tingkat Situasi (Eskalasi)

Dalam penanggulangan unjuk rasa, huru-hara dan kerusuhan massa yang


diakibatkan oleh konflik sosial ditetapkan eskalasi atau tingkat situasi yang
menggambarkan situasi yang berkembang pada saat unjuk rasa, huru-hara dan
kerusuhan massa yang diakibatkan oleh konflik sosial yang terjadi sebagai
berikut:

a. Situasi aman / hijau

Secara umum adalah suatu keadaan dimana situasi dan kondisi wilayah
dalam keadaan mantap dan terkendali. Sedangkan kerawanan-kerawanan
sosial yang muncul kepermukaan masih dalam bentuk gangguan
Kamtibmas yang terjadi pada daerah-daerah tertentu.

Indikatornya adalah sebagai berikut :

1) Sistem pelayanan aparat kepada masyarakat berfungsi dengan baik.


2) unjuk rasa, huru-hara dan kerusuhan, penjarahan, curat, curas dan
aksi anarkis massa yang diakibatkan konflik sosial terpusat pada satu
titik, tidak mengancam keselamatan jiwa dan tidak mengganggu
ketentraman masyarakat.

b. Situasi Gawat/Kuning

Adalah suatu keadaan dimana situasi dan kondisi wilayah terancam oleh
keresahan sosial yang meningkat menjadi ketegangan sosial. Indikatornya
adalah sebagai berikut :
1) Sistem pelayanan aparat kepada masyarakat tidak berjalan lancar.
2) Derap pembangunan dan dinamika kehidupan masyarakat terancam
oleh gejolak-gejolak yang timbul ditengah-tengah masyarakat.
3) Gejolak yang timbul merupakan gejolak sosial yang dapat
mempengaruhi aspek kehidupan lainnya seperti aksi mogok, tuntutan
rasa tidak puas, pertentangan antar kelompok terutama dalam bentuk
perkelahian massal.

4) Masalah yang menonjol yang mungkin terjadi dalam situasi ini antara lain
unjuk rasa, tulisan bernada protes dari kelompok masyarakat dan disertai
tindakan kekerasan/pemaksaan, pengrusakan, pembakaran dan
pembunuhan sehingga massa semakin brutal dan tidak terkontrol akhirnya
anarkhis.

c. Situasi Krisis / Merah.

Adalah suatu keadaan dimana situasi dan kondisi wilayah terjadi ketegangan
sosial dan politik yang telah berkembang mengancam stabilitas Kamtibmas.

Indikatornya adalah sebagai berikut :


1) Sistem pelayanan aparat kepada masyarakat tidak berfungsi/ lumpuh.
2) Derap pembangunan dan dinamika kehidupan masyarakat terhenti dan
kacau.
3) Gejolak-gejolak yang timbul merupakan gejolak sosial yang dapat
mempengaruhi aspek kehidupan lainnya seperti aksi mogok, tuntutan rasa
tidak puas, pertentangan antar kelompok terutama dalam bentuk
perkelahian dan kerusuhan massal.
4) Masalah yang menonjol yang mungkin terjadi dalam situasi ini antara lain
aksi mogok, protes disertai dengan tindakan kekerasan yang bersifat
massal, pertentangan kelompok dalam bentuk perkelahian massal,
kegiatan sabotase, teror dan infiltrasi semakin meningkat.
5) Terjadi kerusuhan, penjarahan yang disertai curat, curas serta anarkis
massa lainnya yang bersifat spontan dan meluas.

16. Zona Pengamanan di Wilayah Polres Belu

Mengingat geografis wilayah Polres Belu yang luas terdiri dari 12 kecamatan maka
dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa, kerusuhan massal dan konflik sosial
maka dibuat sistem rayonisasi / pembagian zona yang bersifat fleksibel / tidak terikat
guna kelancaran pergeseran bantuan dengan cepat ke lokasi. Adapun sistem
rayonisasi / pembagian zona dimaksud, sebagai berikut :

a. Pembagian Zona :
1) Zona I:
- Polres Belu
- Polsek Kakuluk Mesak
- Satuan Polair
- Pospol Motaain
2) Zona II:
- Polsek Tasifeto Barat
- Polsek Raimanuk
- Pospol Laktutus
3) Zona III:
- Polsek Tasifeto Timur
- Polsek Lasiolat
- Polsek Raihat
- Polsek Lamaknen

b. Pergeseran pasukan :

0) Pergeseran pasukan dalam zona menggunakan transportasi darat.


