Anda di halaman 1dari 8

1

STUDI KASUS TENTANG PENYESUAIAN DIRI PADA PELAJAR


SEKOLAH YANG BERPROFESI SEBAGAI PROSTITUE

Oleh
Oktafiyanto Hadi Prakoso, S.Psi., S.Pd

Abstrak

Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia,


perkembangannya tidak luput dari berbagai masalah sosial dalam hal ini
berkaitan masalah penyimpangan perilaku seksual (pelacuran) pada pelajar
sekolah. Fenomena praktik prostitusi pada kalangan pelajar sulit untuk
diungkap oleh pihak sekolah maupun orang tua, dikarenakan jenis prostitusi ini
kebanyakan bersifat laten (tersembunyi).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi
penyebab pelajar sekolah terjerumus ke dalam dunia prostitusi, bagaimana cara
subyek menyesuaikan diri dalam menjalani kehidupannya, serta dampak
psikologis yang dirasakan setelah terjun ke dalam dunia prostitusi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan case study. Pemilihan subyek dalam penelitian ini
menggunakan teknik berantai (snow-ball), dengan karakteristik remaja putri
rentang usia 12-18 tahun, berstatus pelajar sekolah, berprofesi sebagai
prostitue dan berdomisili di wilayah Semarang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga disharmonis, pergaulan
bebas, kegagalan menjalin hubungan, kondisi perekonomian, pengaruh ajakan
teman, dan lemahnya kontrol diri merupakan faktor penyebab subyek
terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Adanya hambatan dalam melakukan
penyesuaian diri ditunjukan dengan sikap inhibisi, aggresif reaction,
rasionalisasi, apatis. Dampak yang muncul diantara lain, timbul rasa bersalah,
perasaan takut dan sikap pasrah apabila diketahui pihak lain, anggapan bahwa
pribadinya sudah rusak dan nakal, tidak bahagia dengan kehidupan sekarang,
dan keinginan untuk berhenti dari dunia prostitusi.

Kata kunci : Penyesuaian Diri, Pelajar Sekolah, Prostitue

1
2

Pendahuluan penghapusan pekerja untuk anak


(IPEC) tahun 2003 memilih lima
Pendidikan formal, non-formal, kota sebagai objek yang diperkirakan
maupun informal adalah bagian dari jumlah pekerja seks komersil
upaya membentuk lingkungan yang dibawah usia 18 tahun tercatat
kondusif bagi remaja agar dapat sebanyak 10.888 orang, PSK
mengembangkan potensi-potensi dibawah umur tersebut di Jakarta
yang dimilikinya. Seiring dengan sekitar 1.244 anak, Bandung 2.511,
adanya modernisasi dan persaingan Yogjakarta 520, Surabaya 4.990, dan
global yang menuntut setiap individu Semarang 1623. Jumlah pekerja seks
untuk berkompetisi tidak terkecuali komersil dibawah umur diperkirakan
para remaja, suasana kompetitif lebih dari data yang telah dipaparkan
banyak diwarnai dengan tingkah laku di atas, dikarenakan terdapat lokasi-
yang menyimpang dari norma-norma lokasi tersembunyi yang belum
yang ada, sehingga tidak sedikit para terdata (Departemen Komunikasi dan
remaja kebingungan dalam berpikir, Informasi, et al. 2005).
bersikap, dan menentukan pilihan Semarang merupakan salah
hidup. satu kota besar di Indonesia, maka
Ruang sekolah tidak hanya perkembangannya pun tidak akan
dijadikan sebagai fasilitas belajar- luput dari berbagai masalah sosial
mengajar saja, dilain pihak juga dalam hal ini berkaitan dengan
dijadikan sebagai ajang transaksi masalah penyimpangan perilaku
oleh para pelajarnya untuk seksual (pelacuran) pada pelajar
melakukan hal-hal yang berdampak sekolah. Praktik prostitusi dari
negatif, seperti mengkomersilkan kalangan pelajar sekolah merupakan
kehidupan seksualnya. fenomena yang terjadi dan perilaku
Hasil penelitian yang dilakukan seks benar-benar tidak mengenal
Perkumpulan Keluarga Berencana batasan usia dan nilai moral.
Indonesia (Creagh, 2004)
memaparkan bahwa ruang sekolah Tinjauan Pustaka
merupakan tempat pertukaran materi
pornografi, VCD, buku, gambar a. Prostitusi
pornografi dan perilaku menyimpang Kinsey (Pona, 1998)
lainnya. memaparkan bahwa pelacuran adalah
Data statistik menunjukkan hubungan kelamin di luar
bahwa kurang lebih 75% dari jumlah perkawinan yaitu berhubungan
pelacuran adalah wanita-wanita dengan siapapun secara terbuka dan
muda di bawah usia 30 tahun, hampir selalu dengan pembayaran,
mereka pada umumnya memasuki baik untuk persebadanan maupun
dunia pelacuran pada usia muda kegiatan seks lainnya yang
yaitu 13-14 tahun dan diantaranya memberikan kepuasan kepada pihak
yang paling banyak ialah usia 17-21 pembayar. Soekanto (Syani, 2002)
tahun (Kartono, 2005). mendefinisikan pelacuran sebagai
Hasil kajian dari organisasi suatu pekerjaan yang bersifat
perburuhan internasional (ILO) menyerahkan diri kepada umum
melalui program badan internasional
3

