Disusun Oleh :
Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pengganti ujian tengah
semester mata kuliah metodologi sejarah. Dalam makalah ini terdapat pengulasan
mengenai konsep eklaren, verstehen, dan hermeneutika dalam sejarah, serta kolerasi
ketiga konsep tersebut dilakukan dalam eksplanasi sejarah. Penulis harap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang. Sekian dari saya, dan
selamat membaca.
Salam hangat,
penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
Nah yang telah diketahui bahwa untuk menyusun sebuah tulisna sejarah tentu ada
berbagai tahapan yang harus dicapai hingga dapat membetuk suatu tulisan sejarah,
dimulai dari heuristik, verifikasi, interpretasi, hingga historiografi. Lalu tugas kita
sebagai pelajar sejarah bila ingin membaca sejarah kita harus memahami terlebih
dulu konsep dalam penulisan sejarah, bagaimana si sejarawan tersebut dalam
menjelaskan suatu sejarah dalam penulisannya.
Dalam memahami sejarah, ada beberapa istilah-istilah atau hal penting yang terpaut
didalamnya, hal ini berhubungan dengan tugas yang diberikan oleh bapak mengenai
konsep eklaren, verstehen, dan hermeneutika dalam sejarah. Dari sumber buku yang
saya baca, yaitu buku ‘Penjelasan Sejarah’ yang juga menjadi buku ketiga dari
Kuntowijoyo dimana pandangan beliau dalam sejarah. Didalam buku tersebut beliau
meyebutkan ‘hermeneutika’ juga ‘verstehen’ yang menjadi bagian dari ekspalanasi
sejarah atau penjelasan sejarah. Berikut adalah kutipan dari buku beliau :
“Ilmu sejarah tidak lain merupakan serangkaian upaya untuk menafsirkan,
memahami dan mengerti (hermeneustics dan verstehen)”.
Sejarah adalah ilmu mandiri. Mandiri dalam artian sejarah memiliki filsafat ilmu
sendiri, pemasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri. Maka dari itu kita juga
membutuhkan keterampilan sendiri untuk memahami sejarah. Setelahnya saya akan
menguraikan konsep eklaren,verstehen, dan hermeneutika didalam makalah ini,
berserta hubungan antar setiap konsep dalam ekspalanasi sejarah.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apa itu konsep erklaren, verstehen, hermeneutika ?!
b. Bagaimana hubungan diantara ketiga konsep-konsep tersebut, dilakukan dalam
ekspalanasi/penjelasan sejarah ?!
PEMBAHASAN
Sebelum masuk kedalam ranah ketiga konsep diatas, terlebih dahulu kita perlu
menemukan titik temu yang menghubungkan ketiga konsep ini. Erklraen yang berarti
menjelaskan, verstehen yang berarti mengerti (to understand), sedang hermeneutika
sebagai awal mula dari segalanya. Kata hermeneutika mulai dipakai pada abad ke-17
dan ke-18 untuk menunjukkan ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam
menafsirkan dan mengerti dengan tepat suatu teks dari masa lampau, khususnya kitab
suci dan teks-teks klasik.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dapat dipahami dengan melalui
progress yang panjang. Menurut Dhilthey, pemahaman adalah proses mengetahui
sesuatu melalui tanda atau ekspresi yang ditangkap oleh pancaindra. Memahami
adalah mengetahui apa yang tengah terjadi kepada orang lain lewat suatu tiruan dari
pengalaman orang lain tersebut.
Menurut Richard E. Palmer (2005), proses penyampaian pesan oleh Hermes kepada
manusia menggunakan tiga arti dari kata kerja dari hermēneuein, yaitu: (1)
Mengungkapkan kata-kata; (2) Menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi; dan
(3) Menerjemahkan, seperti di dalam transliterasi bahasa asing. Ketiga arti
hermēneuein ini bisa diterjemahkan dengan bentuk kata kerja Inggris to interpret,
namun masing-masing ketiga arti itu membentuk sebuah arti independen dan
signifikan bagi interpretasi. Jadi, interpretasi dapat mengacu kepada tiga persoalan
yang berbeda, yakni pengucapan lisan, penjelasan yang masuk akal, dan transliterasi
dari bahasa lain.
Dalam penjelasannya, Dilthey membicara kedua ilmu ini juga, yang mana bila yang
sedang dibicarakannya adalah ilmu kemanusiaan maka yang dimaksudnya adalah
ilmu sejarah, hukum, politik, kesusastraan, psikologi dan lain-lain. Dilthey secara
tegas membedakan kedua rumpun ilmu ini, yakni ilmu kealaman dan ilmi
kemanusiaan. Rumpun ilmu yang dikategorikannya dalam ilmu alam antara lain
ialah biologi, kimia, fisika, dan lain-lain, yang menggunakan metode induksi dan
eksperimen Metode ini bersifat erkleren daripada verstehen. Sedangkan ilmu
kemanusiaan, menggunakan pendekatan pada setiap pengalaman objek. Dalam
kerangka inilah Dilthey menawarkan hermeneutika sebagai metode bagi ilmu
kemanusiaan.
Sebagai ilmu, sejarah ini berkaitan erat dengan penelitian ilmiah, yaitu sumber dan
upaya dalam mengembangkan suatu rumpun ilmu. Sejarah sendiri terikat pada fakta,
yang mana fakta ini berarti data-data yang teruji kebenarannya melalui kritik sumber.
Untuk memperoleh kebenaran inilah, sejarawan diminta untuk meneliti sumber secara
cermat dan tuntas agar dapat mengungkapkan kebenaran sejarah secara objektif (atau
mendekati objektif). Hasil akhir yang diharapkan dari penelurusan kebenaran suatu
sejarah ialah adanya kesesuaian pemahaman dan sejarawan dengan fakta.
Sejarah sebagai ilmu mengandung tiga pengertian berikut : (1) Penjelasan sejarah
adalah hermeneustik dan verstehen; (2) Penjelasan sejarah adalah penjelasan waktu
yang memanjang, dan; (3) Penjelasan sejarah adalah penjelasan tentang peristiwa
tunggal. Dalam bukunya, Kuntowijoyo menekankan bahwa penjelasan sejarah lebih dari
sekedar penjelasan mengenai sebab-akibat, justru sebab-akibat adalah bagian kecil dari
sejarah itu sendiri.
Metode erklaren menurut Dilthey memusatkan diri pada sisi luar obyek penelitian,
sikap peneliti pada metode ini ialah dengan mengambil distansi penuh atas
obyeknya tanpa mengikutsertakan perasaan, penilaian ataupun keinginannya dalam
mengetahui obyek itu. Atau yang dikenal dengan ‘mengobyektifikasi’. Pada
akhirnya metode erklaren merupakan analisis-kausal, yaitu analisis atas proses-
proses yang berhubungan sebab-akibat untuk menemukan hukum-hukum alam.
Berbeda dengan metode erklaren, verstehen yang memusatkan diri pada “sisi
dalam” obyek penelitiannya yaitu dunia mental atau penghayatan. Bagi Dilthey, ini
sesuai untuk masyarakat dan kebudayaan.
Versetehen tidak mengambil jarak atau distansi penuh atas obyek yang ditelitinya,
melainkan berpartisipasi dalam interaksi dan komunikasi dengan hal-hal yang
ditelitinya atau tepatnya membaur dengan sosial-kemasyarakatan yang sedang
diteliti untuk menarik dan memahami sebuah makna. Versetehen kemudian menjadi
pondasi epistemologis untuk ilmu-ilmu social-kemanusiaan (Geisteswissenchaften).
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan