Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia,
perkembangannya tidak luput dari berbagai masalah sosial dalam hal ini berkaitan masalah penyimpangan perilaku seksual (pelacuran) pada pelajar sekolah. Fenomena praktik prostitusi pada kalangan pelajar sulit untuk diungkap oleh pihak sekolah maupun orang tua, dikarenakan jenis prostitusi ini kebanyakan bersifat laten (tersembunyi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab pelajar sekolah terjerumus ke dalam dunia prostitusi, bagaimana cara subyek menyesuaikan diri dalam menjalani kehidupannya, serta dampak psikologis yang dirasakan setelah terjun ke dalam dunia prostitusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan case study. Pemilihan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik berantai (snow-ball), dengan karakteristik remaja putri rentang usia 12-18 tahun, berstatus pelajar sekolah, berprofesi sebagai prostitue dan berdomisili di wilayah Semarang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga disharmonis, pergaulan bebas, kegagalan menjalin hubungan, kondisi perekonomian, pengaruh ajakan teman, dan lemahnya kontrol diri merupakan faktor penyebab subyek terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Adanya hambatan dalam melakukan penyesuaian diri ditunjukan dengan sikap inhibisi, aggresif reaction, rasionalisasi, apatis. Dampak yang muncul diantara lain, timbul rasa bersalah, perasaan takut dan sikap pasrah apabila diketahui pihak lain, anggapan bahwa pribadinya sudah rusak dan nakal, tidak bahagia dengan kehidupan sekarang, dan keinginan untuk berhenti dari dunia prostitusi.
Kata kunci : Penyesuaian Diri, Pelajar Sekolah, Prostitue
1 2
Pendahuluan penghapusan pekerja untuk anak
(IPEC) tahun 2003 memilih lima Pendidikan formal, non-formal, kota sebagai objek yang diperkirakan maupun informal adalah bagian dari jumlah pekerja seks komersil upaya membentuk lingkungan yang dibawah usia 18 tahun tercatat kondusif bagi remaja agar dapat sebanyak 10.888 orang, PSK mengembangkan potensi-potensi dibawah umur tersebut di Jakarta yang dimilikinya. Seiring dengan sekitar 1.244 anak, Bandung 2.511, adanya modernisasi dan persaingan Yogjakarta 520, Surabaya 4.990, dan global yang menuntut setiap individu Semarang 1623. Jumlah pekerja seks untuk berkompetisi tidak terkecuali komersil dibawah umur diperkirakan para remaja, suasana kompetitif lebih dari data yang telah dipaparkan banyak diwarnai dengan tingkah laku di atas, dikarenakan terdapat lokasi- yang menyimpang dari norma-norma lokasi tersembunyi yang belum yang ada, sehingga tidak sedikit para terdata (Departemen Komunikasi dan remaja kebingungan dalam berpikir, Informasi, et al. 2005). bersikap, dan menentukan pilihan Semarang merupakan salah hidup. satu kota besar di Indonesia, maka Ruang sekolah tidak hanya perkembangannya pun tidak akan dijadikan sebagai fasilitas belajar- luput dari berbagai masalah sosial mengajar saja, dilain pihak juga dalam hal ini berkaitan dengan dijadikan sebagai ajang transaksi masalah penyimpangan perilaku oleh para pelajarnya untuk seksual (pelacuran) pada pelajar melakukan hal-hal yang berdampak sekolah. Praktik prostitusi dari negatif, seperti mengkomersilkan kalangan pelajar sekolah merupakan kehidupan seksualnya. fenomena yang terjadi dan perilaku Hasil penelitian yang dilakukan seks benar-benar tidak mengenal Perkumpulan Keluarga Berencana batasan usia dan nilai moral. Indonesia (Creagh, 2004) memaparkan bahwa ruang sekolah Tinjauan Pustaka merupakan tempat pertukaran materi pornografi, VCD, buku, gambar a. Prostitusi pornografi dan perilaku menyimpang Kinsey (Pona, 1998) lainnya. memaparkan bahwa pelacuran adalah Data statistik menunjukkan hubungan kelamin di luar bahwa kurang lebih 75% dari jumlah perkawinan yaitu berhubungan pelacuran adalah wanita-wanita dengan siapapun secara terbuka dan muda di bawah usia 30 tahun, hampir selalu dengan pembayaran, mereka pada umumnya memasuki baik untuk persebadanan maupun dunia pelacuran pada usia muda kegiatan seks lainnya yang yaitu 13-14 tahun dan diantaranya memberikan kepuasan kepada pihak yang paling banyak ialah usia 17-21 pembayar. Soekanto (Syani, 2002) tahun (Kartono, 2005). mendefinisikan pelacuran sebagai Hasil kajian dari organisasi suatu pekerjaan yang bersifat perburuhan internasional (ILO) menyerahkan diri kepada umum melalui program badan internasional 3
untuk melakukan perbuatan seksual b. Pandangan masyarakat terhadap
dengan mendapatkan upah. prostitusi Koentjoro (2004) menjelaskan Kapur, dkk (Koentjoro, 2004) bahwa ada beberapa faktor yang pelacuran dianggap membahayakan mempengaruhi individu menjadi kepribadian individu, memperburuk pelacur, diantara lain rendahnya kehidupan keluarga dan pernikahan, standar moral, kemiskinan, menimbulkan penyakit menular serta rendahnya pendidikan, dan keinginan mengakibatkan disorganisasi sosial. untuk memperoleh status sosial. Pelacur dimusuhi kaum agamawan Saptari (Suyanto, 2008) dan dokter karena peranannya mengatakan bahwa terdapat tiga menurunkan derajat moral dan faktor yang mendorong individu memicu perpecahan keluarga. terjerumus menjadi pelacur, yaitu karena keadaan ekonomi, kemudian c. Penyesuaian Diri karena pandangan tentang seksualitas Walgito (2001) menjelaskan yang cenderung menekankan arti bahwa penyesuaian diri adalah penting keperawanan, sehingga tidak kemampuan individu untuk dapat memberi kesempatan bagi individu meleburkan diri dengan keadaan yang sudah tidak perawan kecuali sekitarnya atau sebaliknya individu terdorong untuk menjerumuskan diri dapat mengubah lingkungan sesuai kedalam dunia prostitusi. dengan keadaan dalam diri individu Jenis-jenis pelacuran menurut agar sesuai dengan keinginan Kartono (2005) dapat dibagi menurut individu bersangkutan. Sunarto & aktifitasnya, diantara lain : Hartono (1999) mendefinisikan 1. Prostitusi yang Terdaftar, yaitu penyesuaian diri sebagai kemampuan pelakunya diawasi oleh bagian individu untuk beradapatasi agar kepolisian yang dibantu dan tercipta keserasian pada diri dan bekerja sama dengan jawatan lingkungannya. sosial dan jawatan kesehatan, seperti kegiatan pelacuran di d. Remaja pelajar sekolah rumah-rumah bordil. Undang-undang SISDIKNAS 2. Prostitusi tidak Terdaftar, yaitu no.20 (2003) menjelaskan bahwa bentuk pelacuran yang dilakukan pelajar adalah anggota masyarakat secara gelap-gelapan dan liar, yang berusaha mengembangkan baik secara perorangan maupun potensi diri melalui proses dalam kelompok, seperti pembelajaran yang tersedia pada pelacuran yang berpraktik di klub jalur, jenjang dan jenis pendidikan malam, hotel-hotel, losmen, panti tertentu. Kamus Besar Bahasa pijat, salon kecantikan. Terdapat Indonesia (1993) pelajar dapat juga pelacuran amatir yang diartikan sebagai murid atau siswa sifatnya rahasia, hanya dikenal terutama pada tingkat sekolah dasar, orang tertentu, melakukannya sekolah lanjutan tingkat pertama, dan sebagai selingan, mempunyai sekolah menengah atas. status lainnya yang dikenal baik dalam masyarakat, seperti mahasiswa dan remaja terpelajar. 4
WHO menetapkan batas usia penelitian ini adalah remaja putri
19-20 tahun sebagai batasan usia rentang usia 12-18 tahun, berstatus remaja. WHO menyatakan walaupun pelajar sekolah, berprofesi sebagai definisi tersebut didasarkan pada usia prostitue dan berdomisili di wilayah kesuburan (fertilitas) wanita, batasan Semarang. tersebut berlaku juga untuk remaja Metode pengambilan data pria, dan WHO membagi kurun usia penelitian kualitatif terdapat dalam dua bagian yaitu remaja awal beberapa cara, yaitu metode 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 wawancara, observasi, dokumen dan (Sunarto & Hartono, 1999). audio visual yang dapat disajikan. Teknik pengumpulan data yang Metode Penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi non-partisipant, Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstuktur, dokumen metode kualitatif yang merupakan audio visual. desain penelitian yang bersifat Penelitian ini mengacu pada alamiah, dalam arti peneliti tidak saran Smith (Poerwandari, 2007, hal. berusaha memanipulasi setting 178-179) dalam menganalisis data, penelitian, melainkan melakukan yaitu : studi terhadap satu fenomena 1. Membaca transkip berulang- tersebut ada (Poerwandari, 2007). ulang untuk mendapatkan Penelitian ini memfokuskan pada pemahaman tentang kasus, pendekatan case study yang kemudian menggunakan salah merupakan penelitian yang rinci satu bagian kosong untuk mengenai suatu obyek tertentu menuliskan pemadatan fakta- selama kurun waktu tertentu dengan fakta, tema-tema yang muncul cukup mendalam dan menyeluruh. maupun kata-kata kunci yang Penelitian secara keseluruhan dapat menangkap esensi. dilakukan di wilayah Semarang, 2. Peneliti kemudian menggunakan dimulai pengambilan data tertanggal satu sisi yang lain untuk 22 Mei 2008 dengan kurun waktu menuliskan apapun yang muncul tiga bulan yang berakhir pada 3 saat peneliti membaca transkip Agustus 2008. Fokus permasalahan 3. Peneliti membuat daftar tema- tentang penyesuaian diri pada pelajar tema yang muncul tersebut dan sekolah yang menjadi prostitue. mencoba memikirkan hubungan- Proses pengambilan sampel hubungannya. dalam penelitian ini dilakukan 4. Menyusun master berisikan dengan cara berantai (snow-ball) daftar tema-tema dan kategori- yakni, dengan meminta informasi kategori yang telah disusun pada orang yang telah diwawancarai sehingga menampilkan pola sebelumnya, kemudian bertanya hubungan antar kategori. siapa lagi yang dapat memberikan informasi, atau nara sumber lain yang penting, sehingga rantai semakin panjang dan bola salju semakin besar. Karakteristik subyek 5
Hasil Penelitian disekolah. Hal yang biasa dilakukan
adalah membolos, tidur dikelas. Hasil penelitian menunjukan Bentuk-bentuk Penyesuaian bahwa faktor-faktor yang menjadi diri yang dimunculkan terhadap para penyebab subyek terjerumus ke pelanggan, diantara lain : dalam dunia prostitusi : 1. Menentukan tarif terlebih dahulu 1. Keluarga yang disharmonis, sebelum melakukan sexual seperti perceraian orang tua, intercource pertengkaran dalam keluarga, 2. Bersedia menginap (longtime) pembedaan perlakuan anak karena menerima bayaran yang antara yang satu dengan yang lebih tinggi lain menyebabkan perasaan iri. 3. Kebanyakan menolak melakukan 2. Pergaulan bebas dalam sexual intercource apabila melakukan relasi seksual diluar pelanggan tidak mengenakan alat ikatan pernikahan kontasepsi, karena takut hamil 3. Kegagalan dalam menjalin dan tertular penyakit kelamin hubungan dengan lawan jenis 4. Sebagian subyek selektif dalam 4. Kondisi perekonomian keluarga menerima pelanggan yang minim 5. Dilakukan tanpa adanya perasaan 5. Pengaruh ajakan teman yang jatuh cinta (afeksi) terhadap sudah terlebih dahulu terjun pelanggan dunia prostitusi 6. Aggressive reaction ditunjukan 6. Lemahnya kontrol diri dalam ketika subyek merasa disakiti menghadapi suatu permasalahan 7. Memilih tempat tersendiri Bentuk penyesuaian diri di (hotel/losmen) lingkungan keluarga ditunjukan 8. Adanya perantara (mucikari) dengan sikap saling mendiamkan dalam memperoleh pelanggan. jika tidak diajak bicara. Bersikap 9. Sebagian besar subyek tidak tertutup dan berusaha menutupi atau menawarkan diri terhadap merahasiakan self identity sebagai pelanggan yang belum dikenal prostitue. Keseluruhan subyek dalam 10. Sexual calling by phone penelitian ini mengalami hambatan penyesuaian diri dalam lingkungan Dampak psikologis yang tempat tinggal yang ditunjukan dialami setelah terjun kedalam dunia dengan sikap masa bodoh (apatis), prostitusi, diantara lain timbul rasa jarang saling berinteraksi dengan bersalah, perasaan takut dan bersikap para tetangga dan membatasi diri pasrah apabila diketahui pihak lain, dalam pergaulan. adanya anggapan bahwa pribadi Aggressive reaction ditunjukan sudah rusak dan nakal setelah dengan melaporkan balik teman- menjadi prostitue, merasa tidak temannya yang menjadi pekerja seks bahagia dengan kehidupan sekarang, komersil kepada pihak sekolah agar dan keinginan untuk berhenti dari sama-sama dikeluarkan. dunia prostitusi. Keseluruhan subyek penelitian mengalami hambatan penyesuaian diri terhadap mata pelajaran tertentu 6
Pembahasan Kondisi ekonomi keluarga
yang minim sering dijadikan alasan Penelitian ini memberikan individu menempuh jalan pintas berbagai informasi dan gambaran untuk mencari penghasilan yang mengenai praktik prostitusi yang lebih mudah dan cepat, meskipun dilakukan kalangan pelajar sekolah, harus terjerumus kedunia prostitusi. khususnya diwilayah Semarang. alasan lain adalah untuk mencari Adanya praktik prostitusi yang penghasilan sendiri dengan pelakunya pelajar tidak menutup keinginan tidak menggantungkan kemungkin juga terjadi dikota-kota hidup terhadap orang tua. lain meskipun penyebab dan Pergaulan kelompok teman dampaknya bisa saja berbeda. sebaya secara tidak langsung Hasil penelitian ini menemukan memberikan pengaruh terhadap fakta bahwa dari semua subyek yang pembentukan sikap remaja akan terjerumus dalam dunia prostitusi adanya perilaku meniru (imitasi). berasal dari kehidupan keluarga yang Hasil penelitian menunjukan bahwa mengalami disharmonisasi. Fakta semua subyek menjadi prostitue tersebut sesuai dengan pendapat karena terpengaruh ajakan teman- Kartono (1997) yang menyatakan teman yang sudah terlebih dahulu bahwa adanya tindakan immoril anak terjun dalam dunia prostitusi. melakukan praktik pelacuran Ahmadi dan Uhbiyati (2001) distimulir dorongan untuk menuntut menjelaskan bahwa dalam pergaulan hak dan kompensasi karena tidak sehari-hari tentunya terjadi interaksi merasakan kehangatan, perhatian dan sosial antara individu yang satu kasih sayang orang tua. dengan yang lainnya, dan didalam Temuan lapangan menunjukan interaksi tentunya tidak lepas adanya bahwa keseluruhan subyek pernah saling mempengaruhi. melakukan hubungan seksual Mengkomersilkan kehidupan (intercourse) sebelum terjerumus seksual dengan memilih terjun kedalam dunia prostitusi. Kegagalan kedunia prostitusi untuk membayar dalam menjalin hubungan dengan kekurangan biaya sekolah yang telah lawan jenis dapat menyebabkan digunakan untuk kepuasan pribadi, individu menjadi trauma dan patah menunjukan lemahnya kontrol diri hati, sehingga memicu individu subyek dalam menghadapi suatu untuk memutuskan menjadi prostitue permasalahan dengan lebih memilih karena anggapan sudah tidak jalan pintas untuk menyelesaikan perawan. Saptari (Suyanto, 2008) masalahnya. berpendapat bahwa pandangan Inhibisi atau penyesuaian diri remaja tentang seksualitas lebih yang disertai dengan kemampuan cenderung menekankan arti penting memilih tindakan yang tepat, dimana keperawanan, sehingga tidak individu dihadapkan dalam situasi memberi kesempatan kepada tertentu dengan berusaha memilih individu yang sudah tidak perawan tindakan yang mana harus dilakukan kecuali terdorong untuk terjerumus dan mana yang tidak perlu, karena kedalam praktek prostitusi. adanya indikasi membahayakan pada diri individu. Penyesuaian diri semua 7
subyek terhadap para pelanggan Kesimpulan
memiliki persamaan dan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Motif yang melatarbelakangi Timbul rasa bersalah setelah pelajar sekolah memutuskan terjun terjun kedalam dunia prostitusi, kedalam dunia prostitusi beraneka karena subyek menyadari bahwa ragam alasannya, diantara lain adalah tindakan tersebut bertentangan suasana kehidupan keluarga yang dengan norma-norma yang ada dan mengalami disharmonis, pergaulan dapat merusak nama baik keluarga bebas dalam melakukan relasi dan adanya anggapan bahwa seksual diluar ikatan pernikahan, pribadinya sudah rusak atau nakal. kegagalan menjalin hubungan Hurlock (1980) berpendapat bahwa dengan lawan jenis yang berdampak individu akan merasa bersalah bila pada penekanan arti penting menyadari bahwa perilakunya tidak keperawanan. Kondisi perekonomian memenuhi harapan sosial. keluarga yang minim, pengaruh Perasaan takut timbul apabila ajakan teman yang sudah terlebih perbuatannya diketahui pihak dahulu terjun kedunia prostitusi dan keluarga karena akan diusir dari lemahnya kontrol diri dalam rumah, perasaan takut diketahui menghadapi suatu permasalahan. pihak sekolah karena dapat Ketidakmauan untuk saling dikeluarkan, perasaan takut diketahui berkomunikasi atau sikap saling pacar karena akan diputus. Hal yang mendiamkan jika tidak diajak bicara, dilakukan subyek hanya bersikap merupakan salah satu penyebab pasrah apabila hal tersebut sampai sebagian subyek mengalami terjadi dikemudian hari, karena hambatan melakukan penyesuaian hanya dengan sikap pasrah dapat diri didalam lingkungan keluarga. mengurangi perasaan takut yang Ketidakmatangan melakukan muncul. proses penyesuaian diri dalam Kehidupan keluarga yang lingkungan sosial ditunjukan dengan disharmonis dan kehidupan prostitue sikap masa bodoh, jarang saling yang dianggap merendahkan harga berinteraksi dengan para tetangga diri, menyebabkan perasaan tidak dan membatasi diri dalam pergaulan, bahagia dengan kehidupan sekarang. menyebabkan individu mengalami Hurlock (1980) berpendapat bahwa hambatan penyesuaian diri individu yang menolak diri segera (maladjusment)di lingkungan sekitar. menjadi tidak dapat menyesuaikan Dampak-dampak negatif yang diri dan merasa tidak bahagia dengan muncul setelah terjun kedunia kehidupannya. prostitusi ternyata lebih banyak, Pengalaman menyusahkan akan dibanding kemudahan dalam mencari menimbulkan penyesuaian diri yang penghasilan. Perasaan takut dan kurang baik. Konflik batin yang cemas jika perbuatanya diketahui dirasakan selama menjadi prostitue pihak lain, terutama pihak keluarga menyebabkan sebagian subyek dan sekolah. Sikap pasrah pun menginginkan berhenti dari dunia menjadi jalan keluar terbaik sebagai prostitusi. solusi untuk mengurangi rasa takut dan cemas. 8
Daftar Pustaka
Ahmadi, A., Uhbiyati, N. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Creagh, S. 2004. Pendidikan Seks di SMA D.I. Yogjakarta. Studi Lapangan. ACICIS dan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang. Departemen Komunikasi dan Informatika RI., Badan Informasi Publik., Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat. 2005. Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. Jakarta. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1993. Jakarta: Balai Pustaka. Kartono, K. 2005. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Koentjoro. 2004. On The Spot Tutur dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Penerbit Tinta Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pona, L. 1998. Pekerja Seks Jalanan, Potensi Penularan Penyakit Seksual. Yogyakarta: Penelitian Kependudukan UGM. Sunarto., Hartono, A. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan PT Rineka Cipta. Suyanto, B. 2005. Memahami Pelajar Terjerumus Prostitusi. Dewan Pakar Kemasyarakatan Jawa Timur: Surya Online. http://www.surya.co.id/web Syani, A. 2002. Sosiologi, Skema, Teori, Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika Walgito, B. 1991. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Cetakan kedua. Yogyakarata: Andi Offset. Wijayanto, I. 2003. Seks In The Kost. Yogyakarta: Penerbit Tinta.