PENDAHULUAN
Era tekhnologi yang semakin pesat merubah wajah Indonesia menjadi lahan
bisnis menggiurkan. Hal ini mendorong transaksi jual-beli dalam berbagai sektor
bisnis, tidak hanya domestik namun juga dalam pasar internasional. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan pengertian tentang Pasar
Modal yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Menurut Pasal 1 UUPM Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan Efek adalah surat berharga,
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrakberjangka atas Efek, dan
Pasar modal adalah salah satu contoh dan bukti kemajuan tekhnologi yang
mampu memperluas aspek bisnis suatu perusahaan, mulai dari Ilmu Pengetahuan,
hingga bidang Ekonomoni itu sendiri, Menurut (Agus Sartono, 2010) Pasar Modal
adalah tempat terjadinya transaksi asset keuangan jangka panjang atau long term
financial asset. Jenis surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal memiliki
jatuh tempo lebih dari satu tahun. Melalui kegiatan Pasar Modal, perusahaan dapat
memperoleh dana dari para investor untuk membiayai kegiatan operasional dan
keuangan jangka panjang dalam bentuk ekuitas dan hutang yang jatuh tempo lebih
dari satu tahun (Anandhita Gede, 2012). Menurut Nursandari (2015) pasar modal
merupakan salah satu alternatif pilihan investasi jangka panjang diantara berbagai
menghasilkan laba dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2001). Instrumen investasi di
pasar modal yang paling popular saat ini adalah saham (stock). Saham adalah tanda
penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau
Dalam aktivitas investasi saham di pasar modal, para investor memiliki harapan
dari investasi yang dilakukannya, yaitu yang berupa dividen dan capital gain.
yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa
pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham
terhadap harga belinya (capital gain). Hubungannya dengan pendapatan dividen, para
tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang
harus memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada para pemegang sahamnya.
Tentunya hal ini akan menjadi unik karena kebijakan dividen adalah sangat penting
untuk memenuhi harapan para pemegang saham terhadap dividen , dan dari satu sisi
pilihan investasi oleh investor akan memperhitungkan expected return yang akan
diterima. Return tersebut yang dimaksud adalah dividen dan capital gain. Khusus
saham yang bersumber dari kemampuan emiten mencetak laba bersih dari operasinya.
Laba bersih yang dimaksud adalah pendapatan bersih setelah pajak (net income after
tax). Dividen adalah distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti
lain yang menyatakan hutang perusahaan kepada pemegang saham suatu perusahaan
sebagai proporsi dari sejumlah saham yang dimiliki oleh pemilik (Jensen et al.,
1992).
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, atau
akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas dividen dan pembelian kembali
saham atau laba tersebut sebaiknya ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembelanjaan investasi di masa datang. Prosentase dari laba yang akan dibayarkan
kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut Dividend Payout Ratio
(Andriyani, 2008). Dividen Payout Ratio menentukan jumlah laba yang ditahan
sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam
tersebut, dan dapat membagikan dividen kepada pemegang saham, namun disisi lain
kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab jika makin tinggi tingkat dividen
dibayarkan, semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya akan
sahamnya (Linda Sitompul, 2012). Hal ini sesuai dengan residual theory of cash
dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya
dibagikan dalam bentuk dividen, akan tetapi manajemen tidak menyukai pembagian
tidak memberikan net present value (NPV) yang positif pada tambahan investasi.
Pembayaran Dividen menurut (Noor Hadi, 2013) dibagi menjadi dua jenis
yakni Dividen Tunai (cash dividend), Dividen Saham (stock dividend). Dividen yang
dibayarkan perseroan dalam bentuk uang tunai. Nilai dividen tunai sebesar nilai yang
dibayarkan emiten atau diterima oleh pemegang saham. Bagi direksi, pembagian
dividen ini pasti mengurangi tingkat likuiditas perseroan. Sunarya (2013) berpendapat
lain: Likuiditas, Leverage, Total Asset Turn Over, Ukuran Perusahaan dan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika posisi likuiditas perusahaan kuat
maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen besar, mengingat bahwa
dividen adalah merupakan arus kas kluar (cash outflow). Likuiditas perusahaan
pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar
yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga,
piutang, persediaan. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar
jumlah kas dan likuiditas perusahaan maka semakin besar pula kemampuan
Faktor lain yang juga diduga turut berpengaruh terhadap kebijakan dividen
demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis
profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang
perusahaan, maka semakin tinggi pula cash flow dalam perusahaan, dan diharapkan
perusahaan akan membayar dividen yang lebih tinggi. Semakin tinggi ROA maka
kemungkinan pembagian dividen juga semakin banyak. Nilai ROA yang tinggi akan
yang relatif tinggi (Ang, 1997). Lazimnya, jika profitabilitas perusahaan meningkat
akan diikuti dengan meningkatnya dividen tunai yang dibagikan perusahaan. Kendati
yang lebih besar. Hal ini terlihat dari data empiris yang menunjukan bahwa tidak
selalu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan membagikan dividen yang
tinggi pula. Berikut ini gambar rata-rata kebijakan dividen tunai dan profitabilitas
Periode 2012-2015
diproksikan dengan dividen payout ratio tercatat memiliki rata-rata 0,29 dan
mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 0,40, dan mengalami penuruan
sebesar -1,40 di tahun 2014, sedangkan di tahun 2014 rasio profitabilitas mengalami
peningkatan sebesar 0,108 hal ini bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan
(Ang,1997).
menunjukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada para
pemagang saham. Menurut Tjiptono dan Hendry (2001) pemegang saham dan calon
investor umumnya sangat tertarik pada Earning Per Share, karena hal ini
menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa dan
menggambarkan prospe cerah di masa yang akan datang. Lubis (2009) menyatakan
earning per share dari suatu perusahaan dapat dijadikan indikator untuk menilai
tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber
total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber perdanaan usaha. Besarnya
dapat membagikan dividen yang tinggi sehingga sebagian besar laba digunakan untuk
Selanjutnya, rasio aktivitas atau rasio perputaran aset merupakan rasio yang
bersih, (Munawir, 2007), dan menurut (Agus Sartono, 2010) salah satu tujujan
berbagai aktiva. Dengan kata lain rasio aktivitas menunjukan bagaimana sumber daya
aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan
dalam industri. Rasio perputaran aset yang tinggi mengindikasikan pengelolaan aset
pengelolaan aset yang kurang efisien. Perputaran aktiva yang tinggi akan
perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan
sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel
dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya
jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan
Ferry dan Jones (dalam Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar
kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–
rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan
ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut (Lapolusi,2013)
besar ukuran perusahaan maka omset yang dihasilkan juga akan semakin tinggi dan
menyebabkan laba yang dihasilkan tinggi, jika laba tinggi maka dividen yang
dibagikan juga semakin tinggi. Namun uniknya, tidak selalu ukuran perusahaan yang
meningkat diikuti dengan peningkatan kebijakan dividen tunai perusahaan. Hal ini
terlihat dari data empiris yang menunjukan bahwa tidak selalu perusahaan yang
memiliki rata-rata ukuran perusahaan yang tinggi akan membagikan dividen tunai
yang besar. Berikut ini gambar rata-rata kebijakan dividen tunai dan profitabilitas
kebijakan dividen tunai sebesar 0,04. Kemudian di tahun 2014, Size kembali
meningkat sebesar 0,08 namun kebijakan dividen tunai perusahaan justru mengalami
penuruan sebesar -0,096. Saat Size meningkat, kebijakan dividen di tahun 2014 justru
menurun cukup drastis, hal ini bertolak belakang dengan pernyataan (Lapolusi, 2013).
Selain terjadi fenomena pada perusahaan Property & Real Estate, Building
(research gap). Di antara sekian banyak penelitian terdahulu mengenai rasio keuangan
yakni total asset turn over tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal
ini senada dengan penelitian yang dilakukan Septi dkk (2014) yang
kebijakan dividen. Sedangkan penelitian yang dilakukan Kadek Diah & Luh
yang menyatakan jika Total Asset Turn Over berpengaruh terhadap kebijakan
dividen.
yang dilakukan Wiwin (2014), Septi dkk (2014), Indra & Isfenti (2010) yang
return of invesment, rasio aktivitas yang diproksikan dengan total asset turn
over, rasio leverage yang diproksikan dengan debt to total asset , dan ukuran
Penelitian ini akan menguji ulang serta mencari bukti empiris pengauh ratio
2014 mengalami penurunan sebesar -1,4. Tahun 2015 DPR kembali naik
Real Estate, Building Constrution yang terdaftar di BEI pada tahun 2012-
2015.
dividen tunai dan memperoleh hasil yang berbeda dan suatu hasil yang tidak
profitabilitas dan size terhadap kebijakan dividen tunai. Berdasar hal itu maka perlu
melakukan pengujian ulang untuk mengatahui ada tidaknya pengaruh rasio keuangan
Berdasarkan latar belakang dan uraian rumusan masalah penelitian diatas maka
property & real estate, building construction yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
pada perusahaan property & real estate, building construction yang terdaftar di
Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan maka tujuan dari penelitian ini
variabel intervening.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pengaruh faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan Properti & Real
melakukan investasi.
3. Bagi emiten, sebagai sinyal bahwa laporan keuangan yang mereka publikasikan