Siapa Tuli?
Siapa itu Tuli? Menurut KBBI, Tuli (dengan huruf besar) berarti tidak bisa
mendengar dan menggunakan bahasa Isyarat untuk berkomunikasi. Orang-orang Tuli
lebih senang dipanggil “Tuli” dibanding “tunarungu” karena Tuli merupakan identitas dan
budaya bagi mereka. Salah satu budaya Tuli adalah bahasa Isyarat atau BISINDO
(Bahasa Isyarat Indonesia) yang digunakan oleh orang-orang Tuli Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari. Jika orang dengar memiliki bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia
atau bahasa daerah lainnya, maka orang Tuli memiliki Bisindo sebagai bahasa ibu
mereka. Artinya Tuli tumbuh menggunakan bahasa Isyarat yang sudah terbentuk
secara alami dalam komunitas Tuli tersebut.
Diskriminasi terhadap Orang Tuli
Namun, hak-hak Tuli di Indonesia belum sepenuhnya terjamin, baik oleh
lingkungan sosial maupun pemerintah. Orang-orang Tuli masih belum mendapatkan
cukup akses dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Contohnya adalah masih
banyak Tuli yang kesulitan ketika berpergian ke tempat umum dan ingin bertanya atau
memesan sesuatu. Minimnya literasi tentang bahasa Isyarat dan dunia Tuli di
masyarakat menyebabkan orang awam kebingungan ketika bertemu Tuli yang
membutuhkan bantuan. Dalam seminar, webinar, bioskop, acara-acara televisi juga
masih banyak yang belum menyediakan akses Tuli seperti JBI (juru bahasa isyarat) dan
takarir (closed caption).
Perampasan Bahasa
Tidak hanya keterbatasan akses di masyarakat, orang Tuli di Indonesia juga
mengalami satu diskriminasi lain yaitu perampasan bahasa atau language deprivation.
Diskriminasi ini merupakan diskriminasi yang paling sering terjadi bagi disabilitas
khususnya orang Tuli dalam menjalin komunikasi sehari-hari. Contoh dari perampasan
bahasa yaitu pengalaman anak-anak Tuli ketika bersekolah, mereka tidak difasilitasi
dengan bahasa isyarat atau media komunikasi yang bisa dimengerti melainkan dipaksa
untuk mendengar dan menggunakan metode belajar oral. Dalam kondisi ini, sangat
tidak mungkin bagi anak-anak Tuli untuk memahami pembelajaran. Berdasarkan
pengalaman salah satu teman Tuli saya, dia bercerita bahwa selama masa SMA dulu,
ia tidak mengerti sama sekali materi yang disampaikan selama dua tahun sebelum
akhirnya pindah ke sekolah luar biasa (SLB). Guru-guru di sekolahnya hanya
menggunakan metode oral dan seakan tidak memfasilitasi keberadaan murid Tuli di
kelasnya. Dia juga mengatakan, pengalaman tersebut harus menjadi PR besar bagi
dunia pendidikan di Indonesia khususnya bagi tenaga pendidik. Menurutnya, tenaga
pendidik dan guru di sekolah umum juga harus dibekali dengan pengetahuan dasar
bahasa isyarat dan dunia Tuli.
Tanpa kita sadari, perampasan bahasa sudah banyak dilakukan terhadap orang
Tuli. Sempat viral beberapa waktu lalu, seorang pejabat publik berteriak dan memaksa
Tuli untuk mendengar dan latihan berbicara dengan dalih mensyukuri nikmat yang
Tuhan berikan. Tentu tindakan ini adalah tindakan tercela dan tidak pantas bagi seorang
pejabat yang seharusnya lebih mengerti kondisi rakyat dengan disabilitas.