Anda di halaman 1dari 3

Skor Sumber Tugas

No Tugas Tutorial
Maksimal Tutorial
1 Sebutkan jenis-jenis interpretasi purposive 25 Modul 6
kemudian jelaskan secara singkat!
2 Jelaskan tahapan dalam interpretasi 25 Modul 6
kontekstual
3 Jelaskan pengertian hermeneutika hukum 25 Modul 5
besera urgensinya!
4 Sebutkan enam langkah utama 25 Modul 5
hermeneutika hukum?

JAWABAN :

1. Menurut Akhli Albert H.Y Chen Mengemukakan bahwa terdapat 6 jenis interprestasi yang
dikemukakan oleh hobbit diantarannya sebagai berikut :
- Penafsiran Tekstual (Tekstualism or literalism) atau biasa dikenal dengan penafsiran
harfiah yang mana metode penafsiran ini dilakukan dengan cara memberikan makna
terhadap arti dari kata – kata di dalam dokumen atau teks yang dibuat oleh Lembaga
legislative (mening of the word in the legislative text). Yang mana penafsiran ini
menekankan kepada pemahaman terhadap kata – kata yang tertera dalam konstitusi
atau undang – undang sebagaimana pada umumnya dilakukan oleh banyak orang.
- Penafsiran historis atau bisa disebut juga dengan penafsiran orisinal, yaitu bentuk
daripada penafsiran ini berdasarkan pada sejahtera konstitusi atau undang – undang itu
dibahas dibentuk, diadopsi atau dratifikasi oleh pembentuknya atau ditandatangani
institusi yang berpatokan pada umumnya memang metode ini menggunakan penafsiran
pendekatan original intent terhadap norma – norma hukum konstitusi yang mana
penafsiran ini sesuai dengan pengertian yang asli dari teks istilah – istilah yang terdapat
dalam konstitusi. Yang mana penafsiran ini sering digunakan untuk menjelaskan teks,
koteks, tujuan dan struktur konstitusi.
- Penafsiran doctrinal merupakan metode atau cara yang dilakukan dengan memenuhi
aturan undang – undang melalui system presiden atau melalui praktik peradilan,
menurut hobit mengemukakan bahwa metode penafsiran ini banyak di pengaruhi oleh
tradisi common law yang digunakan pendekatannya.
- Penafsiran prudensial merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara
mencari keseimbangan antara biaya – biaya yang harus dikeluarkan dan keuntungan –
keuntungan yang diperoleh dari penerapan suatu aturan atau undang – undang tertentu
- Penafsiran structural merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara
mengaitkan aturan dalam undang – undang dengan konstitusi atau undang – undang
dasar yang mengatur tentang struktur ketatanegaraan.
- Penafsiran etikal merupakan metode atau cara penafsiran yang dilakukan dengan
menurunkan prinsip – prinsip moral dan etika sebagaimana tertuang dalam konstitusi
atau undang – undang dasar.
2. Tahapan dalam interprestasi kontekstual yang dikemukakan oleh ahli Sir Rubbert Cross
menjelaskan bahwa bagaimana seorang hakim dalam menafsirkan undang – undang dengan
menggunakan pendekatan kontekstual
- Menganggap arti biasa dari kata – kata dalam konteks umum undang – undang
- Jika kata – kata akan memberikan hasil yang tidak masuk akal kemudian menerapkan
makna sekunder
- Hakim dapat membaca yang terjadi tersirat (ellipsis) kekuasaan terbatas menambah /
mengubah/ menghapus kata – kata untuk menghindari dimengerti / masuk akal /tidak
bisa dijalankan / tidak masuk akal klausul atau mereka yang tak terdamaikan dengan sisa
patung
- Selanjutnya dalam menerapkan aturan hakim dapat menggunakan alat bantu yang
konprehensif dan praduga.
3. ruanglingkup hermeneutik hukum adalah ajaran filsafat mengenai hal mengerti/memahami
sesuatu, atau suatu metode interpretasi (penafsiran) terhadap teks. Kata teks atau sesuatu
adalah berupa teks hukum, fakta hukum, naskah-naskah hukum, dokumen resmi suatu
negara, doktine hukum, yurisprudensi dansemua kepastiannya menjadi objek yang
ditafsirkan. Metode dan teknis menafsirkan dilakukan secara holistik dalam bingkai berkaitan
dengan teks, konteks dan kontekstualitasnya.[6] Secara nyaata pada abad kesembilan belas
dan kedua puluh konsep hermeneutika hukum mengalam perkebangan yang signifikan. Hal
ini merupakan hasil dari pengembangan berbagai jenis hermeneutika umum, “metodologi”
dikembangkan oleh Schleiermacher dan Dilthey, dan “fenomenologi” dikembangkan oleh
Heidegger dan Gadamer.[7] Bahkan, filsafat hukum juga menjadisaksi dalam upaya untuk
mengembangkan hermeneutika analitik. Dalam hermeneutik, untuk dapat membuat
intepretasi, orang lebih dahulu harus mengerti atau memahami. Keadaan labih dahulu
mengerti ini bukan didasari atas penentuan waktu, melaikan bersifat alamiah. Ketika sesorang
mengerti, ia sebenarnya telah melakukan intepretasi dan juga sebaliknya. Ada kesertametaan
atara mengerti dengan membuat interpretasi. Dalam menafsirkan harus mengenal pesan atau
kecondongan sebuah teks, lalu meresapi makan teks. Dari uraian diatas dapat disimpulkan,
hermenetika tidak hanya mencakup atas metode penafsiran akan tetapi filsafat penafsiran.
Karena hermeneutik menyelidiki realitas dalam pengertian sepenuh mencari jawabahan atas
sesuatu yang disebuat “ada”. Terdapat tiga pemikiran hermeneutik yang dibahas dalam
tulisan ini yakni Scheiermacher, Dilthey, dan Hans Georg Gadamer. Pemilihan atas teori
tersebut dikarenakan adanya hubungan pemahaman teks hukum. Menurut Scheiermacher,
dalam melakukan penafsiran akan muncul dengan sedirnya sebuah kesalahpahaman. Kesalah
pahaman ini bukan merupakan merupakan faktor yang kebetulan terjadi akan tetapi
merupakan bagian intergral dari kemungkinan iterpretasi itu sediri. Oleh karena itu
kesalahpahaman itu harus di dsingkirkan. Maka, menurut Scheiermacher, dalam melakukan
penafsiran teks terdapat dua bagian yang perlu diperhatikan yakni penafsiran gramatikal dan
penafsiran psikologis.[8] Bahasa gramatika menurut Scheiermacher merupakan syarat berfikir
setiap orang, sedangkan aspek psikologis interpretasi memungkinkan sesorang menagkap
‘setitik cahaya’ pribadi penulis. Menurut Kaelan, prinsip hermeneutik Scheiermacher adalah
rekonstruksi yang bertolak dari ekpresi yang telah diungkapkan. Dalam masalah ini terdapat
dua hal pokok yang saling berhubungan dan berinteraksi, yaitu momen tata bahasa dan
momen kejiwaan
4. . Palmer lebih jauh menunjukkan tiga makna dasar istilah hermēneuein dan hermēneia
yakni:
- mengungkapkan dengan kata-kata, “to say”;
- menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi;
- menerjemahkan, seperti menterjemahkan bahasa asing3 . Ketiga makna istilah ini dapat
dipadatkan dengan kata “menginterpretasi” (“to interpret”). Interpretasi melibatkan:
pemahaman dan penjelasan yang masuk akal, pengucapan dengan kata-kata sehingga
dapat dipahami, dan penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Tetapi secara
historis, istilah hermeneutika atau hermēneuein selalu dikaitkan dengan tokoh Hermes
dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menafsirkan kehendak dewata (orakel)
dengan bantuan kata-kata manusia.
- Hermes dianggap sebagai pembawa pesan, atau tepatnya mengungkapkan pesan
dewata dalam bentuk kata-kata sehingga dapat dipahami. Dalam perkembangannya
kemudian, istilah itu dikaitkan dengan penafsiran kehendak Tuhan sebagaimana
terkandung dalam ayat-ayat kitab suci. Maka dalam konteks itu istilah hermeneutika lalu
memiliki pengertian: pedoman atau kaidah dalam memahami dan menafsirkan teks-teks
yang bersifat otoritatif seperti dogma dan kitab suci. Maka menurut Palmer,
hermeneutika berkembang dalam enam tahap, yakni:
a. hermeneutika sebagai teori eksegesis Bibel,
b. hermeneutika sebagai metodologi filologis,
c. hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik,
d. hermeneutika sebagai fondasi metodologi bagi Geisteswissenschaften,
e. hermeneutika sebagai fenomenologi dasein dan pemahaman eksistensial, dan
f. hermeneutika sebagai sistem interpretasi (menemukan makna versus ikonoklasme).

Anda mungkin juga menyukai