Anda di halaman 1dari 8

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198

Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU USIA 12-15


TAHUN DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI

Deasy Wahyu Hidayati

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Jakarta
hidayatideasy@gmail.com

Naskah masuk: 24-10-20, direvisi: 30-01-20, diterima: 21-02-20, dipublikasi: 30-04-20

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa (bidang
fonologi, sintaksis, semantik) pada anak tunarungu usia 12-15 tahun di panti sosial bina rungu
wicara melati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan
pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti merekam ujaran maupun tingkah laku anak
saat berujar, baik secara visual maupun auditori kemudian data tersebut ditranskripsikan dan
diamati bentuk visualnya. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati
yang berada di Jalan Gebang Sari No. 38 Bambu Apus Jakarta Timur dengan waktu yang
digunakan oleh peneliti adalah 4 x 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian, maka pemerolehan
bahasa anak tunarungu usia 12-13 tahun di panti sosial bina rungu wicara adalah bidang
fonologi, anak tunarungu usia 12-13 tahunlebih sering mengabaikan huruf konsonan karena
artikulasi berada di dalam rongga mulut sehingga sulit untuk dipelajari oleh anak tunarungu
sedangkan vokal lebih mudah untuk ditiru karena vokal mengandalkan gerak bibir yang mudah
untuk dilihat. Pada bidang sintaksis bahwa anak-anak tunarungu usia 12-13 tahun telah
mengenal subjek, predikat, objek, dan keterangan. Saat proses menyusun kalimat-kalimat
tersebut, mereka memang membutuhkan waktu yang cukup lama namun dari hasil yang
dilihat, mereka sudah tampak bahwa mereka telah memahami susunan kalimat yang benar.
Sedangkan bidang semantik, anak tunarungu usia 12-13 tahun dalam tingkat pemahaman
sebuah makna dari nama-nama organ tubuh, mereka belum sepenuhnya memahami. Butuh
pembelajaran lagi dalam hal tersebut.
Kata kunci: Pemerolehan Bahasa, Anak Tunarungu

Abstract: This study aims to find out how language acquisition (phonology, syntax,
semantics) in deaf children aged 12-15 years in social institutions of deaf speech and jasmine.
The method used in this research is the observation method with a qualitative approach. In
this study, researchers recorded the speech and behavior of children when speaking, both
visually and auditory then the data is transcribed and observed in its visual form. This research
was conducted at the Social Institution of the Deaf Wati Melati in Jalan Gebang Sari No. 38
Bambu Apus East Jakarta with the time used by researchers is 4 x 30 minutes. Based on the
results of the study, the acquisition of language of deaf children aged 12-13 years in social
institutions for deaf speech is phonology, deaf children aged 12-13 years more often ignore
consonantal letters because articulation is in the oral cavity so it is difficult to learn by deaf
children while vowels are easier to imitate because vowels rely on lip movements that are easy
to see. In the field of syntax that children with hearing impairment aged 12-13 years are familiar
with the subject, predicate, object, and description. When the process of composing these
sentences, they do require a long time but from the results seen, they already seem that they
have understood the correct sentence structure. Whereas in the semantic field, deaf children
aged 12-13 years in the level of understanding of the meaning of the names of organs, they
do not fully understand. Need more learning in this regard.
Keywords: Language Acquisition, Deaf Children

