Anda di halaman 1dari 10

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

HUKUM ADAT KAWIN LARI DALAM PERSPEKTIF UU NO. 1 TAHUN


1974 TENTANG PERKAWINAN
(STUDI KASUS DI DESA PAKRAMAN PEDAWA KECAMATAN
BANJAR KABUPATEN BULELENG)

Gede Adi Puspa Ariawan, Ketut Sudiatmaka, Ni Ketut Sari Adnyani

Jurusan Ilmu Hukum


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: { sudiatmaka,niktsariadnyani,pgede5115}@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Landasan filosofi mengenai Kawin Lari di Desa Pekraman
Pedawa, (2) Sistem Perkawinan Lari, menurut hukum adat di Desa Pakraman Pedawa, (3) Syarat
sahnya Kawin Lari di Desa Pakraman Pedawa dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Jenis penelitian ini menggunakan metode Yuridis Empiris. Teknik penentuan sampel
menggunakan Purposive Sampling. Subjek penelitian ini adalah Bendesa Adat, Prajuru/Pengurus Adat,
masyarakat Desa Pakraman Pedawa, dan Objek penelitian ini adalah Instrumen Hukum adat berupa
awig-awig, lokasi penelitian di Desa Pedawa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Teknik Observasi, Teknik Studi Dokumen, dan Teknik
Wawancara (interview). Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan (1) landasan filosofi mengenai Kawin Lari di Desa Pakraman Pedawa tidak lepas dari nilai
Warisan kebudayaan turun menurun atau beregenerasi yang di yakini sebagai kebiasaan ajeg untuk
tetep dilaksanakan, (2) Pengaturan Adat kawin Lari di Desa Pakraman Pedawa berwujud dasar justifikasi
Kawin Lari, dan (3) Wujud sahnya perkawinan yang bersifat unifikasi dalam sistem Hukum Nasional.

Kata Kunci : Hukum Adat, Kawin Lari, dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

ABSTRACT
This study was conducted in order to find out (1) The philosophical foundation of „Kawin Lari‟(elopement)
in Pedawa Village, (2) The customary arrangement of the „Kawin Lari‟ system in Pedawa village, (3)
Legal Requirement of „Kawin Lari‟ in Pedawa village in the perspective of Law no. 1 Year 1974 about
Marriage. This type of research uses the Empirical Juridical Method. The technique of determining
samples using Purposive Sampling. The subject of this research were„Bendesa Adat‟ (the chief of the
village), „Prajuru Adat‟ (the village authorities), and the local people in Pedawa village. The object of this
research is the village customary law, „awig-awig‟, and the research location is in Pedawa Village,
Buleleng District. The data were collected by using Observation Technique, Document Study Technique,
and Interview Technique. The data collected were analyzed by descriptive qualitative technique. The
result of the research showed (1) the philosophical basis for running marriage in the Pakraman Pedawa
village is inseparable from the value of cultural inheritance descending or regenerating which is believed
to be a regular habit to be continued, (2) Customary Arrangements to marry Running in Pakraman
Pedawa Village are the basis of justification of Running Married (3) The validity of marriage which is
unified in the National Law system.

Keywords: Customary Law, „Kawin Lari‟ (elopement), and Law no. 1 Year 1974 about Marriage.

