Anda di halaman 1dari 3

NAMA:MOH.

FAUZAN

NIM: 271222003

TUGAS RANGKUMAN MATERI HERMENEUTIK

HERMENEUTIK

Hermeneutika secara epistimologis berasal dari ‘hermeneuein’ dalam Bahasa Yunani dan
berarti “seni menerangkan makna”, artinya hermeneutika adalah disiplin ilmu atau seni yang
digunakan untuk menginterpretasi. Kehadiran hermeneutika dalam deretan ilmu-ilmu sosial,
sebenarnya masih relatif baru. Dan di era sekarang hermeneutika selalu dikaitkan dengan kata
“HERMES” , nama seorang tokoh dalam mitologi bangsa Yunani yang menurut sumber-sumber
tertulis kuno. Pada tahap awal perkembangan hermeneutika telah memiliki tiga unsur yang masih
berlaku hingga saat ini.

Unsur pertama, secara harfiyah hermeneutika berarti “Mengalihkan makna yang


terkandung dalam koteks yang agak tertutup, tidak dikenal, sulit dimengerti.”

Unsur kedua, pengertian hermeneutika mengenai hakikat atau sifat makna yang ingin
dipahami. Tulisan atau berita yang hendak diterjemahkan dianggap memiliki makna yang selalu
melebihi daya pemehaman yang berusaha mengungkapnya.

Unsur Ketiga,hermeneutic, baik secara tegas tak terkatakan berangkat dan asumsi bahwa
suatu tulisan atau berita hanya dapat diartikan dengan satu cara saja.

Dalam perkembangan selanjutnya di Eropa, zama Romawi, hermeneutika lebih khusus


dipakai untuk meganalisis makna yang terkandung dalam dukumen-dukumen hokum, seperti
undang-undang dan dukumen agama, seperti kitab injil kitab Kristen. Dukumen seperti ini
sebenarnya pada dasarnya normatif atau menegenai moral. Tujuan khusus analisis hermeneutika
adalah mengungkapkan dan menetapkan makna yang terkandung dalam teks itu sendiri.

Adapun bentuk-bentuk hermeneutika ada tiga:

Pertama, hermeneutika sosial/kultural, artinya hermeneutika digunakan untuk


menginterpertasikan tindakan manusia sesuai konteksnya.
Kedua, hermeneutika tekstual, artinya hermeneutika sebagai instrumen untuk memahami
suatu teks terlepas dari konteks tersebut diciptakan dan dikonsumsi.

Ketiga, Filsafat Hermeneutika yaitu menguraikan dan mempelajari persoalan-persoalan


terkait pemahaman itu sendiri,bagaiamana mencari dan memperoleh pemahaman dan bagaiman
cara memahami dengan benar.

Sebagai ilmu yang memahami sebuah teks, hermeneutika mempunyai tingkat fleksibilitas
yang tinggi. Ia dapat diterapkan di sejumlah ilmu-ilmu kemanusiaan. Pengalaman kehidupan
manusia menyimpan banyak pelajaran tentang kehidupan. Pengalaman masa lalu manusia
seringkali tidak selalu sama dengan apa yang terjadi saat ini. Pengungkapan pengalaman
manusia di masa lalu selalu asing bagi pembaca berikutnya. Disinilah perlu adanya penafsiran
secara benar pengalaman itu. Pengalaman manusia tidak hanya berada dalam satu ruang lingkup
saja. Pengalaman manusia inilah yang telah mengajarkan ilmu-ilmu kemanusiaan. Agar kita
dapat belajar dan memahami tentang pengalaman-pengalaman manusia masa lampai yang
berguna bagi kelangsungan kehidupan manusia maka ilmu-ilmu kemanusiaan itu sangat
memerlukan hermeunitika (Dilthey dalam Subiyantoro, 2006: 80).

Menurut Sumaryono dalam Subiyantoro (2006: 80) menyatakan bahwa pentingnya


hermeneutika dalam ilmu sejarah adalah memberikan penafsiran terhadap produk sejarah yang
telah ditunjukkan lewat sebuah prasasti. Dengan hermeneutika orang akan tahu bagaimana
sebenarnya sejarah tentang kehidupan kerajaan masa lampau dan makna apa yang diperoleh dari
sejarah melalui prasasti. Tidak hanya dalam ilmu agama dan sejarah, hermeneutika juga dapat
berguna dalam hukum dan seni.
Kunci dari sebuah hermeneutika adalah bahasa. Karena melalui bahasa kita dapat
berkomunikasi, tetapi melalui bahasa pun kita juga bisa salah paham atau salah tafsir. Pengertian
dan penafsiran yang diperoleh sangatlah tergantung dari banyaknya faktor yang ada yakni
mengenai siapa yang berbicara, keadaan khusus yang berkaitan dengan waktu, tempat ataupun
situasi yang dapat mewarnai arti sebuah peristiwa bahasa.
Kegiatan penafsiran adalah proses yang bersifat triadik (mempunyai tiga segi yang saling
berhubungan). Dalam hal ini seseorang yang melakukan penafsiran hendaknya dua harus
mengenal pesan atau teks yang ada, lalu setelah itu ia harus meresapi isi teks yang ada sehingga
seorang penafsir tersebut seolah-olah bisa berada dalam keadaan dimana teks tersebut berada.
Dengan begitu maka penafsir bisa memahami secara sungguh-sungguh terhadap suatu
pengetahuan yang akan ditafsirkan tersebut dengan benar. Seorang penafsir, tidak boleh bersifat
pasif, ia harus melakukan suatu proses rekontruksi makna. Rekontruksi makna merupakan suatu
proses pemahaman yang kita peroleh melalui proses menghubungkan semua bagian yang ada
dalam suatu obyek yang diteliti. Semua detail yang ada harus diperhatikan karena apabila hal
tersebut diabaikan maka tidak akan tercipta suatu rekonstruksi yang menyeluruh. Dari
keseluruhan proses yang dipaparkan diatas itulah yang kemudian dikenal dengan metode
hermeneutika yaitu suatu proses memahami makna (Schleiermacher dalam Subiyantoro, 2006:
83).

Dari beberapa hal diatas dapat pula diketahui bahwa cara kerja hermeneutika adalah
mengenai penegasan makna otentik yang ingin dicapai selalu dilihat dalam konteks ruang dan
waktu. Memahami makna objek yang diluar konteks akan mendapat sebuah makna yang kita
lihat adalah pemahaman makna semu. Keautentikan makna hanya bisa dimengerti dan dipahami
dalam ruang dan waktu yang persis tepat dimana ia berada. Artinya, setiap makna selalu
tersituasikan dan hanya benar-benar dapat dipahami dalam situasinya. Pemahaman makna yang
tidak autentik adalah makna yang dikontrol situasi. Jadi inti dari pekerjaan hermeneutika adalah
untuk mengmbalikan pada pengalaman orisinil dari para penulis (teks) dengan maksud untuk
menemukan “kunci” makna kata-kata atau ungkapan pada konteks saat ini. Dalam mengkaji
sebuah teks yang ada dengan Hermeneutika kita tidak bisa lepas dari dua hal yang sangat
berpengaruh yakni mengenai subyektivitas teks dan subyektivitas penafsir.

Anda mungkin juga menyukai