Anda di halaman 1dari 19

PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DI INDONESIA

DAN KOREA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gizi Institusi


Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si.
Program Studi Ilmu Gizi
Peminatan Human Nutrition

Disusun oleh:
Khusnul Khotimah
S531808025

PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan Makanan Instutusi/massal (SPMI/M) adalah
penyelenggaraan makanan yang dilakukan dalam jumlah besar atau
massal. Batasan mengenai jumlah yang diselenggarakan di setiap Negara
bermacam-macam, sesuai dengan kesepakatan masing-masing.
Berkembangnya kegiatan penyelenggaraan makanan dalam jumlah besar
pada institusi-institusi disebabkan oleh karena kurang tersedianya waktu
untuk menyiapkan makanan bagi keluarga. Selain itu faktor jarak ke
tempat makan yang jauh, sulitnya transportasi, atau tuntutan efektifitas
waktu kerja juga menjadi faktor pendorong perkembangan
penyelenggaraan makanan di institusi (Kemenkes, 2018).
Penyelenggaraan makanan institusi dilaksanakan diberbagai jenis
intitusi tak terkecuali di sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah
banyak dilakukan di sekolah yang memiliki jam belajar yang cukup
panjang atau juga sekolah asrama. Penyelenggaraan makanan di sekolah
sebaiknya memperhatikan prinsip penyelenggaraan makanan yang telah
ditetapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan gizi penghuni sekolah agar
dapat menjaga status gizi. Selain itu juga harus dapat meningkatkan status
kesehatan dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
(Miranti, 2016).
Masa remaja (usia 10-18 tahun) merupakan periode pertumbuhan
tercepat setelah bayi. Pada tahap ini terjadi tumbuh kembang yang luar
biasa secara fiisiologis, psikologis, dan sosial. Kebutuhan akan zat-zat gizi
remaja lebih besar dan meningkat tajam. Oleh karena itu, dibutuhkan
perhatian khusus dalam pemenuhan kebutuhan gizi bagi remaja. Terutama
pada mereka yang tinggal di asrama dimana pemenuhan kebutuhan gizi
disediakan oleh pihak sekolah/asrama (Nursafitri, 2013). Salah satu prinsip
dasar penyelenggaraan makanan institusi yang perlu di perhatikan adalah
penyelenggaraan makanan yang menerapkan hygiene dan sanitasi sesuai
ketentuan yang berlaku (Fatmawati, 2013).
Status gizi anak-anak usia sekolah mempengaruhi kondisi
kesehatan, kognisi, dan akhirnya berpengaruh juga terhadap prestasi
pendidikan. Status kesehatan yang buruk dan tidak adekuat pada usia
sekolah akan menurunkan fungsi kognitif dan berpengaruh pada kondisi
fisiologisnya (Zenebe, 2018). Melalui penyediaan dan penyelenggaraan
makanan di sekolah dapat membantu menjaga dan memperbaiki status gizi
serta status kesehatan siswa.
Di Negara Korea Selatan program pelayanan makanan di sekolah
menengah telah dilaksanakan di sekolah menengah pada tahun 1999 dan
pada sekolah menengah pertama pada tahun 2002. Peraturan menyenai
pelayanan makanan di sekolah telah diatur dalam Undang-Undang
Makanan Sekolah dan Undang-Undang Pendidikan Dasar dan Menengah
sejak tahun 2003. Sehingga sistem pelayanan makanan di sekolah pada
Negara Korea sudah lebih baik di bandingkan dengan di Indonesia
(Kwak, 2008).
Pada makalah ini akan dibahas mengenai kondisi penyelenggaraan
makanan di institusi sekolah yang ada di Indonesia dan membandingkan
dengan penyelenggaraan makanan di institusi sekolah Negara maju. Hal
ini ditujukan sebagai upaya untuk mengevaluasi dan mencari solusi
perbaikan penyelenggaraan gizi institusi di Indonesia agar memiliki
kualitas yang baik. Selain itu agar penyelenggaraan makanan di institusi
dapat menjadi upaya perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan makanan di institusi sekolah
asrama di Indonesia?
b. Bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan makanan di institusi sekolah
di Korea?
c. Bagaimana analisis penyelenggaraan makanan anak sekolah di
Indonesia dan Korea dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action)?
C. Tujuan
a. Mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan makanan di institusi sekolah
di Indonesia
b. Mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan makanan di institusi sekolah
di Korea
c. Mengetahui analisis penyelenggaraan makanan anak sekolah di
Indonesia dan Korea dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah di Indonesia


Semula program makanan anak sekolah dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan status gizi anak-anak sekolah yang kurang
mampu. Namun saat ini kebutuhan makanan di sekolah menjadi kebutuhan
semua warga sekolah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor salah
satunya adalah waktu sekolah yang cukup panjang (Kemenkes RI, 2018).
Tujuan lainnya adalah untuk menyediakan makanan yang berguna untuk
mengurangi rasa lapar sehingga siswa dapat berkonsentrasi belajar lebih
baik, dan juga cara untuk menarik anak-anak supaya mau pergi ke sekolah
serta mereka hadir secara teratur (Ahmed 2004).
a) Tujuan penyelenggaraan makanan anak sekolah (Kemenkes RI, 2018):
1. Menyediakan makanan yang sesuai kebutuhan anak selama di
sekolah
2. Meningkatkan semangat belajar anak
3. Membantu meningkatkan status gizi anak-anak sekolah.
b) Karakteristik penyelenggaraan makanan di Sekolah
1. Memberikan pelayanan untuk makanan pagi/siang/sore ataupun
makanan kecil/ makanan pelengkap.
2. Makanan dapat disediakan melalui kantin sekolah, dengan syarat :
makanan yang disajikan bergizi, dan sebagai bahan pendidikan
atau penyuluhan bagi anak serta mendorong membiasakan anak
untuk memilih makanan yang bergizi untuk konsumsinya.
3. Makanan yang dipersiapkan tidak berorientasi pada keuntungan,
tetapi diarahkan untuk pendidikan/penyuluhan dan perubahan
perilaku anak terhadap makanan. Oleh karena itu dalam mengelola
makanan kantin ini, diikut sertakan peran orang tua agar dapat
diikuti kebiasaan makan anak di rumah.
4. Lokasi dan ruang kantin disediakan sedemikian rupa sehingga
anak dapat mengembangkan kreasinya dan dapat mendiskusikan
pelajarannya.
5. Makanan dipersiapkan dalam keadaan bersih dan higienis.
6. Menciptakan manajemen yang baik sehingga dapat dicapai
keseimbangan pembiayaan kantin yang memadai (Kemenkes RI,
2018).
c) Tahap-tahap penyelenggaraan makanan tipe conventional

Gambar 1. Tahap-tahap penyelenggaraan makanan tipe


conventional (Kemenkes RI, 2018).

Aspek penyelenggaraan makanan meliputi beberapa hal,


diantaranya adalah perencanaan menu, pemesanan dan pembelian
bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,
pengolahan bahan makanan, pemorsian dan penyajian makanan,
pendistribusian makanan (Aritonang, 2012).
1) Perencanaan menu
Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk
menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Dalam
perencanaan menu anak sekolah, beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan agar tujuan penyelenggaraan makanan anak
sekolah tercapai adalah jumlah dan keahlian tenaga penjamah
makanan, dana yang dibutuhkan, peralatan yang dipergunakan,
cara pembelian bahan pangan, cara memproduksi makanan dan
jenis pelayanan yang akan diberikan kepada anak sekolah. Hal
utama yang harus diperhatikan dalam menyusun menu adalah
kecukupan gizi anak sekolah (Sinaga, 2012).
2) Pemesanan dan pembelian bahan makanan
Pembelian bahan makanan pada penyelenggaraan makanan
oleh divisi pembelanjaan berdasarkan permintaan atau pemesanan
divisi dapur (Nursafitri, 2013). Hal ini sesuai dengan definisi
pemesanan menurut Aritonang (2012) pemesanan adalah kegiatan
menyusun permintaan bahan majanan berdasarkan menu dan rata-
rata jumlah konsumen.
3) Penerimaan dan penyimpanan bahan makanan
Penerimaan bahan pangan adalah kegiatan meneliti,
memeriksa, mencatat, dan melaporkan (Sinaga, 2012). Setelah
bahan makanan diterima di dapur, divisi dapur akan melakukan
pengecekan kualitas dan kuantitas sesuai dengan fraktur
pembelian. Bahan untuk makan pagi tidak disimpan karena akan
segera diolah. Sedangkan bahan tidak langsung diolah akan
disimpan di tempat yang sesuai dengan jenis kering dan basah
(Nursafitri, 2013).
4) Pengolahan bahan makanan
Pengolahan bahan makanan pada umumnya dilakukan oleh
kepala juru masak, juru masak, dan asisten juru masak
(Nursafitri, 2013). Pemasakan bahan makanan dilakukan
bervariasi yaitu dibakar, dipanggang, direbus, digoreng, dan
ditumis (Aritonang 2012). Dalam pemasakan bahan pangan di
sekolah, beberapa peraturan yang harus dilaksanakan adalah
menjaga kualitas bumbu, menggunakan metode yang benar,
menetapkan tenggang waktu antara penyiapan dan waktu
penyajian, serta memperhatikan kehilangan nilai gizi atau
kerusakan akibat pemasakan (Sinaga, 2012).
5) Pemorsian dan penyajian makanan
Setelah pengolahan selesai maka makanan tersebut diporsi
dan disajikan oleh asisten juru masak dengan jumlah porsi yang
sesuai dengan jumlah siswa (Nursafitri, 2013). Umumnya
makanan anak sekolah disajikan dengan tipe cafeteria. Beberapa
tipe pelayanan cafeteria yang sering di gunakan di sekolah yaitu
cafeteria umum, cafeteria dengan pelayanan, kantin bergilir, dan
prasmanan (Sinaga, 2012).
6) Pendistribusian makanan
Proses distribusi anak sekolah bisa dilakukan dalam dua cara
yaitu sentralisasi dan desentralisasi (Palacio & Theis, 2009). Cara
sentralisasi adalah semua kegiatan pembagian makanan
dipusatkan pada satu tempat. Sedangkan cara desentralisasi yaitu
cara pendistribusian yang diterapkan di sekolah yang memiliki
ruang makan yang berada pada lokasi yang berbeda (Sinaga,
2012).

B. Studi Kasus Penyelenggaraan Makan Siang di SD Islam Ulil Albab


Kebumen
Sekolah Dasar Islam Ulil Albab Kebumen berlokasi di jalan
Indrakila No.9, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa
Tengah. SD Islam Ulil Albab Kebumen memiliki siswa berjumlah 226
pada tahun 2012/2013, jumlah guru 19 orang, 4 orang karyawan, 1 orang
bendahara, dan 2 orang penjaga sekolah. Penyelenggaraan makan di
sekolah ini dilakuka oleh catering Bu Ma’rifah yang terdiri dari 1 tenaga
pengelola dan 2 orang tenaga pembantu. Pelaksanaan program
penyelenggaraan makanan di SD Islam Ulil Albab Kebumen adalah
sebagai berikut
1. Pelaksanaan Program Penyelenggaraan Makanan
a) Perencanaan Menu
Penyusunan menu di SD Islam Ulil Albab dilakukan oleh Kepala
Sekolah dan Pengurus catering. Perencanaan menu dilakukan setiap
hari pada sore hari oleh pengurus catering kemudian minta
persetujuan kepada Kepala Sekolah. Pengolahan makanan juga selalu
berganti-ganti sehingga siswa tidak mudah bosan. Berikut adalah
contoh penyusunan menu makan siang di SD Islam Ulil Albab
Kebumen dalam satu minggu.
Tabel 1. Penyusuanan Menu Makan Siang di SD Islam Ulil Albab
Kebumen untuk Satu Minggu
No. Hari Menu
1. Senin Nasi, sayur bening, ikan pindang, sambal
2. Selasa Nasi, tumis kangkung, telur kecap, buah pepaya
3. Rabu Nasi, sayur sop, ayam goring
4 Kamis Nasi, tumis kacang panjang, tahu bacem, kerupuk
5 Jumat Nasi goreng bakso, tempe goreng, buah jeruk, kerupuk
b) Perencanaan Kebutuhan Bahan
Perencanaan kebutuhan bahan makanan ini dilakukan oleh
pengurus catering. Perencanaan kebutuhan makanan menyesuaikan
dengan jumlah siswa, guru, dan perencanaan menu yang sudah
ditentukan.
c) Pembelian, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan
Pembelian bahan makanan dilakukan oleh pengurus catering.
Pembelian dilakukan di pasar baik bahan makanan segar maupun
makanan kering. Pembelian beras, garam, minyak goreng, tepung dan
bumbu dapur dibeli satu minggu sekali. Setelah pembelian tahap
selanjutnya adalah penerimaan bahan makanan di dapur dengan cara
mengecek barang yang datang dari pasar. Penyimpanan bahan
makanan disesuaikan dengan jenis bahan. Seperti pemisahan antara
bahan basah dan bahan kering. Bahan yang tahan lama dan bahan
yang mudah membusuk.
d) Persiapan dan Pengolahan Bahan Makanan
Persiapan yang dilakukan adalah persiapan bahan makanan,
bumbu masakan dan peralatan yang dibutuhkan. Persiapan dilakukan
mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan selesai dan dilakukan oleh
tenaga yang membantu. Selanjutnya yaitu proses pengolahan makanan
yang dilakukan pada pukul 10.00–11.00 WIB. Cara pengolahan bahan
makanan dilakukan oleh catering dengan 1 orang tenaga pengolah dan
2 orang tenaga pembantu.
e) Distribusi dan Penyajian Makanan
Distribusi yang digunakan di Sekolah menggunakan sistem
desentralisasi yaitu dengan cara makanan dari catering dimasukkan ke
dalam wadah besar kemudian diantar ke Sekolah dengan
menggunakan mobil. Di Sekolah makanan akan dibagikan oleh pihak
penyelenggara ke masing-masing kelas. Makanan disajikan secara
prasmanan kemudian siswa mengambil sendiri di depan kelas sesuai
selera masing-masing.
2. Evaluasi Penyelenggaraan Makanan di SD Islam Ulil Albab
Kebumen
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan makanan pada sistem
penyelenggaraan makanan institusi Kemenkes RI 2018 dijelaskan
bahwa penyusunan menu makanan harus disesuaikan dengan
kebutuhan zat gizi makro. Untuk orang sehat, persentase kebutuhan
sehari yaitu karbohidrat 45-60%, protein 10-20% dan lemak 25-30%
dari kebutuhan energy (Perkeni, 2015). Sedangkan untuk mengetahui
kebutuhan gizi individu yang sehat dapat juga menggunakan tabel
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) tahun 2013
(Kemenkes, 2013). Pada tabel AKG tersebut dapat diketahui
kebutuhan gizi masing-masing individu berdasarkan kelompok umur.
Evaluasi penyelenggaraan makanan di SD Islam Ulil Albab Kebumen
khususnya pada perencanaan menu belum disesuaikan dengan
kebutuhan gizi harian anak. Berikut adalah tabel angka kecukupan gizi
rata-rata yang dianjurkan pada anak umur 10-12 tahun.
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata Dianjurkan (Per Orang
Per Hari) Anak Umur 10-12 Tahun
Golongan Berat Tinggi Energi Protein Lemak KH Vit C Fe Serat
umur badan badan (Kkal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (g)
(Tahun) (Kg) (Cm)
10-12 34 142 2100 56 20 289 50 13 30
(pria)
10-12 36 145 2000 60 67 275 50 21 28
(wanita)
Sumber: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa
Indonesia tahun 2013
Setelah proses perencanaan menu, tahap selanjutnya adalah
perencanaan kebutuhan bahan makanan. Perencanaan ini dilakukan
dengan menghitung kebutuhan makanan yang diperlukan secara
kualitas dan kuantitas. Perencanaan kebutuhan bahan makanan harus
memperhatikan beberapa faktor salah satunya adalah konversi zat gizi
berdasarkan DKGA (Daftar Kecukupn Gizi yang Dianjurkan) dan
juga lama waktu siklus (putaran) menu (Kemenkes, 2018).
SD Islam Ulil Albab Kebumen menggunakan siklus 5 hari.
Namun belum menggunakan konversi zat gizi berdasarkan DKGA.
Perencanaan kebutuhan bahan makanan disesuaikan dengan
rancangan menu yang telah dibuat oleh kepala sekolah dan kepala
catering dengan mempertimbangkan anggaran dana. Seharusnya
perencanaan bahan makanan disesuaikan dengan kebutuhan
kecukupan gizi anak sehingga angka kecukupan gizi anak sekolah SD
Islam Ulil Albab bisa terpenuhi. Seperti yang dijelaskan dalam
Gambar 2 mengenai prosedur perhitungan kebutuhan bahan makanan
sehari berdasarkan kebutuhan gizi.