untuk melakukan perbuatan seksual b. Pandangan masyarakat terhadap


dengan mendapatkan upah. prostitusi
Koentjoro (2004) menjelaskan Kapur, dkk (Koentjoro, 2004)
bahwa ada beberapa faktor yang pelacuran dianggap membahayakan
mempengaruhi individu menjadi kepribadian individu, memperburuk
pelacur, diantara lain rendahnya kehidupan keluarga dan pernikahan,
standar moral, kemiskinan, menimbulkan penyakit menular serta
rendahnya pendidikan, dan keinginan mengakibatkan disorganisasi sosial.
untuk memperoleh status sosial. Pelacur dimusuhi kaum agamawan
Saptari (Suyanto, 2008) dan dokter karena peranannya
mengatakan bahwa terdapat tiga menurunkan derajat moral dan
faktor yang mendorong individu memicu perpecahan keluarga.
terjerumus menjadi pelacur, yaitu
karena keadaan ekonomi, kemudian c. Penyesuaian Diri
karena pandangan tentang seksualitas Walgito (2001) menjelaskan
yang cenderung menekankan arti bahwa penyesuaian diri adalah
penting keperawanan, sehingga tidak kemampuan individu untuk dapat
memberi kesempatan bagi individu meleburkan diri dengan keadaan
yang sudah tidak perawan kecuali sekitarnya atau sebaliknya individu
terdorong untuk menjerumuskan diri dapat mengubah lingkungan sesuai
kedalam dunia prostitusi. dengan keadaan dalam diri individu
Jenis-jenis pelacuran menurut agar sesuai dengan keinginan
Kartono (2005) dapat dibagi menurut individu bersangkutan. Sunarto &
aktifitasnya, diantara lain : Hartono (1999) mendefinisikan
1. Prostitusi yang Terdaftar, yaitu penyesuaian diri sebagai kemampuan
pelakunya diawasi oleh bagian individu untuk beradapatasi agar
kepolisian yang dibantu dan tercipta keserasian pada diri dan
bekerja sama dengan jawatan lingkungannya.
sosial dan jawatan kesehatan,
seperti kegiatan pelacuran di d. Remaja pelajar sekolah
rumah-rumah bordil. Undang-undang SISDIKNAS
2. Prostitusi tidak Terdaftar, yaitu no.20 (2003) menjelaskan bahwa
bentuk pelacuran yang dilakukan pelajar adalah anggota masyarakat
secara gelap-gelapan dan liar, yang berusaha mengembangkan
baik secara perorangan maupun potensi diri melalui proses
dalam kelompok, seperti pembelajaran yang tersedia pada
pelacuran yang berpraktik di klub jalur, jenjang dan jenis pendidikan
malam, hotel-hotel, losmen, panti tertentu. Kamus Besar Bahasa
pijat, salon kecantikan. Terdapat Indonesia (1993) pelajar dapat
juga pelacuran amatir yang diartikan sebagai murid atau siswa
sifatnya rahasia, hanya dikenal terutama pada tingkat sekolah dasar,
orang tertentu, melakukannya sekolah lanjutan tingkat pertama, dan
sebagai selingan, mempunyai sekolah menengah atas.
status lainnya yang dikenal baik
dalam masyarakat, seperti
mahasiswa dan remaja terpelajar.
4

