Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Hasanuddin University Repository

GAMBARAN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PONDOK


PESANTREN PUTRI UMMUL MUKMININ MAKASSAR

The Description of Procurement System of Food in the Cottage Boarding School Female
Ummul Mukminin Makassar

Nurul Ilmi1, Djunaidi M. Dachlan1, Yustini2


1
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
2
Rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo Makassar
(quinilmii@gmail.com, dedhymks@yahoo.com, yustini@yahoo.com, 087841064719)

ABSTRAK
Penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik di lingkungan keluarga maupun
di luar lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan institusi bertujuan untuk mencapai status
kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran sistem penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin
Makassar yang meliputi input, proses, dan output. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif
dengan pendekatan deskriptif yang menggunakan data primer dan sekunder. Informan penelitian
adalah koordinator bagian konsumsi, kepala dapur, dan penanggung jawab gudang. Pengolahan dan
analisis data menggunakan content analysis dan disajikan dalam bentuk teks naratif. Hasil penelitian
diperoleh bahwa dari segi input jumlah biaya rata-rata setiap minggu ialah sebesar Rp 38.918.833,-
dan jumlah tenaga yang mencukupi. Perencanaan menu dilakukan secara tim dengan mengacu pada
siklus menu sepuluh hari, tidak dilakukan perhitungan kebutuhan santri. Pemesanan dan pembelian
bahan makanan secara langsung, penyimpanan bahan makanan menggunakan metode first in first out,
persiapan bahan makanan dilakukan sebelum pengolahan bahan makanan, pendistribusian makanan
menggunakan sistem sentralisasi. Mutu makanan dapat diterima, nilai gizi makanan terutama energi
hanya mencapai sekitar 50% dari kebutuhan total santri. Kesimpulan penelitian bahwa hampir semua
aspek dalam sistem penyelenggaraan makanan di PPPUM dilakukan dengan baik.
Kata kunci : Penyelenggaraan makanan, input, proses, output.

ABSTRACT
The procurement of food is a necessity, both inside and outside the family. The aim of
institutional food procurement is to achieve optimal health status, by provides the right food. The aim
of this research is to know the description of procurement system of food in Pondok Pesantren Putri
Ummul Mukminin Makassar which include input, process, and output. The type of this research is
qualitative with descriptive approach by using primary and secondary data. The informants of this
research are the coordinator of consumption, the head of the kitchen, and responsible person of the
warehouse. The data of interview is made in matrix form then converted into transcript form. While
the results of observation and diary are arranged so that describe phenomena and event. The result of
this research shows that in terms of input, the average cost every week is equal to Rp 38.918.833,- and
the number of personnel is sufficient. Planning of the menu is done in team by reference to the ten
days cycle menu, and doesn’t calculation the need of students. Reservation and purchase of foodstuff
are directly, foodstuff storage uses first-in and first-out method, the preparation of food is done before
the processing of food, and the distribution of food uses the centralized system. The quality of food is
accepted, nutritional value of food, especially energy only reaches for about 50% of the total need of
the students. The conclution of this research shows that all of aspects of procurement system of food in
PPPUM are running well.
Key words : The procurement of food, input, process, output.
.

1
PENDAHULUAN
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk keberlangsungan hidup dan sebagai
sumber energi untuk menjalankan aktifitas fisik maupun biologis dalam kehidupan sehari-
hari. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal dan
lengkap seperti: vitamin, mineral, karbohidrat, protein, lemak dan lainnya. Makanan pun
harus murni, bersih dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus
hygiene.1
Dewasa ini, seringkali ditemukan kejadian keracunan makanan. Keracunan makanan ini
biasa disebabkan karena mengomsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi zat
kimia beracun. Namun tidak sedikit pula keracunan makanan diakibatkan dari cara pembuatan
dan penyajian makanan yang tidak baik, hygiene yang kurang baik, kontaminasi silang,
binatang vektor seperti serangga dan binatang pengerat yang hinggap di bahan makanan
maupun setelah penyajian.
Faktor kebersihan penjamah atau pengelolah makanan merupakan prosedur menjaga
kebersihan dalam pengelolaan makanan yang aman dan sehat. Prosedur menjaga kebersihan
merupakan perilaku bersih untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditangani.
Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan
dan kesehatan diri. Di Amerika Serikat 25% dari semua penyebar penyakit melalui makanan,
disebabkan pengolah makanan yang terinfeksi dan kebersihan pengolah yang buruk.2
Data nasional yang dirangkum badan POM selama 4 tahun (2004-2008) menjelaskan
bahwa industri jasa boga dan produk rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap kejadian keracunan makanan sebesar 31% dibandingkan dengan pangan olahan
(20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%). Ditinjau dari sumber pangannya, terlihat bahwa
yang menyebabkan keracunan pangan adalah makanan yang berasal dari masakan rumah
tangga 72 kejadian keracunan (47,1%), industri jasa boga sebanyak 34 kali keracunan
(22,2%), makanan olahan 23 kali kejadian keracunan (14,4%) dan 2 kali kejadian keracunan
(1,3%) tidak dilaporkan.1
Dari penjelasan di atas, telah dapat diketahui bahwa penyebab keracunan terbesar yaitu
dari produksi masakan rumah tangga kemudian disusul oleh industri jasa boga. Makanan yang
kita makan dapat terkontaminasi kapan saja, bisa pada saat pembuatan makanan, saat
penyimpanan makanan, atau pada saat pembuatan makanan yang tidak benar. Oleh karena itu
perlu dilakukan penyelenggaraan makanan yang baik untuk menghindari kejadian tersebut.
Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu
sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status

2
kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan
pencatatan, pelaporan, dan evaluasi. Penyelenggaraan makanan institusi bertujuan untuk
mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat. Apabila
manajemen pengelolaan gizi institusi baik maka pangan yang tersedia bagi seseorang atau
sekelompok orang dapat tercukupi dengan baik pula.3
Hasil penelitian Sholihah tentang pola konsumsi di Yayasan Pondok Pesantren
Hidayatullah Makassar masih kurang begitu baik. Hal ini dapat dilihat dari jenis makanan
yang dikonsumsi tidak begitu variatif utamanya pada jenis makanan lauk pauk dan sayur.
Untuk penilaian kualitas hidangan di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar pada
umumnya responden menyatakan suka pada warna makanan, porsi makanan cukup sesuai,
tekstur makanan cukup empuk, menyukai aroma dan rasa makanan serta suhu makanan yang
hangat. Tingkat kepuasan responden di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar
cukup tinggi dimana lebih dari 70% responden menyatakan cukup puas terhadap penampilan
makanan utamanya untuk warna dan tekstur makanan, juga terhadap rasa dan aroma
makanan. Namun masih cukup tinggi tingkat ketidakpuasan pada porsi dan suhu makanan.4
Berbagai departemen/instansi pemerintah yang bersangkutan dengan pelaksanaan Inpres
No. 20 tahun 1979, telah mengadakan latihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan bagi para petugas gizi dalam merencanakan dan mengelola program gizi yang
sesuai dengan standar kesehatan bagi pasien, sekaligus untuk mempercepat proses
penyembuhan pasien. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penting diterapkan manajemen
dalam penyelenggaraan makanan sehingga menghasilkan makanan yang bermutu dan
kebersihan makanan yang memenuhi syarat kesehatan.5 Dengan adanya penyelenggaraan
makanan di Pondok Pesantren, sehingga memudahkan santri untuk memenuhi kebutuhan
pangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sistem penyelenggaraan
makanan (input, proses, dan output) di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Makassar.