1) Persegeran pasukan dari Polres ke masing-masing zona I, II dan II
menggunakan transportasi darat.

c. Pengerahan pasukan Polri :

1) Zona I :
a) Dalmas Polres Belu
b) Satpolair Belu
c) Polsek Kakuluk Mesak

2) Zona II :
a) Dalmas Polres Belu
b) Polsek Tasifeto Barat
c) Polsek Raimanuk

3) Zona III :
a) Dalmas Polres Belu
b) Polsek Tasifeto Timur
c) Polsek Lasiolat
d) Polsek Raihat
e) Polsek Kakuluk Mesak
d. Tahapan Pelaksanaan Pergeseran Kekuatan Brimob Polda menggunakan
personil Brimob Kompi 2 Den A Pelopor Atambua.

1) pengerahan kekuatan Brimob Polres Belu dalam menghadapi kontinjensi


difokuskan pada beberapa titik wilayah, sebagai berikut:

a) wilayah Kota Atambua (pusat pemerintahan Kab. Belu)

(1) tahap I
mengerahkan kekuatan Brimob Polda NTT dengan rincian
kekuatan:
(a) Subden II / A Belu sejumlah 115 personel;
(b) Subden I / A Kupang sejumlah 103 personel;
(c) Den gegana 2 unit sejumlah 20 personel.

(2) tahap II
mengerahkan kekuatan sejumlah 333 personel, dengan rincian
kekuatan:
(a) Subden III / A 105 personel;
(b) Subden I / A 123 personel;
(d) Subden II / B 85 personel.

(3) tahap III


mengerahkan kekuatan dari Satbrimob Polri Mabes Polri
(korbrimob Polri )

e. Pengerahan pasukan TNI sesuai pola pembagian pada Satuan TNI.

17. Prosedur Permintaan Bantuan :

a. Situasi aman / Hijau

1) Pada situasi aman / hijau pelaksanaan pengamanan dilakukan oleh Polres


Belu;
2) Pengendalian personel di lapangan dibawah kendali Kapolres.
b. Situasi Gawat / Kuning

Apabila situasi meningkat maka Polres meminta bantuan back up Polda NTT
melalui Kapolda Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
1) BKO Kompi Brimob Atambua, Dalmas Polda NTT dan Dalmas Polres TTU,
Polres Malaka dan Polres TTS
2). Satuan aparat TNI Kodim 1605 Belu.
3) Dengan tugas pokok mampu menetralisir keadaan.
4) Pengendalian personel di lapangan dibawah kendali Kapolres.

c. Situasi Krisis / Merah

Apabila situasi meningkat kearaah krisis ( sesuai indicator tingkat eskalasi)


Kapolres melaporkan kepada Kapolda dan oleh Kapolda memerintahkan :
1) BKO Brimob Polda NTT;
2) Apabila masih membutuhkan bantuan personel, Kapolres Belu dapat
meminta BKO Satuan Mabes Polri dan BKO aparat TNI sesuai protap
permintaan bantuan TNI.
3) Kendali Lapangan berada di tangan Kapolda.

d. Dalam hal pelibatan pasukan TNI ( BKO ) maka TNI melaksanakan tugas yang
bersifat Polisionil yaitu tugas-tugas Polisi umum tanpa tindakan bersenjata dan
bersifat Preventif yang dilengkapi peralatan Dalmas yang dimiliki.

18. Metoda Penanggulangan Konflik Pemilu (Politik) dan Konflik sosial lainnya

a. Preemtif
Kegiatan yang dilakukan secara edukatif dengan sasaran dapat menghilangkan
faktor-faktor yang menjadi pendorong dan peluang timbulnya konflik di
masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu (Politik) atau kondisi panik masyarakat
akibat bencana dan wabah berbahaya lainnya untuk mencapai kesadaran dan
kewaspadaan dari masyarakat sehingga tidak terjadi unjuk rasa, huru-hara
kerusuhan massal yang diakibatkan oleh konflik sosial dalam masyarakat itu
sendiri. Kegiatan preemtif ini bertujuan mengajak masyarakat untuk tidak
melakukan tindakan melawan hukum sehingga masyarakat mengerti apa yang
menjadi tanggung jawab sebagai warga masyarakat yang patut menjunjung
tinggi hukum di negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Dalam setiap masalah yang timbul hindari timbulnya pertikaian yang
lebih besar, lakukan upaya-upaya dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama,
tokoh masyarakat serta tokoh pemuda disamping melibatkan aparat keamanan
yang terdiri dari 10 orang Babinkamtibmas, 4 orang dari Sat Intelkam, Sat
Reskrim sebanyak 6 orang dan Satuan lalu lintas sebanyak 4 orang.

b. Preventif
Kegiatan dimulai dari upaya persuasif, lalu meningkat dengan menggunakan
kekerasan yang berkadar paling rendah, sesuai dengan perkembangan situasi di
lapangan, dengan tujuan agar massa bersedia membubarkan diri dan
mengurungkan niatnya untuk itu satuan Dalmas berusaha menanamkan
pengaruh sambil menghilangkan pengaruh pimpinan penggerak massa tersebut.
Massa dicegah untuk tidak melakukan tindakan melawan hukum. Kemudian
melalui pengeras suara, massa diajak untuk sadar dan membubarkan diri.
Dengan metoda preventif lebih diutamakan tindakan pengendalian untuk
menyadarkan amarah massa agar tidak melakukan tindakan kekerasan.
Tindakan berikutnya adalah menangkap pimpinan yang menjadi motor
penggerak massa untuk mempengaruhi penanggulangan konflik sosial, sehingga
tujuan penanggulangan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang diakibatkan
konflik sosial dapat dicapai tanpa tindakan kekerasan.

Metoda preventif akan mudah diterapkan dalam menghadapi massa yang


berkumpul untuk menyampaikan tuntutannya dengan cara damai.

Pada tahap ini alat yang tetap digunakan adalah pengeras suara dan gas air mata
secara terbatas. Penampilan kesiap siagaan satuan Dalmas serta kewibawaan
dan sikap simpati dari komandan kesatuan yang berbicara dengan pengeras
suara, akan sangat menentukan keberhasilan upaya preventif itu.

c. Represif untuk Preventif

Adalah tindakan atau upaya paksa yang dilakukan dengan menggunakan alat
peralatan, taktik dan tekhnik penanggulangan unjuk rasa, huru hara dan
kerusuhan massa yang diakibatkan oleh unjuk rasa, huru - hara dan kerusuhan
massa yang diakibatkan konflik sosial terhadap sebagian massa yang tidak mau
bubar, atau cenderung beringas.

Tindakan ini dilakukan dengan memaksa massa tersebut mundur atau bubar dan
sisa massa lainnya mengurungkan niatnya dan membubarkan diri pula. Tindakan
ini dilakukan setelah gagal melaksanakan metoda preventif atau karena situasi
dan kondisi telah berkembang sedemikian rupa sehingga harus melakukan
tindakan kekerasan terhadap sebahagian massa yang terus mendesak maju.

Walaupun demikian tindakan atau upaya paksa tetap berpedoman kepada


prinsip-prinsip penanggulangan konflik. Tindakan represif untuk preventif dapat
menggunakan efek cidera fisik karena digunakan alat-alat seperti gas air mata.
Karena itu pimpinan satuan PHH harus dapat mengukur penggunaan metode ini,
tidak berlebihan dengan berpedoman pada tercapainya tujuan penanggulangan.

d. Represif

Dilaksanakan jika situasi semakin memburuk guna mencegah timbulnya korban


dan kerugian yang besar. Alat dan peralatan yang digunakan sama dengan tahap
represif untuk preventif dengan intensitas yang lebih tinggi. Pada tingkat ini
massa dipaksa dengan segala cara untuk mundur dan membubarkan diri. Namun
demikian jatuhnya korban cidera dan korban jiwa sedapat mungkin dihindari.

19. Penerapan Azas dan Prinsip Penanggulangan anarkis massa dan Konflik Sosial
Lainnya

a. Penerapan azas-azas PHH

1) Tujuan.

Tujuan penanggulangan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan konflik sosial telah ditetapkan sebelum satuan PHH dikerahkan
ke lapangan, yaitu membubarkan massa dan menangkap pelaku tindakan
pidana.
2) Mobilitas.

Dengan mobilitas yang lebih tinggi satuan PHH harus dapat mencapai
objek mendahului massa untuk menindak / membubarkan massa sebelum
kerusuhan menjadi lebih buruk.

3) Keamanan.

Tindakan Satuan PHH sejauh mungkin tidak menimbulkan kerugian pada


pihak massa sekaligus mencegah kerugian pada pihak sendiri dan
lingkungan.

4) Keunggulan moril.

Pasukan penanganan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh konflik sosial harus memiliki keyakinan akan kebenaran
atas pelaksanaan tugas yang diembannya sehingga ancaman, hambatan,
tantangan dan gangguan (AHTG) yang muncul akan mampu diatasi.

Keunggulan moril Dalmas dan PHH sangat dibutuhkan karena berhadapan


dengan massa yang banyak dan cenderung beringas.

5) Keteguhan hati.

Jangan bersikap lemah atau bimbang, sekalipun berhadapan dengan


kenalan, saudara atau himbauan tertentu dari massa.

6) Tindakan Fleksibel.

Tindakan satuan PHH selalu dimulai dengan tindakan persuasif kemudian


secara bertahap meningkat pada penggunaan kekerasan apabila situasi
tidak dapat diatasi. Tingkat penggunaan kekerasan disebabkan oleh situasi
yang tidak menguntungkan oleh karena massa tetap bersikeras untuk
memaksakan kehendaknya. Untuk membubarkan massa beringas, cukup
efektif bila satuan PHH menggunakan gas air mata dan tembakan air
bertekanan tinggi, sedangkan penggunaan alat PHH lainnya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

7) Penggunaan amunisi,

Peluru plastik atau karet hanya dilakukan dengan kondisi terpaksa untuk
beladiri atau atas perintah komando atas, dengan tujuan untuk
menyelamatkan keadaan diri akibat buruk yang lebih besar.

5) Kesatuan Komando.

Pada situasi yang kacau sangat perlu adanya tindakan yang sama dari satu
komando untuk menghindari keragu-raguan dari personel PHH.

b. Penerapan Prinsip-prinsip PHH

1) Bubarkan pada tahap awal.


Apabila massa berkumpul untuk tujuan negatif, pada tahap awal harus
segera dibubarkan agar tidak berkembang menjadi konflik.
2) Tindakan Kamtibmas

Massa yang melakukan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh Konflik Pemilu (Politik) dan konflik sosial lainnya harus
diklasifikasikan sebagai warga masyarakat biasa yang hilang kesadaran
hukumnya karena dipengaruhi oleh oknum / golongan tertentu untuk
mencapai tujuan politiknya. Oleh karena itu sejauh mungkin penindakan
dilakukan dengan mengedepankan Polri, dengan selalu berlandaskan
hukum yang berlaku. Personel satuan PHH harus terlatih mentalnya dan
tidak berdiskusi dengan massa perusuh agar tidak terpancing emosinya.

3) Tidak bertindak sendiri-sendiri.

Menghadapi massa yang beringas dalam keadaan hiruk pikuk,


menjadikan kodal sulit. Dalam keadaan yang demikian setiap anggota
satuan PHH tidak dibenarkan bertindak sendiri-sendiri tetapi selalu
berada dalam formasi untuk memudahkan penerimaan
perintah/petunjuk. Anggota yang keluar formasi dapat menjadi
sasaran massa, perusuh, sedangkan formasi yang tidak utuh akan
memudahkan massa menerobos yang akhirnya dapat merusak
rencana pengembangan taktik.

4) Hilangkan Pengaruh Pimpinan Massa

Massa yang melakukan aksi unjuk rasa bergerak karena hasutan dan
dorongan pimpinan sebagai biang keladi kerusuhan.
Apabila biang keladinya berhasil dipisahkan, maka massa akan lebih
mudah dikendalikan. Menghilangkan pengaruh pimpinan dapat
dilakukan dengan penerangan/penjelasan melalui pengeras suara
dan didukung dengan argumen yang kuat dan masuk akal serta
nasehat peringatan dengan kata lain upaya menghilangkan pengaruh
pimpinan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan massa yang
diakibatkan oleh konflik Pemilu (Politik) dan konflik sosial lainnya
dengan menanamkan pengaruh satuan PHH untuk mengalahkan
pengaruh biang keladi / pimpinan massa, kemudian menangkal
pimpinannya.

VIII. DAERAH OPERASI

Daerah operasi meliputi seluruh wilayah Polres Belu yang terdiri dari 12 wilayah
Kecamatan dan 7 Polsek jajaran Polres Belu.

IX. URUT KEGIATAN SATGAS PENGAMANAN UNJUKRASA, KERUSUHAN MASSA


DAN KONFLIK SOSIAL

20. Penanganan Unjuk Rasa / Unjuk rasa Anarkis / rusuh massal Apabila terjadi
unjuk rasa dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Kapolres memerintahkan kepada Kabagops untuk mengumpulkan seluruh


personel dilapangan apel, sementara Kapolres melalui koordinasi awal
dengan aparat keamanan lainnya tentang adanya unjuk rasa.
b. Cek personel Dalmas dan perlengkapannya.
c. Berikan AAP;
d. Memerintahkan Kapolsek untuk melaksanakan pelayanan kepada massa
pengunjuk rasa.
e. Berangkatkan peleton dalmas awal termasuk negosiator ke instansi yang
di demo dengan kendaraan yang tergelar melalui route terdekat.
f. Tiba dilokasi, tutup lokasi agar tidak meluas dan bergerak ketempat lain.
g. Berikan himbauan kepada massa pengunjuk rasa dan melakukan negosiasi
dengan korlap massa agar dapat menyampaikan aspirasinya dengan baik
dan santun serta berkoordinasi dengan instansi yang didemo untuk dapat
menerima perwakilan pendemo untuk mencari solusi permasalahan.

h. Yang melakukan pelayanan kepada massa pengunjuk rasa adalah :

1) Kabagops dan para Kasat Sabhara;


2) Kapolsek dan anggota.
3) Dalmas awal dan Negosiator
4) Satuan intel Polres
5) Satuan Lalu lintas Polres.

Apabila tindakan pertama yang dilakukan oleh Satuan Sabhara ternyata tidak
dihiraukan oleh massa maka tindakan selanjutnya yang harus diambil :

a. Kasat Intelkam Polres melaporkan kepada Kapolres tentang perkembangan


situasi yang tidak mungkin lagi ditangani oleh Satsamapta Polres untuk
penambahan perkuatan ( tingkatan situasi aman / hijau ).
b. Kapolres memerintahkan Peleton Dalmas Polres yang dipimpin oleh Danton
Dalmas untuk masuk ke TKP dan berupaya untuk membubarkan massa dengan
terlebih dahulu memberikan himbauan-himbauan (kata himbauan terlampir)
tingkatan situasinya adalah rawan kuning / merah.
c. Apabila Danton Dalmas merasa bahwa pasukannya tidak mampu lagi mengatasi
keadaan yang semakin memburuk. Danton Dalmas melaporkan kepada
Kapolres tentang perkembangan situasi yang tidak mungkin lagi ditangani oleh
peleton Dalmas.
d. Kapolres melaporkan kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur / Wakapolda /
Karoops tentang situasi yang berkembang dan minta bantuan Satuan Kompi
Subden 2 Den A Pelopor Atambua kepada Kasatbrimob Polda NTT;
e. Kompi Subden 2 Den A Pelopor Atambua diturunkan ke TKP atas perintah
Kapolda Nusa Tenggara Timur untuk membantu Satuan Dalmas Polres Belu;
f. Satuan Kompi Subden 2 Den A Pelopor Atambua memberi bantuan kepada
pleton Dalmas Polres Belu memberikan himbauan-himbauan kepada massa
untuk menghentikan kegiatannya dan bubar menuju rumah masing-masing.
g. Apabila massa tetap tidak mau bubar dan sudah mulai beringas satuan Satuan
Kompi Subden 2 Den A Pelopor Atambua yang membantu Ton Dalmas Polres
Belu berusaha melakukan pembubaran massa.
h. Apabila massa semakin beringas dan sudah mulai melakukan pelanggaran
hukum sehingga Satuan Kompi Subden 2 Den A Pelopor Atambua sudah tidak
mampu lagi menanggulangi maka Komandan Kompi Satuan Kompi Subden 2
Den A Pelopor Atambua melaporkan kepada Kapolres tentang perkembangan
situasi yang tidak dapat lagi diatasi oleh Satuan dan meminta bantuan BKO Polda
NTT dari PHH Brimob Polda NTT dan Dalmas Polda NTT;
i. Kapolres melaporkan tentang perkembangan situasi tersebut kepada Kapolda
Nusa Tenggara Timur serta meminta bantuan PHH Brimob dan Dalmas Polda
NTT. Kemudian Kapolda NTT memerintahkan Kasat Brimob dan Dirsamapta
Polda NTT melalui Karoops Polda NTT agar mengerahkan Kompi PHH Brimob
Kupang dan Dalmas Polda NTT atau Dalmas Polres tetangga ke TKP. Tingkatan
situasinya adalah Gawat / merah.
j. Satuan PHH Brimob Polda NTT dan Dalmas Polda NTT melaksanakan persiapan
penindakan dengan tehnik penindakan refresif sebagai berikut : ( urut-urutan
tindakan sesuai Protap dalam penanggulangan unjuk rasa / unjuk rasa anarkis
yang dikeluarkan oleh Korps Brimob Polri).
k. Bila Satuan PHH Brimob dan Dalmas Polda NTT sanggup mengatasi
keberingasan massa, maka massa diarahkan ketempat – tempat yang telah
ditentukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi untuk kemudian dibubarkan.
l. Dalam melakukan tindakan terhadap massa pelaku unjuk rasa / konflik sosial
demonstrasi, petugas harus selalu memperhatikan hal-hal sbb :

1) Konsep Umum Penindakan

Penindakan terhadap demontrasi selalu berpegang pada prinsip “TIDAK


TERJADI KORBAN MENINGGAL DUNIA DIPIHAK DEMONSTRAN ”
sehingga meskipun massa sudah terbentuk dan mulai menunjukan
keberingasan, namun penindakan tetap harus melalui tahap-tahap yang
telah ditentukan.