WHO menetapkan batas usia penelitian ini adalah remaja putri


19-20 tahun sebagai batasan usia rentang usia 12-18 tahun, berstatus
remaja. WHO menyatakan walaupun pelajar sekolah, berprofesi sebagai
definisi tersebut didasarkan pada usia prostitue dan berdomisili di wilayah
kesuburan (fertilitas) wanita, batasan Semarang.
tersebut berlaku juga untuk remaja Metode pengambilan data
pria, dan WHO membagi kurun usia penelitian kualitatif terdapat
dalam dua bagian yaitu remaja awal beberapa cara, yaitu metode
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 wawancara, observasi, dokumen dan
(Sunarto & Hartono, 1999). audio visual yang dapat disajikan.
Teknik pengumpulan data yang
Metode Penelitian digunakan dalam penelitian ini
adalah Observasi non-partisipant,
Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstuktur, dokumen
metode kualitatif yang merupakan audio visual.
desain penelitian yang bersifat Penelitian ini mengacu pada
alamiah, dalam arti peneliti tidak saran Smith (Poerwandari, 2007, hal.
berusaha memanipulasi setting 178-179) dalam menganalisis data,
penelitian, melainkan melakukan yaitu :
studi terhadap satu fenomena 1. Membaca transkip berulang-
tersebut ada (Poerwandari, 2007). ulang untuk mendapatkan
Penelitian ini memfokuskan pada pemahaman tentang kasus,
pendekatan case study yang kemudian menggunakan salah
merupakan penelitian yang rinci satu bagian kosong untuk
mengenai suatu obyek tertentu menuliskan pemadatan fakta-
selama kurun waktu tertentu dengan fakta, tema-tema yang muncul
cukup mendalam dan menyeluruh. maupun kata-kata kunci yang
Penelitian secara keseluruhan dapat menangkap esensi.
dilakukan di wilayah Semarang, 2. Peneliti kemudian menggunakan
dimulai pengambilan data tertanggal satu sisi yang lain untuk
22 Mei 2008 dengan kurun waktu menuliskan apapun yang muncul
tiga bulan yang berakhir pada 3 saat peneliti membaca transkip
Agustus 2008. Fokus permasalahan 3. Peneliti membuat daftar tema-
tentang penyesuaian diri pada pelajar tema yang muncul tersebut dan
sekolah yang menjadi prostitue. mencoba memikirkan hubungan-
Proses pengambilan sampel hubungannya.
dalam penelitian ini dilakukan 4. Menyusun master berisikan
dengan cara berantai (snow-ball) daftar tema-tema dan kategori-
yakni, dengan meminta informasi kategori yang telah disusun
pada orang yang telah diwawancarai sehingga menampilkan pola
sebelumnya, kemudian bertanya hubungan antar kategori.
siapa lagi yang dapat memberikan
informasi, atau nara sumber lain
yang penting, sehingga rantai
semakin panjang dan bola salju
semakin besar. Karakteristik subyek
5

Hasil Penelitian disekolah. Hal yang biasa dilakukan


adalah membolos, tidur dikelas.
Hasil penelitian menunjukan Bentuk-bentuk Penyesuaian
bahwa faktor-faktor yang menjadi diri yang dimunculkan terhadap para
penyebab subyek terjerumus ke pelanggan, diantara lain :
dalam dunia prostitusi : 1. Menentukan tarif terlebih dahulu
1. Keluarga yang disharmonis, sebelum melakukan sexual
seperti perceraian orang tua, intercource
pertengkaran dalam keluarga, 2. Bersedia menginap (longtime)
pembedaan perlakuan anak karena menerima bayaran yang
antara yang satu dengan yang lebih tinggi
lain menyebabkan perasaan iri. 3. Kebanyakan menolak melakukan
2. Pergaulan bebas dalam sexual intercource apabila
melakukan relasi seksual diluar pelanggan tidak mengenakan alat
ikatan pernikahan kontasepsi, karena takut hamil
3. Kegagalan dalam menjalin dan tertular penyakit kelamin
hubungan dengan lawan jenis 4. Sebagian subyek selektif dalam
4. Kondisi perekonomian keluarga menerima pelanggan
yang minim 5. Dilakukan tanpa adanya perasaan
5. Pengaruh ajakan teman yang jatuh cinta (afeksi) terhadap
sudah terlebih dahulu terjun pelanggan
dunia prostitusi 6. Aggressive reaction ditunjukan
6. Lemahnya kontrol diri dalam ketika subyek merasa disakiti
menghadapi suatu permasalahan 7. Memilih tempat tersendiri
Bentuk penyesuaian diri di (hotel/losmen)
lingkungan keluarga ditunjukan 8. Adanya perantara (mucikari)
dengan sikap saling mendiamkan dalam memperoleh pelanggan.
jika tidak diajak bicara. Bersikap 9. Sebagian besar subyek tidak
tertutup dan berusaha menutupi atau menawarkan diri terhadap
merahasiakan self identity sebagai pelanggan yang belum dikenal
prostitue. Keseluruhan subyek dalam 10. Sexual calling by phone
penelitian ini mengalami hambatan
penyesuaian diri dalam lingkungan Dampak psikologis yang
tempat tinggal yang ditunjukan dialami setelah terjun kedalam dunia
dengan sikap masa bodoh (apatis), prostitusi, diantara lain timbul rasa
jarang saling berinteraksi dengan bersalah, perasaan takut dan bersikap
para tetangga dan membatasi diri pasrah apabila diketahui pihak lain,
dalam pergaulan. adanya anggapan bahwa pribadi
Aggressive reaction ditunjukan sudah rusak dan nakal setelah
dengan melaporkan balik teman- menjadi prostitue, merasa tidak
temannya yang menjadi pekerja seks bahagia dengan kehidupan sekarang,
komersil kepada pihak sekolah agar dan keinginan untuk berhenti dari
sama-sama dikeluarkan. dunia prostitusi.
Keseluruhan subyek penelitian
mengalami hambatan penyesuaian
diri terhadap mata pelajaran tertentu
6

Pembahasan Kondisi ekonomi keluarga


yang minim sering dijadikan alasan
Penelitian ini memberikan individu menempuh jalan pintas
berbagai informasi dan gambaran untuk mencari penghasilan yang
mengenai praktik prostitusi yang lebih mudah dan cepat, meskipun
dilakukan kalangan pelajar sekolah, harus terjerumus kedunia prostitusi.
khususnya diwilayah Semarang. alasan lain adalah untuk mencari
Adanya praktik prostitusi yang penghasilan sendiri dengan
pelakunya pelajar tidak menutup keinginan tidak menggantungkan
kemungkin juga terjadi dikota-kota hidup terhadap orang tua.
lain meskipun penyebab dan Pergaulan kelompok teman
dampaknya bisa saja berbeda. sebaya secara tidak langsung
Hasil penelitian ini menemukan memberikan pengaruh terhadap
fakta bahwa dari semua subyek yang pembentukan sikap remaja akan
terjerumus dalam dunia prostitusi adanya perilaku meniru (imitasi).
berasal dari kehidupan keluarga yang Hasil penelitian menunjukan bahwa
mengalami disharmonisasi. Fakta semua subyek menjadi prostitue
tersebut sesuai dengan pendapat karena terpengaruh ajakan teman-
Kartono (1997) yang menyatakan teman yang sudah terlebih dahulu
bahwa adanya tindakan immoril anak terjun dalam dunia prostitusi.
melakukan praktik pelacuran Ahmadi dan Uhbiyati (2001)
distimulir dorongan untuk menuntut menjelaskan bahwa dalam pergaulan
hak dan kompensasi karena tidak sehari-hari tentunya terjadi interaksi
merasakan kehangatan, perhatian dan sosial antara individu yang satu
kasih sayang orang tua. dengan yang lainnya, dan didalam
Temuan lapangan menunjukan interaksi tentunya tidak lepas adanya
bahwa keseluruhan subyek pernah saling mempengaruhi.
melakukan hubungan seksual Mengkomersilkan kehidupan
(intercourse) sebelum terjerumus seksual dengan memilih terjun
kedalam dunia prostitusi. Kegagalan kedunia prostitusi untuk membayar
dalam menjalin hubungan dengan kekurangan biaya sekolah yang telah
lawan jenis dapat menyebabkan digunakan untuk kepuasan pribadi,
individu menjadi trauma dan patah menunjukan lemahnya kontrol diri
hati, sehingga memicu individu subyek dalam menghadapi suatu
untuk memutuskan menjadi prostitue permasalahan dengan lebih memilih
karena anggapan sudah tidak jalan pintas untuk menyelesaikan
perawan. Saptari (Suyanto, 2008) masalahnya.
berpendapat bahwa pandangan Inhibisi atau penyesuaian diri
remaja tentang seksualitas lebih yang disertai dengan kemampuan
cenderung menekankan arti penting memilih tindakan yang tepat, dimana
keperawanan, sehingga tidak individu dihadapkan dalam situasi
memberi kesempatan kepada tertentu dengan berusaha memilih
individu yang sudah tidak perawan tindakan yang mana harus dilakukan
kecuali terdorong untuk terjerumus dan mana yang tidak perlu, karena
kedalam praktek prostitusi. adanya indikasi membahayakan pada
diri individu. Penyesuaian diri semua
7

