Anda di halaman 1dari 4

Nama : Gabriel Butar-Butar

Nim : 19.01.1759

Tingkat/Jurusan : II-A/Teologi

Mata Kuliah : Hermeunetik PB I

Dosen Pengampu : Dr. Jadiaman Prangin-angin

Lembar Jawaban UTS

1. Apa itu Hermeneutika dan apa pula yang dikerjakan dalam Hermeneutika PB?
Pembahasan: Kata Hermeneutik dalam bahasa Ibrani adalah pathar , yang artinya adalah
menafsir" (to interprete). Sedangkan kata bendanya adalah pithron, artinya "tafsiran"
(interpretation). Kata ini paling umum digunakan dalam konotasi menafsirkan mimpi,
karena mimpi berwujud simbol yang artinya tidak jelas sedangkan dalam Kata
Hermeneutik dalam bahasa Yunani adalah hermeneutikos, berasal dari kata hermeneuo,
artinya "menafsir" (to interprete). Kata benda yang dipakai adalah hermeneia, artinya
"tafsiran" (interpretation). Menafsir adalah kegiatan yang biasa kita lakukan setiap hari
didalam hidup kita pada saat kita mendengarkan pernyataan lisan atau membaca
pernyataan tertulis dan berusaha untuk memahaminya kita sebenarnya telah melakukan
penafsiaran eksegese. Istilah “eksegesis” berasal dari kata Yunani exegeomai yang dalam
bentuk dasarnya berarti “membawa keluar” atau “mengeluarkan”. Apabila dikenakan
pada tulisan-tulisan, kata tersebut berarti “membaca atau menggali” arti tulisan-tulisan
itu. Kata bendanya sendiri berarti “tafsiran” atau “penjelasan”. Jadi pada waktu kita
membaca sebuah tulisan atau mendengar suatu pernyataan yang kita coba pahami dan
tafsirkan, kita sebenarnya telah melakukan penafsiran atau eksegesis.
Dengan kata yang sederhana, dapat disebutkan bahwa metode filsafat
hermeneutika ialah: kegiatan olah piker yang menafsirkan dan memahami makna suatu
teks( realitas) secara rasional untuk mencari atau menemukan hakikatnya. Filsafat
hermeneutika dibangun dan dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi.Tokohnya ialah
Schleiermacher, Dilthey, Hegel, dan Heidegger.Gadamer yang dianggap sebagai filsuf
hermeneutika modern dipengaruhi oleh fenomenologi Heidegger (terutama melalui being
and time) karena Gadamer adalah murid Heidegger. Pengaruh pemikiran fenomenologi
ini nantinya cukup kental dalam karya Gadamer, yakni Wahrheit un Methode atau Truth
an method dan atas “temuan”-nya ini Gadamer dipandang sebagai tokoh filsafat
hermeneutika modern yang mengelaborasi penafsiran sebagai usaha memahami realitas
yang hakiki dalam konteks sejarah dan tradisi.
Gadamer menegaskan bahwa kontemplasi metodikal berlawanan dengan
pengalaman dan refleksi. Menurut Gadamer, manusia dapat meraih kebenaran hanya
dengan mengerti atau bahkan mengausai pengalamannya. Oleh karena metode
hermeneutika mengandalkan olah akal budi rasional dalam upaya memahami realitas atau
ontology( menafsirkan teks) dan berkontemplasi ini maka hermeneutika oleh Habermas
disebut sebagai metode kristis dan oleh Ricoeur disebut sebagai “kritik atas ideologi”.
Pengalaman menurut Gadamer tidaklah tetap, melainkan berubah-ubah, dan pengalaman
tersebut selalu menujukkan perspektif waktu.Gadamer menunjukkan kepada kita bahwa
kita tidak pernah dapat melangkah keluar dari tradisi. Oleh karena itu, yang dapat kita
lakuka adalah: berusaha atau mencoba untuk memahami tradisi tadi. Konsep atau
proposisi ini kemudian mengelaborasi atau menguraikan gagasan tentang lingkaran
hermeneutika.
