Anda di halaman 1dari 4

Penyebab ketidakadilan hukum di Indonesia

Penyebab utamanya yaitu salah satunya kita kehilangan Ideologi bangsa Indonesia "PANCASILA",
memang sampai saat ini kita masih memakai Panca sila sebagai Idiologi bangsa tapi hanya sebatas
slogan saja sedangkan penerapannya tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen sehingga yang
terjadi adalah terpuruknya bangsa kita. Buktinya tercantum dalam sila ke 5 dalam Pancasila yang
berbunyi “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “ Nyatanya sebagian besar rakyat Indonesia,
khususnya masyarakat kelas bawah belum memperoleh keadilan yang semestinya atau yang
sepantasnya. Jelas nyatanya Karena Pancasila tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen yang
terjadi adalah krisis moral dimana seluruh Aspek kehidupan bernegara menjadi rusak dan akibatnya
Indonesia menjadi terpuruk.

Sebenarnya satu hal lain lagi yang menjadi penyebab terpuruknya keadilan di Negara tercinta kita
ini, yaitu para penegak hukum yang gila uang atau gila duniawi. Yang gampang dibisiki dengan uang
uang berlimpah, agar tersangka bisa bebas atau masalahnya dianggap hilang tanpa sebab. Dengan
adanya kenyataan ini harus kemana rakyat seperti kita harus berlindung? Sedang orang orang yang
kita percayai dikursi sana sudah kehilangan pikirannya untuk benar benar menegakkan keadilan.

Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan
yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan
masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa
menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam
dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negri maupun luar negri.

Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan,
ternyata tidak luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh
masyarakat telah menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum.
Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia
peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang
seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimpinan tertingginya sebagai salah satu
mafia peradilan. Meskipun kebenarannya sampai saat ini belum terbukti, namun kasus ini
menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh masyarakat.

Ada Beberapa Faktor lain sebagai penyebab ketidakadilan hukum di Indonesia antara lain:

a ) Tingkat kekayaan seseorang.

Tingkatan kekayaan seseorang itu mempengaruhi berapa lama hukum yang ia terima.

b) Tingkat jabatan seseorang.

Orang yang memiliki jabatan tinggi apabila mempunyai masalah selalu penyelesaian masalahnya
dilakukan dengan segera agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Tetapi
berbeda dengan pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ngulur janji untuk
menyelesaikan kasus tersebut.

c) Nepotisme.

Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini
dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat
biasa yang akan langsung di vonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit untuk membela diri atau
bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
d) Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum.

ketidakpercayaan masyarakat pada hukum muncul karena hukum itu lebih banyak merugikannya. Di
lihat dari yang diberitakan di telivisi pasti masalah itu selalu berhubungan dengan uang. Seperti
faktor yang di jelaskan di atas membuat kepercayaan masyarakat umum akan penegakan hukum
menurun.

e)Rendahnya moral para pejabat hukum

Banyak dari pejabat hukum yang melanggar hukum itu sendiri contohnya pada kasus suap. Hal ini…

Akibat ketidakadilan hukum di Indonesia.

Keadilan menjadi tujuan dari implementasi kehidupan bermasyarakat yang berdasar pada hukum
dan pemerintahan. Menilik pada kondisi yang terjadi di masa sekarang ini, keadilan mungkin belum
benar-benar dapat tercapai. Ketidakadilan telah memunculkan berbagai gerakan dan organisasi yang
memiliki tujuan utama menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) dan memberantas segala bentuk
ketidakadilan. Lantas, apa saja hal yang mungkin terjadi jika adanya ketidakadilan hukum.

1.Hukum menjadi alat untuk menindas yang lemah

Suatu tindakan yang tidak adil tentunya akan mendatangkan keuntungan bagi satu pihak dan
menimbulkan ketidaknyamanan bahkan kesengsaraan bagi pihak lainnya. Mereka yang tidak
memiliki kekuasaa dan harta akan mengalami penindasan, sebab hukum bisa di permainkan oleh
mereka yang memiliki kekuasaan dan harta melimpah. Hukum akan menjaddi tumpul ke atas, dan
dipandang sebagai kekejaman bagi si miskin. Mereka yang berkuasa akan dapat bertindak semena-
mena terhadap kaum yang lemah. Untuk itu fungsi pemerintah daerah lah yang harus menjaga
semuanya.

2. Terjadinya Kekacauan di segala sektor

Manfaat kehidupan demokrasi memang penting, namun harus adil dan tertib. Tanpa adanya
keadilan, pihak-pihak tertentu dapat bertindak dengan sesuka hati. Tindakan kriminalitas akan
semakin merajalela dan korupsi akan semakin menjamur. Distribusi hak dan kewajiban tidak lagi
seimbang, si kaya akan menjadi semakin kaya dan si miskin semakin miskin dan tidak memiliki
harapan. Akan terjadi perebutan kekuasaan, permainan politik yang kotor dan tidak akan ada lagi
penghargaan terhadap hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Manusia hanya akan melakukan
segala sesuatunya untuk kepentingan diri sendiri, demi uang dan kekuasaan. Hukum tidak akan lagi
dipandang sebagai sesuatu yang bisa mengatur kehidupan bermasayarakat, sebab tidak akan ada
yang peduli lagi.

3.Manusia akan hidup bebas, namun disaat yang sama juga kehilangan kebebasannya.

Jika hukum tidak bisa lagi ditegakkan, maka tidak akan ada lagi yang mengatur bagaimana manusia
harus hidup berdampingan dengan manusia lainn. Manusia bisa berbuat apa saja, tidak akan ada
yang bisa membatasi. Namun disaat yang sama kebebasan manusia juga akan hilang berganti
dengan ketakutan dan kecemasan. Masyarakat tidak akan bisa terbebas dari kekhawatiran. Tidak
ada jaminan terhadap hak-hak manusia. Tak adalagi kebebasan untuk berbicara, untuk mendapatkan
pendidikan, untuk hidup dengan layak dan untuk merencanakan kehidupan. Semua yang manusia
lakukan hanya akan berfokus pada usaha untuk bertahan hidup.
4. Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya

Seorang pemimpin diharapkan untuk mampu bersikap tegas dan adil. Jika ketidakadilan terus terjadi,
maka masyarakat akan kecewa dan kehilangan kepercayaan kepada pemimpin dan pemerintahnya.
Masyarakat tidak akan patuh lagi kepada pemimpinnya dan menjadi apatis terhadap segala bentuk
implementasi dari hukum dan pemerintahan. Hal ini pada akhirnya akan membentuk suatu sistem
masyarakat tanpa hukum dan pemerintahan.

5. Tanpa adanya Keadilan tidak akan ada Perdamaian

Setiap manusia memiliki ego. Ketika seseorang merasa bahwa haknya telah dirampas, maka ia akan
menuntut pembalasan. Tanpa adanya keadilan, manusia akan saling menyakiti satu sama lain.
Peperangan akan terjadi dimana-mana karena semua kelompok menuntut agar haknya diberikan.
Protes akan terjadi dimana-mana, kudeta bisa terjadi disetiap pemerintahan. Penyerangan dan
Pembunuhan akan terjadi di semua tempat dan nyawa manusia tidak akan ada harganya lagi. Tanpa
adanya keadilan maka tidak akan ada lagi perdamaian.

6. Tak ada tempat berlindung

Jika semua bentuk dari hukum dan aturan sudah menjadi tumpul, maka tak ada satupun hal yang
bisa melindungi hak-hak masyarakat. Semua akan berdasarkan kekuatan yang dimiliki oleh masing-
masing individu. Mungkin hanya hukum alam yang tidak bisa dielakkan, dimana hanya yang kuat
yang akan sanggup bertahan. Manusia akan dilingkupi kekhawatiran dan ketakutan setiap hari sebab
tidak akan ada yang bisa menghentikan jika hal buruk terjadi pada mereka.

Beberapa contoh kasus ketidakadilan hukum di Indonesia :

1. Kasus seorang Nenek bernama Minah di Banyumas yang divonis 1,5 tahun kurungan, adalah salah
satu contoh ketidakadilan di Indonesia. Hanya mencuri 3 buah kakao yang mungkin harganya kurang
dari 10.000 dihukum sedemikian beratnya, sedangkan para koruptor yang mencuri uang negara
milyaran terkadang banyak memanfaatkan uangnya untuk memperoleh kurungan yang tidak
setimpal dengan apa yang mereka lakukan. Para koruptor selalu menggunakan uang yang mereka
curi untuk menyuap mafia hukum agar hukumannya diringakan, sedangkan orang biasa seperti
nenek Minah tidak berdaya karena ketidakadilan hukum di Indonesia ini.

2. Kasus yang terjadi pada tahun 2012 yaitu kasus pencuri sandal yang berinisial AAL (15 tahun).

AAL yang merupakan seorang siswa SMKN 3 Palu Selatan divonis 5 tahun penjara atas tuduhan
mencuri sandal jepit. Tanggal 21 Desember 2011, AAL disidang dan mendengarkan tuntutan
tersebut. Disaksikan kedua orang tuanya, dipersidangannya AAL tidak hanya saja membantah telah
mencuri tapi juga mengaku mendapatkan tekanan dan penganiayaan saat pemeriksaan oleh
seseorang anggota polisi agar mengaku sebagai pelaku pencurian kasus pencurian sandal jepit warna
putih kusam merek “Ando” seharga Rp 30 ribu. Hakim pengadilan negeri Palu Sulawesi Tengah,
Romel Tampubolon, memvonisnya terbukti bersalah. Hakim tetap menyatakan AAL bersalah
walaupun berdasarkan fakta persidangan menunjukkan sandal jepit yang diperkarakan oleh anggota
polisi di Polda Sulawesi Tengah ternyata bukan milik yang bersangkutan. Namun akhirnya hakim
Romel Tambubolan mengambil keputusan dengan mengembalikan kepada orang tuannya untuk
mendapatkan pembinaan. Sedangkan itu, vonis satu tahun penjara diberikan kepada terdakwa kasus
dugaan korupsi penyalahgunaan uang proyek pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Kasongan, Kabupaten Katingan. Kasus itu terjadi pada tahun 2008, dengan dana
proyek berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebesar hampir Rp 2,5 miliar. Banyak
masyarakat mempertanyakan sanksi dalam kedua kasus tersebut. Nilai proyek alat kesehatan
mencapai miliaran rupiah, atau beribu kali lipat dibandingkan harga sandal yang hanya beberapa
puluh ribu rupiah. Akan tetapi, sanksi dalam kasus alat kesehatan jauh lebih ringan dibandingkan
dengan pencurian sandal.

3. Nenek pencuri 38 kayu jati diancam hukuman 5 tahun.

Ada banyak kasus besar yang jelas-jelas merugikan negara karena ulah para perebut uang rakyat,
nasib kasusnya tidak jelas. Para koruptor bebas berlenggang, berleha-leha di luar negeri, tidak
tersentuh hukum. Sedangkan rakyat diinjak-injak oleh penegak hukum seperti kisah yang dialami
nenek Asyani (63). Kisah ini benar-benar menggambarkan pepatah yang populer di masyarakat,
hukum di negeri ini tumpul ke atas, tajam ke bawah. Asyani diseret ke Pengadilan Negeri Situbondo
Jawa Timur dengan tuduhan mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di Desa Jatibanteng,
Situbondo. Asyani dilaporkan oleh sejumlah polisi hutan ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014.
Nenek empat anak itu kemudian ditahan pada 15 Desember 2014. Selain Asyani, tiga orang lain juga
ikut ditahan, yakni menantu Asyani, Ruslan; pemilik mobil pick up, Abdussalam; dan Sucipto, tukang
kayu.

Inilah dinamika hukum di Indonesia, orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu
hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap dan
dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara
milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya. Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum
yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan
paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku
masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak
melupakan aspek kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai