Anda di halaman 1dari 15

HKUM4209-

HKUM420
39

NASKAH TUGAS MATA


KULIAH UNIVERSITAS
TERBUKA SEMESTER:
2022/23.2 (2023.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4209/Ilmu Negara
Tugas :3

No. Soal

1 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

1. 5 Fakta Perbedaan Pemilu di Indonesia dan Amerika


Serikat
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia baru saja rampung. Dari 171 daerah
yang menyelenggarakan Pilkada, hampir seluruhnya berjalan lancar. Suksesnya
penyelenggaraan Pilkada semakin meningkatkan citra Indonesia di kancah dunia.
Dalam urusan Pemilu, bangsa Indonesia boleh berbangga diri. Pelaksanaan pemilu di Indonesia
bisa dibilang tidak kalah canggih dengan negara pionir demokrasi terbesar di dunia, Amerika
Serikat.
Namun, ada sejumlah hal yang membedakan terkait dengan pelaksanaan Pemilu di Indonesia
dan
Amerika. Berikut adalah fakta-
faktanya.

1. Sistem
Pemilihan
Mirip dengan Indonesia, mayoritas pemimpin dan wakil rakyat di Amerika dipilih secara
langsung. Di negeri Paman Sam ini, suara yang masuk dihitung secara proposional. Artinya,
jumlah suara yang diperoleh calon berbanding lurus dengan jumlah warga yang memilihnya.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk Pemilihan
Presiden.
Dalam pelaksanaan Pilpres, Amerika masih menggunakan sistem Dewan Pemilih (Electoral
College). Alih-alih memilih pasangan capres/cawapres secara langsung, warga negara Amerika
diminta memilih sejumlah Dewan Pemilih yang dicalonkan oleh Partai.
Dewan Pemilih yang berjumlah 538 orang itulah yang nantinya akan menentukan siapa Presiden
terpilih. Guna memudahkan pemilih, biasanya masing-masing anggota Dewan telah
terlebih dahulu mendeklarasikan capres pilihannya.
Celakanya, ada banyak kasus di mana Dewan Pemilih melanggar sumpahnya. Mereka
mengkhianati kepercayaan pemilih, dan tidak memilih calon yang mereka janjikan.
Sistem Dewan Pemilih ini semakin diperumit dengan adanya mekanisme penghitungan suara
secara sapu bersih (Winner Takes All). Artinya, Partai yang memenangkan mayoritas suara
akan menyapu bersih seluruh kursi Dewan Pemilih yang diperebutkan di negara bagian tersebut.
Hal ini berlaku tanpa kecuali, meskipun selisih perolehan suaranya sangat tipis.
Sistem Dewan Pemilih dan mekanisme penghitungan sapu bersih suara ini telah mengantarkan
Donald

21 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

2. Waktu
Pemilihan
Seperti di Indonesia, pemilu di Amerika dilaksanakan serentak. Dalam setiap pemilihan, warga
negara Amerika memilih pemimpin dan wakil mereka di tingkat distrik, negara bagian, dan di
tingkat pusat (federal).
Bedanya, pemilihan di Amerika diselenggarakan setiap empat tahun sekali, yaitu pada hari Selasa
pada minggu kedua di bulan November.
Yang unik, pemilihan anggota Senat (DPD) di Amerika tidak dilakukan secara bersamaan.
Anggota Senat dipilih dalam 3 gelombang melalui Pemilu yang digelar setiap 2 tahun sekali.
Dengan demikian, kinerja anggota Senat tidak akan terganggu meski memasuki tahun pemilu.
Dalam setiap siklus, hanya
1/3 anggota Senat yang harus bertarung dalam
pemilihan.

3. Partisipasi
Pemilih
Meski tercatat sebagai salah satu negara demokrasi tertua dan terbesar di dunia, tingkat
partisipasi pemilih di Amerika tergolong rendah.
Pada tahun 2016, jumlah pemilih yang mengikuti pemilu hanya 59,7%. Bandingkan dengan
Indonesia yang pada pilkada serentak 2018 lalu diikuti oleh 73,2% pemilih.

4. Penyelenggara dan Teknologi


Pemilihan
Sebagai negara Federal, pemilu di Amerika diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Bagian.
Fungsi KPU di Amerika, hanya sebatas memastikan bahwa pendanaan kampanye dilakukan
secara jujur dan transparan.
Setiap negara bagian menyediakan fasilitas teknologi pemilihan yang beragam. Beberapa
negara
bagian menyedikan alternatif pemilihan melalui pos. Pemilih tidak harus datang langsung ke TPS
dan dapat menyampaikan aspirasinya melalui surat.
Ada beberapa TPS yang sudah menggunakan mesin pemilihan elektronik. Untuk menghindari
gangguan dan serangan siber, sistem penghitungan antara TPS yang satu dan lainnya tidak
terhubung melalui jaringan.
Selain elektronik, ada juga TPS yang masih menggunakan kertas pemilihan manual. Karena calon
yang harus dipilih dalam setiap pemilihan banyak, ukuran kertas pemilihan yang digunakan
sangat besar, hampir sebesar koran.

5. Kampanye Negatif dan


Hoaks

31 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Di Amerika, kampanye negatif yang menyerang dan menjatuhkan calon lawan masih diperbolehkan
oleh Undang-Undang. Batasannya, materi kampanye tidak menjurus SARA, dan tidak
mengandung unsur pembohongan publik.
Selama masa kampanye 2016 lalu, masyarakat Amerika heboh. Jumlah kampanye negatif
meningkat drastis. Mayoritas adalah berita bohong (hoaks). Usut punya usut, ternyata ada campur
tangan negara lain.
Menurut FBI, ada keterlibatan agen mata-mata Rusia. Tidak hanya menyebarkan hoaks, Rusia
juga dituduh meng-hack sejumlah situs penting terkait Pemilu di Amerika.

41 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Bagaimana, lebih canggih Pemilu di Indonesia atau di Amerika?


Sumber : https://kumparan.com/prayoga-limantara/beda-pemilu-di-amerika-27431110790536365/full

Analisis bentuk pemilihan yang ada pada negara bersusun tunggal (pada soal diwakili oleh
Indonesia)
dan negara bersusun banyak (Amerika)!
2. 5 Fakta Perbedaan Pemilu di Indonesia dan Amerika
Serikat
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia baru saja rampung. Dari 171 daerah
yang menyelenggarakan Pilkada, hampir seluruhnya berjalan lancar. Suksesnya
penyelenggaraan Pilkada semakin meningkatkan citra Indonesia di kancah dunia.
Dalam urusan Pemilu, bangsa Indonesia boleh berbangga diri. Pelaksanaan pemilu di Indonesia
bisa
dibilang tidak kalah canggih dengan negara pionir demokrasi terbesar di dunia, Amerika
Serikat.
Namun, ada sejumlah hal yang membedakan terkait dengan pelaksanaan Pemilu di Indonesia
dan
Amerika. Berikut adalah fakta-
faktanya.

1. Sistem
Pemilihan
Mirip dengan Indonesia, mayoritas pemimpin dan wakil rakyat di Amerika dipilih secara
langsung. Di negeri Paman Sam ini, suara yang masuk dihitung secara proposional. Artinya,
jumlah suara yang diperoleh calon berbanding lurus dengan jumlah warga yang memilihnya.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk Pemilihan
Presiden.
Dalam pelaksanaan Pilpres, Amerika masih menggunakan sistem Dewan Pemilih (Electoral
College). Alih-alih memilih pasangan capres/cawapres secara langsung, warga negara Amerika
diminta memilih sejumlah Dewan Pemilih yang dicalonkan oleh Partai.
Dewan Pemilih yang berjumlah 538 orang itulah yang nantinya akan menentukan siapa Presiden
terpilih. Guna memudahkan pemilih, biasanya masing-masing anggota Dewan telah
terlebih dahulu mendeklarasikan capres pilihannya.
Celakanya, ada banyak kasus di mana Dewan Pemilih melanggar sumpahnya. Mereka
mengkhianati kepercayaan pemilih, dan tidak memilih calon yang mereka janjikan.
Sistem Dewan Pemilih ini semakin diperumit dengan adanya mekanisme penghitungan suara
secara sapu bersih (Winner Takes All). Artinya, Partai yang memenangkan mayoritas suara
akan menyapu bersih seluruh kursi Dewan Pemilih yang diperebutkan di negara bagian tersebut.
Hal ini berlaku tanpa kecuali, meskipun selisih perolehan suaranya sangat tipis.
Sistem Dewan Pemilih dan mekanisme penghitungan sapu bersih suara ini telah mengantarkan
Donald
Trump terpilih menjadi Presiden ke-45 Amerika di tahun
2016.
Pada saat itu, Trump memenangkan pemilihan setelah mengamankan 62,9 juta suara yang bernilai
3 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

2. Waktu
Pemilihan
Seperti di Indonesia, pemilu di Amerika dilaksanakan serentak. Dalam setiap pemilihan, warga
negara Amerika memilih pemimpin dan wakil mereka di tingkat distrik, negara bagian, dan di
tingkat pusat (federal).
Bedanya, pemilihan di Amerika diselenggarakan setiap empat tahun sekali, yaitu pada hari Selasa
pada minggu kedua di bulan November.
Yang unik, pemilihan anggota Senat (DPD) di Amerika tidak dilakukan secara bersamaan.
Anggota Senat dipilih dalam 3 gelombang melalui Pemilu yang digelar setiap 2 tahun sekali.
Dengan demikian, kinerja anggota Senat tidak akan terganggu meski memasuki tahun pemilu.
Dalam setiap siklus, hanya
1/3 anggota Senat yang harus bertarung dalam
pemilihan.

3. Partisipasi
Pemilih
Meski tercatat sebagai salah satu negara demokrasi tertua dan terbesar di dunia, tingkat
partisipasi pemilih di Amerika tergolong rendah.
Pada tahun 2016, jumlah pemilih yang mengikuti pemilu hanya 59,7%. Bandingkan dengan
Indonesia yang pada pilkada serentak 2018 lalu diikuti oleh 73,2% pemilih.

4. Penyelenggara dan Teknologi


Pemilihan
Sebagai negara Federal, pemilu di Amerika diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Bagian.
Fungsi KPU di Amerika, hanya sebatas memastikan bahwa pendanaan kampanye dilakukan
secara jujur dan transparan.
Setiap negara bagian menyediakan fasilitas teknologi pemilihan yang beragam. Beberapa
negara
bagian menyedikan alternatif pemilihan melalui pos. Pemilih tidak harus datang langsung ke TPS
dan dapat menyampaikan aspirasinya melalui surat.
Ada beberapa TPS yang sudah menggunakan mesin pemilihan elektronik. Untuk menghindari
gangguan dan serangan siber, sistem penghitungan antara TPS yang satu dan lainnya tidak
terhubung melalui jaringan.
Selain elektronik, ada juga TPS yang masih menggunakan kertas pemilihan manual. Karena calon
yang harus dipilih dalam setiap pemilihan banyak, ukuran kertas pemilihan yang digunakan
sangat besar, hampir sebesar koran.

5. Kampanye Negatif dan


Hoaks

4 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Di Amerika, kampanye negatif yang menyerang dan menjatuhkan calon lawan masih diperbolehkan
oleh Undang-Undang. Batasannya, materi kampanye tidak menjurus SARA, dan tidak
mengandung unsur pembohongan publik.
Selama masa kampanye 2016 lalu, masyarakat Amerika heboh. Jumlah kampanye negatif
meningkat drastis. Mayoritas adalah berita bohong (hoaks). Usut punya usut, ternyata ada campur
tangan negara lain.
Menurut FBI, ada keterlibatan agen mata-mata Rusia. Tidak hanya menyebarkan hoaks, Rusia
juga dituduh meng-hack sejumlah situs penting terkait Pemilu di Amerika.

5 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Bagaimana, lebih canggih Pemilu di Indonesia atau di Amerika?


Sumber : https://kumparan.com/prayoga-limantara/beda-pemilu-di-amerika-27431110790536365/full

Simpulkan menurut pendapat anda konsep federal yang ada pada kasus di atas
(empirisme)
dibandingkan dengan teori ahli!
3. 5 Fakta Perbedaan Pemilu di Indonesia dan Amerika Serikat
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia baru saja rampung. Dari 171 daerah
yang menyelenggarakan Pilkada, hampir seluruhnya berjalan lancar. Suksesnya
penyelenggaraan Pilkada semakin meningkatkan citra Indonesia di kancah dunia.
Dalam urusan Pemilu, bangsa Indonesia boleh berbangga diri. Pelaksanaan pemilu di Indonesia bisa
dibilang tidak kalah canggih dengan negara pionir demokrasi terbesar di dunia, Amerika
Serikat. Namun, ada sejumlah hal yang membedakan terkait dengan pelaksanaan Pemilu di
Indonesia dan Amerika. Berikut adalah fakta-faktanya.

1. Sistem Pemilihan
Mirip dengan Indonesia, mayoritas pemimpin dan wakil rakyat di Amerika dipilih secara
langsung. Di negeri Paman Sam ini, suara yang masuk dihitung secara proposional. Artinya,
jumlah suara yang diperoleh calon berbanding lurus dengan jumlah warga yang memilihnya.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk Pemilihan Presiden.
Dalam pelaksanaan Pilpres, Amerika masih menggunakan sistem Dewan Pemilih (Electoral
College). Alih-alih memilih pasangan capres/cawapres secara langsung, warga negara Amerika
diminta memilih sejumlah Dewan Pemilih yang dicalonkan oleh Partai.
Dewan Pemilih yang berjumlah 538 orang itulah yang nantinya akan menentukan siapa Presiden
terpilih. Guna memudahkan pemilih, biasanya masing-masing anggota Dewan telah terlebih dahulu
mendeklarasikan capres pilihannya.
Celakanya, ada banyak kasus di mana Dewan Pemilih melanggar sumpahnya. Mereka
mengkhianati kepercayaan pemilih, dan tidak memilih calon yang mereka janjikan.
Sistem Dewan Pemilih ini semakin diperumit dengan adanya mekanisme penghitungan suara
secara sapu bersih (Winner Takes All). Artinya, Partai yang memenangkan mayoritas suara akan
menyapu bersih seluruh kursi Dewan Pemilih yang diperebutkan di negara bagian tersebut. Hal ini
berlaku tanpa kecuali, meskipun selisih perolehan suaranya sangat tipis.
Sistem Dewan Pemilih dan mekanisme penghitungan sapu bersih suara ini telah mengantarkan
Donald
Trump terpilih menjadi Presiden ke-45 Amerika di tahun 2016.
Pada saat itu, Trump memenangkan pemilihan setelah mengamankan 62,9 juta suara yang bernilai
306 kursi Dewan Pemilih. Perolehan suara Trump ini sebenarnya masih lebih sedikit ketimbang
lawannya Hillary Clinton yang memperoleh 65,8 juta suara.
Namun, karena nilai suara Hillary tersebut hanya menghasilkan 232 kursi Dewan Pemilih, maka
Trump
lah yang berhak melenggang ke Gedung Putih.
5 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

2. Waktu Pemilihan
Seperti di Indonesia, pemilu di Amerika dilaksanakan serentak. Dalam setiap pemilihan, warga
negara Amerika memilih pemimpin dan wakil mereka di tingkat distrik, negara bagian, dan di
tingkat pusat (federal).
Bedanya, pemilihan di Amerika diselenggarakan setiap empat tahun sekali, yaitu pada hari Selasa
pada minggu kedua di bulan November.
Yang unik, pemilihan anggota Senat (DPD) di Amerika tidak dilakukan secara bersamaan.
Anggota Senat dipilih dalam 3 gelombang melalui Pemilu yang digelar setiap 2 tahun sekali.
Dengan demikian, kinerja anggota Senat tidak akan terganggu meski memasuki tahun pemilu.
Dalam setiap siklus, hanya
1/3 anggota Senat yang harus bertarung dalam pemilihan.

3. Partisipasi Pemilih
Meski tercatat sebagai salah satu negara demokrasi tertua dan terbesar di dunia, tingkat
partisipasi pemilih di Amerika tergolong rendah.
Pada tahun 2016, jumlah pemilih yang mengikuti pemilu hanya 59,7%. Bandingkan dengan
Indonesia yang pada pilkada serentak 2018 lalu diikuti oleh 73,2% pemilih.

4. Penyelenggara dan Teknologi Pemilihan


Sebagai negara Federal, pemilu di Amerika diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Bagian.
Fungsi KPU di Amerika, hanya sebatas memastikan bahwa pendanaan kampanye dilakukan
secara jujur dan transparan.
Setiap negara bagian menyediakan fasilitas teknologi pemilihan yang beragam. Beberapa negara
bagian menyedikan alternatif pemilihan melalui pos. Pemilih tidak harus datang langsung ke TPS
dan dapat menyampaikan aspirasinya melalui surat.
Ada beberapa TPS yang sudah menggunakan mesin pemilihan elektronik. Untuk menghindari
gangguan dan serangan siber, sistem penghitungan antara TPS yang satu dan lainnya tidak
terhubung melalui jaringan.
Selain elektronik, ada juga TPS yang masih menggunakan kertas pemilihan manual. Karena calon
yang harus dipilih dalam setiap pemilihan banyak, ukuran kertas pemilihan yang digunakan sangat
besar, hampir sebesar koran.

5. Kampanye Negatif dan Hoaks


Di Amerika, kampanye negatif yang menyerang dan menjatuhkan calon lawan masih diperbolehkan
oleh Undang-Undang. Batasannya, materi kampanye tidak menjurus SARA, dan tidak mengandung
unsur pembohongan publik.
Selama masa kampanye 2016 lalu, masyarakat Amerika heboh. Jumlah kampanye negatif
meningkat drastis. Mayoritas adalah berita bohong (hoaks). Usut punya usut, ternyata ada
campur tangan negara lain.
6 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Menurut FBI, ada keterlibatan agen mata-mata Rusia. Tidak hanya menyebarkan hoaks, Rusia
juga dituduh meng-hack sejumlah situs penting terkait Pemilu di Amerika.

7 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

Bagaimana, lebih canggih Pemilu di Indonesia atau di Amerika?


Sumber : https://kumparan.com/prayoga-limantara/beda-pemilu-di-amerika-27431110790536365/full

Dari contoh kasus di atas terlihat konsep pemisahan kekuasaan yang ada di Amerika. Analisis
manfaat
pemisahan kekuasaan seperti yang digunakan Amerika terkait proses pemilu di negaranya!

7 dari 7
HKUM4209-
HKUM420
39

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : ANGGA PRAUDA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042661771

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4209/Ilmu Negara

Kode/Nama UPBJJ :20/ BANDAR LAMPUNG

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
HKUM4209-
HKUM420
39

Jawaban

1. Berdasarkan pemikiran dari C.F Strong bahwa hakikat negara kesatuan yakni negara yang
mempunyai kedaulatan tak dibagi-bagi, ataupun dengan artian lain, negara yang kekuasaan
pemerintah pusat tak dibatasi dikarenakan konstitusi negara kesatuan tak mengatur terdapat
lembaga pembentuk undang-undang selain lembaga pembentuk undang-undang di pusat. Oleh
karena itu, kedaulatan di negara kesatuan tak dibagi dengan otoritas lain selain yang terdapat
pada pemerintahan pusat. Indonesia merupakan negara kesatuan memberi kekuasaan pada
pemerintahan pusat. Pada hal Pilpres, Indonesia yang merupakan negara kesatuan tak memberi
penilaian yang berbeda untuk tiap-tiap daerah contohnya yang dilakukan pada electoral
college. Sedangkan, pada sistem popular vote di Indonesia, pemilih pada tiap-tiap daerah
mempunyai nilai suara sama tiap daerahnya. Demokrasi menjadikan rakyat sebagai pusat dari
kedaulatan. Rakyat menciptakan konsensus bersama terkait bagaimana negara diselenggarakan
termasuk pada konteks Pilpres. Dalam konteks Pilpres di Indonesia menggunakan pada sistem
suara terbanyak (popular vote). Jadi, dalam konteks demokrasi, sistem suara terbanyak
(popular vote) bisa dianggap sesuai dengan sistem demokrasi disebabkan terdapat 2 alasan
utama. Pertama, rakyat menjadi pemilik kedaulatan lewat wakil-wakil pada legislatif sudah
berkehendak mengenai perubahan sistem pemilihan tak langsung lewat Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dijadikan langsung lewat rakyat. Terjadi perubahan pula
bahwa rakyat yang menjadi pemilik kedaulatan melalui wakil-wakilnya pada legislatif bahwa
dalam penentuan kemenangan pada Pilpres menggunakan sistem suara terbanyak (popular
vote). Kedua, sistem suara terbanyak (popular vote) dapatlah sesuai pada sistem demokrasi
disebabkan dalam sistem suara terbanyak (popular vote) terdapatnya partisipasi rakyat dalam
penentuan pemilihan Presiden serta suara mayoritas milik rakyat dijadikan penentuan
kemenangan dari Pilpres. Amerika Serikat yang merupakan negara federal tentu saja tak
menginginkan kesatuan. Oleh sebab tersebut, kepentingan-kepentingan negara bagian
tersendiri dijadikan lebih utama. Pada pemilihan keputusan dalam rangka dijadikannya Pilpres
memakai electoral college, tiap negara-negara bagian membawa wakilannya dalam
pembahasan. Hal tersebut mempertunjukkan seberapa penting konsensus bersama pada
negara-negara bagian untuk menggunakan sistem Pilpres yang negara bagian inginkan. Selain
itu, bila dipandang melalui Amerika Serikat yang merupakan negara federal dijadikannya sistem
electoral college relevan disebabkan tiap-tiap negara bagian mempunyai nilai tersendiri
disesuaikan keseluruhan electoral college yang dipunyai negara bagian. Bagi Amerika Serikat
pada teori demokrasi, Thomas Jefferson menggaris bawahi pada kedaulatan rakyat. Pemikiran-
pemikiran periode pencerahan menekankan pada masalah-masalah kebebasan, hak asasi
manusia (HAM), batasan dalam kuasa pemerintahan, rasa adil, hak perlawanan dalam perilaku
sewenang-wenangan, serta lainnya. Oleh karena itu, untuk Amerika Serikat adanya kebebasan
sipil menjadi nilai yang penting pada demokrasi tersebut sendiri. Contohnya kebebasan
berpendapat serta kebebasan individu warga tersebut sendiri. Jika dipandang dalam teori
demokrasi di Amerika Serikat, Pilpres menjadi salah satu metode untuk terwujudnya
kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, Pilpres sebagai penerapan dari kedaulatan rakyat serta
HKUM4209-
HKUM420
39

konstitusi menggambarkan tujuan serta pengaturan berkaitan prinsip-prinsip Pemilu yang dasar
untuk diselenggarakan.

2. Menurut sumber yang disebutkan, yang dapat disimpulkan adalah adanya perbedaan dalam
konsep pemilu antara Indonesia dan Amerika Serikat. Namun, untuk menjawab pertanyaan
apakah pemilu di Indonesia lebih canggih atau di Amerika Serikat, diperlukan analisis lebih
lanjut dengan melibatkan sumber-sumber tambahan.