subyek terhadap para pelanggan Kesimpulan


memiliki persamaan dan perbedaan
antara yang satu dengan yang lain. Motif yang melatarbelakangi
Timbul rasa bersalah setelah pelajar sekolah memutuskan terjun
terjun kedalam dunia prostitusi, kedalam dunia prostitusi beraneka
karena subyek menyadari bahwa ragam alasannya, diantara lain adalah
tindakan tersebut bertentangan suasana kehidupan keluarga yang
dengan norma-norma yang ada dan mengalami disharmonis, pergaulan
dapat merusak nama baik keluarga bebas dalam melakukan relasi
dan adanya anggapan bahwa seksual diluar ikatan pernikahan,
pribadinya sudah rusak atau nakal. kegagalan menjalin hubungan
Hurlock (1980) berpendapat bahwa dengan lawan jenis yang berdampak
individu akan merasa bersalah bila pada penekanan arti penting
menyadari bahwa perilakunya tidak keperawanan. Kondisi perekonomian
memenuhi harapan sosial. keluarga yang minim, pengaruh
Perasaan takut timbul apabila ajakan teman yang sudah terlebih
perbuatannya diketahui pihak dahulu terjun kedunia prostitusi dan
keluarga karena akan diusir dari lemahnya kontrol diri dalam
rumah, perasaan takut diketahui menghadapi suatu permasalahan.
pihak sekolah karena dapat Ketidakmauan untuk saling
dikeluarkan, perasaan takut diketahui berkomunikasi atau sikap saling
pacar karena akan diputus. Hal yang mendiamkan jika tidak diajak bicara,
dilakukan subyek hanya bersikap merupakan salah satu penyebab
pasrah apabila hal tersebut sampai sebagian subyek mengalami
terjadi dikemudian hari, karena hambatan melakukan penyesuaian
hanya dengan sikap pasrah dapat diri didalam lingkungan keluarga.
mengurangi perasaan takut yang Ketidakmatangan melakukan
muncul. proses penyesuaian diri dalam
Kehidupan keluarga yang lingkungan sosial ditunjukan dengan
disharmonis dan kehidupan prostitue sikap masa bodoh, jarang saling
yang dianggap merendahkan harga berinteraksi dengan para tetangga
diri, menyebabkan perasaan tidak dan membatasi diri dalam pergaulan,
bahagia dengan kehidupan sekarang. menyebabkan individu mengalami
Hurlock (1980) berpendapat bahwa hambatan penyesuaian diri
individu yang menolak diri segera (maladjusment)di lingkungan sekitar.
menjadi tidak dapat menyesuaikan Dampak-dampak negatif yang
diri dan merasa tidak bahagia dengan muncul setelah terjun kedunia
kehidupannya. prostitusi ternyata lebih banyak,
Pengalaman menyusahkan akan dibanding kemudahan dalam mencari
menimbulkan penyesuaian diri yang penghasilan. Perasaan takut dan
kurang baik. Konflik batin yang cemas jika perbuatanya diketahui
dirasakan selama menjadi prostitue pihak lain, terutama pihak keluarga
menyebabkan sebagian subyek dan sekolah. Sikap pasrah pun
menginginkan berhenti dari dunia menjadi jalan keluar terbaik sebagai
prostitusi. solusi untuk mengurangi rasa takut
dan cemas.
8

Daftar Pustaka

Ahmadi, A., Uhbiyati, N. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta


Creagh, S. 2004. Pendidikan Seks di SMA D.I. Yogjakarta. Studi Lapangan.
ACICIS dan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.
Departemen Komunikasi dan Informatika RI., Badan Informasi Publik., Pusat
Informasi Kesejahteraan Rakyat. 2005. Penghapusan Eksploitasi Seksual
Komersil Anak. Jakarta.
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1993. Jakarta: Balai Pustaka.
Kartono, K. 2005. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Koentjoro. 2004. On The Spot Tutur dari Sarang Pelacur. Yogyakarta:
Penerbit Tinta
Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Pona, L. 1998. Pekerja Seks Jalanan, Potensi Penularan Penyakit Seksual.
Yogyakarta: Penelitian Kependudukan UGM.
Sunarto., Hartono, A. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan PT Rineka Cipta.
Suyanto, B. 2005. Memahami Pelajar Terjerumus Prostitusi. Dewan Pakar
Kemasyarakatan Jawa Timur: Surya Online. http://www.surya.co.id/web
Syani, A. 2002. Sosiologi, Skema, Teori, Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
Jakarta: Penerbit Sinar Grafika
Walgito, B. 1991. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Cetakan kedua.
Yogyakarata: Andi Offset.
Wijayanto, I. 2003. Seks In The Kost. Yogyakarta: Penerbit Tinta.

Anda mungkin juga menyukai