Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teoritis Kanker Payudara


1. Definisi
Kanker payudara merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal
mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang biak dan
menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (NANDA NIC - NOC, 2015)
Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari duktus atau tubulus
payudara, merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang
penting (Dr. Suyatno, 2010).
Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel pada
payudara. Organ-organ dan kelenjar dalam tubuh (termasuk payudara) terdiri
dari jaringan-jaringan, berisi sel. Umumnya, pertumbuhan sel normal mengalami
pemisahan, dan mati ketika sel menua dan digantikan dengan sel-sel baru. Tapi,
ketika sel-sel lama tidak mati dan sel-sel baru terus tumbuh meski belum
diperlukan. Jumlah sel yang berlebihan tersebut berkembang tidak terkendali
sehingga membentuk tumor. Namun tidak semua tumor merupakan kanker,
terutama pada payudara. Ada jenis tumor jinak (non kanker) ada juga tumor
ganas (kanker) (Sastrosudarmo, 2014).

2. Etiologi
Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan, tetapi terdapat
beberapa faktor resiko yang telah ditetapkan, keduanya adalah lingkungan dan
genetik. Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang
membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat
hyperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang atipikal dan kemudian
berlanjut dan kemudian berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi
stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi
massa. Hormone steroid yang dihasilkan oleh ovarium juga 7 berperan dalam
pembentukan kanker payudara (estradisol dan progesteron mengalami perubahan
dalam lingkungan seluler) (NANDA NIC - NOC, 2015).
Faktor resiko terjadinya kanker payudara :
a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
b. Anak perempuan atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung)
dari wanita dengan kanker payudara
c. Menarche dini
d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama
e. Menopause pada usia lanjut
f. Riwayat penyakit payudara jinak
g. Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia
30 tahun beresiko hampir dua kali lipat
h. Obesitas resiko terendah diantara wanita pasca menopause
i. Kontrasepsi oral
j. Terapi pergantian hormone
k. Masukan alkohol

3. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala kanker payudara adalah :
a. Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit
b. Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus-menerus) atau
puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge)
c. Ada perubahan pada kulit payudara di antaranya berkerut seperti kulit jeruk
(peau’u d’orange), melekuk ke dalam (dimpling) dan ulkus
d. Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul satelit)
e. Ada luka di puting payudara yang sulit sembuh
f. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak
g. Terasa sakit/ nyeri
h. Benjolan yang keras itu tidak bergerak dan biasanya pada awal-awalnya
tidak terasa sakit8
i. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara
j. Adanyabenjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara (Dr. Suyatno,
2010).
4. Faktor Resiko
a. Kanker payudara yang terdahulu terjadi malignitas sinkron di payudara lain
karena mammae adalah organ berpasangan
b. Keluarga, diperkirakan 5% semua kanker adalah predisposisi keturunan ini,
dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae
c. Kelainan payudara (benigna) kelainan fibrokistik (benigna) terutama pada
periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah
menderita yang porliferatif sedikit meningkat
d. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain. Status sosial yang tinggi
menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang
berlebihan ada hubungan dengan kenaikan tumor yang berhubungan dengan
estrogen pada wanita post menopause
e. Faktor endokrin dan reproduksi graviditas matur kurang dari 20 tahun dan
gradivitas lebih dari 30 tahun, menarche kurang dari 12 tahun
f. Obat anti konseptiva oral, penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih
dari 12 tahun (NANDA NIC - NOC, 2015)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG) Payudara
Pada USG, lesi hypoechoic dengan margin irregular dan shadowing disertai
orientasi vertical kemungkinan merupakan lesi maligna. Lesi ini terkadang
menunjukkan adanya infiltrasi ke jaringan lemak di sekitarnya. Lesi solid
benigna dengan batas tegas dan lobulated yang terlihat sebagai lesi
hypoechoic homogeny dan orientasi horizontal diduga adalah fibroadenoma.
USG secara umum diterima sebagai metode terpilih untuk membedakan
masa kistik dengan solid dan sebagai guide untuk biopsy. Disamping untuk
pemeriksaan pasien usia muda (kurang dari 30 tahun).
b. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara,
sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum tahun
sebelum ada ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2mm sudah dapat
dideteksi dengan mamografi. Akurasi mamografi untuk prediksi malignasi
adalah 70%-80%.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat baik untuk deteksi local recurrence pasca BCT atau augmentasi
payudara dengan implant, deteksi multifocal cancer dan sebagai tambahan
terhadap mamografi pada kasus tertentu. MRI sangat berguna dalam
skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang padat yang
memiliki resiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI mencapai
98%.
d. Biopsi
Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatologi.
FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur
diagnosis awal, untuk evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekurren
setelah aspirasi berulang adalah indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau
eksisi).
e. Bone scan, foto toraks, USG abdomen
Pemeriksaan bone scan bertujuan untuk evaluasi metastasi di tulang. Bone
scan secara rutin tidak dianjurkan pada stadium dini yang asimtommatis
karena berdasarkan beberapa penelitian hanya 2% hasil yang positif pada
kondisi ini, berbeda dengan halnya pada yang simtomatis stadium III,
insiden posistif bone scan mencapai 25% oleh karenanya pemeriksaan bone
scan secara rutin sangat bermanfaat.
f. Pemeriksaan laboratorium dan marker
Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah rutin,
alkaline phospatase, SGOT, SGPT dan tumor marker. Tumor marker untuk
kanker payudara yang dianjurkan adalah carcinoembryonic antigen (CEA),
cancer antigen (CA) 15-3, dan CA 27-29 (Dr. Suyatno, 2010).

6. Staging Kanker Payudara


Sistem staging atau tahapan kanker payudara ini sangat berguna untuk
menentukan prognosis nya. Terdapat perbedaan yang signifikan di antara
stadium kanker payudara.
a. Stage 0 : pada tahap ini sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar
payudara, tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang berdekatan
b. Stage I : terdapat tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan batas yang
jelas (kelenjar getah bening normal)
c. Stage IIA : tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker
ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan ukuran 2
cmatau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak/ aksiller,
atau tumor yang lebih besar dari 2 cm, tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan
belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
d. Stage IIB : tumor dengan ukuran 2-5 cmdan telah menyebar ke kelenjar
getah bening yang berhubungan dengan ketiak, atau tumor yang lebih besar
dari 5 cm tapi belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak
e. Stage IIIA : tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di
kelenjar getah bening ketiak melekat bersama atau dengan struktur lainnya,
atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang dada, atau
tumor dengan ukuran berapa pun yang telah menyebar ke kelenjar getah
bening ketiak, terjadi perlengketan dengan struktur lainnya, atau kanker
ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang dada
f. Stage IIIB : tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke dinding
dada dan/ atau kulit payudara dan mungkin telah menyebar ke kelenjar
getah bening ketiak yang terjadi pelekatan dengan struktur lainnya, atau
kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening di dekat tulang
dada. Kanker payudara inflamatori (berinflamasi) dipertimbangkan paling
tidak pada tahap IIIB
g. Stage IIIC : ada atau tidak tanda kanker di payudara mungkin telah
menyebar ke dinding dada dan/ atau kulit payudara dan kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening baik di atas atau di bawah tulang 11
belakang dan kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak atau ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada
h. Stage IV : kanker telah menyebar atau metastasis ke bagian lain dari tubuh
(Rasjidi, 2010).
7. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan
yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat
bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh adanya periode bebas
penyakit (disases free interval) dan peningkatan harapan hidup (overall
survival), dilakukan pada kanker payudara stadium I, II, dan III . terapi paliatif
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya periode bebas
penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV. Kesembuhan yang tinggi
dengan kualitas hidup yang baik akan tercapai bila kanker diterapi pada stadium
dini. Adapun modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi : operasi,
kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target.
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitotastika) untuk
menghancurkan sel kanker.obat ini umumnya bekerja dengan menghambat
atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi
bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat
lokal/ setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan
langsung ke dalam tumor , jarang menembus blood-brain barrier sulit
mencapai system syaraf pusat. Ada 3 jenis setting kemoterapi yakni adjuvant,
neoadjuvant dan primer (paliatif).
b. Radioterapi
Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup penting pada
kanker payudara. Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah
kerusakan DNA dengan gangguan proses replikasi. RT menurunkan jangan
panjang penderita kanker payudara. Walaupun beberapa studi
memperlihatkan bahwa RT setelah kemoterapi menghasilkan long term 12
survival yang lebih baik di banding sebaliknya, namun studi terbaru oleh
Bellon et al dan Joint Center randomized trial memperlihatkan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kemoterapi pertama dan RT pertama.
c. Hormonal Terapi
Hormonal terapi yang mulai dikembangkan sejak satu abad yang lalu, masih
paling efektif dan paling jelas targetnya dari terapi sistemik untuk kanker
payudara. Adjuvant hormonal terapi diindikasikan hanya pada payudara yang
menunjukkan ekspresi positif estrogen reseptor (ER) dan atau progesterone
reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause, status kelenjar getah
bening aksila maupun ukuran tumor. ER positif pada sepertiga penderita
kanker payudara dan sepertiga kasus rekurren sedang PR positif pada 50%
ER positif. Pemberian terapi hormonal pada ER atau PR negatif tidak akan
memperbaiki overall survival ataupun diases free survival dan bahkan
merugikan pada premenopause.
d. Operasi
Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara.
Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan histopatologi dan dari spesimen operasi dapat ditentukan tipe
dan grading tumor , status kelenjar getah bening aksila, faktor prediktif dan
faktor prognosis tumor (semua faktor diatas tidak bisa diperoleh dari
modalitas lain). Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah Classic
Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy (MRM), Skin
Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP), dan Breast
Conserving Treatment (BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan
keuntungan serta kerugian yang berbeda-beda. SSM dan NSP mermelukan
rekonstruksi langsung tapi kualitas hidup lebih baik dengan kuratifitas yang
hamper sama dengan MRM.
1) CRM (Classic Radical Mastectomy) adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas
tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III.
Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral
13 tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena
morbiditas tinggi sementara nilai kuratif sebanding dengan MRM.
2) MRM (Modified Radical Mastectomy) adalah operasi pengangkatan
seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple aerola kompleks, kulit di
atas tumor dan fascia pektoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini
dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut.
Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratif sebanding
dengan CRM.
3) SSM (Skin Sparing Mastectomy)adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor dan nipple aerola kompleks dengan
mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II.
Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang
umumnya TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap),
LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada
tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium
dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.
4) NSP (Nipple Sparing Mastectomy) adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple aerola
kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini juga harus
disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah
TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap
(latisssimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan tumor stadium
dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi perifer, secara klinis NAC
tidak terlibat, kelenjar getah bening N0, histopatologi baik, dan potong
beku sub aerola : bebas tumor
5) BCT (Breast Conserving Treatment) adalah terapi yang kompenannya
terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan
diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping
dengan Sentinel Lymph Node Biopsy (SNLB) dapat dilakukan untuk
menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan survival yang sama
dengan MRM namun rekurensinya lebih besar.

B. Teori Mastektomi
1. Pengertian
Mastektomi adalah suatu tindakan pembedahan onkologis pada
keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara
yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan puting
susu serta kulit diatas tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening aksila
ipsi lateral level I, II/III tanpa mengangkat muskulus pektoralis major dan
minor (Sinclair, 2009).
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada
beberapa faktor meliputi usia, kesehatan secara menyeluruh, status
menopause, dimensi tumor, tahapan tumor dan seberapa luas
penyebarannya, stadium tumor dan keganasannya, status reseptor homon
tumor, dan penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum
(Kozier, 2008).

2. Klasifikasi
Tipe mastektomi menurut Kozier (2008) dikelompokan menjadi tiga,
yaitu:
a. Mastektomi radikal, yaitu pengangkatan seluruh payudara kulit otot
pektoralis mayor dan minor, nodus limfe ketiak, kadang-kadang nodus
limfe mammary internal atau supraklavikular.
b. Mastektomi total (sederhana), yaitu mengangkat semua jaringan
payudara tetapi kebanyakan nodus limfe dan otot dada tetap utuh
c. Prosedur terbatas (Lumpektomi) yaitu hanya beberapa jaringan sekitanya
diangkat.
Menurut Suryo (2009) ada 3 jenis mastektomi, yaitu:
a. Simple Mastectomy (Total Mastectomy), pada prosedur operasi ini,
keseluruhan jaringan payudara diangkat, tapi kelenjar getah beningyang
berada di bawah ketiak (axillary lymph nodes) tidak diangkat.
Kadangkadang sentinel lymph node, yaitu kelenjar getah bening utama,
yang lags 15 berhubungan dengan payudara, diangkat juga. Untuk
mengidentifikasi sentinel lympnode ahli bedah akan menyuntikkan suatu
cairan dan/atau radioactive tracer kedalam area sekitar putting payudara.
Cairan atau tracer tadi akan mengalir ketitik-titik kelenjar getah bening,
yang pertama akan sampai ke sentinel lymp node. Ahli bedah akan
menemukantitik-titik pada KGB (kelenjar Getah Bening) yang warnanya
berbeda (apabila digunakan cairan) atau pancaran radiasi (bila
menggunakan tracer).
Cara ini biasanya mempunyai resiko rendah akan terjadinya lymphedema
(pembengkakan pada lengan) daripada axillary lymp node dissection.
Bila ternyata hasilnya sentinel node bebas dari penyebaran kanker,maka
tidak ada operasi lanjutan untuk KGB. Apabila sebaliknya, maka
dilanjutkan operasi pengangkatan KGB. Operasi ini kadang-kadang
dilakukan pada kedua payudara pada penderita yang berharap menjalani
mastektomi sebagai pertimbangan pencegahan kanker. Penderita yang
menjalani simple mastectomy biasanya dapat meninggalkan rumahsakit
setelah dirawat dengan singkat seringkali, saluran drainase dimasukkan
selama operasi di dada penderita dan menggunakan alat penghisap
(suction) kecil untuk memindahkan cairan subcutaneous (cairan dibawah
kulit). Alat-alat ini biasanya dipindahkan beberapa hari setelah operasi
apabila drainase telah berkurang dari 20-30 ml perhari.
b. Modified Radical Mastectomy, keseluruhan jaringan payudara diangkat
bersama dengan jaringan-jaringan yang ada di bawah ketiak (kelenjar
getah bening dan jaringan lemak). Berkebalikan dengan simple
mastectomy, m. pectoralis (otot pectoralis)ditinggalkan.
c. Radical Mastectomy atau Halsted Mastectomy, pertama kali ditunjukkan
pada tahun 1882, prosedur operasi ini melibatkan pengangkatan
keseluruhan jaringan payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak,
dan m. pectoralis mayor dan minor (yang berada di bawah payudara).
Prosedur ini lebih jelek dari pada modified radical mastectomy dan tidak
16 memberikan keuntungan pada kebanyakan tumor untuk bertahan.
Operasi ini, saat ini lebih digunakan bagi tumor-tumor yang melibatkan
pectoralis mayor atau kanker payudara yang kambuh yang melibatkan
dinding dada

3. Indikasi operasi mastektomi


Menurut indikasi operasi mastektomi dilakukan pada kanker
payudara stadium 0 (insitu), keganasan jaringan lunak pada payudara, dan
tumor jinak payudara yang mengenai seluruh jaringan payudara (misal:
phyllodestumor).
4. Kontra indikasi operasi mastektomi
Kontra indikasi operasi mastektomi adalah tumor melekat dinding
dada, edema lengan, nodul satelit yang luas, dan mastitis inflamatoar
(Engram, 2009).

5. Komplikasi operasi mastektomi


Komplikasi operasi mastektomi dibedakan menjadi fase dini dan
fase lambat. Fase dini meliputi pendarahan, lesi nodul thoracalis longus
wing scapula, dan lesi nodul thoracalis dorsalis. Fase lambat meliputi
infeksi, nekrosis flap, seroma, edema lengan, kekakuan sendi, dan bahu
kontraktur (Engram, 2009)

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sebelum dilakukan mastektomi meliputi,
yaitu: mandatory, mamografi (USG payudara), foto toraks, FNAB tumor
payudara,USG liver/abdomen,dan pemeriksaan kimia darah lengkap untuk
persiapan operasi (Engram, 2009).

7. Pra operasi mastektomi


Menurut Sjamsuhidajat (2010), pasien pra mastektomi akan
mengalami masalah psikologis, karena payudara merupakan alat vital
seseorang ibu dan wanita, kelainan atau kehilangan akibat operasi payudara
sangat terasa oleh pasien, haknya seperti dirampas sebagai wanita
normal,ada rasa kehilangan tentang hubungannya dengan suami, dan
hilangnya daya tarik serta pengaruh terhadap anak dari segimenyusui.
(Sjamsuhidajat, 2010).

C. Teori Keperawatan Perioperatif


1. Defenisi
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah gabungan dari
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan
post operatif.

2. Etiologi
Operasi dilakukan untuk berbagai alasan seperti (Brunner dan
Suddarth, 2002):
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.

3. Tahap dalam keperawatan perioperatif


a. Fase pre operasi
Fase pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima
pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk
dilakukan tindakan operasi. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan
menyiapkan 18 pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat operasi.
Persiapan operasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan
fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan
perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi
dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi
(alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke
ruang operasi, ruang pemulihan, kemungkinan
pengobatanpengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan
batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
2) Persiapan Fisiologi
a. Diet (puasa), pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam
menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada
operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan
ringan diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi pada
saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu
jalannya operasi.
b. Persiapan Perut, Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah
konstipasi dan mencegah infeksi.
c. Persiapan Kulit, Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari
rambut
d. Hasil Pemeriksaan, hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,
USG dan lain-lain.
e. Persetujuan Operasi / Informed Consent pasien / keluarga
harus tersedia.
b. Fase Intra operasi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena,
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh:
memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak
sebagai perawat scrub atau membantu mengatur posisi pasien di atas
meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan
tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu
pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien: Atur posisi
pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi
pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian.
Berdasarkan kategori terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli
bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang
mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
c. Fase Post operasi
Fase Post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operasi dan intra operasi yang dimulai ketika klien diterima di ruang
pemulihan (recovery room)/pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen
anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan ke rumah.
Fase post operasi meliputi beberapa tahapan, diantaranya
adalah:
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anastesi (recovery room), Pemindahan ini memerlukan
pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke
ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan
kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan
siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko
injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat
sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter
anastesi yang bertanggung jawab.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi, Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus
21 dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR)
atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care
unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak
berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk : 1) Perawat yang disiapkan
dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) 2) Ahli anastesi
dan ahli bedah
3) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
4. Klasifikasi Perawatan Perioperatif
Menurut urgensi maka tindakan operasi dapat diklasifikasikan
menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a. Kedaruratan/Emergency, pasien membutuhkan perhatian segera,
gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan operasi tanpa
di tunda. Contoh: perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus,
fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat
luas.
b. Urgen, pasien membutuhkan perhatian segera. Operasi dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau
batu pada uretra.
c. Diperlukan, pasien harus menjalani operasi. Operasi dapat direncanakan
dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh: Hiperplasia prostat tanpa
obstruksi kandung kemih, gangguan tyroid dan katarak.
d. Elektif, Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi operasi, bila
tidak dilakukan operasi maka tidak terlalu membahayakan. Contoh:
perbaikan Scar, hernia sederhana dan perbaikan vaginal.
e. Pilihan, Keputusan tentang dilakukan operasi diserahkan sepenuhnya
pada pasien. Indikasi operasi merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika. Contoh: bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan operasi di bagi
menjadi :
a. Minor, menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko
kerusakan yang minim. Contoh: incisi dan drainage kandung kemih,
sirkumsisi
b. Mayor, menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat
serius. Contoh: Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan
lainlain.
5. Komplikasi post operatif dan penatalaksanaanya
a. Syok
Syok yang terjadi pada pasien operasi biasanya berupa syok
hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah: Pucat , Kulit dingin, basah,
pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah
dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine pekat. Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi
pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan
energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan
periode istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan
posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus dijaga tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, luka
bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa
ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
d. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus operasi
rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme 23
spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari
kandung kemih.
e. Infeksi luka operasi
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan
di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan
pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan
prinsip steril.
f. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana
kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena
dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g. Embolisme pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah,
udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di
sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal
yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus
pulmonal.
h. Komplikasi gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami operasi abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi
obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.

D. Asuhan Keperawatan Perioperatif


1. Pre operasi
a. Pengkajian
Fokus Keperawatan Pre Operasi Pada pengkajian anamnesis biasanya
didapatkan adanya keluhan benjolan pada payudara. Faktor bertambahnya
usia mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kemungkinan mengidap
kanker payudara (Muttaqin 2009) .
Pada pengkajian riwayat keluarga terdapat adanya hubungan seorang
wanita yang ibu atau saudarinya (saudari dekat, keturunan pertama/ first
degree relatives) pernah/ sedang menderita kanker payudara , memiliki
risiko paling sedikit dua sampai tiga kali lipat lebih besar dibandingkan
dengan populasi umum. Adanya riwayat awitan haid sebelum usia 12 tahun
dan nuliparitas, kehamilan cukup bulan pertama setelah usia 35 tahun,
awitan menopause yang lambat , atau riwayat haid lebih dari 40 tahun
memiliki hubungan peningktan resiko penyakit payudara jinak (Muttaqin
2009).
Pada pemeriksaan fisik inspeksi sering didapatkan kondisi asimetri.
Retraksi atau adanya skuama pada puting payudara . Tanda-tanda stadium
lanjut , yaitu nyeri, pembentukan ulkus , dan edema.
Pada palpasi payudara akan ditemukan/teraba benjolan atau penebalan
payudara yang biasanya tidak nyeri. Selain itu juga ada pengeluaran rabas
darah atau serosa dari puting payudara, dan cekungan atau perubahan kulit
payudara. Apabila ditemukan adanya benjolan di payudara, maka benjolan
tersebut harus dievaluasi terhadap satu dari tiga kemungkinan, yaitu: kista,
tumor jinak, atau tumor ganas. Pada pengkajian diruang prabedah, perawat
melakukan pengkajian ringkas mengenai kondisi fisik pasien dan
kelengkapan yang berhubungan dengan operasi. Pengkajian ringkas tersebut
adalah sbb :
1) Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien
sebagai data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan yang
akan dilakukan
2) Kelengkapan administrasi: Status rekam medik, data-data penunjang
(Laboratorium, dan Radiologi ) serta kelengkapan informed consent.
3) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan
4) Pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital dan kondisi masa pada
payudara.
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada pre operasi (SDKI, 2016) adalah :
1) Ansietas b.d Rencana Operasi
Tanda dan gejala mayor:
Subjektif:
a) Merasa bingung
b) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
c) Sulit berkonsentrasi
Objektif:
a) Tampak gelisah
b) Tampak tegang
c) Sulit tidur
Tanda dan gejala minor:
Subjektif :
a) Mengeluh pusing
b) Anoreksia
c) Palpitasi
d) Merasa tidak berdaya
Objektif:
a) Frekuensi nafas meningkat
b) Frekuensi nadi meningkat
c) TD meningkat
d) Diaforesis
e) Tremor
f) Muka tampak pucat
g) Suara bergetar
h) Kontak mata buruk
i) Sering berkemih
j) Berarientasi pada masa lalu

2) Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi


Tanda dan gejala mayor:
Subjektif:
a) Menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif:
a) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
b) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
Tanda dan gejala minor:
Subjektif: -
Objektif:
a) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
b) Menunjukkan perilaku berlebihan
c. Rencana Intervensi
Menurut SIKI (2018) intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah reduksi ansietas dan edukasi kesehatan.
d. Implementasi
1) Reduksi ansietas
Observasi:
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal: kondisi, waktu,
stresor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Teraupetik:
a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi:
a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
2) Edukasi kesehatan
Observasi :
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.
Teraupetik :
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
a) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup dan sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

2. Intra Operasi
a. Pengkajian
Fokus Keperawatan Intra Operasi Pengkajian intraoperatif bedah
onkologi secara ringkas mengkaji halhal yang berhubungan dengan
pembedahan. Diantaranya adalah validasi identitas dan prosedur jenis
pembedahan yang akan dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data
penunjang laboratorium dan radiologi. (Muttaqin , 2009)
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan intraoperatif bedah onkologi payudara yang
lazim (SDKI, 2016) adalah sebagai berikut :
1) Resiko cidera b.d tindakan operasi
2) Risiko hipotermi periopertif b.d suhu lingkungan rendah
c. Rencana Intervensi
Menurut SIKI (2018) intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah manajemen kesehatan lingkungan dan
manajemen hipotermia.
d. Implementasi
1) Manajemen kesehatan lingkungan
Observasi :
a) Identifikasi kebutuhan keselamatan
b) Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Teraupetik :
a) Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
b) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
c) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
d) Gunakan perangkat pelindung
e) Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
f) Fasilitas relokasi kelingkungan yang aman
g) Lakukan skrining bahaya lingkungan
Edukasi:
a) Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan.
2) Manajemen Hipotermia
Observasi :
a) Monitor suhu tubuh
b) Identifikasi penyebab hipotermia, (Misal: terpapar suhu lingkungan
rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan )
c) Monitor tanda dan gejala hipotermia
Teraupetik :
a) Sediakan lingkungan yang hangat (misal : atur suhu ruangan)
b) Ganti pakaian atau linen yang basah
c) Lakukan penghangatan pasif (misal : selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
d) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat, botol
hangat, selimut hangat, metode kangguru)
e) Lakukan penghangatan aktif internal (misal: infus cairan hangat,
oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)
Edukasi :
a. Anjurkan makan/minum hangat

3. Post Operasi
a. Pengkajian
Fokus Keperawatan Post Operasi Pengkajian post operasi dilakukan
secara sitematis mulai dari pengkajian awal saat menerima pasien,
pengkajian status respirasi, status sirkulasi, status neurologis dan respon
nyeri, status integritas kulit dan status genitourinarius.
a) Pengkajian Awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut
1) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda
vital
3) Anastesi dan medikasi lain yang digunakan
4) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
memengaruhi peraatan pasca operasi
5) Patologi yang dihadapi
6) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian
7) Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya
8) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anastesi yang
akan diberitahu
b) Status Respirasi
Kontrol pernafasan
1) Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan
2) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan,
kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan arna membran
mukosa
Kepatenan jalan nafas
1) Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai pernafasan
yang nyaman dengan kecepatan normal
2) Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan nafas
akibat aspirasi muntah, okumulasi sekresi, mukosa di faring, atau
bengkaknya spasme faring
c) Status Sirkulasi
1) Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat
kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat pembedahan,
efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan defresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
2) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta
pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler pasien.
3) Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi
d) Status Neurologi
1) Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil
namanya dengan suara sedang
2) Mengkaji respon nyeri
e) Muskuloskletal
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi post
operasi
b. Diagnosis Keperawatan Post Operasi
Diagnosa yang sering muncul pada post operasi (SDKI, 2016) adalah :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d efek agen farmakologi (anastesi)
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif: -
Objektif:
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing atau ronkhi kering
e) Mekonium dijalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
Objektif:
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi nafas menurun
d) Frekuensi nafas berubah
e) Pola nafas berubah
2) Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Gejala dan tanda mayor:
Subyektif:
a) Mengeluh nyeri
Objektif :
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subyektif : -
Objektif :
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
c. Intervensi
Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas yaitu manajemen jalan nafas dan manajemen
nyeri.
d. Implementasi
a) Manajemen jalan nafas
Observasi :
1) Monitor pola napas
2) Monitor bunyi napas
3) Monitor sputum,
Teraupetik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift
2) Posisikan semi fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep mcgill
8) Berikan oksigen
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2) Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitil.
b) Manajemen nyeri
Observasi :
1) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
3) Identifikasi skala nyeri
4) Identifikasi nyeri non verbal
5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Teraupetik :
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal
: TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.)
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu

Anda mungkin juga menyukai