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
yang menggunakan data primer dan sekunder. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok
Pesantren Putri Ummul Mukminin Makassar pada bulan Maret-April 2014. Informan
penelitian adalah koordinator bagian konsumsi dan anggotanya, kepala dapur, dan
penanggung jawab pergudangan. Instrumen penelitian meliputi pedoman wawancara,
pedoman pengamatan, recorder, buku catatan lapangan, kamera, dan timbangan makanan.
Teknik pengumpulan data untuk menjamin keabsahan data menggunakan triangulasi metode

3
yaitu wawancara mendalam (in depth interview), pengamatan (observasi) dan telaah
dokumen. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis isi (content analysis) dan
kemudian disajikan dalam bentuk tabel matriks hasil wawancara.

HASIL
Sumber dana penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Ummul Mukminin ialah
dari pembayaran SPP santri. Proses pencairannya yaitu dengan memasukkan terlebih dahulu
nota pembelian bahan makanan ke bendahara pesantren kemudian dana dikeluarkan sesuai
dengan total anggaran belanja yang telah di susun, oleh karena itu pihak penyelenggaraan
makanan tidak pernah kekurangan dana. Jumlah biaya makan rata-rata setiap minggunya
sebesar Rp 38.918.833,-. Dari total biaya tersebut telah di alokasikan biaya beras sebanyak Rp
2.230.000, dan Gas sebanyak Rp 7.000.000,-. Informasi tersebut di perkuat dengan beberapa
pernyataan informan sebagai berikut :
“Sumber dana makanannya santri ini dari uang sppnya. Jadi santri bayar spp untuk
proses pendidikan dan biaya makannya nak”
(CR, 7 April 2014)
“Jumlahnya yaitu Rp 35.327.500 termasukmi itu buat beli gas sama beras. Liatmi saja
dek, biaya gas itu Rp 2.230.000/minggu, biaya buat beras 7 juta/minggu”
(MD, 7 April 2014)
“Tidak menentu dek total biaya perminggu yang dipakai, beda lagi ini untuk minggu
ketiga april, mencapai Rp 40.731.500,-. Iya, kalo masak itu dag dimasakkanji anak anak
sampe seribu lebih, karena ada mungkin sekitar 10-20% santri tidak pergi makan jadi kita
masak sekitar 80-90%ji dek, tapi kalo dag cukup hari itu, kita masak besoknya lagi sampe
100%”
(MD, 26 Mei 2014)
Jumlah tenaga pengelolah penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Putri Ummul
Mukminin sebanyak 13 orang. Koordinator konsumsi sebanyak 2 orang, penanggung jawab
gudang satu orang, dan tenaga dapur 10 orang termasuk kepala dapur. Tidak ada ahli gizi
yang menangani kebutuhan santri dan pembagian tugas untuk dapur tidak menentu. Informasi
tersebut di perkuat dengan beberapa pernyataan informan sebagai berikut :
“Di dapur 10 orang dek termasuk saya, dan satu orang tanggung jawab di bagian
gudang yaitu kak mari’, koordinator konsumsi dua orang kepalanya ibu Chasyah sama ibu
Suhaena anggotanya”
(MD, 7 April 2014)
Sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan makanan di pesantren ini terdapat kantor,
ruang dapur, ruang penyimpanan bahan makanan kering, ruang persiapan bahan makanan,
ruang pengolahan, ruang makan, kamar istirahat petugas dapur, tempat pencucian alat makan,
dan tempat pembuangan sampah. Menurut pegawai dapur, peralatan dapur dan makan serta

4
tempat penyelenggaraan makanan sudah nyaman dan sesuai standar. Informasi tersebut di
perkuat dengan beberapa pernyataan informan sebagai berikut :
“Banyak ruangan disini, liat mki sendiri ada ruang kantornya ibu Chaysyah, ruang
makan, ruang dapur, beda juga ruang pengolahannya, gudang penyimpanan beras dll, ruang
makan gurupun ada. Kalo alat dapur, kita liat sendirimi dek, banyak skaliji alat disini dan
memenuhi standarji karena kalau rusak,diperbaiki dlu kalau memang dag bisami baik yah
digantimi. Omprengnya juga anak-anak baik”
(MD, 8 April 2014)
Penyusunan anggaran belanja dibuat dengan didasarkan dari perencanaan menu dan harga
bahan makanan yang dilakukan dengan cara survei harga bahan makanan. Penyusunan menu
dilakukan oleh koordinator bagian konsumsi dan dibuat secara bervariasi agar tidak terjadi
kebosanan dari santri. Siklus menu yang digunakan ialah siklus 10 hari. Tidak ada
perhitungan kebutuhan santri. Informasi tersebut di perkuat dengan beberapa pernyataan
informan sebagai berikut :
“Ada, saya berkoordinasi dengan ibu Hasiah sama Diana. Diperlihatkan juga ke ibu
Mega (bendahara). Dilakukan perminggu”. “kita sesuaikan dengan perencanaan menu”
(CR, 7 April 2014)
“Oh, saya survey dlu dek ke pasar harga-harganya. Karena beda-bedai itu setiap minggu
harganya. Saya cari juga yang paling murah tapi kualitas bagus”.
(MD, 7 April 2014)
Sistem pembelian bahan makanan melalui rekanan dan pembelian langsung ke Pasar oleh
kepala dapur. Penerimaan bahan makanan dilakukan secara langsung. Dalam proses
penerimaan terdapat sfesifikasi bahan makanan, dan bahan makanan yang diterima
disesuaikan dengan pesanan dalam ukuran rumah tangga, serta tidak dilakukan penimbangan.
Terdapat gudang penyimpanan bahan makanan kering, sedangkan untuk makanan segar hanya
berupa tempat penyimpanan sementara. Informasi tersebut di perkuat dengan beberapa
pernyataan informan sebagai berikut :
“Ada langganan dek yang bawakan langsung kesini. Kalau sayur saya beli sendiri
kepasar setiap pagi, karena biasa dag segar kalau dipesan. Bahan segar dipesan setiap hari,
kayak ayam, ikan, daging sama sayur. Dipesan memang kalau mau dimasak itu hari. tapi
kalau yang tahan lama kayak kecap, saos tomat, mie kering itu dipesan memang banyak
banyak nanti mau habis baru di pesan ulang”
“Langganan bawakan ke pesantren, terus kami langsung terima. Begituji. Tidak
ditimbangji dek, kita pesan perbasket kalau ikan, jadi kita liat cocok nda dengan yg kita
pesan”
“Yang disimpan digudang itu yang bahan-bahan tahan lama, dibeli memang banyak-
banyak. Yang didalam gudang itu, beras, minyak goreng, kecap, saos, gula, bawang, mie
kering”
(MD, 7 April 2014)
Persiapan bahan makanan dilakukan sesuai dengan standar menu yang ada. Penentuan
besar porsi hanya menggunakan perkiraan saja tanpa ada standar porsi yang jelas. Pengolahan
bahan makanan dilakukan tiga kali dalam sehari sesuai dengan waktu makan santri. Semua

