Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR KONDISI PEKERJAAN YANG MEMPENGARUHI STRESS

KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BADAN LITBANG


KESEHATAN, KEMENTERIAN KESEHATAN

Job Condition Factors Influencing Work Stress of Civil Servants At National


Institute of Health Research and Development, Ministry of Health

Eva Laelasari1, L Meily Kurniawidjaja2


1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat,
Badan Litbang Kesehatan
2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email: eva_dinda@yahoo.com

Diterima: 11 April 2016; Direvisi: 18 Mei 2016; Disetujui: 30 September 2016

ABSTRACT

One of the factors that can influence stress on workers is the condition of employment. This
article is part of a study aimed to analyze the factors of working conditions that affect work stress
of civil servants in the National Institute of Health Research and Development (NIHRD). The
design study is cross-sectional. Samples were taken from one unit at NIHRD, with 70 people
consisting of two groups, namely researchers and administrative. Data collection method used is
sequential explanatory, that is the collection of quantitative data through questionnaires followed
by in-depth interviews. The dependent variable is stress caused by work and the independent
variables are the working conditions. Data analysis was performed for bivariate with Chi Square
test using SPSS software. The results showed that there are differences and similarities factors
affecting work stress. Administrative group have a tendency to experience work stress 3.7 times
more than the researcher group.

Keywords: Work stress, administrative, researcher

ABSTRAK

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stress pada pekerja adalah kondisi
pekerjaan. Artikel ini adalah bagian dari penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor
kondisi pekerjaan yang mempengaruhi stress kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan
Badan Litbang Kesehatan. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel
penelitian adalah pegawai fungsional umum dan fungsional peneliti di salah satu unit kerja Badan
Litbang Kesehatan berjumlah 70 orang yang terdiri dari 2 kelompok, yaitu fungsional peneliti dan
fungsional umum. Metode pengumpulan data adalah sequential explanatory, yaitu pengumpulan
data kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam.
Variabel dependen penelitian ini adalah stress akibat kerja dan variabel independen adalah
kondisi lingkungan kerja. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan uji Chi Square
menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
dan persamaan faktor yang mempengaruhi stress pegawai salah satu unit kerja Badan Litbang
Kesehatan. Pegawai fungsional umum memiliki kecenderungan mengalami stress kerja sebesar
3,7 kali dibandingkan kelompok fungsional peneliti.

Kata kunci: Stress kerja, fungsional umum, fungsional peneliti

PENDAHULUAN semua sektor. National Institute for


Occupational Safety and Health
Stress kerja merupakan salah
(NIOSH) menghimpun hasil survei
satu masalah kesehatan dan kesalamatan
mengenai stress kerja, diantaranya
kerja yang dapat dialami oleh pekerja di
adalah Survei yang dilakukana oleh

127
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

Northwestern National Life yang ini dilakukan di Unit ‘X’ Badan


melaporkan 40% pekerja merasakan Penelitian dan Pengembangan
bahwa pekerjaannya sangat Kementerian Kesehatan R.I.,
menimbulkan stress. Families and Work menunjukkan terjadinya penurunan
Institute melaporkan sebanyak 26% realisasi anggaran dari 93,72% pada
pekerja menderita stress karena 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
pekerjaannya. Hasil riset yang menjadi 84,9% pada 2014 (Kementerian
dilakukan Yale University melaporkan Kesehatan RI, 2015). Hal ini
sebanyak 29% pekerja merasa cukup merupakan indikasi menurunnya
atau sangat stress dalam bekerja kinerja instansi dimana salah satunya
(NIOSH, 1999). Hasil identifikasi kemungkinan disebabkan karena stress
NIOSH tersebut menunjukkan bahwa kerja.
salah satu faktor yang dapat
Masalah stress kerja bila tidak
menyebabkan timbulnya stress kerja
diatasi akan membawa dampak bagi
yaitu faktor kondisi pekerjaan yang
pegawai berupa penurunan kinerja
melekat pada sifat intrinsik pekerjaan
akibat timbulnya gangguan. Artikel ini
yang harus diselesaikan pekerja. Studi
adalah hasil analisis lanjut yang
yang dilakukan oleh Tsai dan Liu tahun
merupakan bagian dari penelitian yang
2012 di Taiwan menghasilkan korelasi
berjudul Analisis Faktor Risiko yang
positif antara stress kerja dan faktor-
Berhubungan dengan Stress Kerja
faktor penyebabnya yang berasal dari
Pegawai di Unit ‘X’ Badan Litbang
tuntutan pekerjaan, kurangnya otoritas
Kesehatan, yang bertujuan untuk
pembuat keputusan, dan kurangnya
mengetahui kondisi stress akibat kerja
dukungan sosial (Tsai, Liu, 2012).
dan menganalisis faktor-faktor kondisi
Pekerja di sektor pemerintahan pekerjaan yang mempengaruhi stress
juga dapat mengalami stress akibat kerja tersebut.
kerja. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
studi Parslow et al. tahun 2004 terhadap
806 orang pegawai pemerintah BAHAN DAN CARA
Australia. Hasil menunjukkan bahwa Penelitian ini dilakukan di salah
stress pada pegawai pemerintah wanita satu unit kerja di lingkungan Badan
meningkat seiring dengan jam kerja Litbang Kesehatan, Kementerian
yang panjang dan ketidak mampuan Kesehatan R.I. Jakarta tahun 2015.
mereka dalam melakukan kontrol Desain penelitian adalah cross
terhadap pekerjaan, sementara pada sectional. Variabel dependen dalam
pegawai pemerintah pria, tingkat stress penelitian ini adalah stress kerja yang
bertambah seiring dengan rasa dialami pegawai, dan variabel
ketidakamanan dalam melakukan independen adalah persepsi pegawai
pekerjaan dan juga lemah dalam terhadap kondisi pekerjaan seperti
melakukan kontrol terhadap pekerjaan beban kerja, jam kerja, rutinitas,
(Parslow et al., 2004). Pegawai Negeri pengawasan atasan, gaya manajemen,
Sipil (PNS) yang bekerja di sektor hubungan interpersonal, aturan kerja,
pemerintahan di Indonesia juga pengembangan karir, dan lingkungan
mengalami stress kerja. Dari studi yang fisik. Tingkat keparahan stress
dilakukan oleh Widiantini dan Zarfiel ditentukan tidak berdasarkan hasil
tahun 2014 mengenai stress kerja PNS pemeriksaan medis, namun hanya
di lingkungan Sekretariat Jenderal berdasarkan persepsi yang dirasakan
Kementerian Kesehatan RI diperoleh dan dialami responden. Pengumpulan
hasil bahwa proporsi stress akibat kerja data untuk mendapatkan skor stress
bervariasi dari tingkat ringan (6,5%), kerja dilakukan dengan metode self
sedang (33,5%), dan berat (60%) report measurement melalui pengisian
(Widiantini, Zarfiel, 2014). Penelitian kuesioner terstruktur yang menanyakan

128
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

gejala fisik yang dirasakan oleh pegawai; sehingga jumlah sampel


responden dengan mengadopsi seluruhnya adalah 70 orang. Informan
kuesioner Hamilton Anxiety Rating untuk data kualitatif berjumlah 4 orang
Scale (HARS). Pengukuran variabel yang dipilih secara purposive sampling
faktor kondisi pekerjaan yang (berdasarkan kriteria pengalaman kerja
mempengaruhi stress kerja dilakukan di Unit ‘X’ yang pernah menduduki
dengan pengisian kuesioner yang terdiri jabatan fungsional umum dan
dari total 62 pertanyaan untuk 10 fungsional peneliti dan pegawai
variabel. Skoring jawaban kuesioner fungsional umum yang memiliki skor
dengan menggunakan Likert scale. stress kerja tertinggi berdasarkan
Pengumpulan data kualitatif dilakukan pengisian kuesioner kuantitatif. Analisis
dengan cara wawancara mendalam data kuantitatif dilakukan secara
terhadap informan berdasarkan daftar univariat dan bivariat untuk menguji
pertanyaan yang dibuat untuk hubungan antara variabel menggunakan
mendukung hasil pengumpulan data uji statistik chi square. Untuk
kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini menghitung nilai risk dari kedua
adalah pegawai Unit ‘X’ Badan Litbang variabel yang diuji, variabel stress yang
Kesehatan Pemilihan sampel kuantitatif pada awalnya terdiri dari 4 kategori
dilakukan per populasi dengan cara (tidak stress, stress ringan, stress
simple random sampling. Estimasi besar sedang, dan stress berat) dirubah
sampel menggunakan rumus untuk uji menjadi 2 kategori yang diperoleh
hipotesis beda proporsi (Ariawan, berdasarkan cut off point dari nilai mean
1998). Dengan memasukkan nilai skor stress kerja.
proporsi 1 (proporsi stress pegawai Unit
‘X’ dengan frekuensi ‘sering’) sebesar
33.3%, proporsi 2 (proporsi gangguan HASIL
psikosial penduduk Indonesia Dari pengisian kuesioner
berdasarkan Riskesdas 2013) sebesar mengenai gejala stress, dapat diketahui
6%, nilai z pada CI 95% sebesar 1,96, bahwa pegawai fungsional umum dan
dan nilai kekuatan uji 80% sebesar fungsional peneliti mempunyai proporsi
0,84,diperoleh besar sampel 35 orang tingkat stress yang berbeda:
untuk masing-masing kelompok

Gambar 1. Diagram prevalensi tingkat stress pegawai fungsional umum (a)


dan fungsional peneliti (b)

Secara umum proporsi pegawai tingkat stress yang sama. Proporsi


fungsional umum yang mengalami pegawai fungsional umum yang
stress ringan hampir 4 kali proporsi mengalami stress ringan (42,9%) dan
pegawai fungsional peneliti dengan stress sedang (17,1%), hampir sama

129
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

dengan pegawai fungsional peneliti Untuk tingkat stress berat,


yang tidak mengalami stress (65,7%). proporsi pegawai fungsional peneliti
Hasil analisis statistik data kuantitatif yang mengalami stress berat (8,6%)
ini mengindikasikan lebih banyak lebih tinggi dibandingkan pada pegawai
pegawai fungsional umum yang fungsional umum (5,7%). Hal ini
mengalami stress ringan dan sedang mengindikasikan bahwa jumlah peneliti
dibandingkan pegawai fungsional yang mengalami stress berat lebih
peneliti. Data kuantitatif ini didukung banyak dibandingkan fungsional umum.
oleh pernyataan salah seorang informan
Hasil analisis bivariat antara
yang menyatakan bahwa beban
karakteristik responden dengan stress
pekerjaan sebagai peneliti tidak seberat
kerja dasajikan dalam Tabel 1. Dari
pekerjaan dalam mengurus administrasi
ketiga variabel yang diuji, hanya
yang merupakan salah satu pekerjaan
variabel jabatan yang memiliki
utama pegawai fungsional umum.
hubungan signifikan dengan stress kerja
Justru sudah pindah ke peneliti (p = 0,017). Dari nilai OR dapat
ini, jauh lebih nyantai ketimbang aku disimpulkan bahwa pegawai fungsional
ngurusi administrasi. Sekarang sudah umum memiliki kecenderungan
berkurang, bebannya tidak terlalu mengalami stress sebanyak 3,7 kali
berat…. (TRS, Pegawai Litbangkes, 45 dibandingkan pegawai fungsional
thn) peneliti.

Tabel 1. Hubungan antara karakteristik responden dengan stress kerja


Tidak stress Stress
Variabel P value OR Referens
N % N % N
Gender
Laki-laki 15 50 15 50 30
1 - -
Perempuan 20 50 20 50 40
Status Pernikahan
Menikah 29 48,3 31 51,7 60
0,733 - -
Tidak menikah 6 60 4 40 10
Jabatan
Fungsional Peneliti 23 65,7 12 34,3 35
0,17 3,7 1,37-9,86
Fungsional Umum 12 34,3 23 65,7 35

Untuk mengetahui faktor-faktor dengan beban kerja yang tidak sesuai


kondisi pekerjaan yang menyebabkan memiliki kecenderungan mengalami
terjadinya stress pada masing-masing stress kerja sebanyak 9,3 kali dibanding
jabatan maka dilakukan pengujian lebih pegawai dengan beban kerja yang
lanjut. Variabel kondisi pekerjaan yang sesuai. Hal ini didukung oleh
diuji adalah beban kerja, jam kerja, pernyataan informan yang mengeluhkan
rutinitas, pengawasan atasan, gaya bahwa beban kerja yang semakin
manajemen, hubungan interpersonal, banyak terutama pada saat pelaksanaan
aturan kerja, kesempatan karir, riset-riset nasional dan beban karena
ergonomi, dan pencahayaan. Hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar
analisis kedua variabel tercantum pada belakang pendidikan.
Tabel 2. Salah satu kondisi pekerjaan
….misalnya Riskesdas..itu kan
yang berhubungan dengan stress kerja
butuh tenaga administrasi yang full dari
adalah beban kerja (p value 0,015;
awal sampai akhir kegiatan itu harus
OR:9,3). Pegawai fungsional umum

130
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

benar-benar pure tuntas di situ. Sampai baik pada instansi memiliki


selesai kegiatan pun masih di situ, kalau kecenderungan mengalami stress kerja
ada pemeriksaan BPK, nah itu yang sebanyak 9,4 kali dibanding pegawai
bikin stress juga…Kadang-kadang yang merasakan gaya manajemen yang
kalau ada selisih membuat emosi sudah baik. Gaya manajemen yang
semakin meningkat…itu yang bikin berlaku dalam suatu instansi adalah
stress. Belum lagi tekanan-tekanan di komunikasi dan penempatan pegawai.
saat anggaran belum turun, sementara Penempatan pegawai tanpa
kegiatan harus jalan, bagaimana mempertimbangkan latar belakang dan
caranya supaya kita bisa selesai tepat tanpa didasari komunikasi dua arah
waktu. Belum lagi di akhir tahun pada antara pimpinan dan pegawai dapat
saat penihilan, pengembalian uang. menyebabkan terjadinya stress.
Belum lagi antar teman pun kita saling
Penempatan pegawai tidak
menyalahkan (TRS, Pegawai
melihat latar belakang pendidikan dan
Litbangkes, 45 thn)
tidak ada komunikasi. Jadi kita
Kita ditempatin dan dikasih mengerjakan pekerjaan yang tidak
kerjaan yang tidak sesuai dengan sesuai dengan pendidikan. Kadang
pendidikan. Mau tidak mau harus bikin stress (FK, Pegawai Litbangkes,
dikerjakan. Kalau tidak sanggup 32 thn)
akhirnya jadi stress (FK, Pegawai
Untuk faktor hubungan
Litbangkes, 32 thn)
interpersonal (p value 0,018; OR:9,4),
Dalam hal jam kerja (p value hasil analisis menunjukkan bahwa
0,009; OR:11,4), pegawai fungsional pegawai fungsional umum yang
umum dengan jam kerja yang tidak memiliki hubungan interpersonal
sesuai ketentuan memiliki kurang baik akan cenderung mengalami
kecenderungan mengalami stress kerja stress kerja sebanyak 9,4 kali dibanding
sebanyak 11,4 kali dibanding pegawai pegawai yang memiliki hubungan
dengan jam kerja yang sesuai. Hasil interpersonal yang baik. Hasil ini
analisis ini didukung oleh pernyataan didukung oleh pernyataan informan
salah seorang informan yang berikut ini:
mengeluhkan bahwa pekerjaan pada
Teamwork-nya…kalau sama-
saat pelaksanaan riset-riset nasional
sama saling mendukung sih enak. Tapi
sangat menyita waktu, bahkan harus
kalau misalnya dia cuek-cuek (tidak
lembur di akhir minggu atau membawa
peduli) saja, teman kita itu tidak ada
pulang pekerjaan.
sama sekali kontribusinya yang
Sampai kita bawa pekerjaan ke membuat kita tambah stress…Akhirnya
rumah, kadang-kadang sampai malam suka ada perselisihan antar teman
(TRS, Pegawai Litbangkes, 45 thn) (TRS, Pegawai Litbangkes, 45 thn)
Faktor lain adalah gaya Kita kerja hanya dianggap
manajemen (p value 0,018; OR:9,4), seperti pembantu saja oleh peneliti,
dimana pegawai fungsional umum yang tidak ada saling menghargai (FK,
merasakan gaya manajemen kurang Pegawai Litbangkes, 32 thn)

131
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

Tabel 2. Hubungan antara faktor kondisi pekerjaan dengan stress kerja pegawai
fungsional umum
Tidak Stress Stress Total
Variabel P value OR Referens
N % N % N
Beban kerja
Sesuai 7 70 3 30 10 0,015 9,3 1,76-49,6
Tidak sesuai 5 31,3 20 68,8 25
Jam kerja
Sesuai 10 58,8 7 41,2 17 0,009 11,4 1,97-66,4
Tidak sesuai 2 11,1 16 88,9 18
Rutinitas
Tidak membosankan 5 41,7 7 58,3 12 0,709 - -
Membosankan 7 30,4 16 69,6 23
Pengawasan atasan
Baik 6 30 14 70 20 0,79
Kurang baik 6 40 9 60 15
Gaya manajemen
Baik 10 55,6 8 44,4 18 0,018 9,4 1,64-53,6
Kurang baik 2 11,8 15 88,2 17
Hubungan interpersonal
Baik 10 55,6 8 44,4 18 0,018 9,4 1,64-53,6
Kurang baik 2 11,8 15 88,2 17
Aturan kerja
Mendukung 5 35,7 9 64,3 14 1
Tidak mendukung 7 33,3 14 66,7 21
Kesempatan karir
Baik 6 33,3 12 66,7 18 0,90
Kurang baik 6 35,3 11 64,7 17
Ergonomi
Baik 9 52,9 8 47,1 17 0,057
Kurang baik 3 16,7 15 83,3 18
Lingkungan fisik cahaya
Baik 7 37,5 10 62,5 17 0,99
Kurang baik 6 31,6 13 68,4 18

Berdasarkan uji chi square ….di luar itu nambah stressnya


diperoleh hasil berbagai jenis variabel dia dari beban kerjanya. Aku harus
yang berhubungan signfikan dengan meriview proposal, artikel, karena
stress kerja pada pegawai fungsional sesuai dengan expertise kita, kebetulan
peneliti (Tabel 3). Salah satu faktor aku sosial. …..begitu awal tahun,
yang berhubungan signifikan adalah haduh..breg..breg..breg…5 proposal
beban kerja (p value 0,011; OR: 10,5). harus saya riview. Itu kadang-kadang
Pegawai fungsional peneliti dengan tidak mungkin saya baca di meja ini.
beban kerja yang tidak sesuai memiliki Saya bawa ke rumah, baca di rumah.
kecenderungan mengalami stress kerja Jadi di rumah pun aku kerjain kerjaan
sebanyak 10,5 kali dibanding peneliti kantor. Saat naik pesawat pun aku baca
dengan beban kerja yang sesuai. Hal ini proposal, dimana ada waktu luang aku
didukung oleh pernyataan salah seorang kerjain karena aku tidak mau nambah
informan bahwa banyak pekerjaan yang beban aku. (RS, Pegawai Litbangkes,
harus diselesaikan yang berkaitan 54 thn)
dengan kepakarannya sebagai peneliti.

132
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

Faktor berikutnya adalah gaya yang berlaku sudah mendukung. Hasil


manajemen (p value 0,031; OR: 5,7). ini didukung oleh pernyataan informan
Peneliti yang merasakan gaya yang menyatakan bahwa:
manajemen kurang baik pada instansi
….aturan belum ada hitam di
memiliki kecenderungan mengalami
atas putih, belum ada sosialisasi.
stress kerja sebanyak 5,7 kali dibanding
Harusnya disosialisasikan dulu ya.
peneliti yang merasakan gaya
Setahu aku belum pernah dapat… Lalu
manajemen yang sudah baik. Hasil
mengenai punishment, susah untuk
analisis ini didukung oleh pernyataan
memberikan punishment di sini…..Di
informan yang mengeluhkan tentang
sini satu yang tidak jelas, reward dan
gaya manajemen yang berlaku di
punishment. Misalnya peneliti tidak
instansi, salah satunya adalah mengenai
mengumpulkan laporan penelitian, itu
penempatan pegawai.
masih saja bisa ngajuin penelitian. Itu
Seharusnya pengambilan kan harusnya tidak boleh kan. Peneliti
keputusan mengajak pejabat lain yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan
mengenal bidang kita….Selama ini SPJ sehingga menghambat peneliti lain,
penempatan langsung dari atas ke tidak ada sanksinya (HL, Pegawai
peneliti…(RS, Pegawai Litbangkes, 54 Litbangkes, 41 thn)
thn)
Faktor yang juga berhubungan
Aturan kerja (p value 0,04; dengan stress kerja peneliti adalah
OR:4,5) termasuk faktor yang ergonomi (p value 0,004; OR:14,2).
berhubungan dengan stress peneliti. Dapat disimpulkan bahwa peneliti yang
Peneliti yang merasakan bahwa aturan merasakan ergonomi yang kurang baik
kerja yang berlaku di instansi kurang selama bekerja memiliki kecenderungan
mendukung pekerjaan memiliki mengalami stress kerja sebanyak 14,2
kecenderungan mengalami stress kerja kali dibandingkan peneliti yang
sebanyak 4,5 kali dibanding peneliti merasakan ergonomi yang sudah baik.
yang merasakan bahwa aturan kerja

Tabel 3. Hubungan antara faktor kondisi pekerjaan dengan stress kerja pegawai
fungsional peneliti
Tidak Stress Stress Total P
Variabel OR Referens
N % N % N value
Beban kerja
Sesuai 21 77,8 6 22,2 27 0,011 10,5 1,67-66,1
Tidak sesuai 2 25 6 75 8
Jam kerja
Sesuai 13 76,5 4 23,5 17 0,193 - -
Tidak sesuai 10 55,6 8 44,4 18
Rutinitas
Tidak membosankan 19 76,0 6 24 25 0,059 - -
Membosankan 4 40,0 6 60 10
Pengawasan atasan
Baik 14 66,7 7 33,3 21 1 - -
Kurang baik 9 64,3 5 35,7 14
Gaya manajemen
Baik 17 81 4 19 21 0,031 5,7 1,24-25,9

133
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

Tabel 3(lanjutan). Hubungan antara faktor....


Tidak Stress Stress Total P
Variabel OR Referens
N % N % N value
Kurang baik 6 42,9 8 57,1 14
Hubungan interpersonal
Baik 15 68,2 7 31,8 22 0,726 - -
Kurang baik 8 61,5 5 38,5 13
Aturan kerja
Mendukung 16 80 4 20 20 0,04 4,5 1,03-20,3
Tidak mendukung 7 46,7 8 53,3 15
Kesempatan karir
Baik 19 67,9 9 32,1 28 0,67
Kurang baik 4 57,1 3 42,9 7
Ergonomi
Baik 17 89,5 2 10,5 19 0,004 14,2 2,39-84
Kurang baik 6 37,5 10 62,5 16
Lingkungan fisik cahaya
Baik 16 76,2 5 23,8 21 0,15
Kurang baik 7 50 7 50 14

PEMBAHASAN Dilihat dari faktor risiko


penyebab stress, terdapat perbedaan
Hasil pengolahan data
faktor risiko diantara kelompok pekerja.
menunjukkan bahwa pegawai Unit ‘X’
Faktor-faktor kondisi kerja yang
Badan Litbang Kesehatan mengalami
signifikan berpengaruh terhadap stress
stress ringan sedang, hingga stress berat
kerja pegawai fungsional umum
dengan proporsi pegawai fungsional
maupun fungsional peneliti adalah
umum (65,7%) yang mengalami stress
beban kerja, gaya manajemen, dan
hampir dua kalinya pegawai fungsional
ergonomi. Faktor lain yang berpengaruh
peneliti (34,3%). Jika dilihat dari
secara signifikan terhadap pegawai
tingkat stressnya, pegawai fungsional
fungsional umum adalah jam kerja,
umum lebih banyak yang mengalami
hubungan interpersonal, sedangkan
stress ringan, sedangkan pegawai
terhadap pegawai fungsional peneliti
fungsional peneliti lebih banyak yang
adalah rutinitas, aturan kerja. Hasil
mengalami stress berat. Hal ini
penelitian ini sesuai dengan penelitian
kemungkinan besar disebabkan oleh
Stojanovic tahun 2012 yang
perbedaan karakteristik atau tugas
menyebutkan bahwa setiap jenis
pokok, fungsi, dan tanggung jawab
pekerjaan memiliki tantangan dan
pekerjaan yang melekat pada masing-
tuntutan yang berbeda dan berisiko
masing jabatan. Pegawai fungsional
menimbulkan tingkatan stress yang
umum mempunyai tugas pokok
berbeda pula (Stojanovic, Milenovic,
melaksanakan penyusunan rencana,
2012). Demikian juga hasil penelitian
program, dan anggaran, pemantauan,
Setiawan tahun 2013, yang
evaluasi dan laporan, serta tata usaha
menunjukkan bahwa beban kerja yang
dan rumah tangga unit; sedangkan
berlebihan dapat menyebabkan
pegawai fungsional peneliti mempunyai
terjadinya tingkatan stress dari ringan,
tugas pokok melaksanakan penelitian,
sedang, hingga berat (Setiawan,
pengembangan, dan penapisan
Sofiana, 2013).
teknologi kesehatan, serta penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Apabila dibandingkan dengan
teknis yang sesuai dengan bidang hasil penelitian Walsh tahun 2001, yang
penelitian pada unit. melakukan penelitian tentang stress

134
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

kerja pegawai administrasi dan dosen kesehatan fisik dan mental seseorang
universitas di Australia. Hasil penelitian (Hu et al., 2014).
tersebut mennjukkan bahwa beban kerja
Latar belakang pendidikan yang
pegawai administrasi di universitas
tidak sesuai juga dapat menimbulkan
meningkat salah satunya disebabkan
sress kerja. Dalam Peraturan Menteri
karena bertambahnya jumlah
Kesehatan RI No.73 tahun 2013 tentang
mahasiswa. Beban kerja pada dosen di
Jabatan Umum di Lingkungan
universitas meningkat dengan
Kementerian Kesehatan, disebutkan
bertambahnya tanggung jawab, dimana
bahwa pengangkatan pegawai ke dalam
selain sebagai pengajar mereka juga
jabatan fungsional umum seharusnya
dibebani pekerjaan untuk melakukan
dengan mempertimbangkan kualifikasi
penelitian dan tanggung jawab lain yang
pendidikan. Pada kenyataannya
kaitannya dengan penelitian dan
pengangkatan dan penempatan pegawai
administrasi (Walsh et al., 2001). Beban
belum sepenuhnya mempertimbangkan
kerja di universitas dapat dianalogikan
kualifikasi pendidikan, tetapi lebih
dengan beban kerja pegawai di Badan
mempertimbangkan kebutuhan unit
Litbangkes beban kerja pegawai
kerja. Hal ini terjadi terutama pada
fungsional umum maupun peneliti akan
kelompok pegawai fungsional umum,
bertambah pada saat pelaksanaan riset
karena pada kelompok fungsional
nasional. Hal ini didukung oleh hasil
peneliti sangat terkait dengan kepakaran
wawancara mendalam, informan
(yang sesuai dengan kependidikan).
menyatakan bahwa beban kerja yang
Berdasarkan informasi dari Kemenpan
berlebihan terjadi pada saat banyaknya
tahun 2013, banyak jabatan struktural
penugasan di rentang waktu tertentu,
yang tidak diimbangi dengan jabatan
pekerjaan rangkap di luar tupoksi
fungsional tertentu, bahkan jabatan
utama, dan pada saat pelaksanaan riset
fungsional diisi dengan jabatan
nasional.
fungsional umum, pegawai bekerja di
Hasil analisis Badan Litbang bidang apa saja tanpa memperhatikan
kesehatan di Unit ‘X’ pada tahun 2014 pendidikan dan keahlian (Kemenpan,
menunjukkan bahwa jumlah pegawai 2013). Semua ini merupakan penyebab
baik untuk jabatan fungsional umum terjadinya stress kerja pada pegawai.
maupun peneliti yang ada masih Untuk mengatasi stress kerja akibat
terbilang kurang (Badan Penelitian dan kesalahan pengangkatan dan
Pengembangan Kesehatan RI, 2014). penempatan pegawai yang tidak
Menurut data dari Kementerian mempertimbangkan kualifikasi
Pendayagunaan Aparatur Negara dan pendidikan, Menteri Pendayagunaan
Reformasi Birokrasi, rasio PNS di Aparatur Negara dan Reformasi
Indonesia masih di bawah rata-rata rasio Birokrasi, telah mengeluarkan kebijakan
PNS negara-negara di Asia yaitu hanya bahwa instansi memberikan kesempatan
sebanyak 4,5 juta dan harus melayani bagi pegawai untuk mengikuti program
244,8 juta jiwa penduduk (Kemenpan, pendidikan dan pelatihan yang dapat
2013). Ketidaksesuaian antara jumlah menunjang tupoksi. Namun seringkali
kebutuhan pegawai dengan jumlah keterbatasan dana yang dianggarkan
pekerjaan akan menambah beban kerja menjadi salah satu kendalanya.
pegawai, karena pegawai terpaksa
Faktor lain yang berpengaruh
melakukan pekerjaan rangkap sehingga
terhadap stress pada responden adalah
berpotensi menimbulkan stress. Hal ini
gaya manajemen dalam penempatan
didukung oleh temuan dari penelitian
personel. Berdasarkan hasil wawancara
Hu tahun 2014, yang menyatakan
dengan informan, penempatan personel
bahwa beban kerja merupakan prediktor
di instansi kadangkala tidak didahului
yang signifikan terhadap penurunan
dengan diskusi antara pimpinan dengan

135
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

kepala subbagian terkait atau setidaknya fungsional umum maupun peneliti. Hal
meminta pertimbangan dari kepala ini sangat mungkin terjadi terutama
subbagian yang bertanggung jawab pada saat beban kerja meningkat,
terhadap personel-personel yang berada dimanan biasanya kurang
di bagian atau bidangnya. Padahal memperhatikan posisi kerja, sarana di
menurut Robbins tahun 2012, proses tempat kerja yang kurang
pengambilan keputusan, penempatan memperhatikan faktor ergonomi, dan
personel dalam bagian ataupun bidang, jam kerja yang cukup panjang.
dan komunikasi yang efektif untuk
World Health Organization
mencapai tujuan organisasi
(WHO) menyebutkan bahwa jam kerja
mencerminkan gaya manajemen yang
yang panjang dan tidak dapat diprediksi
dianut oleh suatu organisasi (Robbins,
merupakan faktor risiko penyebab stress
Judge, 2012). Gaya kepemimpinan lain
kerja. Bagi pegawai fungsional umum,
adalah terjadinya pendelegasian tugas
jam kerja menjadi salah satu faktor yang
dari pimpinan yang langsung ke peneliti
mempengaruhi stress kerja. Jam kerja
tanpa melalui kepala bidang atau sub
yang dirasa kurang di kantor, namun
bidang yang berakibat timbulnya
pekerjaan harus diselesaikan tepat
persepsi tidak baik terhadap pegawai
waktu akhirnya menuntut pegawai
yang ditugaskan (karena tidak sesuai
untuk menyelesaikan pekerjaan pada
dengan latar belakang pendidikannya)
jam lain di luar jam kerja. Berdasarkan
maupun pada pegawai yang menduduki
hasil wawancara diperoleh informasi
jabatan kepala bidang/sub bidang (tidak
bahwa lembur kerja di akhir pekan juga
mempunyai otoritas dalam mengatasi
menjadi pilihan untuk menyelesaikan
stress pada pegawai yang ditugaskan).
pekerjaan pada saat-saat tertentu,
Hasil ini sejalan dengan penelitian Tsai
umumnya terjadi pada saat pelaksanaan
tahun 2012 yang menyimpulkan
riset-riset nasional. Pekerjaan yang
kurangnya otoritas pengambilan
harus diselesaikan melebihi jam kerja
keputusan berhubungan dengan gejala-
normal berpotensi menyebabkan stress.
gejala yang berkaitan dengan stress
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pada pekerja (Tsai, Liu, 2012).
penelitian yang dilakukan oleh Joen
Faktor ergonomi yang tidak tahun yang menyimpulkan bahwa
mendukung dapat menyebabkan pekerja di Korea yang melakukan
gangguan trauma kumulatif pada tulang pekerjaan lebih dari 40 jam dalam
dan otot rangka (cumulative trauma waktu 1 minggu berisiko menyebabkan
disorders/CTDs). Penggunaan komputer presenteeism dan presenteeism
dengan posisi statis merupakan salah berhubungan signifikan dengan masalah
satu kegiatan kantor yang dapat stress kerja (Jeon et al., 2014).
menyebabkan ketidaknyamanan
Aturan kerja yang kurang
(Kurniawidjaja, 2012). Agar tercapai
mendukung menjadi salah satu potensi
kesehatan dan keselamatan serta
penyebab stress kerja pada peneliti.
kenyamanan dalam bekerja, maka setiap
Badan kesehatan dunia (WHO) telah
pengguna komputer harus lebih
menetapkan bahwa ketidakjelasan
memperhatikan dan mempedulikan
aturan kerja merupakan faktor risiko
faktor ergonomisnya. Selain itu
terjadinya stress kerja, Salah satu
perancangan dan pengembangan produk
tupoksi peneliti adalah melakukan riset
komputer harus lebih menekankan
yang pada pelaksanaannya seringkali
faktor sosial dan ergonomis yang dapat
terkendala dengan teknis pengajuan
memberikan keamanan dan keselamatan
dana disebabkan aturan yang berkaitan
bagi penggunanya (Pujadi, 2008). Hasil
dengan hal tersebut yang cukup ketat
penelitian ini menunjukkan bahwa
dan tidak tersosialisasikan dengan baik.
ergonomi yang berpengaruh terhadap
Hal ini merupakan salah satu pemicu
stress kerja kelompok pegawai

136
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

stress kerja pada peneliti. Hasil pegawai fungsional umum, hubungan


penelitian ini sejalan dengan hasil interpersonal yang tidak baik dapat
penelitian yang dilakukan oleh Triana menyebabkan terjadinya stress kerja.
et al. tahun 2015 yang mengungkapkan Hasil wawancara mendalam terhadap
hasil bahwa terdapat hubungan antara pegawai fungsional umum mendukung
tingkat stress kerja guru dengan hasil tersebut, yaitu dari pernyataan
persepsi beban kerja yang salah satunya informan bahwa komunikasi tidak
dipicu oleh ketentuan aturan-aturan berjalan secara efektif sehingga pesan
pada tupoksi yang memiliki persyaratan yang disampaikan oleh atasan atau
cukup ketat (Triana et al., 2015). rekan kerja lain ditafsirkan secara
Dengan demikian dapat dikatakan berbeda. Penafsiran yang berbeda dapat
komunikasi dan sosialisasi, dan menimbulkan prasangka tidak baik dan
penerapan aturan memegang peranan menyebabkan hubungan dengan
penting terhadap stress kerja. Hasil pegawai lain menjadi renggang. Hasil
wawancara mendalam dalam penelitian penelitian ini sejalan dengan laporan
ini terungkap, bahwa peran komunikasi penelitian yang dilakukan oleh Gillespie
dan sosialisasi mengenai aturan-aturan tahun 2001 di mana staf administrasi
teknis dalam pelaksanaan pekerjaan mengalami stress yang disebabkan
diraskan oleh informan berjalan kurang konflik interpersonal yang ditandai
baik. Hal ini didukung oleh hasil dengan hilangnya kolegalitas,
pendapat Robbins dan Judge tahun kolaborasi, dan dukungan di tempat
2012, yang menyatakan bahwa kerja (Gillespie et al., 2001). Penyebab
komunikasi yang buruk merupakan lain adalah tekanan karena adanya
sumber utama terjadinya konflik antar anggapan bahwa pekerjaan administrasi
personal, karena seseorang adalah pekerjaan yang mudah dilakukan
menghabiskan hampir 70% waktunya dan tugas-tugas yang dikerjakan hanya
melalui komunikasi sehingga hal yang berfungsi untuk membantu peneliti.
wajar apabila salah satu faktor Anggapan ini menjadi beban emosional
penghambat dalam performa kelompok dan berpotensi menimbulkan stress bagi
adalah kurangnya komunikasi efektif. pegawai fungsional umum. Menurut
Aturan lain yang dianggap belum jelas Hershcovis dan Barling tahun 2010
oleh responden adalah pemberian dalam Lee tahun 2010, perilaku
reward dan punishment, padahal merendahkan dan perbedaan pendapat
menurut Park et al., salah satu penyebab dimungkinkan terjadi dalam tingkatan
yang dapat menurunkan kesehatan jabatan yang sejajar dikarenakan salah
mental pekerja adalah kurangnya satu pihak mempunyai kelebihan dan
pemberian reward (Park et. al., 2014). tidak saling menghargai antara kedua
Untuk mengatasi ketidakjelasan aturan belah pihak (Lee, 2010). Demikian juga
kerja, mungkin perlu dibuat aturan menurut Tsai dan Liu tahun 2012, yang
tertulis yang jelas dan baku atau menyatakan bahwa kurangnya
standard operating procedure (SOP) dukungan sosial dari rekan kerja
sebagai acuan dalam setiap pelaksanaan berhubungan dengan gejala-gejala yang
pekerjaan dan pertanggungjawaban berkaitan dengan stress pada pekerja
penggunaan dana agar penyelesaian (Tsai, Liu, 2012). Untuk mengatasi
pekerjaan menjadi terarah. permasalahan ini, koordinasi yang baik
antara peneliti dan pegawai administrasi
Dari hasil analisis bivariat
dalam melaksanakan satu tugas yang
penelitian ini diperoleh hasil, bahwa
dibebankan, lebih ditingkatkan lagi.
faktor risiko hubungan interpersonal
Selain itu perlu menjaga sikap saling
merupakan faktor yang berpengaruh
menghargai pekerjaan rekan kerja dan
secara signifikan terhadap stress kerja
saling membutuhkan agar tercipta
terutama pada pegawai fungsional
suasana kerja yang kondusif.
umum. Hal ini berarti bahwa bagi

137
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 2, September 2016 : 127 - 139

KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMAKASIH


Kesimpulan Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Pusat Teknologi Intervensi
Dari hasil penelitian ini dapat
Kesehatan Masyarakat yang telah
disimpulkan bahwa terdapat persamaan
memfasilitasi penelitian ini. Ucapan
dan perbedaan faktor yang
terima kasih juga disampaikan kepada
melatarbelakangi stress untuk masing-
Prof. Dr. dr. L. Meily Kurniawidjaja,
masing jabatan. Beban kerja dan gaya
M.Sc., Sp.OK dan Dra. Rachmalina S
manajemen merupakan faktor yang
Prasodjo, MScPH atas bimbingan dan
berpengaruh terhadap stress kerja kedua
masukannya dalam penulisan artikel ini.
kelompok pegawai. Khusus faktor jam
kerja dan hubungan interpersonal
berhubungan signifikan dengan stress
pegawai fungsional umum, sedangkan DAFTAR PUSTAKA
aturan kerja dan ergonomi berhubungan Ariawan, I. (1998) Besar dan Metode Sampel
signifikan dengan stress kerja peneliti. pada Penelitian Kesehatan. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan
Pegawai fungsional umum memiliki Fakultas Kesehatan Masyarakat
kecenderungan mengalami stress kerja Universitas Indonesia, Depok.
sebesar 3,7 kali dibandingkan kelompok Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-
fungsional peneliti. Kementerian Kesehatan R.I. (2014)
Buku Informasi Kepegawaian. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta Pusat.
Saran Gillespie, N.A., Walsh, M., Winefield, A.H.,
Dua, J., Stough, C. (2001)
Diperlukan penanganan stress Occupational Stress In Universities:
yang komprehensif yang melibatkan Staff Perceptions Of The Causes,
baik pegawai maupun instansi untuk Consequences And Moderators Of
mengurangi tingkat stress di kalangan Stress. Work Stress 15, 53–72.
doi:10.1080/02678370110062449
pegawai. Instansi perlu mendukung
Hu, Y., Wang, D., Xu, G., Xu, P. (2014) The
kinerja pegawai dengan cara Relationship Between Work Stress and
memberikan pekerjaan sesuai Mental Health In Medical Workers in
penghitungan analisis beban kerja, East China. Soc. Behav. Pers. 42, 237–
membuat SOP pekerjaan secara tertulis 244.
Jeon, S.W., J.H. Leem, S.G. Park, Y.S. Heo, B.J.
dan mensosialisasikan kepada seluruh Lee, S.H. Moon, D.Y. Jung, H.C.K..
pegawai. Instansi juga disarankan untuk (2014) Association Among Working
memfasilitasi pemeriksaan rutin Hours, Occupational Stress, And
kesehatan bagi pegawai untuk Presenteeism Among Wage Workers:
Results From The Second Korean
mengetahui status kesehatan dan gejala-
Working Condition Surveys. Ann.
gejala yang mungkin timbul disebabkan Occup. Environ. Med. 26.
oleh stress kerja. Pegawai disarankan Jeon, S., Leem, J., Park, S., Heo, Y., Lee, B.,
untuk menjalin koordinasi kerja lebih Moon, S., Jung, D., Kim, H. (2014)
baik antar rekan kerja, menghargai Association among Working Hours ,
Occupational Stress , and Presenteeism
pekerjaan rekan kerja yang lain, serta among Wage Workers : Results from
bekerja sesuai aturan untuk the Second Korean Working
meminimalisir kesalahan. Untuk lebih Conditions Survey. Ann. Occup.
menggali faktor risiko stress kerja perlu Environ. Med. 26, 1–8.
Kemenpan (2013) Jumlah PNS Sedikit Tapi
dilakukan penelitian lebih lanjut,
Terlihat Banyak [WWW Document].
misalnya penelitian mengenai faktor URL http://www.menpan.go.id/berita-
ergonomi dan faktor konteks pekerjaan. terkini/996-jumlah-pns-sedikit-tapi-
terlihat-banyak (accessed 4.12.16).
Kementerian Kesehatan R.I. (2015) Laporan
Tahunan Badan Penelitian dan
Pengembangan Tahun 2014. Jakarta.

138
Faktor Kondisi Pekerjaan Yang ...(Eva Laelasari,L. Meily K.)

Kementerian Kesehatan R.I. (2014) Laporan Setiawan, D.A., Sofiana, L. (2013) Faktor-faktor
Tahunan Badan Penelitian dan Yang Berhubungan Dengan Stress
Pengembangan Kesehatan Tahun 2013. Kerja di PT. Chanindo Pratama
Jakarta. Piyungan Yogyakarta. J. Kesehat. 6,
Kurniawidjaja, L.M. (2012) Teori dan Aplikasi 134–144.
Kesehatan Kerja. UI Press, Jakarta. Stojanovic, Z., M. Milenovic, Z.M. (2012)
Lee, R.T., Botheridge, C.M. (2010) Sex and Occupational Stress and Assertiveness
Position Status Difference in in Administrative and Production
Workplace Aggression. J. Manag. Workers. Ser. Philos. Sociol. Psychol.
Psychol. 26, 403–418. Hist. 11, 67–76.
NIOSH (1999) Stress At Work [WWW Triana, K., Rahmi, T., Putra, Y.Y. (2015)
Document]. URL Kontribusi Persepsi Pada Beban Kerja
http://www.cdc.gov/niosh/docs/99- Dan Kecerdasan Emosi Terhadap
101/default.html (accessed 1.12.15). Stress Kerja Guru SMP Yang
Parslow, R.A., A.F. Jorm, H. Christensen, D.H. Tersertifikasi. J. Ilm. Psikol. Terap. 03,
Broom, L. Strazdins, R.M.D.S. (2004) 1–18.
The Impact of Employee Level And Tsai, Y.C. dan, Liu, C.H. (2012) Factors And
Work Stress On Mental Health And Symptoms Associated With Work
GP Service Use: An Analysis of A Stress And Health Promoting
Sample of Australian Government Lifestyles Among Hospital Staff: A
Employees. BMC Public Health 4. Pilot Study In Taiwan. BMC Health
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.73 (2013) Serv. Res. 12, 1–8.
Jabatan Fungsional Umum Di WHO, n.d. Stress At The Workplace [WWW
Lingkungan Kementerian Kesehatan. Document]. URL
Indonesia. http://www.who.int/occupational_healt
Pujadi, T. (2008) Penggunaan Komputer Untuk h/topics/stressatwp/en/ (accessed
Meningkatkan Kesehatan Dan 10.1.14).
Keselamatan Kerja (K3). CommIT 2, Widiantini, W., Zarfiel, T. (2014) Aktifitas Fisik,
102–105. Stress, Dan Obesitas Pada Pegawai
Robbins, S.P., Judge, T.A. (2012) Organizational Negeri Sipil. J. Kesehat. Masy. Nas. 8,
Behavior, 15th ed. Pearson Education, 329–336.
Inc, New Jersey.

139

Anda mungkin juga menyukai