Anda di halaman 1dari 15

“HAWALAH”

Makalah Ini Dipersentasikan Pada Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : TAUPIQ, S.Pd., M.Sy.

Disusun Oleh : Kelompok 12

Riza Purnama Sari


NIM :

Wardatul Jannah
NIM :

Wasliah Amini
NIM :

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


INSTITUT AGAMA ISLAM
NUSANTARA BATANG HARI
2023
KATA PENGANTAR

‫الرحِيم‬
َّ ‫ِالر ْح َم ِن‬
َّ ‫ــــــــــــــــم اﷲ‬
ِ ‫ِب ْس‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan


semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan kelancaran
beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan ridha-Nya penulis dapat


menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Hawalah”. makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok tahun akademik
2023

Dalam penyusunan makalah ini Penulis mendapatkan bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Begitu pula makalah ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Muara Bulian, Mei 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah agama yang sempurna. Dengan demikian Islam
telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap.
diantaranya, bermuamalah kepada sesama manusia. Di antara
muamalat  yang telah diterapkan kepada kita ialah Al Hiwalah. Al
Hiwalah merupakan sistem yang unik, yang sesuai untuk diadaptasikan
kepada manusia. Hal ini karena al Hiwalah sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia. Al hiwalah sering berlaku dalam
permasalahan hutang piutang. Maka salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah  hutang piutang dalam muamalah adalah al
hiwalah.
Al Hiwalah bukan saja digunakan untuk menyelesaikan masalah
hutang piutang,akan tetapi bisa juga digunakan  sebagai pemindah
dana dari individu kepada individu yang lain atau syarikat dan firma.
sebagai mana telah digunakan oleh sebagian sistem perbankan. Dalam
hal ini penulis berkesempatan untuk mengkaji tentang al Hiwalah. yang
berkaitan dengan  definisi, dalil yang berkaitan, rukun dan syarat.
Penulis juga akan membicarakan mengenai al Hiwalah di dalam sistem
perbankan dan hal lain yang berkaitan dengan hiwalah.1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu hawalah?
2. Apa dasar hukum hawalah?
3. Bagaimana rukun hawalah?
4. Apa saja syarat wakalah?
5. Apa saja jenis-jenis hawalah?
6. Bagaimana unsur kerelaan dalam hawalah?
7. Bagaimana beban muhil setelah hawalah?

1
http://makalahoke.blogspot.co.id/2013/06/makalah-al hiwalah. html diakses pada
28 Mei 2023 pukul 12.30 WIB

1
2

8. Apa yang menjadi penyebab berakhirnya hawalah?


9. Bagaimana pengaplikasian hawalah dalam perbankan?
C. Tujuan
1. Ingin mengetahui Apa itu hawalah?
2. Ingin mengetahui dasar hukum hawalah?
3. Ingin mengetahui rukun hawalah?
4. Ingin mengetahui syarat wakalah?
5. Ingin mengetahui jenis-jenis hawalah?
6. Ingin mengetahui unsur kerelaan dalam hawalah?
7. Ingin mengetahui beban muhil setelah hawalah?
8. Ingin mengetahui penyebab berakhirnya hawalah?
9. Ingin mengetahui pengaplikasian hawalah dalam perbankan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HAWALAH
Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut
sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil,
artinya adalah memindahkan dan mengalihkan.
Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari
tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan
muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang).
Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama’
berbeda-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:
Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah
‫نقل المطا لبة من دمة المديون إلى دمة الملتزم‬

Artinya : “Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang


kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula”.
Al-jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah
adalah:
‫نقل الدين من دمة إلى دمة‬

Artinya : “Pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang


menjadi tanggung jawab orang lain”.
Syihab al-din al-qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah
adalah:
‫عقد يقتضى انتقال دين من دمة إلى دمة‬

Artimya : “Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari


seseorang kepada yang lain”.2
Jadi, Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Dalm istilah para ulama, hali ini merupakan
2
http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/09/fiqh-muamalah-hawalah-pemindahan-utang.
html di unduh pada tanggal 28 Mei 2023 pada pukul 20.30 WIB

3
4

pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi


tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar
utang.
Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal)
memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai
piutang pada C (muhal ‘alaih). Begitu B tidak mampu membayar
utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utangnya pada C. Dengan
demikian, C yang harus membayar utang B kepada A, sedangkan
utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
B. DASAR HUKUM HAWALAH
Hawalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan ijma.
a. Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah pernah bersabda.
ْ‫ظ ْل ٌم َف ِا َذا ُأ ْت ِب َع َأ َح ُد ُك ْم َعلَى َملِىِّ َف ْل َى ْت َبع‬
ُ ِّ‫َم ْط ُل ْال َغنِى‬

Artinya : “menunda pembayaran bagi orang yang sudah


mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu
diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya,
terimalah hawalah itu.”
Pada hadits tersebut, rasulullah  memberitahukan kepada
orang ayng mengutangkan, jika orang yang berutang
menghawalahkan kepada orang yang kaya atau mampu, hendaklah
ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah iamenagih pada orang
yang dihawalahkan (muhal ‘alaih). Dengan demikian, haknya dapat
terpenuhi.
Sebagian ulam berpendapat bahwa perintah untuk menerima
Hawalah dalam hadits tersebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu,
wajib bagi yang mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun
mayoritas ulam berpendapat bahwa perintah itu menunjukkan
Sunnah. Jadi, Sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal.
5

b. Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah di bolehkan
pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah
adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus pada uang atau
kewajiban finansial.3
C. RUKUN HAWALAH
Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan
melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan
menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga.
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada
enam yaitu:
1) Pihak pertama, muhil Yakni orang yang berhutang dan sekaligus
berpiutang
2) Pihak kedua, muhal atau muhtal Yakni orang berpiutang kepada
muhil
3) Pihak ketiga muhal ‘alaih Yakni orang yang berhutang kepada muhil
dan wajib membayar hutang kepada muhtal
4) Ada hutang  pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih Yakni
hutang muhil kepada muhtal
5) Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama Utang muhal ‘alaih
kepada muhil
6) Ada sighoh (pernyataan hiwalah).4
A. SYARAT HAWALAH
Syarat-syarat yang diperlukan pihak pertama (al-muhil) adalah :

3
Muhammad syafii Antonio, bank syariah dari teori ke praktek, jakarta, GEMA INSANI,
2001, hlm  126-127
4
http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/09/fiqh-muamalah-hawalah-pemindahan-utang.
html di unduh pada tanggal 28 Mei 2023 pada pukul 20.30 WIB
6

a. Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh


dan berakal. Khiwalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun
ia sudah mengerti (mumayyiz), ataupun dilakukan oleh orang gila
b. Ada pernyataan persetujuan atau rida. Jika pihak pertama dipaksa
untuk melakukan khiwalah maka akad itu tidak sah. Adapun
persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang
merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajibannya untuk
membayar utang dialihkan kepada pihak lain.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak kedua (al-
muhal) sebagai berikut :
 Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal
sebagaimana pihak pertama.
 Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang
melakukan khiwalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan
bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada
yang mudah dan ada juga yang sulit membayarnya, sedangkan
menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak kedua.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak ketiga (al-muhal ‘alaih) adalah
 Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal
sebagaimana pihak pertama dan kedua
 Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (al-muhal ‘alaih).
Hal ini diharuskan karena tindakan khiwalah merupakan tindakan
hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketuga
(al-muhal ‘alaih) untuk membayar utang kepada pihak kedua (al-
muhal), sedangkan kewajiban membayar utang baru dapat
dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada
pihak kedua. Atas dasar itu, kewajiban itu hanya dapat dibebankan
kepadanya, jika ia menyetujui akad khiwalah
 Imam Abu Hanifah menambahkan syarat bahwa qabul atau
pernyataan menerima akad harus dilakukan dengan sempurna oleh
pihak ketiga didalam suatu majelis akad
7

Syarat-syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan (al-


muhal bih) adalah :
Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang
piutang yang telah pasti
Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo
pembayarannya. Jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo
pembayaran di antara kedua utang itu, maka khiwalah tidak sah.
Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak
ketiga kepada pihak kedua mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika
antara kedua utang itu terdapat perbedaan jumlah, misalnya utang
dalam bentuk uang, atau perbedaan kualitas misalnya utang dalam
bentuk barang, maka khiwalah itu tidak sah.5
E. JENIS HAWALAH
Mazhab Hanafi membagi hawalah menjadi beberapa bagian.
Ditinjau dari segi obyek akad, hawalah dapat dibagi dua:
a. Hawalah Haq
Hawalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang
kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan dalam bentuk
barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil adalah pemberi
utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain
sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang
berganti adalah piutang. Ini terjadi jika piutang A mempunyai hutang
kepada piutang B.
b. Hawalah Dayn
Hawalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang
mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hawalah Haq. Pada
hakekatnya hawalah dayn sama pengertiannya dengan hawalah
yang telah diterangkan di depan
F. UNSUR KERELAAN DALAM HAWALAH