Gambar 2. Prosedur Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Sehari


Berdasarkan Kebutuhan Gizi (Kemenkes RI, 2018).

Selain tahap perencanaan menu, perencanaan bahan makanan,


penyelenggaraan makanan di sekolah juga perlu memperhatikan tujuan
utama dalam penyelenggaraan makanan bagi anak sekolah. Tujuan
penyelenggaraan makanan anak sekolah berdasarkan Kemenkes RI (2018)
diantaranya yaitu menyediakan makanan sesuai kebutuhan anak selama di
sekolah, meningkatkan semangat belajar anak, dan membantu
meningkatkan status gizi anak sekolah.

C. Penyelenggaraan Makanan Institusi Sekolah di Korea Selatan


Pada 2013, seluruh sekolah dari 11.575 sekolah dasar, menengah,
tinggi dan sekolah khusus melaksanakan program makan siang sekolah,
dan 99,6% siswa yang menghadiri sekolah berpartisipasi dalam program
ini. Pada tahun 1953 setelah Perang Korea, program makan siang sekolah
dimulai dengan memberikan susu bubuk kepada anak-anak yang kurang
makan yang merupakan bantuan dari Kanada. Undang-Undang School
Feeding, yang memperkenalkan standar gizi untuk makan siang di
sekolah, diberlakukan pada tahun 1981. Standar gizi untuk makan siang di
sekolah telah direvisi agar konsisten dengan nilai referensi DRIs for
Korean 2007. Standar Vitamin D dan Niacin juga dikeluarkan dari standar
gizi yang telah direvisi.
Tabel 3. Karakteristik Umum Program Penyelenggaraan Makan Siang di
Sekolah pada Negara Korea Selatan
Karakteristik Kondisi Korea Selatan
Pemerintah yang bertanggung jawab Kementerian Pendidikan
dalam penyelenggaraan makan siang
sekolah
Persentase sekolah yang melaksanakan 100% pada sekolah dasar,
program makan siang menengah, atas dan sekolah
kebutuhan khusus
Persentase siswa yang berpartisipasi 99,6% pada di sekolah dasar,
dalam program makan siang menengah, atas dan sekolah
berkebutuhan khusus
Hukum yang mengatur program makan School-Meals Act
siang sekolah
Sejarah program makan siang sekolah
Program makan siang dimulai 1953
Pemberlakuan undang-undang 1981
Implementasi sistem guru gizi 2007
Amandemen terbaru standar gizi 2007
Penetapan standar gizi
Nutrient-based standars Ya
Food-based standards Tidak
Sumber: (Kim, 2017)
Pada 2014, Korea Selatan memiliki standar gizi, tetapi tidak
berdasarkan makanan. Standar gizi diberlakukan untuk seluruh
penyelenggara makanan tak terkecuali institusi sekolah. Terdapat aturan
sanksi berupa denda bagi kepala sekolah yang tidak memenuhi aturan
standar gizi (Kim, 2017).
a) Menu dan Standar Gizi Makan Siang Anak Sekolah
Standar gizi ditetapkan berdasarkan sepertiga dari Dietary
Reference Intakes for Korean (DRI). Energy actual yang disediakan
oleh makan siang di sekolah harus berada dalam ± 10% standar gizi.
Dengan rincian adalah 55-70% karbohidrat, 7-20% protein, dan 15-
30% lemak. Makan siang anak sekolah di korea terdiri dari nasi, sup
atau sayuran rebus, lauk tinggi protein, lauk tambahan, kimchi, dan
hiadangan penutup. Susu murni disediakan sebelum atau berbarengan
dengan jam makan siang. Menu makan siang tersebut disajikan di atas
nampan yang terbuat dari stainless steel.
Selain standar gizi secara kuantitatif, beberapa poin yang menjadi
pertimbangan dalam perancangan menu makan siang anak sekolah di
Korea diantaranya yaitu pertama mempertimbangkan budaya diet
tradisional. Kedua harus menggunakan bahan makanan seperti biji-
bijian dan pati, sayuran, buah-buahan, ikan, daging, kacang-kacangan,
susu dan produk susu. Ketiga tidak berlebihan dalam menggunakan
garam, minyak, lemak, gula sederhana atau bahan tambahan makanan
lainnya. keempat yaitu menggunakan berbagai metode memasak yang
baik (Yoon, 2012).
b) Penyajian Makanan
Pada tahun 2010, sekitar 95% sekolah menyelenggarakan
penyediaan makan siang secara mandiri atau tidak menggunakan
manajemen kontrak. Hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan
yang mengatur pelaksanaan pengadaan makan siang di sekolah.
Penyediaan makanan secara mandiri oleh pihak sekolah juga turun
memperkecil kemungkianan adanya kasus keracunan makanan masal
di sekolah (Yoon, 2012).
Menurut statistik pada 2011, diketahui bahwa 79% sekolah
menyajikanan makanan dengan metode kafeteria, 16% disajikan di
ruang kelas, dan 5% sisanya disajikan di ruang kelas dan kafetaria
karena kapasitas kafetaria tidak cukup untuk mengakomodasi semua
siswa (Yoon, 2012).
Tabel 4. Nutrisi Standar untuk Makan Siang Anak Sekolah
Nutrisi Standar Korea Selatan
Energi dan makronutrien
Energi 1/3 EER (1/3±10% EAR)
Karbohidrat 55-70% total kalori
Protein ≥1/3 RNI (7-20% total kalori)
Lemak 15-30% total calories
Serat -
Vitamin
Vitamin A ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Vitamin B1 ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Vitamin B2 ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Vitamin C ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Mineral
Kalsium ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Iron ≥1/3 EAR, ≥1/3 RNI
Sodium -
Magnesium -
Zink -
Keterangan
EER : Perkiraan Kebutuhan Energi
EAR : Estimasi Persyaratan Rata-Rata
RNI : Asupan Nutrisi yang Disarankan
RNI di Korea Selatan sesuai dengan RDA di negara lain.
Untuk vitamin dan mineral, Korea Selatan menetapkan standar wajib
menggunakan EAR di samping standar yang direkomendasikan
menggunakan RNI.
Sumber: (Kim, 2017)

c) Pusat Layanan Makanan Anak Sekolah


Pusat dukungan layanan makanan anak sekolah memiliki fungsi
sebagai pusat pra proses dan pengadaan makanan untuk makan siang
anak sekolah. Pusat layanan ini didirikan oleh pemerintah daerah
berdasarkan amandemen Undang-Undang Makanan Anak Sekolah
yang diubah pada tahun 2006. Pusat layanan ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam menyediakan makanan yang berkualitas dan
ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau untuk sekolah-
sekolah. Pada tahun 2010, pusat dukungan layanan makanan anak
sekolah telah beroperasi di 11 wilayah nasional Korea Selatan. Namun
kinerja ini masih harus terus dipantau dan dievaluasi agar lebih efisien
dan dapat dilaksankan di Negara lainnya (Yoon, 2012)
Tabel 5. Karakteristik Umum Nutrient-based Standards untuk Program
Makan Siang Sekolah di Korea Selatan
Karakteristik Kondisi Korea Selatan
Pengelompokan kriteria target siswa
Usia Ya
Jenis kelamin Ya
Jumlah kelompok target siswa
Siswa sekolah dasar 4 (2 kel. usia & 2 kel. gender)
Siswa sekolah menengah pertama 2 (1 kel. usia & 2 kel. gender)
Siswa sekolah menengah atas 2 (1 kel. usia & 2 kel. gender)
Total 8
Jumlah komponen gizi
Energy dan makronutrien 4
Vitamin 4
Mineral 2
Total 10
Sumber: (Kim, 2017)
D. Analisis Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Tabel 6. Analisis Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah di Indonesia dan Korea dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Indikator Plan Do Check Act
Kebijakan Adanya atau Menggunakan Indonesia: Belum ada peraturan atau Indonesia: Tujuan belum tercaapai
peraturan mengenai peraturan program kebijakan mengenai program dan perlu ditindak lanjuti. Sejauh ini
program penyelenggaraan penyelengaraan makan siang di peraturan yang digunakan hanyalah
penyelenggaraan makan siang di sekolah sekolah peraturan otonomi masing-masing
makan siang di sebagai landasan instansi.
sekolah dari penyelenggaraan Korea: Sudah tersedia peraturan yang Korea: Seluruh sekolah telah
pemerintah makan siang di sekolah keluarkan oleh kementerian menyelenggarakan program makan
pendidikan mengenai siang di sekolah sesuai peraturan
penyelenggaraan makan siang di yang berlaku.
sekolah
Pelaksanaan Meningkatkan status Merancang menu Indonesia: Merancang menu sesuai Indonesia: Tujuan belum tercapai
gizi anak sekolah sesuai angka dengan persetujuan kepala sekolah dengan baik, perlu dilakukan
keecukupan gizi dan menyesuaikan dengan anggaran pemantauan dan evaluasi secara
berdasarkan usia anak dana yang tersedia berkelanjutan
Korea: Mengikuti standar gizi yang Korea: Tujuan sudah tercapai, perlu
sudah ditentukan sesuai angka dipertahankan dan ditingkatkan
kebutuhan gizi anak dengan menyertakan evaluasi dan
monitoring
Meningkatkan Menyajikan makan Indonesia: Sudah mengupayakan Indonesia: Tujuan sudah tercapai,
semangat belajar anak siang dengan menu dan untuk menyajikan makan siang yang perlu ditingkatkan dan dipertahankan
penampilan yang menarik baik dalam bentuk, rasa, dan agar semakin baik dalam penyajian.
menarik penampilan.
Korea: Sudah mengupayakan untuk Korea: Tujuan sudah tercapai, perlu
menyajikan makan siang yang dipertahankan dan ditingkatkan dan
menarik baik rasa maupun mejadi contoh Negara lain.
penampilan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan penyelenggaraan makanan anak sekolah di SD Silam Ulil
Albab Kebumen sesuai dengan alur pelaksanaan penyelenggaraan
makanan berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan RI. Namun
dalam beberapa tahap belum sepenuhnya sesuai dengan standar
pelaksanaan penyelenggaraan makan di sekolah seperti dalam
penentuan menu dan pemorsian.
2. Penyelenggaraan makanan untuk anak sekolah di Korea Selatan secara
umum sudah dilaksanakan dengan baik dibuktikan dengan 100%
sekolah sudah melaksanakan dan 99,5% siswa sekolah berpartisipasi.
Selain itu alur penyelenggaraan sudah tertata dengan rapi mengiikuti
kebijakan pemerintah yang berlaku.
3. Analisis dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) menunjukkan
bahwa dari dua indikator yang di analisis yaitu adanya kebijakan dan
pelaksanaan penyelenggaraan makanan anak sekolah diketahui bahwa
seluruh tujuan penyelenggaraan makanan anak sekolah di Korea Selatan
telah tercapai namun di Indonesia belum sepenuhnya tercapai.

B. Saran
1. Penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia perlu dievaluasi
dan monitoring agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam buku panduan sistem penyelenggaraan makanan institusi dari
Kementerian Kesehatan RI.
2. Pemerintah sebaiknya membuat regulasi atau peraturan yang dapat
mengatur ppenyelenggaraan makanan anak sekolah agar dapat
diselenggarakan secara merata dan memiliki aturan yang jelas dan
baku.
3. Perlu adanya sinergisitas antara Kementerian Kesehatan dan
Kementerian Pendidikan untuk dapat berkoordinasi dalam
menciptakan penyelenggaraan makanan anak sekolah yang lebih baik
dan menyeluruh.
4. Peran para petugas gizi sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan
makanan anak sekolah agar menu yang diberikan dapat disesuaikan
dengan angka kecukupan gizi anak sekolah sebagai upaya untuk
meningkatkan status gizi anak sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, I. 2012. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta: Leutika dan


CEBioS.
Fatmawati, S., A. Rosidi, dan E. Handasari. 2013. Perilaku Higiene Pengolah
Makanan berdasarkan Pengetahuan tentang Higiene Mengolah Makanan
dalam Penyelenggaraan Makanan di Pusat Pendidikan dan Latihan
Olahraga Pelajar Jawa Tengah. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah
Semarang 2(2): 30-38.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan:
Jakarta.

Kim, M., S. Abe, C. Zhang, S. Kim, J. Choi, E. Hernandez, M. Nozue, dan J.


Yoon. 2017. Comparison the nutrient-based standard for school lunches
among South Korea, Japan, and Taiwan. Asia Pacific Journal Clinic
Nutrition 26(1): 160-168.
Kwak, T.K. dan H.J. Chang. 2008. Advancing institutional dietetics and school
nutrition programs in Korea. Asia Pasific Journal Clinical Nutrition
17(1): 352-356.
Miranti, E.A. dan A.C. Adi. 2016. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap dan
Higiene Perorangan (Personal Hygiene) Penjamah Makanan pada
Penyelenggaraan Makanan Asrama Putri. Media Gizi Indonesia 11(2):
120-126.
Nursafitri, R. 2013. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan
Energi dan Zat Gizi serta Daya Terima Menu Asrama Sekolah Smart
Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor. Departemen Gizi Masyarakat:
Institut Pertanian Bogor.
Palacio, J.P. dan M. Theis. 2009. Introduction to foodservice. Elevent Edition.
New Jersey: Columbus.
Sinaga, T. 2012. Pengembangan model penyelenggaraan makanan di sekolah
dasar bagi siswa keluarga miskin. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Yoon, J., S. Kwon, dan J.E. Shim. 2012. Present status and issues of school
nutrition programs in Korea. Asia Pasific Journal Clinical Nutrition
21(1): 128-133.
Zenebe, M., S. Gebremedhin, C.J. Henry, dan N. Regassa. 2018. School feeding
program has resulted in improved dietary diversity, nutritional status and
class attendance of school children. Italian Journal of Pediatrics 44(16):
1-7.

Anda mungkin juga menyukai