Bagi Gadamer, sejarah bukanlah milik kita, tetapi kita adalah milik sejarah. Lama
sebelum kita memahami diri kita( autoshepa), kita memahami siapa diri kita dengan cara
yang tebukti dengan sendirinya, yakni kita ada dalam keluarga, masyarakat, negara, dan
tempat tinggal kita(tradisi). Inilah yang disebut “realitas historis”.Konsep yang penting
dalam pandangan Gadamer ialah bahwa Gadamer melihat realitas sebagai sebagai
teks.Gadamer meyakini bahwa jika kita mengerti teks maka penafsiran adalah metode
atau jalan untuk mencapai pengertian yang ada di balik teks tersebut. Dengan demikian,
filsafat hemeneutika dalah kritis, bahkan cenderung skeptis( salah satu sikpa ilmuan
untuk tidak mudah percaya begitu saja).
2. Jelaskanlah beberapa cara dalam Hermeneutika PB?
Pembahasan: Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Arti atau
makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek. Untuk
dapat membuat interpretasi, lebih dahulu harus memahami atau mengerti. Mengerti dan
interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti secara sungguh-sungguh
hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar.Hukum Betti
tentang interpretasi”Sensus non est inferendus sed efferendus” makna bukan diambil dari
kesimpulan tetapi harus diturunkan. Penafsir tidak boleh bersifat pasif tetapi
merekonstruksi makna. Alatnya adalah cakrawala intelektual penafsir. Penagalam masa
lalu, hidupnya saat ini, latar belakang kebudayaan dan sejarah yang dimiliki. Untuk dapat
membuat interpretasi orang lebih dulu harus mengerti atau memahami. Namun keadaan
lebih dahulu mengerti ini bukan didasarkan atas penentuan waktu, melainkan bersifat
alamiah. Sebab menurut kenyataannya bila seseorang menegerti ia sebenarnya telah
melakukan interpretasi, dan juga sebaliknya. Ada kesertamertaan antara mengerti dan
membuat interpretasi. Keduanya bukan moment dalam satu proses. Mengerti dan
interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutic. Ia juga harus merumuskan sebuah
meteodologi yang akan dipergunakan untuk mengukur seberapa jauh kemungkinan
masuknya pengaruh subjektivitas interpretasi objektif yang diharapkan. Dan Ia harus
mengenal pesan atau kecondongan sebuah teks, lalu ia harus meresapi isi teks. Jadi
seorang penafsir tidak boleh bersikap pasif, ia harus merekonstruksi makna
3. Jelaskan Historis Kritis dan contohnya memilih satu teks.?
Pembahasan: ‘metode historis,’ kritik historis, ‘kritik Alkitab, ‘Kritik Tradisional’
(Traditional Criticism) dan gramatico-historis. Sama seperti istilahnya yang beragam,
para pengguna dan pembela pendekatan ini memberikan definisi yang begitu bebas dan
dengan beragam cara. Moore-Jumonville memetakan keragaman tersebut pada tiga
aspek: definisi, objek dan tujuan Dilihat sari segi definisi, ada tiga kelompok
pemahaman. Pertama, kelompok yang memandang pendekatan ini sebagai ilmu
penafsiran, yang mengklarifikasi, menggambarkan dan menganalisa literature Alkitab.
Kedua, kelompok yang melihat pendekatan ini sebagai usaha untuk mengevaluasi--
mengestimasi otentisitas dan bahkan validitas dari konsep-konsep dan materi-materi yang
ada di dalam Alkitab. Ketiga, kelompok yang melihat pendekatan ini sebagai usaha
untuk menentukan asal-usul dari teks-teks Alkitab dan untuk merekonstruksi berbagai
