Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era tekhnologi yang semakin pesat merubah wajah Indonesia menjadi lahan

bisnis menggiurkan. Hal ini mendorong transaksi jual-beli dalam berbagai sektor

bisnis, tidak hanya domestik namun juga dalam pasar internasional. Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan pengertian tentang Pasar

Modal yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan

Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Menurut Pasal 1 UUPM Nomor 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan Efek adalah surat berharga,

yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti

utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrakberjangka atas Efek, dan

setiap derivatif dari Efek (Ang, 1997).

Pasar modal adalah salah satu contoh dan bukti kemajuan tekhnologi yang

mampu memperluas aspek bisnis suatu perusahaan, mulai dari Ilmu Pengetahuan,

hingga bidang Ekonomoni itu sendiri, Menurut (Agus Sartono, 2010) Pasar Modal

adalah tempat terjadinya transaksi asset keuangan jangka panjang atau long term

financial asset. Jenis surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal memiliki
jatuh tempo lebih dari satu tahun. Melalui kegiatan Pasar Modal, perusahaan dapat

memperoleh dana dari para investor untuk membiayai kegiatan operasional dan

tentunya perluasan usaha.

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen

keuangan jangka panjang dalam bentuk ekuitas dan hutang yang jatuh tempo lebih

dari satu tahun (Anandhita Gede, 2012). Menurut Nursandari (2015) pasar modal

merupakan salah satu alternatif pilihan investasi jangka panjang diantara berbagai

alternatif investasi lainnya bagi perusahaan. Investasi dapat diartikan sebagai

pengeluaran penanam-penanam modal pada perusahaan untuk membeli barang-

barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah

kemampuan memproduksi barang atau jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Investasi menurut adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk

menghasilkan laba dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2001). Instrumen investasi di

pasar modal yang paling popular saat ini adalah saham (stock). Saham adalah tanda

penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau

perseroan terbatas (Darmadji dan Fakhruddin, 2001).

Dalam aktivitas investasi saham di pasar modal, para investor memiliki harapan

dari investasi yang dilakukannya, yaitu yang berupa dividen dan capital gain.

Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan

yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa

pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham
terhadap harga belinya (capital gain). Hubungannya dengan pendapatan dividen, para

investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil, karena

dengan stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap

perusahaan, sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan

dananya kedalam perusahaan. Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan

dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain; perlunya

menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih menguntungkan,

kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham, target

tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang

berhubungan dengan kebijakan dividen (Brigham dan Gapenski, 1996).

Di lain pihak, perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara

terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang sekaligus juga

harus memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada para pemegang sahamnya.

Tentunya hal ini akan menjadi unik karena kebijakan dividen adalah sangat penting

untuk memenuhi harapan para pemegang saham terhadap dividen , dan dari satu sisi

juga tidak harus menghambat pertumbuhan perusahaan (Puspita, 2009).

Menurut (Noor Hadi,2013), Investor merupaka pihak yang rasional, sehingga

pilihan investasi oleh investor akan memperhitungkan expected return yang akan

diterima. Return tersebut yang dimaksud adalah dividen dan capital gain. Khusus

mengenai dividen, merupakan keuntungan yang diberikan kepada para pemegang

saham yang bersumber dari kemampuan emiten mencetak laba bersih dari operasinya.
Laba bersih yang dimaksud adalah pendapatan bersih setelah pajak (net income after

tax). Dividen adalah distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti

lain yang menyatakan hutang perusahaan kepada pemegang saham suatu perusahaan

sebagai proporsi dari sejumlah saham yang dimiliki oleh pemilik (Jensen et al.,

1992).

Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang

diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, atau

akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa

mendatang (Sartono, 2010), dan Wiagustini (2010) mengungkapkan, kebijakan

dividen menyangkut keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan seharusnya

dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas dividen dan pembelian kembali

saham atau laba tersebut sebaiknya ditahan dalam bentuk laba ditahan guna

pembelanjaan investasi di masa datang. Prosentase dari laba yang akan dibayarkan

kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut Dividend Payout Ratio

(Andriyani, 2008). Dividen Payout Ratio menentukan jumlah laba yang ditahan

sebagai sumber pendanaan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba

sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam

kebijakan dividen ( Van Horne et al, 1998).

Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan

tersebut, dan dapat membagikan dividen kepada pemegang saham, namun disisi lain
kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab jika makin tinggi tingkat dividen

dibayarkan, semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya akan

menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga

sahamnya (Linda Sitompul, 2012). Hal ini sesuai dengan residual theory of cash

dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya

dibagikan dalam bentuk dividen, akan tetapi manajemen tidak menyukai pembagian

laba yang diperoleh dalam bentuk dividen. Manajemen lebih suka

memperlakukannya sebagai laba ditahan, kecuali mengetahui bahwa dana tersebut

tidak memberikan net present value (NPV) yang positif pada tambahan investasi.

Pembayaran Dividen menurut (Noor Hadi, 2013) dibagi menjadi dua jenis

yakni Dividen Tunai (cash dividend), Dividen Saham (stock dividend). Dividen yang

dibayarkan perseroan dalam bentuk uang tunai. Nilai dividen tunai sebesar nilai yang

dibayarkan emiten atau diterima oleh pemegang saham. Bagi direksi, pembagian

dividen tunai harus memperhitungkan tingkat likuiditas perusahaan, mengingat

dividen ini pasti mengurangi tingkat likuiditas perseroan. Sunarya (2013) berpendapat

Kebijakan dividen tunai suatu perusahaan dipengaruhi beberapa faktor-faktor antara

lain: Likuiditas, Leverage, Total Asset Turn Over, Ukuran Perusahaan dan

Profitabilitas yang dimiliki suatu perusahaan.

Sartono (2010) menjelaskan Likuiditas adalah ukuran kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika posisi likuiditas perusahaan kuat
maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen besar, mengingat bahwa

dividen adalah merupakan arus kas kluar (cash outflow). Likuiditas perusahaan

menunjukan kemampuan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat

pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar

yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga,

piutang, persediaan. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar

jumlah kas dan likuiditas perusahaan maka semakin besar pula kemampuan

perusahaan untuk membayar dividen (Suharli, 2007).

Faktor lain yang juga diduga turut berpengaruh terhadap kebijakan dividen

adalah Profitabilitas. Profitabilitas merupakan hal yang penting untuk diperhatikan

berkaitan dengan kebijakan dividen (Parthington, 1989). Menurut Sartono (2010)

Rasio Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Dengan

demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis

profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang

benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Profitabilitas selain digunakan

untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk

mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang

dimilikinya. Jensen et.al. (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas

perusahaan, maka semakin tinggi pula cash flow dalam perusahaan, dan diharapkan

perusahaan akan membayar dividen yang lebih tinggi. Semakin tinggi ROA maka
kemungkinan pembagian dividen juga semakin banyak. Nilai ROA yang tinggi akan

menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan berbanding asset

yang relatif tinggi (Ang, 1997). Lazimnya, jika profitabilitas perusahaan meningkat

akan diikuti dengan meningkatnya dividen tunai yang dibagikan perusahaan. Kendati

demikian tidak selamanya profitabilitas yang meningkat akan menghasilkan laba

yang lebih besar. Hal ini terlihat dari data empiris yang menunjukan bahwa tidak

selalu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan membagikan dividen yang

tinggi pula. Berikut ini gambar rata-rata kebijakan dividen tunai dan profitabilitas

perusahaan real estate tahun 2012-2015.

Gambar 1.1Rata-Rata Kebijakan Dividen Tunai dan Profitabilitas

Perusahaan Property and Real Estate, Building Construction

Periode 2012-2015

Sumber: Data yang diolah 2016


Dari gambar grafik diatas menunjukan, pada tahun 2012 kebijakan dividen yang

diproksikan dengan dividen payout ratio tercatat memiliki rata-rata 0,29 dan

mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 0,40, dan mengalami penuruan

sebesar -1,40 di tahun 2014, sedangkan di tahun 2014 rasio profitabilitas mengalami

peningkatan sebesar 0,108 hal ini bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan

(Ang,1997).

Selain Profitabilitas, , Earning Per Share dianggap memberikan pengaruh

terhadap kebijakan dividen. Earning Per Share merupakan komponen penting

pertama yang harus dianalisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan

menunjukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada para

pemagang saham. Menurut Tjiptono dan Hendry (2001) pemegang saham dan calon

investor umumnya sangat tertarik pada Earning Per Share, karena hal ini

menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa dan

menggambarkan prospe cerah di masa yang akan datang. Lubis (2009) menyatakan

earning per share dari suatu perusahaan dapat dijadikan indikator untuk menilai

apakah suatu perusahaan mampu meningkatkan keuntungannya yang berarti juga

meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya dengan membagikan dividen.

Kemudian leverage, leverage adalah penggunaan assets dan (beban tetap)

dengan maskud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham dengan

tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber

dayanya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang


saham/investor. Sebaliknya jika leverage meningkatkan risiko keuntungan,

perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dan menurunkan

keuntungan pemegang saham (Agus Sartono, 2010). Sedangkan menurut

(Sunarto,2004) leverage menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan

total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber perdanaan usaha. Besarnya

leverage suatu perusahaan akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam

membayar dividen tunai. Sebaliknya,pada tingkat hutang yang rendah perusahaan

dapat membagikan dividen yang tinggi sehingga sebagian besar laba digunakan untuk

kesejahteraan pemegang saham (Dewi, 2008).

Selanjutnya, rasio aktivitas atau rasio perputaran aset merupakan rasio yang

paling umum digunakan dengan menghubungkan penjualan bersih dengan aset

bersih, (Munawir, 2007), dan menurut (Agus Sartono, 2010) salah satu tujujan

manajer keuangan adalah menentukan seberapa besar efisiensi investasi pada

berbagai aktiva. Dengan kata lain rasio aktivitas menunjukan bagaimana sumber daya

telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio

aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan

dalam industri. Rasio perputaran aset yang tinggi mengindikasikan pengelolaan aset

yang efisien, sedangkan rasio perputaran aset yang rendah mengindikasikan

pengelolaan aset yang kurang efisien. Perputaran aktiva yang tinggi akan

mencerminkan kinerja perusahaan secara finansial. Semakin tinggi perputaran aktiva


perusahaan berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam membagikan

dividennya (Amalia, 2013).

Ukuran perusahaan juga menentukan besarnya dividen tunai. Ukuran

perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan

sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel

dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya

jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan

akan menderita kerugian (Brigham dan Houston 2001). Sedangkan menurut

(Mukhlasin, 2002) Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan

inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan

menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan. Dan menurut

Ferry dan Jones (dalam Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar

kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–

rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan

ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut (Lapolusi,2013)

besar ukuran perusahaan maka omset yang dihasilkan juga akan semakin tinggi dan

menyebabkan laba yang dihasilkan tinggi, jika laba tinggi maka dividen yang

dibagikan juga semakin tinggi. Namun uniknya, tidak selalu ukuran perusahaan yang

meningkat diikuti dengan peningkatan kebijakan dividen tunai perusahaan. Hal ini

terlihat dari data empiris yang menunjukan bahwa tidak selalu perusahaan yang

memiliki rata-rata ukuran perusahaan yang tinggi akan membagikan dividen tunai
yang besar. Berikut ini gambar rata-rata kebijakan dividen tunai dan profitabilitas

perusahaan real estate tahun 2012-2015.

Gambar 1.2 Rata-rata Kebijakan Dividen dan Ukuran Perusahaan

Perusahaan Property Real Estate, Building Construction di Bursa Efek

Indonesia Periode 2012-2015


Dari gambar diagram diatas menunjukan, pada tahun 2013 ukuran perusahaan yang

diproksikan dengan Size mengalami peningkatan yang diikuti dengan meningkatnya

kebijakan dividen tunai sebesar 0,04. Kemudian di tahun 2014, Size kembali

meningkat sebesar 0,08 namun kebijakan dividen tunai perusahaan justru mengalami

penuruan sebesar -0,096. Saat Size meningkat, kebijakan dividen di tahun 2014 justru

menurun cukup drastis, hal ini bertolak belakang dengan pernyataan (Lapolusi, 2013).

Selain terjadi fenomena pada perusahaan Property & Real Estate, Building

Construction tersebut, terdapat pula perbedaan dari berbagai penelitian terdahulu

(research gap). Di antara sekian banyak penelitian terdahulu mengenai rasio keuangan

yang mempengaruhi kebijakan dividen tunai yang diperdagangkan di Bursa Efek


Indonesia (BEI) antara lain, sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Wiwin (2014) mengungkapkan jika rasio aktivitas

yakni total asset turn over tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal

ini senada dengan penelitian yang dilakukan Septi dkk (2014) yang

mengemukakan jika total asset turn over tidak berpengaruh terhadap

kebijakan dividen. Sedangkan penelitian yang dilakukan Kadek Diah & Luh

yang menyatakan jika Total Asset Turn Over berpengaruh terhadap kebijakan

dividen.

2. Penelitian yang dilakukan Wiwin (2014) menyatakan jika leverage tidak

berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hal ini senada dengan penelitian

yang dilakukan Wiwin (2014), Septi dkk (2014), Indra & Isfenti (2010) yang

juga menyatakan jika leverage tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

3. Penelitian yang dilakukan Wiwin (2014), dalam penelitian menemukan jika

rasio profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hal ini senada

dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Kartika (2005). Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Tita (2009), dalam penelitiannya ditemukan hasil

jika rasio profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Berdasarkan adanya perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya, maka

diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kebijakan dividen yang


diukur dari earning per share, rasio profitabilitas yang diproksikan dengan

return of invesment, rasio aktivitas yang diproksikan dengan total asset turn

over, rasio leverage yang diproksikan dengan debt to total asset , dan ukuran

perusahaan yang diproksikan dengan firm size.

Penelitian ini akan menguji ulang serta mencari bukti empiris pengauh ratio

keuangan terhadap kebijakan dividen di perusahaan property dan Real Estate,

Building Construction periode 2012-2015. Kebijakan Dividen yang

diproksikan dengan dividen payout ratio tercatat memiliki rata-rata 0,29,

mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 0,40, kemudian di tahun

2014 mengalami penurunan sebesar -1,4. Tahun 2015 DPR kembali naik

sebesar 0,57. Adanya peningkatan dan penuruan yang cukup sigfinikan

menggambarkan tidak stabilnya kebijakan dividen Perusahaan Property and

Real Estate, Building Constrution yang terdaftar di BEI pada tahun 2012-

2015.

1.2 Rumusan Masalah

Banyak penelitian yang menguji tentang rasio keuangan terhadap kebijakan

dividen tunai dan memperoleh hasil yang berbeda dan suatu hasil yang tidak

konsisten. Berdasrkan data empiris juga didapati permasalahan antara variabel

profitabilitas dan size terhadap kebijakan dividen tunai. Berdasar hal itu maka perlu
melakukan pengujian ulang untuk mengatahui ada tidaknya pengaruh rasio keuangan

terhadap kebijakan dividen.

Berdasarkan latar belakang dan uraian rumusan masalah penelitian diatas maka

teradapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah earning per share berpengaruh terhadap kebijakan pada perusahaan

property & real estate, building construction yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia?

2. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada

perusahaan property & real estate, building construction yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada

perusahaan property & real estate, building construction yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada

perusahaan property & real estate, building construction yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?

5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen tunai

pada perusahaan property & real estate, building construction yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?


1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh rasio likuiditas terhadap kebijakan dividen dengan

profitabilitas sebagai variabel intervening.

2. Untuk menganalisis pengaruh rasio aktivitas terhadap kebijakan dividen dengan

profitabilitas sebagai variabel intervening.

3. Untuk menganalisis pengaruh rasio leverage terhadap kebijakan dividen dengan

profitabilitas sebagai variabel intervening.

4. Untuk menganalisis pengaruh rasio ukuran perusahaan terhadap kebijakan

dividen dengan profitiabilitas sebagai variabel intervening.

5. Untung menganalisa pengaruh kebijakan dividen terhadap profitabilitas sebagai

variabel intervening.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai

pihak, antara lain:


1. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, terutama mengenai

pengaruh faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan Properti & Real

Estate, Building Construction yang terdaftar di BEI.

2. Bermanfaat bagi calon investor, kreditur sebagai bahan pertimbangan dalam

melakukan investasi.

3. Bagi emiten, sebagai sinyal bahwa laporan keuangan yang mereka publikasikan

sangat berarti untuk berbagai pihak dalam memilih kondisi perusahaan

4. Sebagai tambahan referensi bagi dunia penelitian di lingkungan akademik dan

profesional agar dapat memberikan kontribusi.

Anda mungkin juga menyukai