Anda di halaman 1dari 6

Demokrasi Indonesia Kebablasan - KONTRA

 
Evan: 
Menurut saya demokrasi di Indonesia belum kebablasan. Berdasarkan sistem
demokrasi Indonesia yang juga merupakan demokrasi pancasila, maka saya merasa
demokrasi Indonesia tidak kebablasan. Jika dilihat dari kondisi politik dan masyarakat
saat ini, masih ada hukum yang berlaku dan menaungi setiap perbuatan yang
dilakukan di lingkungan NKRI ini. Menurut saya, demokrasi Indonesia dapat disebut
kebablasan ketika hukum sudah tidak kuat lagi menahan perbuatan dari para
masyarakatnya. Sebagai negara yang menganut demokrasi pancasila, maka Indonesia
tidak bisa disebut kebablasan. Dengan didasarkan kepada pancasila, maka setiap
hukum dan perbuatan yang dilakukan tetap mengarah kesana. Pemerintah juga masih
menjunjung tinggi UUD 1945 sebagai payung hukum tertinggi, dan memang sejak
awal Indonesia merupakan negara yang demokratis, namun tidak sepenuhnya liberal. 
Kita bisa melihat pemerintah juga masih bisa mengontrol masyarakatnya, dan
masyarakat masih bisa memberikan pengaruh terhadap pemerintah. Walaupun
demokrasi ini belum sepenuhnya baik, namun setidaknya masih ada cara dan harapan
bagi masyarakat Indonesia untuk menyalurkan aspirasinya. Sebagai salah satu negara
dengan ragam suku budaya, dan populasi yang mencapai ratusan juta jiwa, tentu sulit
untuk mengimplementasikan demokrasi yang sempurna dan merata, karena Indonesia
masih terbentur dengan adat budaya, serta kebiasaan kebiasaan lama, namun dengan
sistem demokrasi pancasila, yang tetap menghargai kebiasaan lama namun tidak
menghilangkan kebebasan manusia. 
    Jika dikatakan bahwa demokrasi Indonesia sudah kebablasan dan cenderung liberal,
kita bisa berkaca pada peraturan - peraturan dan kasus - kasus yang terjadi akhir akhir
ini. Pemerintah malah cenderung tidak mencerminkan demokrasi dengan
menggunakan kuasa sebagai senjata mereka. Kita bisa melihat satu kasus di
kanjuruhan yang menimbulkan ratusan korban jiwa. Sesaat setelah kejadian tersebut,
kita mendapat kesaksian bahwa ada orang yang terus menyuarakan kondisi bagaimana
polisi bertindak (penembakan gas air mata, dan lain sebagainya) di media sosial.
Tidak lama setelah itu, Ia sempat hilang dan ditemukan di kantor polisi. Hal ini
merupakan hal yang mengejutkan, walaupun menurut keterangan polisi Ia hanya
dimintai keterangan, namun kita tidak tahu intimidasi macam apa yang dilakukan oleh
polisi ketika Ia ditangkap. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa ada demokrasi yang
janggal di Indonesia ini. 
    Walaupun presiden kita, Joko Widodo memberikan statement bahwa demokrasi
Indonesia sudah kebablasan, namun di satu sisi pemerintah sebagai kontrol di sini
masih tidak memberikan demokrasi bagi kita sebagai rakyat biasa. Walaupun bukan
Presiden langsung yang tidak memberikan demokrasi bagi warganya, namun banyak
oknum di pemerintahan yang masih menggunakan power untuk menutupi
kesalahannya. Tak hanya warga biasa, dalam institusi pemerintah pun terdapat
ketidakbebasan demokrasi. Kita bisa melihat juga dari kasus yang masih hangat,
kematian brigadir J. Ferdy Sambo sebagai atasan menyuruh bawahannya untuk
menembak brigadir J (menurut keterangan polisi). Brigadir E sebagai bawahannya
tentu saja merasakan ketakutan yang mendalam ketika Ia menembak brigadir J, namun
lebih takut ketika melawan atasan. 
    Dalam peraturan - peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah pun tidak
menunjukkan adanya arah ke demokrasi yang kebablasan. Seperti penerbitan UU ITE.
UU ITE tentu saja ditujukkan untuk mengawasi dan membatasi interaksi negatif yang
dilakukan di media massa. Walaupun menjadi perdebatan karena pasalnya yang cukup
rancu, namun hal ini tentu saja membuat masyarakat semakin tidak bebas dalam
berpendapat di dunia maya. Akan ada sanksi yang menimpa ketika terlalu bebas
dalam berpendapat. 
    Dari berbagai contoh kasus di atas, kita bisa melihat bagaimana demokrasi yang
masih terkontrol dan bahkan cenderung tertutup di Indonesia. Kita bisa melihat dan
membandingkan dengan negara yang liberal seperti Amerika, Indonesia masih
memiliki batas dan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat.
Namun, kontrol ini tentu saja perlu kuat dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya agar
tidak membebani masyarakat. Jika Jokowi mengatakan bahwa Indonesia cenderung
mengarah ke liberal dan kriminalisme, maka yang perlu dikuatkan adalah kontrol oleh
pemerintah. Kita bisa melihat ada isu BJORKA yang hendak meretas data data milik
pemerintah. Jika itu memang benar, kebebasan yang kebablasan tersebut bisa terjadi
akibat sistem lemah yang dimiliki oleh pemerintah. Jangan sampai pemerintah hanya
mengandalkan power control dari kebebasan tersebut untuk diri sendiri dan
kepentingan pribadi, dan lemah ketika ada oknum yang hendak menerobos sistem
negara. Hal ini akan menjadi ironi dan aib tersendiri bagi pemerintah, karena kita bisa
melihat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sedang melemah dan
diperlukan demokrasi yang baik di negara demokratis seperti Indonesia ini. 
 