peristiwa yang terjadi dibelakang teks Alkitab. Dilihat dari segi objek dimana pendekatan
ini diarahkan terdapat dua kelompok. Pertama, kelompok konservative dan moderat yang
menyatakan bahwa objek dari pendekatan ini adalah Alkitab yang Kanonik. Kedua,
kelompok liberal dan radikal yang menggunakannya untuk menyelidiki kesadaran
religius setiap individu yang percaya, atau seluruh lingkungan sosio-politik yang
menghasilkan teks-teks keagamaan. Sementara itu, dilihat dari tujuan yang hendak
dicapai, ada tiga kelompok. Pertama, kelompok konservatif yang menggunakan metode
ini untuk mempertahankan dogma yang ortodox dan pandangan tradisional tentang
kepenulisan dan komposisi Alkitab. Kedua, kelompok moderat, memanfaatkan metode
ini untuk membangun suatu teologi yang lebih alkitabiah dengan cara membersihkan
lapisan-lapisan tradisi yang salah yang telah ditambahkan ke dalam Alkitab selama
berabad-abad. Ketiga, kelompok yang menggunakan pendekatan ini dengan maksud
untuk memodernisasikan keyakinan-keyakinan yang telah using
Teks kitab suci dapat diperlakukan sebagai “jendela” (teropong, atau lubang
kunci, atau jembatan) atau sebagai “cermin” (atau permukaan air bening). Kalau
dipandang sebagai jendela, si penafsir melalui teks melihat jauh ke belakang, kepada
sejarah teks, sejarah si penulisnya atau komunitasnya dan sejarah di dalam teks―ini
disebut tafsir dengan pendekatan diakronik (“melintasi waktu”). Kalau teks dilihat
sebagai cermin, si penafsir melihat dirinya ada bersamaan dengan dan di dalam teks
(sebagaimana orang bercermin)―ini disebut tafsir dengan pendekatan sinkronik
(“bersamaan waktu”). Untuk dapat menangkap maksud dan pesan teks-teks kitab suci, si
penafsir harus dengan seksama dan penuh pertimbangan memperhitungkan segala aspek
teks. Keseksamaan dalam menimbang teks inilah yang disebut “kritisisme” (criticism)
atau “kritik” (dari kata Yunani: krinein = to make a judgment prudently, based on taking
various factors into account).
Tentu saja, setiap orang akan memilih metode tafsir yang paling sesuai dengan
kebutuhan mereka yang diharapkan dapat dijawab oleh teks kitab suci yang mau
dipahami mereka. Apapun juga, langkah pertama dalam usaha memahami suatu teks
adalah memahami teks tersebut in contexts, yang mencakup konteks sejarah teks, konteks
sosiobudaya kuno yang melahirkan teks, dan konteks sastra suatu teks dalam suatu
dokumen sastra yang memuatnya. Pemahaman in contexts ini mencegah suatu teks
ditafsir dan dipahami semau-maunya oleh si penafsir. Ingatlah, semua penulis, sekalipun
mereka sudah mati, tidak ada yang menginginkan teks yang sudah ditulis mereka
dipahami seenak perut oleh orang lain, baik yang sezaman atau yang tidak sezaman
dengan mereka. Segi lainnya juga betul: setiap penulis besar ingin orang-orang lain dapat
berpikir dan berkarya jauh lebih hebat dan jauh lebih maju lagi dengan bertolak dari
tulisan-tulisan mereka, khususnya tulisan-tulisan tentang ilmu pengetahuan dan kearifan
yang dikembangkan mereka sendiri di zaman mereka masing-masing. Anda menjadi
abadi lewat pikiran-pikiran besar anda yang anda tuangkan ke dalam tulisan-tulisan anda
untuk anda wariskan ke generasi-generasi selanjutnya tanpa batas, yang terus
melanjutkan dan mengembangkan, atau mengoreksi, pikiran-pikiran anda

Anda mungkin juga menyukai