Anda di halaman 1dari 9

PEMBAKUAN BAHASA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik

Disusun Oleh :

Hanifatussakdiah
NIM : 03010422011

Hikmatun Natasya
NIM : 03010422012

Nur Lailatul Fitriyah


NIM : 03020422053

Tasha Faradilla R.
NIM : 03040422111

Dosen Pengampu :
Lutfiyah Alindah, M.Hum, M.A.
NIP : 198607202020122010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Pembakuan Bahasa


Pembakuan bahasa adalah proses pemilihan ragam bahasa untuk dijadikan
bahasa baku (resmi) suatu negara, serta upaya pemajuan dan pengembangan
bahasa-bahasa tersebut yang dilakukan secara terus menerus. Pembakuan bahasa
tidak dimaksudkan untuk menghilangkan variasi bahasa yang tidak baku. Variasi
bahasa yang tidak baku masih ada dan berkembang sesuai fungsinya. Pada
dasarnya pembakuan bahasa adalah proses pemilihan suatu bahasa untuk menjadi
bahasa resmi sebagai acuan (standar) penggunaan bahasa yang baik dan benar
dengan upaya dan terus berkembang (selama bahasa tersebut tetap digunakan).

Kelebihan standardisasi bahasa adalah membebaskan bahasa dari campur


tangan/pengaruh bahasa daerah. Strategi peningkatan standardisasi bahasa
Indonesia harus dilandasi dengan memiliki pendidik yang konsisten menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan akurat. Oleh karena itu, bagi orang yang belum
pernah menggunakan dan menerapkan bahasa Indonesia baku, tetap dapat
menerapkannya dalam pembelajaran. Karena strategi mudah yang dapat
dibiasakan oleh mahasiswa adalah dengan berlatih presentasi di konferensi atau
forum kecil kegiatan. Pembakuan bahasa juga dapat menumbuhkan rasa positif
terhadap penggunaan ucapan atau kalimat yang benar saat melakukan suatu
kegiatan.1

1.2 Pembakuan Bahasa dan Diglosia


Menurut Ferguson (Sumarsono, 2014:36), diglosia adalah sejenis
pembakuan bahasa yang khusus yaitu dua ragam bahasa berada berdampingan di
dalam keseluruhan masyarakat bahasa, dan masing-masing ragam bahasa itu
diberi fungsi sosial tertentu. Diglosia berkenaan dengan pemakaian ragam bahasa
rendah dan ragam bahasa tinggi dalam satu kelompok masyarakat. Diglosia
ditegaskan pada fungsi masing-masing ragam bahasa. Ragam bahasa tinggi
1
Mira Erlinawati and Tiyan Ganang Wicaksono, ‘Strategi Dalam Meningkatkan Pembakuan
Bahasa Indonesia Bagi Mahasiswa Teknik Informatika Di Universitas Widya Darma Klaten’,
Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Dan Pengajaran (KIBASP), 4.1 (2020), 92–100
<https://doi.org/10.31539/kibasp.v4i1.1684>.

2
khusus digunakan untuk situasisituasi formal. Ragam dalam situasi formal
berbentuk bahasa formal.2

Ragam bahasa formal adalah ragam bahasa yang digunakan dalam


lingkungan resmi, formal, dan kedinasan. Lingkungan kedinasan contohnya
adalah lembaga-lembaga pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan-
perusahaan, upacara kenegaraan, dan sebagainya. Ragam bahasa rendah
digunakan dalam situasi nonformal. Ragam bahasa nonformal digunakan dalam
situasi yang tidak resmi, dalam situasi yang santai, sehingga menimbulkan
keakraban antara para pemakai bahasa (komunikator dan komunikan). Hal yang
paling penting dalam komunikasi nonformal adalah komunikatif, saling
memahami, dan tidak terjadi kesalahan komunikasi. Ragam bahasa nonformal
lisan biasa dipakai untuk percakapan sehari-hari dalam keluarga, dengan teman,
dan untuk ragam nonformal tulis dipakai untuk menulis surat kepada kerabat,
kepada teman, kepada pacar, dan catatan harian.

1.3 Kriteria Pembakuan Bahasa


1. Memiliki ucapan baku (pada bahasa lisan: yaitu ucapan yang tidak
terpengaruh oleh ucapan bahasa daerah dan dialek yang ada).

2. Memakai ejaan resmi, yaitu ejaan yang disempurnakan (sebagai


pedoman umum).

3. Memakai peristilahan resmi, yaitu pedoman umum untuk pembentukan


istilah.

4. Menghindari unsur-unsur yang dipengaruhi oleh bahasa daerah.

5. Menggunakan kombinasi susunan, menggunakan awalan me dan ber-


(bila ada) secara teratur.

6. Menggunakan partikel lah, kah, dan pun (bila ada) secara teratur.

7. Menggunakan urutan kata yang tepat berdasarkan pola frase verbal


(aspek- perilaku-tindakan).

2
J. Yuliana Moon and Algonsa Selviani, ‘Diglosia Pada Mahasiswa Bahasa Dan Sastra Indonesia
STKIP Santu Paulus Ruteng’, Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, Dan
Budaya, 2.2 (2019), 82 <https://jurnal.unikastpaulus.ac.id/index.php/jpro/article/view/568>.

3
8. Menggunakan kata depan di dan ke secara terpisah dari kata yang
diikutinya.

9. Menggunakan kata ganti orang yang berpasangan secara tepat.

10. Menghindari tanda-tanda bahasa.3

Seseorang dianggap menggunakan ragam baku lisan jika mereka dapat


mengurangi atau menghilangkan ragam daerah dari ucapan mereka. Ini berarti
bahwa orang lain tidak dapat mengidentifikasi secara linguistik dari mana ia
berasal ketika ia berbicara.

1.4 Penggunaan Bahasa Baku yang Baik dan Benar


Orang-orang dalam situasi tertentu harus memilih salah satu ragam bahasa
yang paling sesuai dengan keadaan mereka. Bahasa yang baik adalah bahasa yang
digunakan dengan benar dan sesuai dengan konteksnya. Orang yang mahir
berbahasa dapat menyampaikan pesan secara efektif untuk mencapai tujuan
komunikasi. Bahasa yang digunakan untuk tujuan tidak selalu harus berasal dari
bahasa baku. Misalnya, menggunakan ragam baku dapat menyebabkan keheranan,
kegelian, atau kecurigaan selama tawar-menawar di pasar. Akan aneh jika
percakapan pasar menggunakan bahasa baku seperti ini.4

Pembeli :"Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?"

Penjual :"Bayam ini berharga lima ribu rupiah per ikat."

Pembeli :"Bolehkah saya menawarnya?"

Penjual :"Boleh. Berapakah Ibu akan menawarnya?"

Percakapan (1) adalah contoh penggunaan bahasa Indonesia yang benar,


tetapi tidak tepat karena tidak sesuai dengan konteksnya, tetapi untuk Percakapan
berikut ini akan lebih tepat dalam situasi seperti contoh no (1).

3
Djafar Hamsiah, ‘Variasi Bahasa Dengan Kaitannya Pembakuan Bahsa Indonesia’, I (2012), 33–
40.
4
Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, and Hasan Alwi, Adan Pengembanga d Pe b Kementerian
Pendidikan Dan Kebud, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat, 2017.

4
Pembeli :"Berapa bayamnya?"

Penjual :"Lima ribu."

Pembeli :"Boleh kurang?"

Penjual :"Berapa?"

Dengan demikian, anjuran berbahasa Indonesia dengan baik dan benar


dapat didefinisikan sebagai penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan keadaan
dan peraturan. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga mengacu
pada ragam bahasa yang memenuhi persyaratan sebagai bahasa yang baik dan
benar.

1.5 Fungsi Bahasa Baku


Bahasa baku merujuk pada bentuk bahasa yang digunakan secara resmi
dan formal. Kaidah yang jelas dan sudah disetujui oleh pengguna merupakan ciri
dari bahasa baku. Penting untuk menganalisis fungsi bahasa baku dari beberapa
sudut pandang, seperti aspek sosial, budaya, dan juga linguistik.

1. Aspek sosial

Berbagai persoalan dalam aspek sosial menjadi fokus perhatian dalam


tulisan ini. Banyak masalah yang timbul dalam masyarakat saat ini terkait
dengan interaksi antarindividu, hubungan antargrup, dan hubungan
antarindividu dengan lingkungan sekitar. Salah satu masalah sosial yang
sering ditemui adalah kurangnya solidaritas dan kebersamaan di antara
anggota masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya ketimpangan
sosial, perpecahan, dan konflik antarindividu maupun antargrup. Masalah
lain yang sering muncul adalah diskriminasi dan penyalahgunaan
kekuasaan yang dapat merugikan kelompok tertentu dalam masyarakat,
seperti kelompok minoritas, perempuan, atau penduduk miskin. Bahasa
baku berfungsi sebagai penyatuan masyarakat secara sosial. Indonesia
memiliki keberagaman bahasa daerah yang sangat luas. Dengan
terdapatnya bahasa baku, individu dari berbagai wilayah memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dan bersatu.

5
2. Aspek Budaya

Budaya merupakan salah satu aspek yang mencakup semua elemen


yang terkait dengan kehidupan sosial, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-
nilai yang dimiliki oleh suatu kelompok atau masyarakat. Aspek budaya
mencakup berbagai hal seperti bahasa, makanan, pakaian, seni, musik,
arsitektur, agama, dan tradisi yang menjadi identitas suatu kelompok.
Bahasa baku memainkan peran penting dalam menjaga dan melindungi
kebudayaan suatu bangsa. Dengan memakai bahasa yang baku, kita ikut
dalam melindungi dan mempertahankan kebudayaan negara. Bahasa yang
baku juga memiliki peran sebagai sarana pengendalian sosial. Penerapan
bahasa baku yang tepat dapat membantu memelihara adat dan etika yang
berlaku dalam masyarakat.

3. Aspek linguistik

Dalam bidang linguistik, bahasa baku memiliki peranan penting sebagai


sarana komunikasi yang efisien dan efektif. Kaidah yang jelas dan diterima
oleh masyarakat pengguna ada dalam bahasa baku. Ini membuat bahasa
formal menjadi lebih dapat dimengerti oleh orang lain. Bahasa resmi juga
memiliki peran sebagai sarana untuk mengungkapkan diri dengan tepat.
Anda dapat menggunakan bahasa resmi untuk mengungkapkan pemikiran
dan konsep dengan jelas dan rasional.

1.6 Sikap Terhadap Bahasa Baku


Sikap terhadap bahasa yang baku yakni sikap seseorang pada penerapan
bahasa yang disebut bahasa resmi oleh suatu masyarakat. Dalam konsep hipotesis
oleh Sapir-Whorf, ia mengatakan bahwa bahasa merupakan penentu terhadap
corak kebudayaan, sehingga bahasa dapat mempengaruhi cara dan pola
berpikir masyarakatnya. Dalam penggunaan bahasa Inggris memiliki aturan ejaan
dan struktur bahasa yang sangat baku, sehingga dapat meraih status sebagi bahasa
keilmuan, hal tersebut berbuah pada mentalitas sikap pada pemakaian bahasanya.
Kesalahan dalam penggunaan bahasa, baik tata bahasa maupun ejaannya
merupakan suatu kesalahan yang dianggap 'memalukan. Bagaimana jika di
negara Indonesia? Kesadaran akan adanya pedoman yang baku dalam bahasa

6
seperti ini mampu menggambarkan bahwasannya masyarakat mempunyai
mentalitas untuk mengikuti ketentuan atau kesepakatan bersama. Di setiap
ketentuan yang baku akan selalu muncul penyimpangan. Jika penyimpangan
muncul lebih banyak dari ketentuan yang baku, dapat dikatakan ketentuan baku
tersebut tidak bermanfaat sama sekali, atau belum bisa dikatakan baku.5

1. Sikap positif : kebanggaan dan kesadaran dalam mematuhi segala aturan


yang ada dalam kaidah bahasa Indonesia. Sikap positif terhadap bahasa
baku juga dapat ditemukan pada sikap seseorang yang menganggap bahasa
baku sebagai bahasa yang baik dan benar dalam segi pengucapan dan
penulisan.
2. Sikap negatif : pengabaian pada penerapan bahasa baku dengan rasa
kurang bangga dan juga sinis (menganggap bahasa baku lebih buruk)
terhadap bahasa Indonesia. Orang dengan sikap negatif ini lebih bangga
menggunakan bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
3. Sikap netral: tidak terlalu mempermasalahkan penggunaan bahasa baku
pada kehidupan sehari-hari.

KESIMPULAN

Pembakuan bahasa adalah pemilihan dan pengembangan bahasa resmi


suatu negara dengan tujuan memelihara dan meningkatkannya, tanpa
menghilangkan variasi bahasa non-resmi yang masih berkembang sesuai
5
Tri Astuti, ‘Bahasa Baku Dan Sikap Terhadap Bahasa Baku (Tinjauan Teoritis Dan Deskriptif
Terhadap Problematika Pembakuan Bahasa Indonesia)’, Jurnal Perspektif Pendidikan, 2013, 77–
86.

7
fungsinya. Ini menciptakan standar penggunaan bahasa yang baik dan terus
berkembang selama bahasa tersebut tetap digunakan. Sikap negatif seperti
meremehkan kualitas, memiliki mentalitas pasif, rendahnya harga diri, serta
menolak bertanggung jawab, juga dianggap sebagai salah satu halangan dalam
perkembangan bahasa.

Selain itu, ada pandangan yang menganggap isu bahasa Indonesia


sebagai sesuatu yang sepele, tidak perlu pembahasan yang lebih mendalam
dalam penggunaannya karena mereka berpendapat bahwa yang terpenting
adalah memahami maknanya. Bahasa baku dalam masyarakat memiliki peran
yang signifikan, terutama dalam lingkungan yang beragam seperti Indonesia,
yang menghadirkan berbagai bahasa dan dialek. Bahasa resmi memiliki
karakteristik stabilitas dan konsistensi dalam aturan tata bahasa. Oleh karena
itu, penting untuk menggunakan bahasa resmi, terutama dalam tulisan ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Tri, ‘Bahasa Baku Dan Sikap Terhadap Bahasa Baku (Tinjauan Teoritis Dan
Deskriptif Terhadap Problematika Pembakuan Bahasa Indonesia)’, Jurnal
Perspektif Pendidikan, 2013, 77–86
Erlinawati, Mira, and Tiyan Ganang Wicaksono, ‘Strategi Dalam Meningkatkan
Pembakuan Bahasa Indonesia Bagi Mahasiswa Teknik Informatika Di Universitas

8
Widya Darma Klaten’, Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Dan Pengajaran (KIBASP),
4.1 (2020), 92–100 <https://doi.org/10.31539/kibasp.v4i1.1684>
Hamsiah, Djafar, ‘Variasi Bahasa Dengan Kaitannya Pembakuan Bahsa Indonesia’, I
(2012), 33–40
M. Moeliono, Anton, Hans Lapoliwa, and Hasan Alwi, Adan Pengembanga d Pe b
Kementerian Pendidikan Dan Kebud, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi
Keempat, 2017
Moon, J. Yuliana, and Algonsa Selviani, ‘Diglosia Pada Mahasiswa Bahasa Dan Sastra
Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng’, Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan
Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 2.2 (2019), 82
<https://jurnal.unikastpaulus.ac.id/index.php/jpro/article/view/568>

Anda mungkin juga menyukai