Anda di halaman 1dari 10

IJDS 2016: Vol.3: No.

1: Page 34 - 43

MENORMALKAN YANG DIANGGAP “TIDAK


NORMAL” (Studi Kasus Penertiban Bahasa Isyarat
Tunarungu di Sekolah Luar Biasa [SLB] dan
Perlawananya di Kota Malang)
1
Damaiati R. Kurnia, 2Thohari Slamet

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Brawijaya, Malang

Abstract: The diversity of Signs languages used by deaf depends on the local languages. to control those, the insist
all special schools to use SIBI (Indonesian Syetem of Sign Language) sign languages as a form of normalization of
the Deaf. Using qualitative research method with depht interviews many steakholders the research found that the
policy of applying SIBI in all SLB of Malang city is based on the regulation of the minister of education and culture
(Indonesia) No 0161/U/1994 on standardizing SIBI for the deaf. SIBI aimed to organize and standardize all local
signs languages used by deaf. The government’s policy has been pruposed as an effort of organizing the deaf to be
obedient and useful in which these terms of obedient and useful here are addressed through “normal ideology”
given by the teachers that SIBI appropriates to be used by the deaf as hearing people’s language.Gradually deaf
people reject that policy and propose new sign languages which coming from deaf cultures

Keywords: normalizer, govermentality, sign language regulation, deaf, discourse resistance

1. LATAR BELAKANG SIBI merupakan isyarat bahasa yang telah


distandarkan dan dinormalisasikan sesuai
Dalam sebagian besar keluarga, kelahiran dengan tata bahasa, sintaksis, dan morfologi
Tunarungu merupakan orang yang memiliki kata, sehingga untuk hampir semua kata dasar
kesulitan mendengar dari yang tergolong ringan memiliki isyaratnya, dan untuk menambahkan
sampai yang berat atau juga kurang mampu kosa kata, isyarat dalam SIBI telah dilengkapi
untuk mendengar suara (Wasita, 2012: 17). pula dengan isyarat yang mewakili imbuhan.
Tunarungu akan mengalami kesulitan dalam Kata imbuhan dalam bahasa isyarat tersebut
berbicara (tunawicara) dan terhambatnya proses sama dengan kata awalan, imbuhan, serta
informasi bahasa karena adanya kehilangan akhiran yang dipakai dalam tata bahasa
kemampuan mereka untuk mendengar. Adanya indonesia (me-, ber-, di-, ke-,pe-, ter-, dan se-).
kesulitan berbahasa pada tunarungu, sehingga SIBI dikeluarkan secara syah oleh
mereka menggunakan bahasa isyarat untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
berinteraksi. (Kemendikbud) yang kemudian sasaran yang
Adanya bahasa isyarat yang banyak dan diberikan yaitu pada sekolah luar biasa (SLB)
beragam, kemudian pemerintah membuat yang sifatnya wajib untuk digunakan tunarungu
adanya penyeragaman bahasa isyarat dengan di Indonesia. Peraturan mengenai pembakuan
memunculkan bahasa isyarat SIBI sebagai Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) diatur
bentuk penormalisasian terhadap bahasa isyarat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
di Indonesia. Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
Corresponding author: Slamet Thohari 0161/U/1994 (Kemendikbud: 1997).
amexsip@gmail.com
Published online at http://IJDS.ub.ac.id
Copyright © 2016 PSLD UB Publishing.
All Rights Reserved 34
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

Dalam hal ini, banyak hak-hak yang Karena bahasanya tidak mengikuti logika
seharusnya diperoleh tunarungu tidak berbahasa mereka, dan menghambat kekayaan
didapatkan karena banyak hak dari mereka yang berbahasa mereka.
diatur dan dikendalikan oleh pemerintah. Hak Peneliti tertarik untuk meneliti kebijakan
linguistik yang tidak diperoleh tunarungu yaitu bahasa isyarat tunarungu di Kota Malang adalah
berupa adanya SIBI yang dijadikan sebagai karena di Kota Malang sendiri merupakan kota
standard kebenaran atau bentuk penormalisasian dengan kontekstasi bahasa isyarat. Dimana
bahasa yang dimunculkan oleh pemerintah. banyak tunarungu yang memakai bahasa isyarat
Klaim kebenaran merupakan sebagai produk lokal (isyarat malangan), SIBI, dan BISINDO.
kehendak untuk berkuasa yang tersebar luas Selain itu Kota Malang yang saat ini banyak
dalam bahasa, wacana, dan representasi (Sarup, memperjuangkan BISINDO sebagai media
2011: 114). komunikasi tunarungu yang dilakukan oleh
Standard kebenaran tersebut dilakukan komunitas tuli (GERKATIN dan Akar Tuli) dan
melalui proses-proses seperti adanya PSLD. Dengan lebih praksisnya kami meneliti
simplifikasi, efektiftas, kontrol, serta manajemen Bagaimana penerapan kebijakan Sistem Isyarat
yang digunakan untuk penguasaan oleh Bahasa Indonesia (SIBI) untuk tunarungu di
pemerintah terhadap masyarakatnya untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) Kota Malang? dan
mencapai sebuah tujuan. Tujuan adanya Bagaimana respons tunarungu di Kota Malang
standarisasi kebenaran yaitu untuk memperoleh atas program kebijakan tersebut?
kekuasaan dan unsur tertentu, sehingga setiap
relasi yang dimunculkan tidaklah lepas dari 2. Hasil Dan Pembahasan
sebuah kekuasaan.
Adanya isyarat SIBI menyebabkan Sejarah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
tunarungu tidak dapat mengembangkan bahasa
(SIBI)1
yang seharusnya mampu untuk mereka ciptakan
sendiri melalui imajinasi dan kesepkatan Pada tahun 1960-an di negara berkembang
bersama dari kaum tuli. Sehingga adanya bahasa muncul pandangan baru dalam pendidikan anak
isyarat SIBI dapat menghancurkan bahasa alami yang mengalami gangguan pendengaran
dari tunarungu. Keadaan di lapang, guru yang (tunarungu). Pandangan tersebut kemudian
mengajar di SLB lebih menggunakan isyarat melihatkan adanya pendekatan baru yaitu sebuah
SIBI daripada harus menggunakan bahasa pendekatan yang memanfaatkan segala media
isyarat alami maupun BISINDO(Bahasa Isyarat komunikasi pada saat pengajaran seperti saat
Indonesia). Dan tak jarang guru juga menulis, membaca, berbicara, mendengar, dan
menggunakan bahasa bibir (oral) dalam membaca ujaran dengan memanfaatkan
menerangkan saat di kelas. Dampak penggunaan kemampuan dengar yang dimiliki oleh
SIBI kepada siswa tunarungu membuktikan tunarungu. Selain itu, dalam pendekatan ini juga
bahwa mereka tidak memahami informasi yang menggunakan isyarat alamiah mereka, abjad jari
disampaikan gurunya secara maksimal. Banyak serta isyarat-isyarat yang telah dibakukan atau
dari mereka yang menjadi salah paham dengan pendekatan ini yang lebih dikenal dengan
informasi yang disampaikan oleh guru saat komtal (komunikasi total). Komunikasi total
berada di kelas. bertujuan sebagai komunikasi yang efektif untuk
Metode pendidikan untukTuli di Indonesia digunakan tunarungu dalam berinteraksi, baik
sampai sekarang belum ada yang memuaskan. itu digunakan untuk sesama tunarungu maupun
Memang, bahasa isyarat di Indonesia telah dengan masyarakat menggunakan media
distandarkan (SIBI) sesuai dengan tata bahasa, mendengar, membaca bibir, berbicara maupun
sintaksis, dan morfologi kata, sehingga untuk dengan berisyarat.
hampir semua kata dasar memiliki isyaratnya, Penerapan komunikasi total sudah ada sejak
dan untuk menambah kosa kata. Isyarat dalam tahun 1978 oleh SLB-B Zinna di Jakarta dan
SIBI ini dilengkapi pula dengan isyarat yang tahun 1981 oleh SLB-B Karya Mulya di
mewakili imbuhan. Bahasa isyarat semacam ini
cukup sulit dipelajari menurut perspektif deaf.

35
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

Surabaya. Kedua SLB ini sama-sama Kebudayaan mengambil suatu kebijakan


menggunakan isyarat yang mengikuti ASL pembakuan bahasa isyarat berdasarkan
(American Sign Language) yang dikenalkan perpaduan dari keempat isyarat (isyarat lokal,
oleh Ibu Baron Sutadisastra. Perkembangan tempaan, temuan, serta serapan). Dimana
pendidikan tunarungu tersebut, kemudian pusat perpaduan bahasa isyarat tersebut dilakukan
pengembangan kurikulum dan sarana sebagai bentuk penyatuan keempat bahasa yang
pendidikan badan pendidikan dan kebudayaan dijadikan sebagai sistem isyarat nasional. Selain
perlu mengadakan adanya pembakuan bahasa itu dalam pembentukan kebijakan tersebut juga
isyarat secara nasional. Di tahun 1982 KKPLB melibatkan konsultan Australia yang ahli dalam
(Kelompok Kerja Pendidikan Luar Biasa) di bidang bahasa isyarat yang bernama Associate
Pusat Pengembangan Kurikulum Dan Prof. Merv Hyde, Ph,D. Sistem isyarat nasional
Kebudayaan yang telah berhasil mendesain dan yang telah dibakukan tersebut juga biasa disebut
menerapkan Komtal (Komunikasi Total). dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
Pada tahun 1989 SLB Karya Mulya Dimana SIBI inilah yang dijadikan sebagai
mengeluarkan pedoman isyarat bahasa media sebagai komunikasi yang dipercayakan
Indonesia, dan pada tahun 1990 SLB-B Zinnia mampu untuk membantu anak yang memiliki
mengeluarkan kamus dasar bahasa Indonesia. gangguan pendengaran (tunarungu) dalam
Sedangkan pada tahun yang sama pula, KKPLB berinteraksi dengan masyarakat maupun dengan
juga menciptakan kamus isyarat Indonesia. sesama tunarungu.
Dalam hal ini, kamus yang dihasilkan oleh
KKPLB dibuat berdasarkan dari isyarat yang Penggunaan Bahasa Isyarat Tunarungu di
telah berkembang di 11 lokasi di Indonesia yang Kota Malang
telah diambil berdasarkan isyarat lokal, serta Penggunaan bahasa isyarat di Kota Malang,
ditambah dengan isyarat temuan, serapan, dan yaitu menggunakan isyarat lokal atau isyarat
tempaan. Isyarat lokal merupakan isyarat yang tarsan. Bahasa isyarat lokal digagas oleh
telah tumbuh serta berkembang di komunitas komunitas GERKATIN Malang pada tahun 1960
lokal yang berdasar dari orang yang memiliki dengan memunculkan wacana untuk tunarungu.
gangguan pendengaran. Sedangkan isyarat Isyarat lokal muncul dari kesepakatan tunarungu,
temuan merupakan isyarat yang awalnya sebagai bentuk identitas masyarakat Kota Malang
ditemukan berdasarkan dari hasil uji coba dari yang berdasarkan dari bahasa ibu. Tujuan dari
sebuah penelitian. Dan untuk isyarat serapan adanya power yang dimunculkan lewat
merupakan isyarat yang berdasarkan isyarat komunitas GERKATIN adalah agar wacana dapat
yang tumbuh serta berkembang di negara lain. diterima dan disepakati secara bersama dalam
Kemudian untuk isyarat tempaan, merupakan menjalankan powernya tersebut, kuasa
isyarat yang telah ditempa oleh KKPLB dipraktekkan, diterima, dan dilihat sebagai bentuk
berdasarkan adanya kamus isyarat yang kebenaran yang kemudian disepakati secara
dihasilkannya. bersama oleh tunarungu (Haryatmoko, 2002: 34).
Di tahun 1992, KKPLB melaksanakan Melalui perkumpulan atau rapat yang dilakukan
percobaan kamus isyarat tersebut di beberapa anggota komunitas tuli maka terbentuklah
SLB-B, yang jumlahnya sekitar 5 tempat. kesepakatan bersama dalam pemakaian isyarat
Kemudian di tahun 1993 Pusat Pengembangan lokal.
Kurikulum Dan Sarana Pendidikan Badan Adanya perbedaan bahasa isyarat setiap
Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Dan daerahnya, kemudian pemerintah mengeluarkan
Kebudayaan berupaya untuk memadukan dari SIBI sebagai bentuk dari penyeragaman bahasa
hasil ketiga lembaga yang kemudian berhasil isyarat agar mereka memiliki penyamaan isyarat.
dalam menyusun perencanaan kamus SIBI. Sasaran atas kebijakan SIBI adalah SLB-SLB, hal
Kemudian tahun 1993 SLB Zinnia, SLB ini karena SLB yang masih dibawah naungan
Karya Mulya, KKPLB, Pusat Pengembangan pemerintah. Pembentukan SIBI, awalnya muncul
Kurikulum Dan Sarana Pendidikan, Badan karena adanya kesepakatan dari adanya ide
Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Dan Menteri Pendidikan untuk melakukan pembakuan
Kebudayaan, Departemen Pendidikan Dan isyarat. Pembakuan atas SIBI tersebut kemudian

36
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

diatur dalam peraturan menteri untuk wajibnya pembakuan SIBI bagi tunarungu terutama yang
digunakan di SLB. Hal ini dilakukan guna untuk masih terkait dalam institusi pendidikan.
menyatukan tunarungu dalam 1 bahasa isyarat Penerapan Kebijakan Penggunaan
nasional. Reproduksi wacana tentang kebijakan Bahasa Isyarat SIBI di Kota Malang
SIBI sebagai pemerataan bahasa terjadi pada Penerapan kebijakan SIBI yang
tahapan pengelompokan bahasa isyarat yang ada digunakan tunarungu di Malang, kebijakan SIBI
di 12 daerah di tahun ‘90an. Kebijakan isyarat didasarkan atas peraturan yang diberikan
SIBI merupakan hasil dari pembentukan wacana langsung oleh pemerintah. Dimana aturan
yang telah didasarkan berdasarkan nilai dan kebijakan SIBI berdasarkan atas aturan
norma orang ‘normal’ agar tunarungu di SLB Mendikbud RI Nomor 0161/U/1994. Kebijakan
memakai SIBI sebagai media komunikasi mereka SIBI diluncurkan 1 tahun setelah kebijakan SIBI
yang serentak di pakai tunarungu di SLB dan dibakukan oleh Menteri Pendidikan dan
PLB serta instansi pemerintah. Kebudayaan. SIBI yang merupakan kebijakan
Penggunaan SIBI, disepakati untuk yang berasal dari pemerintah, maka segala
digunakan tunarungu di SLB dan institusi lembaga dan instansi pemerintahan pun wajibnya
pedidikan, maka dengan argumen yang dibuat mengikuti aturan tersebut. Sasaran atas aturan
sesuai dengan nilai dan norma yang dibutuhkan, kebijakan SIBI ini terutama dilakukan pada
maka akan tercipta adanya kesepakatan bersama institusi pendidikan terutama SLB. Dan
atas penggunaan bahasa tersebut. Melalui bahasa, sedangkan untuk pengajaran pada tunarungu di
kemudian kesepakatan pengetahuan di sekolah, guru pun diberikan sosialisasi mengenai
masyarakat dibangun. Dalam wacana SIBI, pengajaran yang akan diberikan sudah ditentukan
terealisasi dalam teori Foucault yang menjelaskan oleh Mendikbud.
mengenai wacana merupakan suatu perantara Praktek pelaksanaan kuasa pasti
dalam mengorganisasikan kekuasaan. memunculkan pengetahuan atau sebuah wacana
Aturan pemberlakuan SIBI di sekolah baru. Sehingga tidak ada wacana yang
maupun di institusi pendidikan diwajibkan oleh didalamnya tidak mengandung adanya relasi
Mendikbud sebagai salah satu kurikulum untuk kuasa. Sama halnya didalam penerapan kebijakan
tunarungu. Hal ini dijadikan sebagai bentuk dari juga terdapat adanya unsur kekuasaan. Terbukti
penyeragaman bahasa isyarat pada mereka yang adanya kebijakan yang baru dimunculkan oleh
tujuannya untuk menyatukan mereka dalam 1 pemerintah, kebijakan baru tersebut merupakan
bahasa isyarat yang bersifat nasional. Munculnya salah satu wujud wacana baru dari dasar
SIBI dijadikan sebagai bentuk dari reproduksi pengetahuan yang baru. Apalagi SIBI merupakan
wacana yang dimunculkan guna untuk aturan yang sengaja dibuat Mendikbud untuk
beroperasinya kekuasaan. Dalam produksi menertibkan tunarungu melalui penyeragaman
wacana SIBI yang dilakukan oleh pemerintah bahasa isyarat di SLB, hal ini ditujukan sebagai
dilakukan melalui cara yang sangat lembut bentuk untuk menjadikan tunarungu menjadi
melalui adanya pendisiplinan bahasa isyarat SIBI produktif.
yang dipercaya oleh sebagian orang dapat Kebijakan bahasa isyarat SIBI merupakan
membantu tunarungu dalam berkomunikasi dan hasil dari penciptaan aturan oleh pemerintah.
dijadikan sebagai bentuk kebenaran. Aturan mengenai bahasa SIBI, muncul dan
Adanya standard-standard kebenaran diberlakukan sejak tahun 1994 berdasarkan
tersebut merupakan salah satu bentuk strategi Peraturan Menteri (Permen) tentang pembakuan
yang digunakan dalam mengatur masyarakat. bahasa isyarat RI Nomor 0161/U/1994
Kebenaran atas kebijakan SIBI yang dikeluarkan (Kemdikbud, 1997). Melalui pembakuan isyarat
oleh dinas pendidikan lanyaknya sebuah aturan- bahasa SIBI akan memudahkan kebijakan
aturan yang oleh kesadaran masyarakat dipahami tersebut untuk dijalankan, karena adanya
sebagai bentuk yang pasti, benar dan harus perlindungan hukum.
diikuti. Aturan yang mengatur SIBI diakui dan Peraturan menteri digunakan sebagai bentuk
berlandaskan peraturan Menteri Pendidikan dan untuk menormalkan tunarungu. Penormalan pada
Kebudayaan RI Nomor 0161/U/1994 tentang tunarungu tersebut dilakukan melalui menjadikan
mereka menjadi normal dengan menerapkan

37
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

kebijakan SIBI pada mereka di sekolah. dalam konteks penelitian ini adalah legitimate
Tujuannya tersebut yaitu untuk menjadikan yang mendasari jalannya kebijakan isyarat SIBI
mereka patuh dan berguna dan menjadikan sebagai wujud penertiban dan penormalan bahasa
mereka menjadi produktif. Dimana disiplin SIBI untuk digunakan tunarungu karena
peraturan menteri tersebut dilakukan melalui berdasarkan gramatical bahasaIndonesia yang
adanya pengontrolan melalui guru SLB. SLB baik dan benar. Pemahaman dan pengetahuan
yang menerapkan SIBI dilakukan sesuai dengan adanya legitimate secara tidak langsung
peraturan yang diberikan oleh dinas pendidikan. tunarungu di SLB menerima dan mengakui
Selain itu disiplin dari peraturan menteri kebijakan SIBI sebagai bentuk bahasa yang
dilakukan melalui pendoktrinan yang dilakukan nantinyGovernmentality merupakan bentuk dari
pada siswa SLB untuk memakai SIBI agar juga kontrol yang dapat membentuk dan menghasilkan
bisa menjadi ‘normal’ karena bahasanya yang ranah untuk dapat mempengaruhi pilihan dari
dipercaya bagus untuk digunakan. tindakan subjek. Dalam aturan kebijakan SIBI
Selain menggunakan perlindungan hukum yang diberlakukan di SLB ditujukan agar subjek
melalui adanya peraturan menteri, penyebaran dapat menjadi patuh dan berguna. Dimana
kebijakan SIBI juga dilakukan pemerintah pengontrolan yang dilakukan pemerintah melalui
melalui SLB-SLB yang masih di bawah naungan pemberian kamus-kamus isyarat bahasa SIBI di
pemerintahan. Kontruksinya lebih pada institusi SLB yang tujuannya sebagai media komunikasi
pendidikan dan SLB menjadi sasaran dari dinas tunarungu.
pendidikan yang dijadikan sebagai tempat untuk Untuk pengontrolan dan pendisiplinan
penormalisasian dari pendisiplinan mereka. Hal dalam penerapan SIBI pada tunarungu dilakukan
tersebut terealisasi dalam teori Foucault sebagai melalui pemaksaan terhadap mereka serta
berikut: mewajibkan mereka dalam memakai
Governmentality disebut juga sebagai SIBI.Governmentality merupakan bentuk dari
conduct of conduct, artinya negara kontrol yang dapat membentuk dan menghasilkan
mengatur tindakan atau perilaku ranah untuk dapat mempengaruhi pilihan dari
masyarakat dengan cara tindakan subjek. Dalam aturan kebijakan SIBI
menginternalisasikan penundukan itu agar yang diberlakukan di SLB ditujukan agar subjek
ia menjadi populasi yang patuh dan dapat menjadi patuh dan berguna. Dimana
berguna. Sebagai bentuk rasionalisasinya pengontrolan yang dilakukan pemerintah melalui
kekuasaan, governmentality tidak lain pemberian kamus-kamus isyarat bahasa SIBI di
dapat juga dipandang sebagai suatu cara SLB yang tujuannya sebagai media komunikasi
yang legitimate dan benar dalam mengatur tunarungu. Untuk pengontrolan dan pendisiplinan
sesuatu, yakni populasi” (Foucault dalam dalam penerapan SIBI pada tunarungu dilakukan
Mudhoffir, 2013: 86). melalui pemaksaan terhadap mereka serta
Governmentality merupakan bentuk dari mewajibkan mereka dalam memakai SIBI. akan
kontrol yang dapat membentuk dan menghasilkan menjadikan tunarungu menjadi seperti orang
ranah untuk dapat mempengaruhi pilihan dari ‘normal’ dan lebih memudahkan tunarungu
tindakan subjek. Dalam aturan kebijakan SIBI dalam menggunakannya sebagai media
yang diberlakukan di SLB ditujukan agar subjek komunikasi. SLB pun juga merupakan lembaga
dapat menjadi patuh dan berguna. Dimana yang mengakui SIBI dan instansi yang digunakan
pengontrolan yang dilakukan pemerintah melalui oleh pemerintah dalam menjalankan aturan
pemberian kamus-kamus isyarat bahasa SIBI di kebijakan SIBI.Kebijakan isyarat SIBI
SLB yang tujuannya sebagai media komunikasi merupakan bentuk dari proses normalisasi dari
tunarungu. Untuk pengontrolan dan pendisiplinan pemerintah untuk menormalkan tunarungu.
dalam penerapan SIBI pada tunarungu dilakukan Kebijakan isyarat SIBI merupakan bentuk
melalui pemaksaan terhadap mereka serta dari proses normalisasi dari pemerintah untuk
mewajibkan mereka dalam memakai SIBI. menormalkan tunarungu. Dimana normalisasi
Legitimate memiliki arti penerimaan atau tersebut dijalankan melalui institusi pendidikan.
pengakuan atas keputusan dan kebijakan yang Normalisasi dijalankannya lebih pada institusi
diambil oleh seorang pemimpin. Legitimate pendidikan yang diutamakan adalah pada SLB

38
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

dan PLB. Dimana institusi pendidikan memiliki Sebagaimana dalam teorinya Foucault,
peranan yang kuat dalam penyebaran serta bentuk dari pengetahuan disciplinary power
jalannya kebijakan SIBI pada tunarungu. Inilah adalah berupa rezim kebenaran sedangkan untuk
praktik normalisasi yang dilakukan pemerintah governmentality sendiri adalah politik-kekuasaan.
dari berlangsungnya kekuasaan pada tubuh dan Wacana muncul melalui adanya pendisiplinan
konsep dari disiplinary power merupakan dan penertiban bahasa isyarat tunarungu dengan
mekanisme atas beroperasinya sebuah kekuasaan memunculkan adanya bentuk kebenaran atas
tersebut. Hal ini dipertegas dalam teorinya kebijakan SIBI ini.
Foucault, sebagai berikut: “Kebenaran” dipahami sebagai
Normalisasi merupakan hukuman disiplin, sebuah sistem dari prosedur-prosedur yang
yang dimaksud disiplin disini adalah hukuman telah diatur untuk memberikan penjelasan-
disiplin dari wilayah perbandingan dan ruang penjelasan mengenai produksi, regulasi,
yang terdiferensiasi, membedakan individu satu distribusi, sirkulasi, dan operasi.
dari yang lain, hukuman mengatur kodrat “Kebenaran” yang berhubungan dalam
individu secara kualitatif dan secara hierarkis, sebuah relasi sirkuler dengan berbagai
hukuman memasukkan paksaan untuk menjadi sistem kekuasaan memproduksi dan
sesuai dengan apa yang seharusnya alami. menompangnya, dengan efek-efek
Normalisasi menjadi perangkat kuasa seperti kekuasaan yang menginduksi dan
pemantauan (Foucault, 1997: 97-98). meluaskannya sebuah rezim kebenaran
Pada penormalisasian apa yang tidak (Foucault, 2002: 164).
memenuhi kodrat alami atau perbedaan kodrat Prosedur-prosedur kebenaran menurut
alami dengan orang yang mendominasi di tempat Foucault diatur terdapat penjelasan mengenai
tersebut maka perlu menormalkan mereka agar produksi, regulasi, distribusi dan operasi. Dalam
menjadi sama (Foucault, 1997: 95). Proses penelitian ini, Kebijakan isyarat bahasa SIBI di
penormalisasian yang dilakukan pemerintah produksi oleh pemerintah, ahli bahasa isyarat
dalam penelitian ini adalah tunarungu dipaksakan ‘normal’ (Indonesia), ahli bahasa isyarat yang
untuk memakai SIBI saat di sekolah. Dimana berasal dari luar negeri, dan guru-guru SLB
tunarungu di SLB diberikan kamus SIBI untuk ‘normal’ yang merupakan pencipta diskursus.
mereka pelajari sendiri dalam pemakaian SIBI Untuk regulasi dilakukan melalui adanya
sebagai media komunikasi mereka. Pada pengeluaran peraturan kebijakan SIBI yang ada
kenyataannya SIBI berlandaskan bahasa di beberapa SLB-SLB melalui adanya peraturan
Indoensia orang ‘normal’ yang kemudian dirubah menteri tentang pembakuan isyarat bahasa SIBI
menjadi bahasa isyarat. Atau seperti halnya untuk digunakan tunarungu di Indonesia yang
bahasa Indonesia versi bahasa isyarat. Selain itu merupakan suatu bahasa nasional. Distribusi
kebijakan SIBI ini, kemudian diperkuat dengan dalam kebijakan SIBI dilakukan melalui
adanya peraturan menteri tentang pembakuan pemberian kebijakan melalui instansi-instansi
bahasa isyarat SIBI yang dikeluarkan pemerintah yang dibawah naungan pemerintah, antara lain
untuk dipakai tunarungu sebagai media melalui SLB, media televisi, seminar, workshop,
komunikasi. acara-acara tuli lainnya yang semuanya
Kebijakan SIBI merupakan bentuk menggunakan bahasa SIBI sebagai penerjemah
pendisiplinan yang dilakukan pemerintah dengan bahasa isyarat tunarungu. selain itu SIBI lebih
menjadikan SIBI sebagai bentuk isyarat diberikan pada institusi-institusi pendidikan.
kebenaran. Pemerintah memunculkan adanya Sirkulasi dan efisiensi dari prosedur
kamus SIBI yang wajib digunakan tunarungu di kebenaran dilakukan pemerintah dengan
SLB sebagai media komunikasi yang mereka mengeluarkan kamus isyarat bahasa SIBI yang
gunakan. Kebijakan SIBI dibuat dan dikeluarkan diwajibkan untuk dipakai tunarungu di SLB dan
untuk menjadikan tunarungu menjadi masyarakat pemberian doktrin pada tunarungu untuk dapat
yang patuh dan berguna. Bentuk rezim kebenaran terpengaruh kalo SIBI baik untuk digunakan
merupakan salah satu dari permainan dengan tunarungu agar memudahkan dalam mencari
memunculkan legitimate atas aturan atau kerja. Sedangkan untuk operasi dari bentuk
kebijakan yang dibuat (Haryatmoko, 2002: 35). kebenaran dilakukan dengan pembedahan bahasa

39
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

isyarat lokal yang kemudian dirubah menjadi dengan memunculkan bentuk kebenaran. Melalui
isyarat SIBI yang berlandaskan dari pengetahuan bentukan kebenaran, sehingga SIBI hanya
baru yang sama sekali tidak sama dengan bahasa disosialisasikan kepada tunarungu saja, karena
isyarat lokal yang sebelumnya sudah dipakai ketika tunarungu mengerti SIBI ini tidak sesuai
tunarungu. dengan logika berfikir mereka, maka SIBI sejak
Tujuan pemerintah dari kebijakan SIBI awal sudah di tolak oleh mereka.
adalah menjadikan bahasa isyarat nasional Respons atau Tanggapan Tunarungu
sebagai identitas bahasa di Indonesia, dimana Atas Kebijakan SIBI
mereka disatukan dalam satu bahasa nasional. Respons atau tanggapan tunarungu atas
Selain itu untuk menjadikan mereka menjadi kebijakan SIBI, yaitu banyak penolakan yang
‘normal’ layaknya pada masyarakat pada dilakukan atas kebijakan SIBI. Faktor-faktor
umumnya. Keadaan di lapang, tidak jarang yang memperngaruhi sampai akhirnya banyak
tunarungu diperlakukan sama dengan orang tunarungu yang tidak lagi menggunakan SIBI
‘normal’, dimana dalam sistem pengajaran yang yaitu; (a) Banyak kesulitan yang dialami
dilakukan di SLB, tak jarang guru tunarungu dalam pemakaian SIBI. (b) SIBI hanya
memperlakukan tunarungu layaknya mengajar tiruan bahasa orang ‘normal’ yang hanya
dengan orang yang dapat mendengar, sehingga merubahah bahasa lisan menjadi isyarat. SIBI
banyak guru yang mengajar menggunakan bahasa juga mengadopsi isyarat orang Luar Negeri. (c)
oral. SIBI terlalu ribet karena dalam SIBI terdapat kata
Pembuatan kebijakan SIBI merupakan awalan, imbuhan, dan akhiran. (d) Pemakaian
salah satu bentuk dari reproduksi wacana bahasa isyarat yang terlalu panjang yang kemudian
isyarat melalui ilmu pengetahuan yang ada. terlalu memakan waktu lama saat mendengarkan
Beroperasinya governmentality dalam teorinya orang yang menggunakan SIBI. Pada dasarnya
Foucault terjadi pada kehadiran KKPLB, guru- ketika seseorang melakukan interaksi, yang
guru, jajaran kementrianlah yang secara dibutuhkan adalah saling mengerti dan
akademisi diakui (legitimate) bagi berjalannya sepemahaman dalam menyampaikan informasi
pembuatan kebijakan SIBI untuk tunarungu. itu sudah cukup. Bukan harus memakai struktur
Hubungan yang tercipta antara pembuat bahasaIndonesia yang baik dan benar. (e) SIBI
kebijakan SIBI dengan SLB menggambarkan tidak sesuai dengan logika berfikir tunarungu dan
sebuah hubungan yang terjalin kekuasaan – SIBI bahasanya tidak sama dengan pekerjaan
pengetahuan – subjek. Kekuasaan selalu yang sedang dikerjakan. (f) SIBI dibuatnya tanpa
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, serta pelibatan langsung tunarungu, karena mereka
tersebarnya pada pengetahuan-pengetahuan tiap dibungkam. (g) Kebijakan SIBI yang dikeluarkan
individu yang beroperasinya pada ketidaksadaran oleh pemerintah cenderung kurang adil dalam
pemikiran manusia. Beroperasinya kekuasaan membuat sebuah kebijakan. Kurang adil yang
melalui produksi wacana yaitu terjadi pada dimaksud disini yaitu pemerintah hanya melihat
kemunculan kebijakan SIBI yang wajib kepentingan disatu pihak saja tanpa melihat sisi
digunakan tunarungu di institusi pendidikan buruk yang akan ditimbulkan dari peraturan
sebagai media komunikasi. kebijakan yang baru dibuat. (h) Tujuan untuk
Melalui tahapan sosialisasi yang mencerdaskan kaum tunarungu menjadi tidak
diberikan hanya kepada guru, mekanisme terlaksana karena dengan pemakaian SIBI, akan
kekuasaan berjejaring dan beroperasi dalam menghambat tunarungu untuk berwawasan luas.
hubungan kelompok yang lebih dominan, yaitu (i) SIBI merupakan sebuah proyek yang dibuat
guru-guru SLB. Untuk tunarunngu tidak oleh pemerintah bersama hearing untuk
diberikan sosialisasi secara langsung, namun diberlakukan di setiap SLB-SLB yang ada di
pemberiannya melalui pengajaran secara Indonesia. Selain di SLB, SIBI dijalankan lebih
langsung yang dilakukan guru di dalam kelas. pada institusi pendidikan dan instansi-instansi
Tunarungu hanya diberikan wacana dan aturan pemerintahan. Proyek yang dikeluarkan
tentang kewajiban pemakaian SIBI di SLB. pemerintah tersebut merupakan hasil dari
Kekuasaan tumbuh melalui aturan dan wacana produksi wacana yang dibentuk dari argumen
yang digunakan untuk menormalkan tunarungu berupa kalimat dan pengucapan yang memiliki

40
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

tujuan tertentu. Melalui governmentality Munculnya wacana baru dalam masyarakat


kemudian terbentuk kebijakan SIBI yang yang dibuat oleh pemerintah merupakan hasil
keluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk kuasa dari ide atas pengetahuan baru. Namun ketika
pendisiplinan untuk menjadikan mereka patuh adanya sebuah wacana, maka wacana tersebut
dan berguna. pasti akan digerogoti melalui adanya perlawanan
Proyek yang dilakukan pemerintah berupa dari masyarakat yang tertidas (tunarungu)
pemaksaan terhadap mereka untuk memahami penolakan tersebut saat ini banyak dilakukan oleh
SIBI dengan tujuan sebagai pendisiplinan agar tunarungu yang mereka tergabung didalam
mereka dapat menjadi ‘normal’ ketika komunitas maupun yang tidak tergabung dalam
menggunakan isyarat SIBI. karena SIBI tidak komunitas. Hal yang dilakukan oleh tunarungu
jauh beda dengan bahasa lisan yang biasa dipakai yang tidak tergabung dalam komunitas adalah
oleh masyarakat pada umumnya. Isyarat SIBI berupa mereka yang tidak mau lagi memakai
sendiri sulit untuk dipahami dan dipelajari sebab isyarat bahasa SIBI, sedangkan mereka yang
SIBI mempunyai kata imbuhan yang kemudian tergabung dalam komunitas, tunarungu
menyulitkan tunarungu dalam berkomunikasi melakukan berbagai aksi, dimana aksi itulah yang
karena terlalu panjang pemakaian bahasanya. kemudian mereka berharap agar wacana tersebut
Namun berbeda dengan pendapat dari ahli bahasa dicabut oleh pemerintah. Dimana tidak ada
isyarat dan pengawas inklusi Malang, dimana wacana yang didalamnya tidak mengalami
tidak ada kesulitan yang dialami tunarungu dalam adanya bentuk perlawanan dari pihak tertentu.
menjalankan wacana baru dari bahasa isyarat. Sebab didalam sebuah wacana pasti ada
Apalagi kedua informan ini juga masih dalam kelemahan dan ketidakcocokan terhadap wacana
pihak pemerintah, sehingga tidak menutup yang ditimbulkan sehingga perlu adanya
kemungkinan ahli bahasa isyarat dan pengawas pembenahan kembali atas wacana yang ada
inklusi Malang juga mendukung SIBI untuk tersebut (Foucault, 1966: 93).
menjalankan kekuasaan pendisiplinan pada Ketika tunarungu dibungkam, dikurung
mereka. dalam sebuah aturan yang dibuat yang harus
Penolakan yang dilakukan tunarungu dengan dipatuhi, maka ketika tunarungu ini mulai bosan
adanya faktor-faktor diatas, yang saat ini dengan aturan tersebut, maka mereka akan
diakukan yaitu berupa terus memperjuangkan hak melakukan perlawan atas adanya dorongan yang
linguistik mereka yang telah dirampas. kuat dari diri karena adanya tekanan yang
Perampasan hak linguistik tersebut berpengaruh kemudian menjadikan mereka mulai bicara dan
pada banyak faktor, antara lain: SIBI tidak dapat megungkapkan atas ketidaknyamanannya
menambah wawasan tunarungu di SLB karena mengenai aturan yang dibuat pemerintah.
banyak kesulitan yang dialami, pemaksaan pada Adanya perlawanan wacana dari kebijakan
mereka agar dapat menajdi ‘normal’. isyarat bahasa SIBI yang dilakukan tunarungu
Bentuk Penolakan Kebijakan SIBI sendiri terjadi karena adanya beberapa faktor,
Kebijakan bahasa isyarat SIBI di Kota antara lain: (a) Adanya penolakan isyarat bahasa
Malang menunjukkan adanya penolakan SIBI oleh tunarungu karena dalam pembuatan
kebijakan tersebut oleh tunarungu. Penolakan isyarat tersebut mereka (tunarungu) tidak
tersebut terjadi pada tunarungu yang ada di Kota diikutsertakan dalam pembuatannya, mereka
Malang, baik itu tunarungu yang ada di SLB dibungkam, mereka tidak dapat berpendapat.
maupun yang tidak di SLB, tunarungu yang Mereka disini hanya tau kalo SIBI ini hanya
tergabung dalam komunitas maupun tunarungu diwajibkan dipakai tunarungu, dimana mereka
yang tidak tergabung dalam komunitas. Adanya hanya tau secara tiba-tiba tanpa adanya sosialisasi
penolakan yang dimunculkan oleh pihak terlebih dahulu pada mereka. Dimana pada tahun
tunarungu, yaitu berupa bentuk perlawanan atas 1994 mereka hanya tau kalo ada pembakuan
wacana yang dilakukan. Bentuk dari perlawanan isyarat bahasa SIBI yang telah dibakukan oleh
wacana mereka terlihat dari aksi demo maupun Mendikbud. (b) Apabila dilihat dari hasil temuan
penciptaan wacana baru kembali sebagai wujud dilapang, banyak tunarungu yang mengeluh
atas tidak sukanya mereka terhadap kebijakan karena kesulitan pemakaian SIBI karena
SIBI yang dimunculkan oleh pemerintah. bahasanya yang tidak sesuai dengan logika

41
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

berfikir tunarungu serta isyarat bahasa yang pertumbuhan baru mungkin. Itu adalah
cukup sulit dipelajari karena tata bahasanya yang bahwa tindakan berbicara, "berbicara
harus sesuai dengan SPOK serta dalam isyarat kembali", bahwa ada gerakan hanya kata-
bahasa SIBI ini, bahasanya memiliki kata kata kosong, itu adalah ekspresi gerakan
imbuhan seperti: ‘me’, ‘di’, ‘pe’, ‘kan’. kami dari objek ke subjek suara dibebaskan
Sedangkan bahasa lokal yang awalnya dipakai atau mereka yang mulai melawan dengan
tunarungu dan BISINDO ini tidak memerlukan mulai mengeluarkan pendapat mereka”
adanya imbuhan. Bagi tunarungu sendiri, (Foucault dalam Moussa dan Scaff, 1966:
menggunakan isyarat tidaklah harus sesuai 104).
dengan SPOK yang baik dan benar, sebab dalam
Adanya penolakan yang dilakukan oleh
media komunikasi yang digunakan cukup antara
tunarungu tersebut merupakan bentuk dari
penyampai pesan dan penerima pesan tersebut
pertarungan yang terjadi antara pihak
bisa menerima, maka interaksi antara keduanya
Pemerintah dengan pihak tunarungu. Dimana
pun dapat berjalan dengan baik. Mereka tidak
aksi yang dilakukan oleh tunarungu atas
membutuhkan media komunikasi yang sesuai
penolakan tersebut berupa aksi penyebaran
dengan SPOK.
BISINDO agar dikenal masyarakat umum, aksi-
Banyak kekesalan yang diungkapkan
aksi protes atas tidak setujunya kebijakan SIBI,
tunarungu di Kota Malang, mereka merasa semua
dll. Hal tersebut dilakukan agar pemerintah
hak-hak yang harusnya dimiliki dan diperoleh
mengerti kalau tunarungu sendiri tidak ingin hak
tunarungu telah dirampas pihak pemerintah.
linguistiknya pun juga diatur dan mereka
Mereka yang dulunya dibungkam dan tidak
kehilangan hak linguistik mereka.
berani untuk mengungkapkan apa yang
Bentuk penolakan yang dilakukan oleh
diinginkan, saat ini mereka sudah mulai berbicara
tunarungu berupa dari adanya aksi perlawanan
karena melihat mereka sudah sekian lama
wacana atas adanya kebijakan isyarat bahasa
tertindas, dan wacana yang dulunya ada sudah
SIBI. Bentuk dari perlawanan wacana mereka
mulai mereka gerogoti dengan melakukan segala
terlihat dari aksi-aksi yang terus menolak SIBI
bentuk perlawanan sebagai upaya untuk
dan mempromosikan BISINDO sebagai bahasa
pembebasan diri pada mereka. Tujuan dari
isyarat yang diakui oleh tunarungu. Aksi-aksi
mereka berbicara kembali yaitu sebagai upaya
dari perlawanan wacana digelar di CFD Kota
untuk membebaaskan diri dari sekian lama
Malang serta aksi demo yang di lakukan
mereka dibungkam yang semakin lama semakin
tunarungu di Mendikbud Jakarta. Bentuk
meresahkan mereka.
penolakan tersebut muncul mulai sejak tahun
Hal tersebut seperti diungkapkan Foucault:
2005 sampai sekarang dengan awalnya
“Moving from silence into speech is
menggelar kongres dalam proses standarisasi
for the oppressed, the colonized, the
bahasa isyarat BISINDO yang kemudian
exploited, and those who stand and
selanjutnya untuk pembuatan buku pengantar
struggle side by side a gesture of defiance
BISINDO yang digunakan sebagai pedoman dari
that heals, that makes new life and new
penerjemah bahasa isyarat untuk umum.
growth possible. It is that act of speech, of
Sedangkan untuk BISINDO dibentuk tunarungu
"talking back," that is no mere gesture of
sejak tahun 2011 yang digagas tunarungu sendiri
empty words, that is the expression of our
dan GERKATIN, Akar Tuli, dan volunter PSLD
movement from object to subject-the
UB.
liberated voice” (Foucault dalam Moussa
Berbagai upaya telah dilakukan tunarungu
dan Scaff, 1966: 104).
mulai penolakan sampai protes atas kebijakan
“Bergerak dari dibungkam ke dalam pemerintah dari Kemensos dan Mendikbud
demo adalah untuk yang dieksploitasi, mengenai penandatangan MOU tentang
tertindas, terjajah, dan orang-orang yang kesepakatan bersama penggunaan Komtal
berdiri dan sisi perjuangan berdampingan (Komunikasi Total). Salah satu bentuk
sikap penolakan yang menyembuhkan, penolakan yang dilakukan oleh komunitas
yang membuat kehidupan baru dan tunarungu (GERKATIN dan Akar Tuli) yaitu

42
IJDS 2016: Vol.3: No. 1: Page 34 - 43

terus perjuangkan bahasa mereka (BISINDO) 3. Creswell, John W. (2012). Research Design
menjadi bahasa nasional dan terus Pendekatan Kualitatif, Kuatitatif, dan
memperjuangkan hak-hak tunarungu yang Mixed. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
belum terpenuhi, terutama adalah hak linguistik 4. Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
mereka. Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa
Proyek Pengembangan Sistem dan
3. KESIMPULAN Standarisasi Pengelolaan Pendidikan Luar
Biasa.
Penerapan kebijakanSIBI untuk tunarungu, 5. Foucault, Michel. (1997). Disiplin Tubuh:
SIBI diterapkan disemua SLB sesuai Peraturan Bengkel Individu Modern.Penyunting:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor Petrus Sunu Hardiyanta.Yogyakarta : LKiS.
0161/U/1994 tentang pembakuan SIBI untuk 6. Foucault, Michel. (2002). Pengetahuan Dan
tunarungu. Kontruksi penormalisasiannya lebih Metode Karya-Karya Penting Foucault.
pada institusi-institusi pendidikan, yaitu pada Yogyakarta: Jalasutra.
SLB dan PLB. Hal ini karena SLB masih di 7. Foucault,Michel. (2002). Power/Knowledge
bawah naungan pemerintah dan Dina - Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta:
Pendidikan. SIBI yang ditujukan pada tunarungu Bentang Budaya.
adalah wujud governmentality yang dibuat oleh 8. Haryatmoko. 2002. Kekuasaan Melahirkan
pemerintah serta Mendikbud sebagai upaya Anti-Kekuasaan: Menelanjangi
untuk penataan kepada tunarungu untuk menjadi Mekanisme dan Teknik Kekuasaan
patuh dan berguna. Dimana patuh dan berguna Bersama Foucault. Dalam Jurnal Basis
disini dilakukan melalui pendoktrinan dari pihak No. 01-02 Tahun ke-51, Januari-
Februari 2002.
guru bahwa SIBI bagus untuk digunakan
9. Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian
tunarungu layaknya bahasanya orang normal. Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sehingga tunarungu akan bisa menjadi produktif 10. Yin, Robert K. (2009). Studi Kasus Desain
dan memudahkan mereka diterima dalam ranah Dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers.
publik 11. Moussa, M (1996). Counter Dicourse
Respons atau tanggapan tunarungu atas Michel Foucault. Online. Available at
penerapan kebijakan isyarat bahasa SIBI adalah (http://www.jstor.org/stable/1354388?seq=1
tunarungu sebenarnya menolak SIBI, namun #page_scan_tab_contents diakses pada
mereka juga menjalankan SIBI dan memakai tanggal 23 Oktober pukul 16.45).
SIBI sebagai media komunikasi. Hal ini karena 12. Mudhoffir, Abdil Mughis. (2015).Teori
adanya ikatan atura di sekolah yang mewajibkan Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan
tunarungu memakai SIBI sesuai dengan bagi Sosiologi Politik. Online.Available at
Peraturan Mendikbud RI nomor 0161/U/1994 (http://journal.ui.ac.id/index.php/jsm/article/
tentang pembakuan SIBI yang bersifat nasional. viewFile/3734/2973 diakses pada tanggal 13
Perlawanan wacana SIBI dilakukan tunarungu maret 2015 pukul 12.37).
melalui aksi demo maupun mengelar aksi untuk 13. Kementian Pendidikan Dan Kebudayaan.
penuntutan hak-hak tunarungu yang belum (1997). Pembakuan Sistem isyarat bahasa
terpenuhi serta aksi mempromosikan BISINDO indonesia bagi kaum tunarungu tahun 1994.
Online. Anvailable at
agar lebih dikenal masyarakat umum. Sebab
(http://peraturan.bkpm.go.id/jdih/lampiran/K
BISINDO yang diakui oleh tunarungu sebagai
epmendikbud_0161_1994.pdf diakses pada
bahasa yang sesuai logika berfikir mereka. tanggal 14 Mei 2015 pukul 16.00)
14. Solider. (2015). Sistem Isyarat Bahasa
4. DAFTAR PUSTAKA Indonesia Vs Bahasa Isyarat Indonesia.
1. Wasita, Ahmad. (2012). Seluk-Beluk Online.Available at
Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi (http://solider.or.id/2015/03/05/sistem-
Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera. isyarat-bahasa-indonesia-vs-bahasa-isyarat-
2. Sarup, Madam. (2011). Panduan Pengantar indonesia diakses pada tanggal 5 Mei 2015
Untuk Memahami Postrukturalisme dan puku 18.05).
Posmoderisme. Yogyakarta: Jalasutra.

43

Anda mungkin juga menyukai