Sumber yang disebutkan menyajikan perbedaan dalam proses pemilu di Amerika Serikat yang
melibatkan kampanye yang intens, peran uang yang besar, dan pengaruh media yang
signifikan. Di sisi lain, dalam konteks Indonesia, artikel tersebut menyoroti pentingnya
partisipasi politik yang lebih aktif dari rakyat, namun juga mencatat tantangan seperti politik
uang dan pengaruh oligarki.

Pendapat mengenai apakah pemilu di Indonesia lebih canggih atau di Amerika Serikat akan
melibatkan banyak faktor yang kompleks, termasuk sistem politik, mekanisme pemilihan,
partisipasi publik, pengawasan, dan teknologi yang digunakan dalam proses pemilu. Dalam hal
ini, penting untuk mencari sumber-sumber tambahan dan pendapat ahli dalam menganalisis
dan membandingkan sistem pemilu kedua negara.

Konsep federal yang disebutkan dalam pertanyaan tidak secara langsung terkait dengan
perbandingan antara pemilu di Indonesia dan Amerika Serikat. Konsep federal dalam konteks
politik merujuk pada pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
atau negara bagian. Untuk memahami hubungan antara konsep federal dan pemilu, akan lebih
baik merujuk pada sumber yang lebih spesifik yang memberikan konteks terkait.

Dalam konteks analisis pembandingan pemilu, bergantung pada sumber yang disebutkan,
sumber tersebut terkait dengan perbedaan praktis dalam proses pemilu di Amerika Serikat dan
Indonesia. Namun, untuk memberikan simpulan yang lebih akurat, perlu dilibatkan sumber-
sumber tambahan dan analisis mendalam.

3. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka arah analisis pengaturan pemisahan kekuasaan
dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia mengandung materi muatan pertimbangan
landasan filosofis, sosiologis, yuridis maupun politis bersumber Pancasila dan UUD 1945, baik
sebelum dan sesudah perubahan UUD NRI Tahun 1945. Khususnya, pascaperubahan konstitusi
keblablasan dan dinyatakan sah oleh lembaga legislatif. Konsekuensinya, padahal ini
merupakan sebuah kekhawatiran. Konsep arah pemisahan kekuasaan dalam konteks kekinian
tidak m enunjukkan resp on posit if . Sist em presidensial meniscayakan adanya jabatan
presiden terpisah, baik secara kelembagaan, personal dan parlemen (legislatif) maupun
yudikatif. Selain itu, prinsip keterpilihan secara langsung oleh rakyat (direct popular vote) untuk
masa jabatan tetap (fixed term of office) bertujuan memantapkan legitimasi presiden di
hadapan rakyat. Prinsip krusial sistem presidensial adalah presiden sebagai sole executive tidak
terbagi kekuasaannya dalam jabatan kepala negara (head of state) dan jabatan kepala
HKUM4209-
HKUM420
39

pemerintahan (head of government). Jika indikator penting melihat pelaksanaan pengaturan


dan praktik tidak berjalan sesuai rencana. Maka, praktik politik kekinian dalam pemisahan
kekuasaan sist em pemerint ahan bukan sepenuhnya presidensial melainkan semi presidensial.
Secara sosiologis paradigma pengaturan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan berbagai aspek
kehidupan kenegaraan, sedangkan landasan yuridis mengatasi permasalahan kekosongan
hukum dan mempertimbangkan aturan yang telah ada, baik diubah maupun dicabut guna
menjamin kepastian hukum sert a rasa keadilan masyarakat . Akibatnya, t ujuan implementasi
praktik pemisahan kekuasaan antar lembaga dalam sistem presidensial Indonesia secara utuh
tidak mandiri serta saling mengusai melalui deal politik koalisi partai berakhir pada
pengharapan membagi kekuasaan. Artinya, parlemen dapat mengubah hukum apapun setiap
saat, maka pengaturan hukum dan praktik politik kekinian maupun pelaksanaan
implementasinya tidak lebih dari drama yang buruk sebagaimana dirasakan sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai