DanyA.B.Utono
ABSTRAK
Cara pemahaman bahasa pada anak tuna rungu berbeda dengan cara pemahaman pada anak
normal. Perbendaharaan kata dalam bahasa tidak dapat dijelaskan melalui pembelajaran
secara audio karena ketidakmampuan tuna rungu dalam mendengar. Salah satu cara
pembelajaran bahasa pada anak tuna rungu adalah dengan memaksimalkan indra penglihatan
sebagai alat dalam menerima rangsangan informasi bahasa, dan penggunaan bahasa isyarat
sebagai cara melatih komunikasi bahasanya. Rangsangan informasi tersebut berupa visualiasi
kata-kata ke dalam bentuk gambar-gambar sebagai pengganti cara-cara audio pada anak
normal.
ABSTRACT
Way of understanding the language in deaf children different ways of understanding in normal
children. Vocabulary in language learning can not be explained through the audio because of
the inability of the deaf to hear. One way of learning the language of the deaf child is to
maximize the sense of sight as a tool in receiving stimulus language information, and use sign
language as a way to train the language of communication. Stimulus information in the form of
visualization of words into the form of images in lieu of the ways the audio in normal children
KATA KUNCI
Tuna rungu, bahasa isyarat, visual
PENDAHULUAN
Ciri utama anak tuna rungu dalam belajar bahasa adalah dengan membiasakan anak
dalam memahami bentuk makna kata. Makna kata jika pada anak normal dapat kita
beri pengertiannya dengan menjelaskan artian dari kata tersebut secara audio, atau
melalui cara berbicara dan mendengar secara terus menerus hingga anak memahami
secara pasti makna kata tersebut. Namun hal ini akan berbeda caranya jika
diterapkan pada anak tuna rungu yang memiliki gangguan atau hambatan pada indra
pendengaran mereka. Secara alami, anak tuna rungu akan berusaha memaksimalkan
sisa indra pada tubuh mereka yang masih berfungsi secara maksimal untuk dapat
menerima respon dari luar tubuh mereka, salah satu bentuk rangsangan adalah
berupa informasi bahasa yang dapat mereka terima dengan indra penglihatan
mereka.
Tujuan
Makalah ini mencoba mengangkat permasalahan cara-cara anak tuna rungu dalam
memahami bahasa. Bagaimana mengatasi permasalahan anak tuna rungu dalam
menambah perbendaharaan kata yang tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang
umumnya dilakukan pada anak normal. Serta cara-cara penyampaian bahasa ke
dalam bentuk gambar, bagaimana desain gambar yang tepat untuk disampaikan
kepada anak tuna rungu dengan tidak mengurangi makna bahasa yang ingin diartikan
dalam bentuk gambar. Pendekatan desain yang digunakan adalah dengan
menggunakan karakteristik anak dalam mengenali bentukan visual dan dasar-dasar
desain komunikasi visual.
Masalah
Masalah yang diangkat adalah : Bagaimana mengartikan bahasa kata tulisan ke
dalam bentuk bahasa gambar? Lalu bagaimana bentukan visual tepat yang
disesuaikan dengan usia anak tuna rungu?
Pembahasan
Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu untuk dapat menguasai
ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selain sebagai alat utama dalam
berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori mengenai bahasa belum ada
yang baku, banyak pendapat mengenai teori bahasa yang berbeda-beda bergantung
pada latar belakang keilmuan yang dirumuskan oleh para ilmuwan. Menuru ilmu
linguistik, sebagai ibunya bahasa, definisi bahasa adalah a system of communication
by symbols, i.e., through the organs of speech and hearing, among human beings of
certain group or community, using vocal symbols processing arbitrary conventional
meanings.
bahasa
tersebut
diangkat
untuk
disetujui
dan
dipahami
bersama
pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap
kebudayaan atau kelompok manusia yang menggunakannya. Bahasa dapat bersifat
arbitrer atau mana suka, asalkan makna kata tersebut dapat diterima secara
komunitas dan disetujui sebagai bentuk bahasa.
Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan organ
pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk manusia telah
mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana komunikasi menggunakan
alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu yang membentuk makna tertentu.
Penggunaan bahasa tubuh tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat
sebagai bentuk komunikasi kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu tidak mampu
memanfaatkan alat bicara mereka sehingga mereka akan menggunakan alat gerak
tubuh yang lain untuk mengekspresikan maksud mereka, dan penerima akan
menerima simbol-simbol tubuh tersebut sebagai sebuah pesan. Bahasa isyarat
merupakan alat komunikasi utama pada kaum tuna rungu dimana ciri bahasa tersebut
memanfaatkan indra penglihatan dan alat gerak tubuh.
Alwasilah,A.Chaedar.1990.Linguistik.SuatuPengantar.Bandung:Angkasa.Hlm.82.
Keesing,RogerM.1992.AntropologiBudaya.SuatuPerspektifKontemporerEdisiKedua.
Jakarta.Erlangga.Hlm.79.
Kamus SIBI
terjadi pada kaum tuna rungu. Antara komunitas kaum tuna rungu satu dengan kaum
tuna rungu lainnya juga terjadi perbedaan istilah dalam penggunaan bahasa isyarat,
hal ini terjadi karena adanya perbedaan budaya dimana tuna rungu tersebut tinggal.
Proses pemahaman bahasa bagi tuna rungu harus dimulai sejak dini. Peran orang
tua sangat besar pengaruhnya terhadap proses perkembangan bahasa bagi anak
tuna rungu. Menurut Dr.Endang Purbaningrum M.Kes. Masih banyak penyandang
tuna rungu di Indonesia yang tidak diintervensi bahasa oleh orang tua sejak dini,
kebanyakan orang tua tidak memahami kondisi anaknya yang tuna rungu. 4 Minimnya
pengetahuan orang tua terhadap kondisi tuna rungu mengakibatkan tuna rungu
terlambat dalam mendalami bahasa.
Simbol-simbol visual yang akan dijadikan referensi untuk diajarkan pada anak tuna
rungu harus disesuaikan dengan ciri budaya dimana anak tuna rungu tersebut tinggal.
Penggunaan gambar yang akan digunakan untuk menjelaskan makna kata juga harus
disesuaikan dengan karakteristik budaya anak tuna rungu tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi anak tuna rungu dengan hal-hal yang
dilihatnya dan mereka alami di lingkungan tempat tinggalnya.
Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas garis,
bentuk, warna, dan tekstur (Azhar Arsyad, 1997:109-110).
Garis, adalah kumpulan dari titik-titik. Dengan demikian terdapat banyak jenis
garis, diantaranya adalah :
Wawancara Dr.Endang Purbaningrum M.Kes., dosen jurusan pendidikan luar biasa UNESA
menunjukan ekspresi wajah manusia yang digunakan untuk menunjukan sifatsifat manusia.
Tekstur, digunakan untuk menimbulkan kesan kasar dan halus, juga untuk
memberi penekanan seperti halnya warna.
Simbol pesan visual untuk pembelajaran hendaknya memiliki prinsip kesederhanaan,
keterpaduan, dan penekanan (Azhar Arsyad,1997:105-108).
Kesederhanaan, secara umum ia mengacu kepada jumlah elemen yang
terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan
siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau
informasi yang panjang atau rumit harus dibagi-bagi ke dalam beberapa bahan
visual yang mudah dipahami. Demikian pula teks yang menyertai bahan visual
Bentuk pembelajaran bahasa yang digambarkan juga harus disesuaikan dengan level
usia anak dalam menangkap makna sebuah gambar. Level pembelajaran ini sama
halnya dengan level pembelajaran bahasa pada anak normal dimana tahapantahapannya terjadi secara berurutan. Sehingga jika diperlihatkan dalam diagram level
usia tersebut dapat digambarkan seperti berikut.
Level ini digunakan untuk membentuk pola bahasa pada anak tuna rungu. Level usia
tersebut adalah :
Untuk anak tuna rungu usia 0-6 tahun dapat dikenalkan terlebih dahulu
terhadap bentukan huruf dan angka sebelum beranjak kepada pengenalan
kata-kata. Bahasa isyarat huruf dan angka dapat dikenalkan pada tahap usia
ini.
Menginjak usia 10-12 tahun, anak tuna rungu sudah dianggap mampu untuk
memahami bentukan gambar bercerita dengan penjelasan kata dalam bentuk kalimat
sederhana. Pola kalimatnya mengikuti struktur pola kalimat dalam bahasa Indonesia.
Yakni dengan struktur Subjek-Predikat-Objek-Keterangan (SPOK).
Pada usia 12 16 tahun, memasuki masa remaja, anak tuna rungu sudah mampu
untuk memahami kalimat dalam sebuah paragraf bercerita. Penggunaan gambar
penjelas sudah semakin minim karena perbendaharaan kata sudah dianggap cukup.
Dan anak tuna rungu sudah mulai belajar berbahasa melalui pengalaman langsung
dengan dunia sekitarnya.
Usia 16 tahun ke atas perkembangan bahasa sudah cukup pesat dan hanya perlu
penambahan istilah-istilah kiasan dalam bahasa Indonesia yang dapat mereka peroleh
denga berinteraksi dengan orang-orang normal. Kecakapan berbahasa akan
bertambah seiring denga seringnya aktivitas komunikasi.
Hal-hal yang menjadi batasan pada pembelajaran bahasa pada anak tuna rungu
dimana ada kata-kata yang tidak dapat dijelaskan dengan gambar adalah berasal dari
karakteristik bahasa Indonesia yang unik, sehingga ada beberapa syarat untuk
beberapa jenis kata yakni :
1.
Untuk
kata-kata
awalan,sisipan
dalam
dan
bahasa
akhiran.
Indonesia
Agar
tidak
yang
terjadi
memiliki
imbuhan
pemaknaan
yang
benda yang kita gambarkan, sehingga akan terlihat perbedaan sifat tekstur
dari benda-benda yang digambarkan tersebut.
c. Kata waktu atau keterangan waktu (seperti kata malam, siang, pagi).
Jenis kata ini jika tidak dapat menunjukan wujud waktu (seperti
menggambarkan sebuah jam) dapat kita gambarkan dengan teknik
pewarnaan dari ciri-ciri warna langit pada waktu/hari tertentu. Atau dengan
menambahkan benda-benda di langit.
Daftar rujukan
Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa. Hlm.
82.
Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer Edisi
Kedua. Jakarta. Erlangga. Hlm. 79.
Kamus SIBI