Danis:
Sekitar 5 tahun yang lalu, pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa
pelaksanaan demokrasi di Indonesia sudah kebablasan. Praktek demokrasi politik sudah
membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang tak biasa. Paham-paham seperti
liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan lainnya dianggap dapat masuk
ke ranah politik. Pernyataan Pak Jokowi tersebut secara khusus merujuk pada kejadian empat
hingga lima bulan sebelumnya (kondisi disharmoni bangsa) sambari menekankan konsep
penting kebangsaan Indonesia yang beragam dan majemuk. Fenomena politisasi suku, adat,
ras, dan agama (SARA) yang mendera banyak pihak merupakan akibat dari kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai keberagaman, menurut Presiden. Dampak nyata dari isu
ini adalah bertebarnya fitnah, kebohongan, saling memaki, dan menghujat. Sekiranya
kejadian-kejadian itulah yang melahirkan statement demokrasi yang kebablasan. 
 
Pertanyaannya, apakah benar demikian?
 
Demokrasi, di samping kebebasan berpendapatnya, juga diatur oleh hukum. Artinya
kebebasan atau hak juga diikuti dengan tanggung jawab. Hukum di sini berperan untuk
mengatur kebebasan hak, jelas tujuannya supaya kebebasan yang dimiliki tidak digunakan
secara semena-mena atau tanpa batas. Demokrasi ini yang dapat disebut sebagai demokrasi
matang, dengan adanya hukum yang konsisten dan konsekuen dalam mengatur kebebasan
setiap individu. Tujuan akhir atau goal yang hendak dicapai adalah keteraturan publik. Maka
aspek demokrasi tidak hanya sebatas kebebasan semata atau hak, tapi juga diikuti dengan
konsistennya hukum untuk menegakkan keteraturan. 
 