2) Himbauan

Komandan SSK yang telah ditentukan menyampaikan himbauan dengan


pengeras suara kepada massa untuk membatalkan niatnya dan pulang
kerumah masing-masing (himbauan terlampir)

3) Tahap-Tahap Penanggulangan

a) Tahap Isolasi

Untuk mengisolasi dan membatasi ruang gerak pelaku kriminil di TKP


dari massa perusuh.

b) Tahap Desakan Pertama

Setelah diberikan himbauan dan ternyata massa tidak meninggalkan


tempat, maka Dan SSK memerintahkan untuk melakukan desakan
dengan tujuan mengukur kemampuan demonstran, apabila mundur
dilanjutkan terus sampai massa tercerai berai.

c) Tahap Lempar Gas Air Mata

Apabila pada desakan pertama ternyata demonstran menunjukan


kenekatan, maka Dan SSK menghentikan pasukan, pasang masker
dan melaksanakan lempar gas air mata dengan maksud untuk
mencerai beraikan massa. Pada saat massa bercerai berai pasukan
melakukan terobosan untuk memecah massa.

d) Tahap melakukan Desakan Kedua

Setelah massa diterobos dan terpecah dilanjutkan dengan desakan


kedua kearah mana massa akan dibubarkan. Pada saat desakan
kedua ini dapat juga dilakukan pelemparan gas air mata agar massa
semakin tercerai berai sehingga mudah untuk dibubarkan.

Bila Satuan PHH Brimob Polda Nusa Tenggara Timur melakukan


tindakan keras sesuai dengan Protap, maka peluru yang digunakan
adalah peluru karet sesuai dengan ketentuan yang ada.
e) Tahap Penangkapan

Pada saat massa tercerai berai akibat desakan kedua, saat itu diambil
kesempatan untuk mengambil tokoh-tokoh penggerak (Provokator)
maupun penghubung nya serta mengambil barang bukti dan dilakukan
oleh petugas yang sudah dilengkapi dengan alat khusus (tali, borgol
dan sebagainya).

m. Satuan PHH Brimob Polda Nusa Tenggara Timur yang diperintahkan tiba dilokasi
melakukan langkah-langkah sbb :

1) Dari Daerah persiapan dilokasi, Kompi PHH langsung melakukan lintas


ganti selanjutnya mulai mendesak massa.
2) Setelah merasa didesak dari lokasi, sebagian massa terus didesak kearah
Utara dan Selatan, sebagian didesak kearah Timur dan Barat kemudian
dibubarkan kearah yang telah ditentukan.

n. Pemulihan Situasi

Apabila keadaan sudah dapat diatasi Kapolres melaporkan kepada Kapolda NTT
tentang situasi terakhir dan menerima arahan / petunjuk dari Kapolda NTT.
Setelah menerima arahan dan petunjuk dari Kapolda NTT Kapolres
memerintahkan Satuan Fungsi untuk melakukan pemulihan situasi antara lain :
1) Patroli Sabhara dan Lalu-Lintas untuk memulihkan arus lalu-lintas dengan
cara mengatur arus lalu-lintas dan menutup TKP.
2) Kasat Reskrim dibantu oleh Samapta melakukan pengolahan TKP, mencari
dan mengumpulkan barang-bukti, melakukan identifikasi terhadap setiap
bukti yang dapat digunakan dalam penyidikan.
3) Aparat Teritorial melakukan rehabilitasi Daerah yang terkena rusuh massa.
4) Bila terdapat korban jiwa ataupun luka-luka maka Dokter/perawat/tenaga
medis/ ambulance yang telah disiapkan melakukan pertolongan pertama
dan tindakan medis lainnya yang diperlukan.
5) Aparat Pemda melakukan pembersihan lokasi kejadian dari akibat
kerusuhan massa dibantu oleh Instansi terkait.
6) Pihak Kejaksaan dan Pengadilan Negeri membantu Polri dalam hal
kelancaran proses penegakkan hukumnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
7) Bila terjadi pembakaran terhadap fasilitas umum dinas pemadam
kebakaran melakukan pemadaman api.
8) petugas kesehatan dan peramedis membantu perawatan terhadap korban
luka atau cedera.
9) Aparat dan tokoh masyarakat menghimbau masyarakat penonton untuk
bubar dengan tertib.

o. Konsolidasi
1) Konsolidasi pasukan dilakukan dilokasi, dipimpin langsung oleh Komandan
Satuan masing-masing.
2) Pengecekan personel dan perlengkapan.

p. Tindakan Penyidikan
1) Tokoh-tokoh penggerak massa yang telah ditangkap dibawa ke Polres Belu
untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut.
2) Lakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
3) Cari dan kumpulkan barang bukti di TKP, disita dan diamankan sesuai
dengan ketentuan.
21. Unjuk Rasa Diketahui Lebih Awal

Apabila telah diperoleh informasi awal akan adanya unjuk rasa (berhasil dideteksi
sebelumnya dan diperoleh informasi yang cukup lengkap tentang akan dilakukannya
unjuk rasa / demonstrasi atau diberitahukan secara resmi), maka tindakan yang
diambil oleh Kapolres Belu antara lain :

a. Membuat rencana pengamanan;


b. Melaksanakan pengamanan pada hari H sesuai dengan rencana pengamanan
yang telah dibuat.
c. Memberikan surat tanda terima pemberitahuan.

22. Pengamanan Obyek Vital Disekitar Lokasi Unjuk Rasa Huru-Hara / Demonstrasi

a. Pengamanan obyek vital pada tahap hijau dilaksanakan oleh personel Polres.
b. Pengamanan Obyek Vital pada tahap kuning dilaksanakan oleh personel Polres
dengan penambahan perkuatan.
c. Pengamanan Obyek Vital pada tahap merah dilaksanakan oleh aparat TNI.

23. Konsignes

a. Keharusan

1) Pegang Tribrata, Catur Prasetya dan Kode Etik Kepolisian Negara Repubik
Indonesia.
2) Masing-masing fungsi menyiapkan pasukan dengan cara mengadakan
latihan-latihan sebelumnya.
3) Pembawa senjata, amunisi dan gas air mata :
a) Gas air mata dipergunakan oleh anggota sesuai dengan ketentuan.
b) Amunisi yang dipergunakan adalah amunisi PHH.
c) Penggunaan senjata api dan amunisi sesuai dengan protap Korps
Brimob.
4) Penggunaan alat khusus PHH dimulai dengan tindakan persuasif,
kemudian secara bertahap menggunakan tindakan kekerasan dengan
mengacu pada buku petunjuk tentang tindakan kekerasan;
5) Tindakan dan penggunaan alat khusus PHH berdasarkan atas perintah
Dansatgas melalui Dankompi.
6) Petugas pengamanan lainnya dapat melakukan penangkapan terhadap
pelaku tindak pidana yang tertangkap tangan.
7) Bersikap tegas dan berwibawa tidak banyak bicara atau dialog yang
berkepanjangan dilapangan.
8) Penggunaan kekerasan yang dapat merugikan pihak tertentu agar
dihindari.
9) Disiplin penggunaan alat komunikasi yang telah dibuat, agar berpedoman
pada ketentuan.
10) Bergerak dan berpindah tempat hanya atas perintah.
11) Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas.
12) Pengguanaan Kekuatan TNI untuk melaksanakan Tugas Polisional.

b. Larangan-larangan
1) Dilarang meninggalkan tempat kecuali atas perintah.
2) Dilarang menggunakan peluru tajam tanpa perintah.
3) Berkomunikasi dengan HT, agar membatasi hal-hal yang tidak perlu dan
tidak penting.
4) Dilarang bertindak diluar prosedur yang telah ditetapkan.
X. ADMINISTRASI

24. Administrasi

Dalam pelaksanaan Protap ini perlu dilengkapi dan dipersiapkan :


1. Surat Perintah;
2. Blangko Laporan Polisi, VER, Berita Acara Olah TKP dll.

25. Personel

Satuan pengendalian massa disusun berdasarkan Juklak dan Juknis yang


berlaku.

26. Perlengkapan

a. Satuan penangkal awal menggunakan perlengkapan sesuai dengan yang


ditentukan masing-masing Satuan Pembinaan Keamanan, Ketertiban dan
Teritorial setempat.
b Dalmas Polres menggunakan perlengkapan sesuai dengan ketentuan dalmas
awal ( sesuai Protap );
c. Satuan Dalmas Polda NTT menggunakan perlengkapan sesuai dengan
perlengkapan yang ada.( sesuai Protap )
d. Satuan PHH Brimob menggunakan perlengkapan sesuai dengan kelengkapan
yang telah ada. ( sesuai Protap )

27. Perbekalan

a. Makanan.
Pengerahan sampai tingkat peleton disiapkan oleh Polres

b Bahan Bakar Minyak (BBM)


Pengerahan sampai tingkat peleton disiapkan oleh Polres

c. Angkutan
Pengerahan sampai tingkat peleton disiapkan oleh Polres

d. Amunisi
Pengerahan sampai tingkat peleton disiapkan oleh Polres.

1) 1 (satu) BP amunisi peluru hampa (hijau)


2) 1 (satu) BP amunisi peluru Karet (kuning)
3) Pada tahap situasi merah penggunaan amunisi atas perintah Kapolda.

28. Evakuasi / Pelayanan Kesehatan

a. Masing-masing Kesatuan menyelenggarakan Evakuasi bagi anggotanya dibantu


oleh instansi terkait dengan menggunakan angkutan organik yang ada.
b. Evakuasi korban massa yang luka, gugur dilaksanakan oleh aparat keamanan
dibantu instansi terkait dengan angkutan wilayah yang ada.
c. Pelayanan Kesehatan
1) RSUD Atambua, RS Sito Husada Atambua, RS Tentara Wira Sakti
Atambua
2) Puskesmas – puskesmas terdekat.
d. Tempat pengumpulan jenazah bagi korban gugur baik pasukan maupun massa
ditentukan oleh Polres dengan sistem pengamanan yang ketat.

XI. KOMANDO DAN PENGENDALIAN

29. Komando

a. Selama situasi masih aman dan rawan (hijau), Komando operasi


pengamanan pada dasarnya masih Kapolres yang bertanggung jawab
kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur sedangkan satuan-satuan
pengamanan serta satuan yang lain hanya bersifat membantu.
b. Situasi gawat (Kuniang) Komando operasi oleh Kapolres dengan tambahan
Pasukan dari Satuan Polda dan melaporkan setiap perkembangan situasi
kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur.
c. Situasi krisis (Merah) Komando operasi oleh Kapolda dan kekuatan telah
ditambah dari Brimob serta apabila situasi berkembang / meningkat terus,
Kapolda meminta bantuan perkuatan TNI melalui Danrem.
d. Pemberlakuan Prosedur Tetap Sispamkota atas persetujuan Kapolda dan
seijin pemerintah daerah dan DPRD.
e. Dalam rangka pemulihan dan pengendalian situasi kamtibmas pada situasi
krisis, perlu dilakukan pembatasan untuk sementara waktu kegiatan
masyarakat khususnya pada malam hari .
f. Komando dan pengendalian selama operasi berada pada Kapolres dengan
Call Sign ( terlampir ).
g. Posko operasi penanggulangan unjuk rasa, huru hara dan kerusuhan,
penjarahan, curat, curas dan tindakan anarkis massa yang diakibatkan oleh
unjuk rasa, huru hara dan konlik sosial berada di Mapolres dengan Call Sign
diikuti dengan kata 0-0.( Belu 0-0 )
h. Setiap Komando satuan melaporkan situasi personel dan peralatannya
setelah mengadakan pengecekan lebih lanjut.
i. Adakan koordinasi sebaik-baiknya selama melaksanakan operasi
penanggulangan konflik social dan anarkis massa.
j. Tembakan peringatan atas perintah Kapolres Belu sampai dengan tahap
gawat (kuning) dan hanya dilakukan oleh pemegang senjata yang
beramunisi hampa dan peluru karet.
k. Tembakan dengan amunisi tajam hanya dilakukan bila ada perintah
Kapolda NTT Belu selaku penanggung jawab operasi setelah
meningkatnya situasi.
l. Dalam situasi yang sangat mendesak, satuan tugas dapat mengambil
tindakan lain dengan tetap berpegang pada ketentuan yang berlaku dan
dapat dipertanggung jawabkan.
m. Dalam penindakan dan kerusuhan massal, selalu diusahakan untuk
menangkap tokoh penggerak yang ada bersama massa.

30. Pengendalian

Menggunakan alat komunikasi yang tersedia dan disesuaikan dengan Protap


perhubungan yang berlaku antara lain:

1) Frequensi ditentukan atau menggunakan HT.


2) Nama panggilan sesuai dengan daftar terlampir.
3) Jaringan komunikasi TIK terlampir
XII. PENUTUP

Demikian Prosedur Tetap Sistim Pengamanan Kota (SISPAMKOTA) Pedoman


Penanggulangan unjuk rasa, huru-hara dan kerusuhan/ tindakan anarkis massa yang
diakibatkan oleh konflik sosial pada lokasi-lokasi tertentu di wilayah hukum Polres
Belu yang dianggap rawan terjadinya konflik sosial yang berisi pokok-pokok
pelaksanaan tugas dilapangan untuk dipedomani dan dilaksanakan agar kegiatan
operasional dapat terus disesuaikan dengan setiap perkembangan situasi. Setelah
disepakati Protap ini kemudian di uji cobakan dengan Gladi lapangan. Hal-hal yang
belum termuat dalam Protap ini akan diatur kemudian.

Dibuat di : Atambua
pada tanggal : 10 Januari 2022

KEPALA KEPOLISIAN RESOR BELU

YOSEP KRISBIYANTO, S.I.K.


AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP 78011014

Anda mungkin juga menyukai