5
tenaga dapur terlibat dalam pengolahan bahan makanan termasuk kepala dapur yang
bertanggung jawab untuk mengontrol proses pengolahan. Pendistribusian bahan makanan
dilakukan dengan cara santri megantri untuk pembagian lauk dan sayur. Untuk nasi santri
mengambil sendiri. Terdapat waktu makan jelas, yaitu sarapan pagi (5.30-7.10), makan siang
(13.00-14.30), dan makan malam (17.30-20.00). Informasi tersebut di perkuat dengan
beberapa pernyataan informan sebagai berikut :
“iya, kita liat dlu menunya, kita sesuaikan dek. Misalnya soup wortel, kentang mau
dimasak,jadi kita potong dadu, coto juga begitu”
“kalau nasi, ada dia panci khususnya, kita megolah tiga kali sehari, jadi pas mau waktu
makan kita masak, jadi masakannya itu masih panas”
“ kalau pagi dari selesai shalat subuh 5.30 sampai 7.10 sebelum sekolah. Makan siang
itu pulang sekolahpi jam 13.00-14.30. Makan malamnya dari 17.30-20.00 dek”
(MD, 8 April 2014)
Dalam penilaian mutu makanan di peroleh persentase hasil ketepatan mutu tertinggi pada
menu ke-3 dan ke-6 masing-masing pada sarapan pagi yang mencapai 100%, dan persentase
terendah pada menu ke-9 pada sarapan pagi. Analisis Zat gizi untuk nilai energi terbesar
didapatkan dari menu ke-10 yaitu 1.389,9 kkal dan yang paling rendah yaitu pada menu ke-3
yaitu sebesar 928,35kkal. Untuk protein hewani terbesar terdapat pada menu ke-10 sebesar
45,48 gram dan terendah pada menu ke-9 yaitu 0 gram. Untuk protein nabati terbesar terdapat
pada menu ke-6 sebesar 32,827 gram dan terendah pada menu ke-10 yaitu 15,24 gram. Untuk
lemak tertinggi terdapat pada menu ke-5 sebesar 15,24 gram dan terendah terdapat pada menu
ke-6 yaitu sebesar 16,5 gram, sedangkan untuk karbohidrat yang paling tinggi terdapat pada
menu ke-2 sebesar 202 gram dan terendah terdapat pada menu ke-10 yaitu tebesar 154 gram.

PEMBAHASAN
Sistem Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin
(PPPUM) dikelolah sendiri oleh pihak pesantren tanpa ada campur tangan dari pihak luar
seperti ketring. Pengelolaan seperti ini dikenal dengan sebutan swaklola, “yaitu sistem
penyelenggaraan makanan yang dilakukan menggunakan seluruh sumber daya yang
disediakan oleh institusi tersebut begitu juga pengelolaan dan kebijakan yang berjalan di
dalam institusi”.6 Berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Agharisty menyatakan bahwa
sistem penyelenggaraan makanan di asrama SPN Batua Makassar menggunakan sistem tender
dari rekanan, yang dua bulan sebelum diadakan dilakukan pelelangan.7 Secara teori bahwa
sistem penyelenggaraan makanan di SPN Batua Makassar menggunakan sitem Semi
Outsourcing, yang mana sarana dan prasarananya berasal dari perusahan jasa boga, serta

6
mengikuti perencanaan menu, penentu standar porsi dan pemesanan makanan yang diajukan
oleh instansi.
Dari jumlah dana yang dianggarkan setiap minggunya jika dibandingkan dengan jumlah
santri di PPPUM yang mencapai 1.116 orang, maka biaya makan santri hanya sebesar Rp
4.981,92,-/hari, tentu saja jumlah tersebut sangat kurang. Dari hasil perhitungan unit cost
ditemukan total biaya makanan perhari ialah Rp 6.889,30,-/santri. Hasil tersebut didukung
oleh wawancara, pihak penyelenggaraan makanan di PPPUM menyediakan makanan kurang
dari jumlah keseluruhan santri karena sesuai dengan pengalaman terdapat sekitar 20% santri
tidak makan di dapur. Pihak pesantren setiap minggunya hanya menyediakan sekitar 80-90%
porsi/hari atau sekitar 893 santri. Jika dibandingkan dengan jumlah biaya rata-rata perminggu
maka di dapatkan total biaya perhari sebesar Rp. 6.226,-/santri. “Penyelenggaraan makanan
institusi sering mendapat masalah karena keterbatasan-keterbasan yang dimiliki antara lain
seperti keterbatasan dana sehingga kualitas bahan makanan yang digunakan sering tidak
begitu baik, tidak ada untung rugi sehingga cita rasa makanan kurang diperhatikan”.6
Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan makanan di PPPUM sudah mencukupi.
Pengelolaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan makanan adalah salah satu hal
yang sangat penting. Jika tujuannya adalah hendak mengelola sumber daya manusia maka
yang penting adalah memahami profil manusia itu sendiri dengan berbagai aspek yang ada
padanya. Manusia dalam pelayanan makanan bukan hanya sebagai faktor produksi yang
dibutuhkan untuk mengarahkan segala kemampuannya melaksanakan produksi yang
digariskan oleh manajemen. Akibatnya muncul berbagai akses, ketidakpuasan dan konflik
internal yang pengaruhnya berimbas pada kemerosotan lainnya seperti penurunan kualitas
produksi dan lain-lain.
Penelitian Sugirman di Asrama Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar bahwa tenaga
kerja penyelenggaraan makanan adalah santri sendiri bertugas secara bergiliran 3 orang/hari
sedangkan untuk tenaga pengelolah sebanyak 4 orang. Kemudian ketua bagian logistik
mengontrol dan mengawasi pembagian makanan santri serta memastikan ketersediaan
makanan santri. Santri yang bertugas masak sebelumnya sudah diberikan arahan. Tidak ada
ketentuan khusus mengenai latar belakang pendidikan tenaga kerja. Ketua logistik latar
belakang pendidikannya S1 tapi bukan dari jurusan gizi.7
Setelah melihat perbandingan antara kedua pesantren tersebut yaitu Pondok Pesantren
Putri Ummul Mukminin Makassar dan Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Makassar,
maka Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin lebih baik dari segi ketenagaannya karena
dalam pelaksanaannya tidak melibatkan santri, dan kualifikasi jenjang pendidikan, terdapat 2

7
orang lulusan S1 walaupun bukan berasal dari tata boga maupun gizi, dan seorang berlatar
belakang tata boga.
Tempat penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Makassar
belum lama ini dilakukan renovasi, penggunaan gedung pasca renovasi yaitu sekitar sembilan
bulan. Berdasarkan observasi lapangan yang telah peneliti lakukan, gedung yang dipakai
dalam penyelenggaraan makanan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama sepenuhnya
digunakan untuk proses penyelenggaraan makanan, lantai dua digunakan sebagai tempat
istirahat para karyawan dapur dan asrama santri. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa “ruangan yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan harus terpisah
satu dengan lainnya dan biasanya dibatasi oleh dinding”.8 Walaupun bangunannya tidak
terpisah antara tempat penyelenggaraan makanan dan asrama santri, tapi tetap dipisahkan oleh
dinding.
Hasil wawancara didapatkan informasi bahwa penyusunan anggaran belanja bahan
makanan dilakukan secara tim, yang terlibat yaitu koordinator konsumsi dan anggotanya,
serta kepala dapur. Penyusunan anggaran belanja dibuat berdasarkan perencanaan menu yang
telah di buat sebelumnya oleh bagian konsumsi. Dalam siklus menu 10 hari yang dilakukan,
masih terdapat beberapa pengulangan menu. Sedangkan untuk proses pemesanan dan
pembelian bahan makanan kering dan lauk diserahkan ke rekanan dan proses pembayarannya
secara langsung setelah bahan makanan diterima. Untuk pembelian sayur, dilakukan sendiri
oleh kepala dapur setiap harinya untuk mendapatkan sayur yang segar karena pihak
penyelenggaraan makanan tidak memiliki lemari pendingin untuk penyimpanan.
Penerimaan bahan makanan di PPPUM dilakukan secara langsung dan buta yaitu
menerima bahan makanan setelah itu disimpan tanpa melihat spesifikasi bahan makanan dan
tidak melalui penimbangan. Penyimpanan bahan harus tersedia kartu stok bahan makanan dan
buku catatan keluar masuknya bahan makanan serta harus menggunakan metode First
Expaired First Out.8 Proses penyimpanan bahan makanan kering di PPPUM terdapat buku
catatan keluar masuknya bahan makanan yang dipegang oleh penanggung jawab
pergudangan, namun tidak terdapat kartu stok bahan makanan dalam gudang serta proses
pengambilan dan penataan bahan makanan di gudang penyimpanan masih menggunakan
metode first in first out (FIFO) yaitu bahan yang yang dikeluarkan/digunakan adalah bahan
makanan yang pertama masuk, tidak dilihat dari tanggal kadaluarsa bahan makanan.
Proses persiapan bahan makanan di PPPUM dilakukan setelah bahan makanan diterima,
dan untuk mengefisienkan waktu, proses persiapan untuk makan siang dan malam dilakukan
pada pagi hari atau pada waktu senggang kemudian bahan yang telah disiapkan, disimpan di

8
rak bahan makanan untuk sayur dan lauk nabati serta di freezer untuk lauk hewani, tidak ada
patokan ukuran/standar porsi yang ditetapkan. Besar porsi dibuat hanya sesuai perkiraan saja.
Tenaga dapur tidak menggunakan ADP pada proses persiapan bahan makanan dan pada
proses pemotongan sayur, tenaga dapur tidak menggunakan talenan yang sesuai standar
melainkan hanya menggunakan batang kayu yang sudah mulai lapuk karena telah lama
digunakan. hal tersebut bisa berdampak buruk karena kemungkinan besar jika sayur tidak
dibersihkan dengan baik serbuk kayu bisa masuk kedalam makanan. Pengolahan lauk masih
dominan diolah dengan cara “menggoreng”. Tidak memvariasikannya dengan teknik
“membakar”, padahal tersedia alat pemanggang. Variasi pengolahan bahan makanan
dibutuhkan agar tidak timbul rasa bosan oleh santri.
Pendistribusian makanan di PPPUM Makassar menggunakan cara sentralisasi, yaitu
makanan langsung ke konsumen. Cara penyajiannya prasmanan. Untuk nasi, santri
dibebaskan untuk mengambil sesuai selera, namun untuk lauk dan sayur diambil secara
mengantri dan di porsikan oleh pramusaji. Kelebihan dari pendistribusian secara sentralisasi
ialah, suhu makanan yang disajikan kepada santri masih dalam keadaan hangat dan bisa
meminimalisasi tenaga dan waktu karena makanan hanya disiapkan di ruang makan kemudian
santri berkumpul tidak seperti pendistribusian secara desentralisasi yang membutuhkan waktu
dan tenaga lebih karena makanan di distribusi ke setiap unit/kamar santri seperti yang
dilakukan di “Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar sesuai dengan penelitian sugirman
yang mendistribusikan dan mengantarkan makanan ke kamar masing-masing Santri”.10
Hasil perhitungan menunjukkan persentase ketetapan mutu makanan tertinggi ditemukan
pada sarapan pagi dalam menu ke-3 dan menu ke-4 dengan persentase mencapai 100%, dan
terendah ditemukan pada sarapan pagi menu ke-9 dengan persentase 60%. Dari hasil
penelitian langsung, rata-rata sayur memiliki tekstur yang kurang karena terlalu masak “over
cook”. sedangkan untuk ikan goreng memiliki tekstur yang keras.
Data Angka Kecukupan Gizi (AKG) bahwa kebutuhan rata-rata perempuan umur 13-15
dan 16-18 tahun yaitu sebesar 2.125 kkal, namun jika dibandingkan dengan nilai energi rata-
rata yang telah dihitung menggunakan CD Menu sekitar 1.046,91 kkal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai energi tersebut sangat kurang dari standar kebutuhan santri, energi
yang disiapkan hanya memenuhi 50% dari total kebutuhan energi santri.
Penelitian Tonapa yang diadakan di SMA Negeri 2 Tinggimoncong jika dilihat dari aspek
output maka nilai energi terbesar didapatkan dari menu hari Jumat yaitu 1750,8 kkal dan yang
paling rendah yaitu pada hari Minggu, sebesar 1.376,8 kkal. Nilai tersebut didapatkan dari
perhitungan nilai gizi lauk pauk, buah dan kudapan yang disediakan oleh pihak

9
penyelenggara, namun perhitungan nilai gizi untuk sayuran dan makanan pokoknya dianalisis
berdasarkan rata-rata konsumsi siswa siswi SMA Negeri 2 Tinggimoncong. Protein hewani
dan nabati tersedia paling banyak pada menu hari Rabu yaitu 58,36 gr dan paling rendah pada
hari Sabtu yaitu 43,31 gr, padahal hari Minggu para siswa siswi SMA Negeri 2
Tinggimoncong tidak melakukan latihan apapun. Hal ini secara langsung dapat
mempengaruhi daya belajar dan aktifitas lain para siswa dan siswi di SMA Negeri 2
Tinggimoncong pada saat mereka berlatih.11 Dalam proses perencanaan menu, pihak
penyelenggaraan makanan seharusnya melakukan perhitungan kebutuhan santri dan membuat
menu sesuai kebutuhan santri yang terdiri dari sumber karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati,
sayur, dan buah.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyelenggaraan makanan di PPPUM menggunakan
sistem swaklola. Pada tahap input dari aspek biaya masih dibutuhkan biaya tambahan untuk
memenuhi kebutuhan harian santri. Tahap proses, mulai dari perencanaan anggaran belanja
sampai pendistribusian sudah dilakukan dengan baik walaupun masih terdapat beberapa
kekurangan. Tahap Output, nilai gizi makanan yang disediakan hanya memenuhi 50% dari
kebutuhan total.
Saran kepada pihak penyelenggaraan makanan di PPPUM dalam perencanaan menu dan
pengolahan bahan makanan perlu memperhatikan variasi menu, suhu makanan yang
dihidangkan, rasa dan aroma, warna dan kombinasi, ukuran dan bentuk hidangan, porsi, dan
tampilan penyajiannya agar mendapatkan feedback yang baik dari santri. Serta diperlukan
pelatihan mengenai dasar-dasar tata boga dan dasar mengenai pola konsumsi dan gizi
seimbang untuk para tenaga penyelenggaraan makanan agar terampil dan dapat menghasilkan
output yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djarisman, Sukana, Bambang, Sugiharti. Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Tentang
Sanitasi Pengolahan Makanan pada Instalasi Rumah Sakit di Jakarta. Media Pangan Gizi
[online Jurnal]. 2004; 32(2):9-14 [diakses 12 oktober 2013]. Available at:
http://www.media.litbang.depkes.go.id/data/sanitasi.pdf.
2. Fatmawati, S. Perilaku Higiene Pengolahan Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan di Pusat Pendidikan dan

10
Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah. Jurnal Gizi Universitas muhammadiyah
Semarang. 2012;2(2):30-38.
3. Setyowati RD. Sistem Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi, Status Gizi Serta
Ketahanan Fisik Siswa Pusat Pendidikan Zeni Kodiklat TNI AD Bogor Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2008.
4. Sholiha YA. Gambaran Pola Konsumsi dan Tingkat Kepuasan Santri Putri Terhadap
Hidangan di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar. Media Gizi Pangan.
2013;15(1):5-7.
5. Depkes. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI; 2003.
6. Moehyi S. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara; 1992.
7. Agharisty E. Analisis Biaya dan Analisis Zat Gizi pada Penyelenggaraan Makanan di
Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2013. Media
Gizi Pangan. 2013;16(1):7-9.
8. Kemenkes. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
9. Sugirman, AK. Gambaran Input dan Proses Penyelenggaraan Makanan Santri Putri
Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar. Media Gizi Kesehatan Masyarakat Indonesia.
2013;2(2):21-4.
10. Asrina, Teti, Puspita, A, Tonapa, CL. Pengetahuan, Asupan, Status Gizi Siswa dan
Manajemen Penyelenggaraan Makanan di SMA Negeri 2 Tinggimoncong Kabupaten
Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Media Gizi Kesehatan Masyarakat Indonesia.
2012;2(2):21-4.

11

Anda mungkin juga menyukai