59
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

PENDAHULUAN
Pemerolehan bahasa merupakan Berdasarkan observasi awal, anak
proses seorang anak dalam penguasaan tunarungu juga mendapat kesulitan dalam
bahasa. Hal ini dikemukakan pula oleh bermasyarakat. Hal ini karena tingkah laku
Dardjowidjojo (2014: 225) bahwa masyarakat yang cenderung menganggap
pemerolehan dipakai untuk padanan istilah mereka orang yang sulit diajak
Inggris acquisition yakni proses penguasaan berkomunikasi sehingga untuk berhubungan
bahasa yang dilakukan oleh anak secara dengan mereka memerlukan waktu dan
natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya kesabaran yang lebih banyak daripada
(native language). Pemerolehan bahasa berhubungan dengan orang normal.
merupakan salah satu hal yang menarik Berdasarkan hal ini, peneliti ingin
untuk dikaji karena menyangkut berbagai mengetahui proses pemerolehan bahasa
aspek perkembangan anak seperti pada anak tunarungu. Oleh karena itu, peneliti
bidang psikolinguistik. merasa tertarik untuk melakukan penelitian
Pemerolehan bahasa yang baik mengenai “Pemerolehan Bahasa Anak
didukung oleh dua indra yaitu pendengaran Tunarungu Usia 12-15 Tahun di Panti Sosial
dan penglihatan. Apabila salah satu tidak Bina Rungu Wicara (PSBRW) Melati”.
dapat berfungsi dengan baik maka bahasa
tidak dapat berjalan dengan lancar. KAJIAN TEORI
Pada konkritnya, anak-anak normal Pengertian Pemerolehan Bahasa
mendapatkan stimulus dari dua panca indra, Bahasa merupakan alat komunikasi
yaitu penglihatan dan pendengaran. Bagi yang digunakan oleh manusia untuk
anak-anak tunarungu masalahnya menjadi berinteraksi dengan sesamanya. Melalui
lebih kompleks karena sarana utama bahasa, manusia bisa berbagi ilmu
menerima bahasa secara normal dan mudah pengetahuan, berbagi ide, memberikan
yang mereka miliki terganggu. informasi dan lain-lain. Dengan kata lain,
Anak tunarungu dalam manusia akan mampu menguasai atau
perkembangannya mendapatkan hambatan- memperoleh bahasa selama dia hidup,
hambatan yang mempengaruhi pribadi dan tumbuh dan berkembang dalam suatu
penyesuaian diri terutama efek dari keadaan masyarakat dimanapun dia berada yang
kurang mendengar. Adapun Amin (1991: 10) selalu menggunakan bahasa. Seperti yang
mengemukakan bahwa anak tunarungu dikemukakan oleh Brown (2008: 6) bahwa
adalah mereka yang mengalami kekurangan bahasa itu dipakai untuk berkomunikasi yang
atau kehilangan kemampuan mendengar beroperasi dalam sebuah komunitas atau
yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak budaya wicara yang pada dasarnya bahasa
berfungsinya sebagian atau seluruh organ itu untuk manusia walaupun bisa jadi tak
pendengaran yang mengakibatkan hanya manusia. Namun tentulah ada proses
hambatan dalam perkembanganya sehingga yang dilalui oleh manusia dalam
memerlukan bimbingan pendidikan khusus. memperoleh bahasa tersebut.
Kurangnya pendengaran mempengaruhi Proses pemerolehan bahasa
pula proses berbahasa. Dalam memperoleh terdapat beberapa perbedaan pendapat
bahasa baik fonologi, sintaksis, maupun dikalangan ahli bahasa. Ada yang
semantik mereka mempunyai karakteristik berpendapat bahwa proses pemerolehan
tersendiri dibanding anak yang mempunyai bahasa itu bersifat Nurture dan ada yang
pendengaran normal. berpendapat bahwa pemerolehan bahasa

60
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

tersebut bersifat Nature. Para pendukung sedangkan manusia hanya bisa menangis
pemerolehan bahasa bersifat nurture pada dan menggerak-gerakkan badannya. Pada
umumnya adalah para ahli bahasa yng usia 6 minggu, anak mulai mengeluarkan
berasal dari aliran Behaviorisme sedangkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi
para pendukung pemerolehan bahasa berifat konsonan atau vokal.
nature umumnya adalah para ahli yang Proses mengeluarkan bunyi-bunyi
menganut aliran navitisme. Oleh karena itu seperti ini dinamakan cooing, yang telah
pembahasan mengenai proses pemerolehan diterjemahkan menjadi dekutan
bahasa ini berkaitan dengan kedua aliran (Dardjowidjojo, 2014: 244). Anak
behaviorisme dan nativisme. mendekutkan bermacam-macam bunyi yang
Dardjowidjojo (2014: 234) belum jelas identitasnya.
menambahkan bahwa pemerolehan bahasa Pada sekitar usia 6 bulan, anak mulai
yang bersifat nurture itu adalah pemerolehan mencampur konsonan dengan vokal
bahasa yang ditentukan oleh alam sehingga membentuk apa yang dalam
lingkungan. Pendapat ini sejalan dengan bahasa Inggris dinamakan babbling, yang
aliran behaviorisme yang meyakini bahwa telah diterjemahkan menjadi celotehan.
setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini Celotehan dimulai dengan konsonan yang
disertai dengan tabula rasa yaitu semacam keluar pertama adalah konsonan bilabial
piring kosong tanpa suatu apapun, kemudian hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah
sejalan dengan pertumbuhan dan /a/ dengan demikian strukturnya adalah CV
perkembangan yang dilaluinya dalam (Consonant Vocal) dan ini diulang sehingga
lingkungannya, maka piring tersebut akan muncullah struktur kata.
terisi dengan sendirinya, termasuk bahasa. Ketika berumur satu tahun, mereka
Bahasa tersebut akan tumbuh dan berusaha menirukan kata-kata dan
berkembang sejalan dengan pertumbuhan mengucapkan suara-suara yang mereka
dan perkembangan anak tadi. dengar di sekitar mereka, dan kira-kira pada
Proses Pemerolehan Bahasa saat itulah mereka mengucapkan “kata-kata”
Pemerolehan Bahasa dalam Bidang pertama mereka. Pada usia 18 bulan, kata-
Fonologi kata itu berlipat ganda dan mulai muncul
Secara etimologi kata fonologi dalam “kalimat” dua atau tiga kata, umumnya
berasal dari gabungan ‘fon’ yang berarti disebut ujaran-ujaran “telegrafis (bergaya
‘bunyi’ dan ‘logi’ yang berarti ‘ilmu’. Jadi telegram)”.
dapat dikatakan, fonologi adalah ilmu Makin banyak kata yang diucapkan
sebagai bagian dari kajian linguistik yang setiap hari maka semakin banyak kombinasi
mempelajari, membahas, membicarakan kalimat yang dituturkan. Usia 2 tahun, anak-
dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang anak memahami bahasa yang lebih canggih
diproduksi oleh alat ucap manusia (Chaer, dan kecakapan bertutur merekapun
2009: 1). mengembangkan.bahkan dapat membentuk
Dihubungkan pada pemerolehan pertanyaan dan pernyataan.
bahasa, saat dilahirkan, anak hanya Pemerolehan Bahasa dalam Bidang
memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya, Sintaksis
berbeda dengan binatang yang sudah Dalam bidang sintaksis Chaer (2009:
memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan 3) mengungkapkan bahwa sintaksis
inilah maka binatang sudah dapat membicarakan penataan dan pengaturan
melakukan banyak hal setelah lahir, kata-kata ke dalam satuan-satuan yang lebih

61
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis mengelompokkan kata-kata yang


yakni kata, frase, klausa, kalimat dan berkaitan ke dalam satu medan
wacana. Pada aspek ini anak memulai semantik. Kalau pada mulanya kata
berbahasa dengan mengucapkan satu anjing berlaku untuk semua binatang
bagian kata yang sebenarnya adalah kalimat berkaki 4, namun setelah mereka
penuh tetapi karena dia belum dapat mengenal kambing, harimau, maka
mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh anjing berlaku untuk anjing saja.
kalimat itu atau dikenal dengan Ujaran Satu d. Tahap generalisasi
Kata USK (one word utterance). Tahap ini setelah anak-anak berusia 5
Sekitar umur 2 tahun, anak mulai tahun. Mereka telah mulai mampu
mengeluarkan Ujaran Dua Kata UDK (two mengenal benda-benda yang sama dari
word utterance). Anak mulai dengan dua sudut persepsi, bahwa benda-benda. Itu
kata yang diselingi jeda sehingga seolah- mempunyai fitur-fitur semantik yang
olah dua kata itu terpisah. Ciri lain UDK sama. Jadi ketika berusia 5 – 6 tahun.
adalah kedua kata ini merupakan kata-kata Mereka telah mampu mengenal yang
dari kategori utama, verba, ajektiva, atau dimaksud dengan hewan.
bahkan adverbial. Belum ada kata fungsi Anak Tunarungu
seperti ; di, yang, dan, dsb. UDK juga sering Pengertian Tunarungu
disebut ujaran telegrafik (telegraphic Tunarungu adalah seseorang yang
speech). mengalami kekurangan atau kehilangan
Pemerolehan Bahasa dalam Bidang kemampuan mendengar baik sebagian atau
Semantik seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
Menurut beberapa ahli, berfungsinya sebagian atau seluruh alat
perkembangan kanak-kanak kata itu satu pendengaran, sehingga ia tidak dapat
demi satu sampai semua fitur semantik menggunakan alat pendengaranya dalam
dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang kehidupan sehari-hari yang membawa
dewasa. Akhirnya Clark dalam Dardjowidjojo dampak terhadap kehidupannya secara
(2014: 245) secara umum menyimpulkan kompleks. Kerusakan yang terjadi pada
perkembangan pemerolehan semantik ini ke pendengaran dapat berupa terjadinya
dalam 4 tahap sebagai berikut : benturan di kepala yang mengakibatkan
a. Tahap penyempitan makna kata. rusaknya pendengaran, kerusakan saraf,
Tahap ini berlangsung antara usia 1-1,5 cederanya gendang telinga, dan infeksi
tahun. Anak menganngap satu benda telinga.
yang disebut “gukguk” hanyalah anjing Menurut Donald F. Morees dalam
yang dipelihara di rumah saja. Murni Winarsih (2007: 1) mendefinisikan
b. Tahap generalisasi berlebihan tunarungu sebagai berikut:
Tahap ini antara usia 1,6 – 2,5 tahun, Hearing impairment a generic term
anak-anak akan mulai indicating a hearing disability that
menggeneralisasikan makna suatu kata may range in severty from mild to
secara berlebihan. Jadi yang dimaksud profound it concludes hearing
gukguk adalah semua binatang berkaki disability preclude succesfull
empat. processing of linguistic information
c. Tahap medan semantik. through audition, with or without a
Tahap ini antara usia 2,6 -5,0 tahun. hearing aid. A hard of hearing is one
Pada tahap ini anak mulai who generally with use of hearing

62
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

aid, hs residual hearing sufficient to d. Kebutuhan dalam program


enable succesfull processing og pendidikan antara lain belajar
linguistic information through membaca, penggunaan alat
audition. bantu dengar, latihan bicara,
Dapat disimpulkan bahwa tunarungu latihan artikulasi dan perhatian
adalah suatu istilah yang digunakan untuk dalam perkembangan
seseorang yang memiliki kesulitan atau perbendaharaan kata.
kehilangan dalam pendengaran yang 3. Moderat loses, yaitu kehilangan
disebabkan oleh tidak berfungsinya lagi kemampuan mendengar 40-60 dB
sebagian atau seluruh alat pendengarannya. yang memiliki ciri-ciri sebagai
Klasifikasi Tunarungu berikut :
Klasifikasi tunarungu memiliki a. Mereka mengerti percakapan
pandangan yang berbeda di setiap para ahli, keras pada jarak satu meter.
seperti Streng dalam Somad dan Hernawati b. Perbendaharaan kata terbatas
sebagai berikut: 4. Severa loses, yaitu kehilangan
1. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB.
kemampuan mendengar 20-30 dB Memiliki ciri-ciri :
yang memiliki ciri- ciri : a. Mereka masih biasa mendengar
a. Sukar mendengar percakapan suara keras dari jarak yang dekat
yang lemah. misalnya klakson mobil dan
b. Menuntut sedikit perhatian lolongan anjing.
khusus dari sistem sekolah b. Mereka diajar dalam suatu kelas
tentang kesulitannya. khusus untuk anak-anak
c. Perlu latihan membaca ujaran tunarungu.
dan perlu diperhatikan c. Diperlukan latihan membaca
perkembangan penguasaan ujaran dan pelajaran yang dapat
perbendaharaan kata. mengembangkan bahasa dan
2. Marginal Loses, yaitu kehilangan bicara dari guru kelas khusus.
kemampuan mendengar 30-40 dB 5. Profound loses, yaitu kehilangan
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut kemampuan mendengar 75 dB
: keatas. Memiliki ciri : Mendengar
a. Mengerti percakapan biasa pada suara yang keras pada jarak 1 inci
jarak satu meter. (2,24 cm) atau sama sekali tidak
b. Mereka sulit menangkap mendengar walaupun menggunakan
percakapan dengan alat bantu dengar (Somad dan
pendengaran pada jarak normal Hernawati, 1969: 20-33)
dan kadang-kadang mereka Berbeda pula dengan Putranto
mendapat kesulitan dan (2015: 227-228) yakni dilihat dari tingkat
menangkap percakapan kerusakan maka tunarungu dapat dibedakan
kelompok. menjadi lima kelompok, yaitu sangat ringan
c. Mereka akan sedikit mengalami (27-40 desibel), ringan (41-55 desibel),
kelainan bicara dan sedang (56-70 desibel), berat (71-90
perbendaharaan kata yang desibel), dan sangat berat (91 atau lebih
terbatas. tinggi).

63
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

METODE RM atau akrab dipanggil RM, lahir di


Metode yang digunakan dalam Canti, Lampung Selatan pada tanggal 24
penelitian ini adalah metode observasi agustus 1999. RM lahir dari ayah yang
dengan pendekatan kualitatif. Sesuai yang bernama Tabrani dan ibu bernama Maria
dikatakan oleh Dardjowidjojo (2014: 228), Rantawati. Ia adalah anak pertama dari dua
metode obsevasi yakni data diperoleh bersaudara. RM mengalami tunarungu sejak
dengan merekam ujaran maupun tingkah lahir. Berdasarkan hasil dari uji lab yang telah
laku anak saat berujar, baik secara visual dilakukan pihak PSBRW Melati bahwa RM
maupun auditori kemudian data tersebut mengalami tunarungu sejak kecil dan dapat
ditranskripsikan dan diamati bentuk diklasifikasikan dalam kelompok berat yakni
visualnya akhirnya diolah untuk ditemukan 78,75 db. Ia sudah belajar di PSBRW sejak 1
kesimpulan-kesimpulannya. tahun dan saat ini RM sudah mampu
Seperti dokumentasi dapat berupa berbahasa dan berinteraksi sosial dengan
hasil kerja/tugas anak, catatan pribadi anak baik. RM merupakan salah seorang anak
tunarungu, selanjutnya wawancara kepada tunarungu yang pandai dan cerdas, ia
pihak yayasan yang menjadi orangtua asuh pernah menjuarai lomba komputer dengan
anak-anak tunarungu selama di yayasan peserta seluruh anak tunarungu se-
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati. Jabodetabek.
NWA atau akrab dipanggil NWA, lahir
HASIL DAN PEMBAHASAN di Bekasi pada tanggal 21 Agustus 2001.
Pada penelitian ini, peneliti meneliti NWA lahir dari ayah yang bernama I Wayan
pemerolehan bahasa anak tunarungu usia Wijaya dan ibu bernama Suci Rahayu. NWA
12-15 tahun di panti sosial tuna rungu wicara merupakan anak pertama dari dua
(PSBRW) Melati yang terletak di jalan bersaudara. Sama halnya dengan RM, NWA
gebang sari nomor 38 bambu apus Jakarta mengalami tunarungu sejak lahir. Belum
Timur. Jumlah seluruh anak tunarungu yang adanya tes yang dilakukan oleh pihak
berada di PSBRW Melati ada 75 anak, terdiri PSBRW dikarenakan NWA baru mendaftar
dari usia 10-15 tahun berjumlah 2 orang, usia di PSBRW sekitar 2-3 bulan. Namun, orang
16-20 tahun berjumlah 34 orang, usia 21-25 tua asuh NWA di PSBRW yang bernama
tahun berjumlah 28 orang, dan usia diatas 26 Sherly, bisa mengklasifikasikan NWA
tahun berjumlah 11 orang. termasuk anak tunarungu dalam kelompok
PSBRW Melati hanya mendidik anak- ringan. Orang tua asuh melihat dari
anak tunarungu selama 2-3 tahun, setelah keseharian serta interaksi yang dilakukan
anak-anak sudah menjalani pendidikan atau oleh NWA bersama kerabat-kerabatnya.
pembelajaran di PSBRW maka mereka akan Dari hasil observasi yang telah
dipulangkan kepada orang tuanya. Banyak dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan dari
keterampilan yang dimiliki PSBRW Melati, tiga aspek pemerolehan bahasa yakni
seperti keterampilan menjahit, gerabah, tata fonologi, sintaksis dan semantik bahwa
boga, salon, komputer, kerajinan tangan, dilihat dari :
serta ekonomi produktif (burung sangkar). a. Bidang Fonologi
Peneliti hanya meneliti pemerolehan Sebelum RM dan NWA
bahasa anak tunarungu di usia 12-15 tahun mengucapkan kata demi kata, peneliti
yang terdiri dari 2 anak, yakni berinisial RM melatih mereka untuk mengucapkan
berusia 15 tahun dan NWA berusia 13 tahun. bunyi konsonan dan vokal satu per satu.
Kemudian mengkombinasikan beberapa

64
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

bunyi menjadi satu kata seperti kata 7. Bimo bermain bola di


/biru/. Dapat disimpulkan bahwa lapangan
kemampuan RM dan NWA dalam Berdasarkan tes ini dapat
menghasilkan kata-kata sudah mulai disimpulkan bahwa RM dan NWA telah
sempurna. Namun dapat diketahui mengenal subjek, predikat, objek, dan
bahwa anak tunarungu mampu keterangan. Saat proses menyusun
mengucapkan huruf vokal dengan baik kalimat-kalimat tersebut, mereka
dibandingkan huruf konsonan seperti memang membutuhkan waktu yang
mengucapkan kata; cukup lama namun dari hasil yang dilihat,
/marah/ → /ma la/ mereka sudah tampak bahwa mereka
/pulau/ → /u lau/ telah memahami susunan kalimat yang
/kakek/ → /ta te/ benar.
/kue/ → /u e/ c. Bidang Semantik
Peneliti menyadari bahwa cara Tingkat pemahaman anak-anak
belajar anak tunarungu melalui tunarungu terhadap pembicaraan
keterwajahan, mereka melihat bibir pengajar mengenai situasi
teman berbahasanya. Oleh karena itu disekelilingnya cukup baik, hal ini
konsonan lebih sering diabaikan karena dikatakan oleh orang tua asuhnya yaitu
artikulasi berada di dalam rongga mulut Ibu Sherly. Adakalanya mereka sulit
sehingga sulit untuk dilihat atau dipelajari untuk memahami apa yang diucapkan
oleh anak tunarungu sedangkan vokal oleh pengajar, maka mereka
lebih mudah untuk ditiru karena vokal membutuhkan alat bantu berupa visual
mengandalkan gerak bibir yang mudah untuk membantu mereka dalam
untuk dilihat. Adapun bunyi-bunyi memahami yang dimaksudkan. Namun
konsonan yang sulit untuk mereka dapat dikatakan bahwa anak tunarungu
ucapkan adalah /k/, /q/, /w/, /h/, /z/, /y/, memiliki daya tangkap yang normal dan
/x/, /s/, /r/. mampu memberikan tanggapan yang
b. Bidang Sintaksis baik apabila diajak berkomunikasi.
Pada aspek ini, peneliti membuat tes Pada aspek ini peneliti
yang mudah dilaksanakan. Peneliti mempersiapkan sebuah gambar
membuat potongan-potongan kertas (Jerapah) yang memiliki leher panjang
yang didalamnya terdapat penggalan dan memiliki empat kaki. Maka peneliti
kata-kata. Anak-anak diharapkan dapat siap mengajukan pertanyaan yang
menyusun kalimat dengan kemampuan fungsinya untuk menimbulkan jawaban
yang telah mereka miliki. dari RM dan NWA. Contoh:
Kalimat yang telah dihasilkan oleh Apakah hewan ini jerapah?
RM dan NWA dengan keterangan bahwa Apakah hewan ini memiliki leher?
poin 1 - 2 memilih satu kata yang tepat Apakah hewan ini berkaki empat?
dan poin 3-7 menyusun kalimat: Untuk mengetahui apakah mereka
1. Motor baru mampu memahami apa yang telah
2. Rumah besar dikatakan pengajar maka mereka
3. Kakak membaca novel dilihatkan gambar jerapah dan mereka
4. Nenek membawa kue merespon dengan jawaban RM dan
5. Ibu memasak nasi NWA, yaitu : jerapah, panjang, empat
6. Ayah mencuci mobil baru

65
El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

Peneliti mengharapkan respon yang pemerolehan bahasa anak tunarungu usia


lebih besar lagi dengan memberikan 12-15 tahun di PSBRW Melati meliputi
pertanyaan kepada mereka, seperti; bidang fonologi, sintaksis dan semantik yaitu
Peneliti : “Jerapah berkaki empat. 1) Mereka tidak dapat berucap dengan jelas
Apakah manusia berkaki yakni banyak bunyi konsonan yang
empat?” diabaikan, 2) Ketika mereka menulis nama
RM dan NWA : “Manusia kaki empat lengkap, secara tulisan mereka sudah jelas,
(menunjuk kaki kiri, kaki 3) Mereka juga mampu untuk berhitung,
kanan, tangan kiri, dan tangan membaca dan menyusun kalimat
kanannya)” berdasarkan runtutan kalimat yang utuh, dan
Dapat peneliti simpulkan bahwa 4) Kemampuan mereka dalam memahami
dalam tingkat pemahaman sebuah makna makna kata, masih terdapat kelemahan.
dari nama-nama organ tubuh, mereka belum Diperoleh pula berbagai penemuan
sepenuhnya memahami. yang peneliti temui bahwa anak-anak
tunarungu memiliki emosi yang tidak stabil
PENUTUP meskipun usia mereka sudah berkepala tiga.
Berdasarkan uraian yang telah Merasa tidak percaya diri membuat mereka
dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, merasa malu untuk bertemu dengan teman-
peneliti dapat memberikan simpulan dari temannya namun hal ini tidak akan berjalan
hasil penelitian yang berjudul “Pemerolehan selamanya apabila mereka diberikan
Bahasa Anak Tunarungu Usia 12-15 Tahun kepercayaan oleh orang tua kandungnya
di Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) untuk berinteraksi secara normal. Dalam hal
Melati” ini, peran orangtualah yang sangat penting
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dalam pemerolehan bahasa anak tunarungu.
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

REFERENSI
Amin, Mohamad. 1991. Ortopedik Umum. Murni, Winarsih. 2007. Pendidikan Bahasa
Jakarta: Rineka Cipta. bagi Anak Gangguan Pendengaran
Brown, H Douglas Brown. 2008. Prinsip dalam Keluarga. Jakarta : Direktorat
Pembelajaran dan Pengajaran Jendral Pendidikan Nasional.
Bahasa: Edisi Kelima. Jakarta: Putranto, Bambang. 2015. Menangani
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Siswa yang Membutuhan Perhatian
Jakarta. Khusus. Yogyakarta: DIVA Press.
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Sardjono. 1997. Orthopaedagogiek
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Tunarungu I; Seri Pendidikan bagi
__________. 2009. Sintaksis Bahasa Anak Tuna Rungu. Solo: UNS
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Press.
__________. 2009. Pengantar Semantik Somad dan Hernawati. 1996.
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Ortopedagogik Anak Tuna Rungu.
Cipta. Jakarta: Depdikbud.
Dardjowodjojo, Soenjono. 2014.
Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan
Buku Obor Indonesia.

66

Anda mungkin juga menyukai