Permasalahannya adalah hukum ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Pihak yang
berkuasa atas hukum ini jelas bukan kita yang merupakan rakyat biasa, melainkan para elite
yang bermain di perpolitikan itu sendiri. Merekalah yang menjalankan hukum-hukum ini.
Para elite yang seharusnya mengatur hukum sebagaimana mestinya, justru bertindak sesuka
hati. Jika mereka tidak memberikan contoh yang baik kepada rakyat, lantas bagaimana
jadinya? Coba kita ambil kasus gugatan petani pegunungan Kendeng dan Yayasan Wahana
lingkungan hidup (Walhi) terhadap PT Semen Indonesia. Hasil sidang peninjauan kembali
Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan para petani pegunungan Kendeng dan Walhi
terhadap PT Semen Indonesia, pada 5 Oktober 2016 dan membuat izin lingkungan yang
diterbitkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk PT Semen Indonesia dibatalkan.
Tetapi setelahnya, Ganjar Pranowo menerbitkan izin lingkungan terbaru untuk PT Semen
Indonesia di Kabupaten Rembang. Izin terbaru yang diterbitkan tersebut adalah untuk
mengatur kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik semen Indonesia. Penerbitan izin
tersebut terdapat dalam Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017. Sekalipun diskresi
(membuat keputusan tersendiri) Pak Ganjar sudah dilaporkan kepada Presiden Jokowi, baik
sebelum dan setelah kebijakan ini dibuat, tetap saja menyalahi putusan MA. Putusan MA
dengan tegas membatalkan izin pembangunan pabrik, bukan untuk merevisi atau
memperbaiki pembangunan pabrik. Artinya, dengan hukum yang sudah berlaku pun,
golongan semacam Gubernur sekalipun telah melakukan bertindak sewenang-wenang dan
bahkan tidak menaati aturan konstitusi. 
 
Kembali lagi ke pernyataan Pak Jokowi sebelumnya, demokrasi kebablasan. Jika dilihat-lihat,
demokrasi tidak ada hubungannya dengan artikulasi politik yang ekstrim, politisasi SARA,
dan maraknya berita bohong. Mereka adalah hasil dari ketidakmampuan pemerintah dalam
menjalankan peraturan dan hukum di Indonesia. Lagipula, penyakit demokrasi sudah ada dari
dulu, dari masa-masa pemerintahan sebelumnya. Mereka bukanlah suatu hal yang baru.
Justru penyakit demokrasi ini semakin menjadi karena pemerintah tidak dapat mengatasinya
melalui berbagai upaya. 
 
Maka demokrasi Indonesia sebenarnya bukan kebablasan, tapi terlalu terkekang oleh para
penguasa negara. Demokrasi kebablasan, artinya melebihi batas, padahal kualitasnya justru
menurun. Menurunnya dalam hal apa? Kebebasan. Kebebasan dalam berpendapat dan
menyatakan suara rakyat. Jika melihat kasus yang dibahas di topik sebelumnya, pemerintah
sendirilah yang mengekang kebebasan individu, dalam hal ini merupakan kebebasan petani
pegunungan Kendeng dan Walhi yang dikekang oleh Gubernur Jateng. Tentunya tindakan
tersebut sudah menyalahi putusan MA dengan membuat keputusan baru mengenai perizinan
PT Semen Indonesia. Di sini kekuasaan pemerintah yang bermain seenaknya tanpa
memperhatikan hak setiap masyarakat. 
 
Lalu paham kebablasan ini berasal dari mana?
 
Kemungkinan, asalnya dari pemikiran populis para petinggi negara. Populisme berbeda dari
fasisme. Fasisme menganggap demokrasi merupakan ancaman atau setidaknya memperlemah
posisi bangsa. Maka yang pertama mereka hancurkan ketika berkuasa adalah sistem
demokrasi dan diganti dengan otoritarianisme. Kaum populis bertindak sebaliknya, bahwa
demokrasi berada dalam bahaya atau dalam kondisi yang sekiranya tidak baik. Tujuan utama
populis adalah memulihkan demokrasi yang mereka anggap sedang sakit. Dari sinilah narasi
”demokrasi kebablasan” memiliki tempatnya. Mereka ingin mengembalikan demokrasi ke
jalur yang benar. Paham demokrasi yang benar ini ada di dalam persepsi para elite. Pata elite
merasa berhak mewujudkannya dengan menggunakan aparat yang mereka kuasai jika
kehidupan yang ideal itu tak terjadi. Di sana, elite yang memiliki otoritas akan mulai
mengintervensi kehidupan warga. Mereka mengintervensi percakapan dan gagasan warga.
Keputusan yang baik dan yang buruk bagi warga juga ditentukan. Maka, muncullah berbagai
pembatasan: sensor percakapan publik; media dibatasi; film disensor; gambar-gambar media
diburamkan; jurnalis ditangkap. 
 
Bima:
Menurut saya Demokrasi di Indonesia belum kebablasan dan masih bisa dikondisikan dengan
bagaimana cara negara mengatur penegakan untuk Politisasi yang berunsur SARA. Serta ada
buktinya dari Kutipan berita Kominfo “Perkataan Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa perkembangan demokrasi di
Indonesia tidak terlalu buruk. Pasalnya, indeks persepsi demokrasi Indonesia setiap tahunnya
mengalami peningkatan.“Perkembangan demokrasi kita tidak jelek-jelek banget. Pada tahun
2017, indeks persepsi demokrasi kita 72,18, pada tahun 2018 itu 72,39, naik. Mudah-
mudahan tahun 2019 pemilu kemarin juga naik dan yang akan datang,” ujar Menko
Polhukam Mahfud MD saat menjadi pembicara dalam Peluncuran Program Pilkada “Pemilu
Rakyat 2020” di Jakarta, Kamis (12/12/2019).Untuk itu, Menko Pohukam mengajak semua
pihak untuk bersama-sama menjaga agar meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Meskipun, diakui, kadangkala banyak pihak yang marah dengan menyatakan bahwa
demokrasi di Indonesia kebablasan, kampungan, dan kriminal. Hal ini juga bisa dilihat dari
sistem demokrasi yang sudah ada di Indonesia dimana kita bebas mengeluarkan pendapat,
bebas memilih pemimpin, gubernur ,dan sebagainya. Namun Demokrasi Indonesia ini juga ga
bisa dibilang baik keseluruhannya tetapi belum keblabasan karena hanya beberapa oknum
yang membuat demokrasi ini menjadi  menyimpang seperti contohnya politisasi SARA yang
berupa kebencian, kabar bohong,fitnah ,dan menjatuhkan suku-suku lain yang memecah
belah bangsa, namun dari sini hal ini masih bisa diperbaiki dan belum kebablasan. Menurut
saya cara memperbaikinya membuat peraturan undang-undang dengan menghukum oknum-
oknum yang berbuat seperti itu dengan hukuman berat. Walaupun seperti yang kita tahu
Hukum di Indonesia kadang tidak adil tapi bagaimana caranya agar bisa terjadi seperti yang
telah disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Rafael Pascalis :

Bagi saya sendiri demokrasi yang ada di Indonesia sudah berjalan dengan baik
dimana dari berbagai lapisan masyarakat sudah bisa menyatakan berbagai opini atau
pendapat pendapat. Dengan adanya demokrasi yang terbuka seperti di indonesia ini sebuah
hal hal penyimpanan merupakan hal biasa dikarenakan yan namanya opini atau pendapat dari
berbagai orang itu berbeda beda.dengan adanya perbedaan pendapat yang ada di indonesia itu
merupakan Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana upaya
meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial politik yang demokratis
dalam masyarakat yang plural.
Ditambah lagi di masa reformasi Hak-hak dasar warga negara lebih terjamin, dimana
segala yang disampaikan oleh para masyarakat.dapat diterima oleh seluruh perwakilan rakyat,
sehingga apa yang disampaikan bisa menjadi bahan evaluasi khususnya bangsa indonesia
yang sedang berkembang ini.Sistem demokrasi dinilai menjadi sistem pemerintahan terbaik
untuk Indonesia karena dengan sistem ini rakyat bebas mengeluarkan pendapat, bebas
memilih pemimpin, sesuai dengan hati nurani sistem demokrasi bersifat  terbuka, serta bebas
memilih wakil rakyat. Oleh karena itu jika dibilang kebablasan tentu saja bukan hal yang
benar, karena sudah dijelaskan jua bahwasanya demokrasi ini bersifat terbuka. Terlihat jua di
masa jokowi ini terlihat bahwasanya ekonomi indonesia bertambah atau mengalami kenaikan
sehingga alangkah baiknya jika demokrasi ini dijalankan memang secara terbuka demi
kemajuan yang ada di negara  indonesia ini khususnya.

SANGAP

Menurut pendapat saya sistem demokrasi di indonesia ini sudah berjalan dengan baik
adanya. Saya rasa demokrasi di Indonesia tidak kebablasan, apalagi di Indonesia kita
menganut dan menjunjung tinggi sistem demokrasi yang dimana apabila ada masalah yang
muncul dalam masyarakat kita mencari jalan keluar dengan dilaksanakan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat bagi kesejahteraan rakyat. Yang artinya adanya sistem
demokrasi di sekeliling kita, masyarakat dapat menyuarakan hak pendapatnya, seperti
mereka yang belum mendapat kesejahteraan dalam ekonomi yang cukup, dan rakyat yang
belum dapat pekerjaan hingga banyak yang menganggur dan  bebas mengeluarkan
pendapat, bebas memilih pemimpin, gubernur ,dan sebagainya. Aspirasi masyarakat
tersebut juga bisa disampaikan langsung atau melalui media sosial. Menurut saya pihak
pemerintah/konstitusi tidak melarang hak berpendapat setiap warga negara dan akan
menjamin hak berpendapat warga negara. Para pemerintah pun juga beberapa terbuka
dalam pengambilan kebijakan agar nanti aturan / kebijakan yang diterapkan tidak
bertentangan dengan kehendak masyarakat dan aturan tersebut dapat sesuai dengan
kondisi masyarakat terkini.seperti contohnya bisa dilihat yaitu seperti lonjakan harga minyak
goreng yang melonjak yang dikarenakan jumlah produksi minyak sawit serta konsumsi dan
ekspor dari minyak sawit yang mengalami peningkatan jumlah ekspor yang lebih besar
dibandingkan konsumsi domestic nya. Dari hal tersebut tentu berdampak kepada
masyarakat khususnya MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan UMK (Usaha Mikro
& Kecil) yang pastinya akan mengalami kesulitan dalam menggunakan minyak goreng
apabila mengalami peningkatan harga. Tidak hanya itu saja, kenaikan harga minyak goreng
juga menyebabkan meningkatnya bahan pokok lainnya dan mengakibatkan meningkatnya
kesenjangan sosial. Dari masalah tersebut tentunya banyak masyarakat yang berdampak
sehingga para masyarakat pun tidak tidak diam dan menerimanya begitu saja, namun
mereka menyampaikan aspirasinya dan suara mereka kepada pemerintah agar pemerintah
mengetahui apa yang sedang menjadi masalah di dalam masyarakat. Presiden Jokowi dan
jajaran pemerintah akhirnya pun mendengar  serta menampung aspirasi-aspirasi rakyat.
Dan akhirnya secara berproses harga minyak yang tadinya naik, oleh pemerintah
melakukan penurunan harga minyak tersebut karena prioritas utama pemerintah adalah
pemenuhan kebutuhan rakyat. Harga minyak goreng harus terjangkau dan stabil untuk bisa
dinikmati oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah harus memprioritaskan melakukan
penyediaan minyak goreng dengan harga terjangkau oleh masyarakat, sekaligus
menciptakan stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri. Hal tersebut yang membuat
saya memikirkan bahwa demokrasi di Indonesia belum kebablasan, Tetapi ada suatu hal
yang dapat membuat demokrasi menjadi kebablasan contohnya oknum dalam pemerintah
yang tidak adil dan tegas membuat rakyat seenaknya sendiri. Hal tersebut bisa diambil dari
pemilu, para oknum bisa saja membayar rakyat untuk mendapatkan suara, itu adalah
penyebab dimana demokrasi di indonesia dapat kebablasan karena faktor oknum yang
kurang jujur dan korupsi. Perlu diwaspadai, bahwa oknum yang melanggar hukum akan
sangat memberikan dampak, maka dampaknya  penegak hukum semakin rendah di
hadapan masyarakat, Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban penegak hukum di
indonesia ini agar menindak dengan tegas siapa pun yang melakukan pelanggaran
terhadap hukum. Tak banyak juga rakyat yang seenaknya berucap di media sosial tanpa
memperhatikan dampak dari ucapannya. Bahkan ada juga yang menghina Presiden Jokowi
di media sosial padahal Presiden adalah simbol negara, ia yang memimpin negara ini untuk
bisa maju dan terus berkembang. Secara tidak langsung, penghinaan tersebut tertuju
kepada negara ini. Demokrasi di indonesia sudah berjalan dengan baik dengan adanya
pemilihan umum. Namun secara mendalam demokrasi belum dapat diterapkan secara
penuh, karena banyak pejabat tinggi yang lebih mengedepankan kepentingan sendiri dari
pada kepentingan rakyat dan juga rakyat yang mengungkapkan pendapatnya sehingga tidak
menjalani prinsip berpendapat dalam negara demokrasi yang seharusnya rakyat beraspirasi
sesuai dengan koridor hukum. Semua konstitusi dan juga rakyat di negara ini harus
melakukan introspeksi diri. Baik dari kita sebagai masyarakat. Apalagi para aparat
pemerintahan sebagai pelayan masyarakat. Dengan melakukan koreksi dan evaluasi diri,
diharapkan timbul kesadaran dalam diri kita untuk lebih menghormati hukum yang ada agar
demokrasi di Indonesia tidak kebablasan. Oleh karena itu kita harus menjunjung kejujuran
dan semangat demokrasi yang tinggi agar dapat menjunjung sebuah demokrasi yang adil di
negeri ini sehingga demokrasi di negeri ini semakin baik dan Indonesia bisa semakin
berkembang kembali.

Leo :

Dari kalimat demokrasi Indonesia yang sudah kebablasan ini saya tidak setuju atau kontra
dengan kalimat ini. Menurut saya demokrasi di Indonesia ini masih baik baik saja. DI dalam
negara Indonesia ini memiliki peraturan berwenang juga yang membatasi perilaku
masyarakat. Demokrasi ini kan merupakan dari rakyat. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Selama ini justru Pemerintah yang mencoba menutup ruang komunikasi rakyat
terhadap pemerintah. Contohnya revisi rkuhp yang membatasi ruang demokrasi rakyat.
Kalau misalnya seperti yg dibilang jokowi demokrasi indonesia itu kebablasan karena
membawa ke arah radikalisme., itu menurut saya tidak ada kaitannya sama demokrasi. itu
kesalahan pemerintah karena tidak tegas dalam mengatasi permasalahan tersebut. Lagi
pula apa tolak ukur suatu pernyataan demokrasi indonesia kebablasan itu apa? Dalam
pernyataan demokrasi indonesia kebablasan ini cukup bisa diartikan bahwa undang undang
yang mengatur masyarakat ini sudah tidak bisa diandalkan atau sudah tidak kuat untuk
mengatur warga negara. Namun nyatanya undang-undang yang mengatur tentang apa saja
hak warga negara dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh warga negara ini masih
berlaku dan masih kokoh untuk mengatur hak warga negara. karena kalau demokrasi
kebablasan, demonstrasi-demonstrasi yang ada harusnya sudah dapat membuat
pemerintahan dan negara menjadi tidak stabil, tapi buktinya sekarang negara masih memiliki
power untuk mengatur bagaimana jalannya demokrasi yang ada di indonesia sesuai
porsinya. Dari pernyataan yang Jokowi sampaikan bahwa demokrasi Indonesia ini
kebablasan tidak ada hubungannya dengan yang disebutkan Jokowi tentang Artikulasi
politik yang ekstrim, politisasi SARA, dan maraknya berita bohong. Karena tentang itu
semua merupakan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil kebijakan publik yang
tepat, sistematis, obyektif, komprehensif, dan bebas dari kepentingan kelompok. Menurut
saya demokrasi Indonesia kebablasan itu bisa dikatakan fakta jika tidak ada lagi yang bisa
mengatur hak dan pendapat rakyat yang bisa menimbulkan sikap anarkis dalam
berdemokrasi dan pemerintah tidak lagi mampu untuk menangani kasus-kasus negatif
masyarakat seperti hoax-hoax yang disebarkan di Internet, keanarkisan dalam
berdemokrasi, kasus cyber bullying yang ada di media massa dan lain lain. Namun saat ini
pemerintah masih bisa menangani semua hal itu dengan peraturan peraturan yang
dibuatnya. Malah pemerintah mengurangi akses atau hak masyarakat untuk berdemokrasi.
Lalu darimana bukti jika demokrasi indonesia ini kebablasan jika pemerintah saja
mengurangi hak masyarakat untuk berdemokrasi?  
 

Anda mungkin juga menyukai