5
Abdul Rahman ghazaly dkk, fiqh muamalat, Jakarta, PRENADA MEDIA, 2010, hlm 255-
257
8

a. Kerelaan Muhal
Mayoritas ulama Hanafiah, Malikiah dan Syafi’iah berpendapat
bahwa kerelaan muhal (orang yang menerima pindahan) adalah hal
yang wajib dalam hawalah karena hutang yang dipindahkan adalah
haknya, maka tidak dapat dipindahkan dari tanggungan satu orang
kepada yang lainnya tanpa kerelaannya. Demikian ini karena
penyelesaian tanggungan itu berbeda-beda, bisa mudah, sulit, cepat
dan tertunda-tunda.
Hanafilah berpendapat bahwa jika muhal ‘alaih (orang yang
berhutang kepada muhil) itu mampu membayar tanpa menunda-
nunda dan tidak membangkang, muhal (orang yang menerima
pindahan) wajib menerima pemindahan itu dan tidak diisyaratkan
adanya kerelaan darinya. Mereka mendasarkan hal ini kepada hadist
yang telah diseutkan di atas.
Alasan mayoritas ulama mengenai tidak adanya
kewajibanmuhal (orang yang menerima pindahan) untuk menerima
hawalah adalah karena muhal ‘alaih kondisinya berbeda-beda ada
yang mudah membayar dan ada yang menunda-nunda pembayaran.
Dengan demikian, jika muhal ‘alaih mudah dan cepat membayar
hutangnya, dapat dikatakan bahwa muhal wajib menerima hawalah.
Namun jika muhal ‘alaih termasuk orang yang sulit dan suka
menunda-nunda memayar hutangnya, semua ulama berpendapat
muhal tidak wajib menerima hawalah
b. Kerelaan Muhal ‘Alaih
Mayoritas ulama Malikiah, Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat
bahwa tidak ada syarat kerelaan muhal ‘alaih, ini berdasarkan hadist
yang artinya: jika alah seorang diantara kamu sekalian dipindahkan
hutangnya kepada orang kaya, ikutilah (terimalah). (HR.Bukhari dan
Muslim). Di samping itu, hak ada pada muhil dan ia boleh
menerimanya sendiri atau mewakilkan kepada orang lain.
9

Hanafiah berpendapat bahwa diisyaratkan adanya kerelaan


muhal ‘alaih karena setiap orang mempunyai sikap yang berbeda
dalam menyelesaikan urusan hutang piutangnya, maka ia tidak wajib
dengan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya.
Pendapat yang rajih (valid) adalah tidak disyaratkan adanya
kerelaan muhal ‘alaih. Dan muhal ‘alaih akan membayar hutangnya
dengan jumlah yang sama kepada siapa saja dari keduanya.
G. BEBAN MUHIL SETELAH HAWALAH
Apabila hawalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab
muhil gugur. Andaikata muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau
membantah hawalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh
kemali lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur.
Menurut madzhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata
muhal ‘alaih orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk
membayar, maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil. Menurut
imam Malik, orang yang menghawalahkan hutang kepada orang lain,
kemudian muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia
dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali
kepada muhil.
Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa dalam
keadaan muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia,
maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil
untuk menagihnya
H. BERAKHIRNYA HAWALAH
Akad hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini.
a) Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hawalah belum
dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini
hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
b) Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut
atau ia mengingkari adanya akad hawalah sementara Muhal tidak
dapat menghadirkan bukti atau saksi.
10

c) Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal.


Ini berarti akad hawalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua
pihak.
d) Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hawalah
karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika
akad ini hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad
hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
e) Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hawalah
kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut
f) Jika Muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada
Muhal Alaih.6
I. APLIKASI HAWALAH DALAM PERBANKAN
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-
hal berikut.
a. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank,
bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari
pihak ketiga itu.
b. Post dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayarkan dulu piutang tersebut.
c. Bill counting. Secara prinsip. Bill counting serupa dengan hawalah.
Hanya saja, dalam bill counting, nasabah harus membayar fee,
sedangkan pembahasan fee tidak termasuk dalam hawalah.7

6
Abdul Rahman ghazaly dkk, fiqh muamalat, Jakarta, PRENADA MEDIA, 2010, hlm 255-
257
7
Muhammad syafii Antonio, Opcit, 127
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seperti diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak
sekali manfaat dan keuntungan, diantaranya:
a. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan
simultan.
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan
c. Dapat menjafdi salah satu fee-based income/sumber pendapatan
non pembiayaan bagi bank syariah.

Adapun risiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah


adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu dan
wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank.

B. Saran

Demikianlah makalah tentang Pemindahan utang piutang


(Hawalah) yang dapat kami uraikan, semoga memberikan manfaat bagi
kita dan dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya mengenai
bahasan dalam Fiqh Mu’amalah.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak


kekurangan dan kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya,
karena selain kami masih dalam tahap belajar, kami juga manusia
biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi perbaikan
makalah kami selanjutmya.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman ghazaly dkk, fiqh muamalat, Jakarta, PRENADA MEDIA,


2010
Moh Rifai , konsep perbankan syariah, semarang, wicaksana, 2002,
Muhammad syafii Antonio, bank syariah dari teori ke praktek, jakarta,
GEMA INSANI, 2001,
http://makalahoke.blogspot.co.id/2013/06/makalah-al-hiwalah.html
http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/09/fiqh-muamalah-hawalah-
pemindahan-utang.html

Anda mungkin juga menyukai