206
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

PENDAHULUAN Pedoman Pengakuan dan Perlindungan


Indonesia terbentuk dari beberapa Masyarakat Hukum Adat No. 52 Tahun
pulau-pulau kecil. Dari beberapa pulau 2014 dalam Pasal 4 telah mengatur
tersebut Indonesia mempunyai beragam tahapan dan syarat yang harus dipenuhi
suku, budaya, adat istiadat, ras dan oleh masyarakat hukum adat sehingga
agama. Sebagai masyarakat Indonesia, memperoleh kepastian hukum atas hak-
setiap manusia saling membutuhkan satu hak tradisonal. Dengan kata lain, Hukum
sama lainnya tentunya dalam hal yang adat merupakan refleksi gagasan
positif. Saling bersosialisasi antara satu kebudayaan yang terdiri atas nilai budaya,
sama lainnya membuat interaksi yang kuat norma dan aturan-aturan yang saling
untuk mengenal kepribadian manusia lain. berkaitan satu sama lain yang denganya
Dengan berlandaskan Pancasila manusia menjadi satu sistem dan memiliki sanksi
sebagai mahluk yang sosial dan budaya (Mustari pide, 2014 : 2).
disatukan untuk saling menghormati dan Dalam hukum adat bali terdapat
menghargai antara manusia yang memiliki suatu aturan yang mengatur perkawinan
budaya yang berbeda-beda. sehingga masyarakat yang beragama
Kondisi indonesia yang multikultural Hindu percaya bahwa hakekat perkawinan
kaya akan khasanah adat dan tradisi turut itu adalah sama dari waktu ke waktu, dan
berpengaruh terhadap budaya masyarakat dari masa ke masa. Salah satu tradisi unik
indonesia tidak terkecuali untuk daerah yang berbeda dengan kebanyakan Desa
Bali. Ketentuan Pasal 18 Huruf B Ayat 2 di Bali dan masih tetap dipertahankan
Undang-undang Dasar Tahun 1945 hingga kini adalah tradisi pernikahan atau
disebutkan bahwa Negara mengakui dan pawiwahan. Upacara pernikahan atau
menghormati satu-kesatuan masyarakat pawiwahan, merupakan upacara yang
hukum adat serta hak-hak tradisonalnya dilakukan apabila sepasang kekasih ingin
sepanjang masih hidup dan sesuai mengikat janji suci pernikahan. Upacara
dengan perkembangan masyarakat dan pernikahan di Desa Pedawa dikenal
prinsip NKRI, yang diatur dalam undang- dengan istilah melaib ngemaling atau
undang. jadi secara substansi keberadaan sering di kenal dengan kawin lari. Melaib
Pasal 18 Huruf B ayat 2 UUD 1945 ngemaling merupakan upacara
menjadi kontitusional terhadap pernikahan yang dilakukan atas dasar
pengakuannya atas masyarakat hukum cinta diantara kedua belah pihak.
adat sehingga menjadikan hal tersebut Secara tradisi adat Pedawa, bahwa
patut di lindungi dan di lestarikan. kawin lari tersebut sudah disahkan secara
Dalam kehidupan manusia, ada adat Pedawa. Di Desa Pakraman Pedawa,
beberapa yang menjadi dasar yaitu: mengenai perkawinan lari sudah diatur di
Kelahiran, Pekerjaan, Perkawinan dan dalam awig-awig Desa namun di dalam
Kematian. Perkawinan merupakan salah ketentuan Undang-undang No. 1 Tahun
satu yang sangat di nanti-natikan oleh 1974 tentang Perkawinan tidak ada aturan
seluruh manusia semasa hidupnnya dan yang secara kusus mengatur mengenai
hal ini tentunya harus di dukung oleh kawin lari. Ditinjau dari proses
setiap agama. Mengenai perkawinan telah pelaksanaannya kawin lari menurut hukum
di aturan kedalam Undang-undang No. 1 adat di Desa Pakraman Pedawa kalau
Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu peneliti cermati kurang sesuainya dengan
ikatan lahir batin antara seorang pria dan prosesi perkawinan pada ketentuan
seorang wanita sebagai suami istri dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tujuan membentuk keluarga (rumah tentang Perkawinan.
tangga) yang bahagia dan kekal. Hingga kini keberadaan kawin lari
Kata adat berasal dari bahasa Arab masih tetap eksis di laksanakan oleh
yang berarti kibiasaan. Kebiasaan yang masyarakat Desa Pedawa Kecamatan
secara berulang-ulang yang di lakukan Bajar Kabupaten Buleleng. Sehingga
oleh suatu individu maupun kelompok. Tradisi Kawin Lari tersebut menarik

207
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

peneliti untuk melakukan penelitian lebih diharapkan dapat berguna untuk


jauh. Berdasarkan latar belakang menambah pemahaman mengenai hukum
permasalahan diatas maka peneliti tertarik adat kawin lari dalam perspektif UU No. 1
untuk meneliti masalah tersebut ke dalam Tahun 1974 tentang Perkawinan. Secara
sebuah skripsi yang berjudul HUKUM praktis, Hasil dari penelitian ini diharapkan
ADAT KAWIN LARI DALAM PERSPEKTIF dapat digunakan sebagai pedoman bagi
UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG masyarakat desa Pakraman Pedawa
PERKAWINAN. dalam melangsungkan kawin lari.
Penelitian ini membahas mengenai
1) landasan filosofi mengenai kawin lari di METODE
Desa Pekraman Pedawa, 2) Sistem Penelitian ini menggunakan
Perkawinan Lari, menurut Hukum Adat di pendekatan yuridis empiris dengan
Desa Pakraman Pedawa, 3) Syarat rasionalitas untuk mengkaji Implementasi
Sahnya Perkawinan hukum Adat di Desa Awig-awig Desa Pakraman Pedawa terkait
Pakraman Pedawa dalam Perspektif UU Tradisi Kawin Lari dengan ketentuan UU
No. 1 Tahun 1974. Sesuai rumusan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
masalah tersebut penelitian ini memiliki Penelitian ini bersifat Deskripsi. Penelitian
tujuan khsusus dan umun, adapun tujuan Deskripsi adalah penelitian yang
umumnya adalah untuk untuk mengetahui mendeskripsikan secara sistematis,
hukum adat berupa awig-awig terhadap faktual, dan akurat terhadap suatu
tradisi Kawin Lari di Desa Pakraman populasi atau daerah tertentu (Ali, 2014 :
Pedawa yang di kaitkan dengan undang- 10). Penelitian ini bertujuan untuk
undang No. 1 Tahun 1974 tentang mendeskripsikan persepsi masyarakat
Perkawinan. Sedangkan tujuan khususnya Pedawa terhadap Tradisi Kawin Lari yang
adalah untuk 1) Untuk mengetahui terakomodir didalam Awig-awig Desa
landasan filosofi mengenai kawin lari di Pakraman Pedawa yang dikaitkan dengan
Desa Pekraman Pedawa Kecamatan Ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Banjar Kabupaten Buleleng. 2) Untuk Perkawinan. Data yang digunakan dalam
mengetahui pengaturan adat terhadap penulisan skripsi ini bersumber dari data
sistem kawin lari yang terjadi di desa primer dan data skunder. Data primer
Pakraman Pedawa Kecamatan Banjar diperoleh langsung dari sumbernya, baik
Kabupaten Buleleng. 3) Untuk mengetahui melalui wawancara, observasi, maupun
syarat sahnya perkawinan adat Desa laporan dalam bentuk dokumen tidak
Pedawa Kecamatan Banjar Kabupaten resmi yang diolah oleh peneliti.
Buleleng dalam Perspektif UU No. 1 Sedangkan data skunder mencakup
Tahun 1974 tentang Perkawinan. dokumen-dokumen resmi, buku, hasil-
Adapun manfaat yang bisa diperoleh hasil penelitian yang berwujud laporan dan
dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi sebagainya. Data skunder terdiri dari
dua, yakni manfaat teoretis dan manfaat bahan hukum primer, bahan hukum
praktis. Secara teoretis, mengaplikasikan sekunder, dan bahan hukum tersier.
berbagai macam teori-teori yang telah Adapun teknik pengumpulan data dalam
peneliti dapatkan di bangku perkuliahan penelitian ini yaitu, teknik observasi, teknik
dan sekaligus sebagai media untuk studi dokumen, dan teknik wawancara.
menambah pengetahuan yang belum Teknik observasi digunakan untuk
diperoleh di bangku kuliah, Selai itu, mengamati secara langsung kondisi
penelitian ini juga diharapkan dapat hukum kawin lari di Desa Pakraman
menjadi bahan refrensi untuk melakukan Pedawa dan mengamati keberadaan
penelitian tahap lanjutan dalam kaitannya hukum adat di desa pekraman pedawa.
dengan pengembangan wawasan hukum Teknik Studi Dokumen merupakan teknik
adat secara praktis di Desa Pedawa bagi awal yang dalam setiap penelitian Hukum
mahasiswa yang lain untuk melakukan Normatif maupun dalam penelitian Hukum
penelitian yang sejenisnya. Dan, penelitian Empiris. Dan teknik wawancara ditujukkan

208
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

kepada para pihak yang ditetapkan (Suartha, 2015 : 45). Sebuah Desa
sebagai informan penelitian yang Pakraman selalu terdiri dari tiga unsur:
terkumpul dapat meinterprestasikan data 1. Unsur Parahyangan yaitu ditunjukkan
temuan yang di peroleh langsung dengan dalam wujud tempat suci sebagai
Bendesa Adat, Prajuru atau Pengurus tempat persembahyangan bersama
Adat dan masyarakat Desa Pakraman (kahyangan desa) dan aktivitas
Pedawa, serta narasumber lainnya yang keagamanaan berdasarkan agama
mendukung dan mengetahui tentang topik hindu.
penelitian ini. 2. Unsur Pawongan yaitu dapat
Dalam penelitian ini menggunakan ditampilkan dalam kesatuan
Porposive Sampling. Berdasarkan masyarakat yang disebut krama desa.
kebutuhan data penelitian, maka subjek 3. Unsur Palemahan yaitu ditampilkan
penelitian ini terdiri dari: (a) Bendesa adat dalam wujud wilayah desa, berupa
dan Prajuru atau pengurus Desa karang ayahan desa dan atau karang
Pakraman Pedawa. (b) Masyarakat Desa gunakaya (Arka, 2016 : 77-78).
Pedawa yag mengetahui mengenai Tradisi Selain itu Desa Pakraman secara
Kawin Lari yang termuat di Awig-awig umum memiliki struktur Desa Adat dalam
Desa Pakraman Pedawa. Sedangkan pengorganisasiannya mempunyai Kepala
Objek Penelitian ini adalah hukum adat Desa Adat atau Bendesa Adat atau sering
berupa Awig-awig terhadap Tradisi Kawin di kenal Kelihan Desa Adat. Bendesa adat
Lari di Desa Pakraman Pedawa yang atau Kelihan Desa Adat, demikian pula
dikaitkan dengan ketentuan Undang- Kelihan Banjar Adat atau Kelihan
undang No.1 Tahun 1974 tentang Sukaduka semua para pembantunya
Perkawinan. dinamakan Prajuru (Surpha, 2004 : 12-
Penelitian ini menggunakan 14).
beberapa tahapan-tahapan, tahapan ini Tiap-tiap Desa Pakraman yang ada
adalah dapat dijelaskan sebagai berikut: di Bali memiliki ciri khas tersendiri dan
(a) Data yang di kumpulkan baik adat memiliki aturan tatakrama yang berbeda
primer maupun data sekunder diolah antara Desa yang satu dengan Desa yang
berdasarkan pola dan tema. (b) lain, salah satunya di bidang perkawinan.
Selanjutnya diklasifikasikan antara data Pada hakekatnya Perkawinan atau dikenal
yang satu dengan data yang lain. (c) dengan “Pawiwahan”. menurut Pasal 1
Melakukan interprestasi dilakukan Undang-undang No. 1 Tahun 1974
penafsiran menurut peneliti, untuk tentang Perkawinan, Perkawinan ialah
memahami isi data keseluruhan. (d) ikatan lahir bathin antara seorang pria
Disajikan secara deskriptif kualitatif dan dengan seorang wanita sebagai suami
sistematis. isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal
HASIL DAN PEMBAHASAN berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Landasan Filosofi mengenai Kawin Dalam kitab Manawa Dharmasastra
Lari di Desa Pekraman Pedawa juga telah disebutkan tentang adanya
Desa Pakraman dalam Peraturan beberapa macam perkawinan yaitu:
Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2001
tentang Desa Pakraman Pasal 1 angka 4 1. Brahmana wiwaha yaitu suatu
yaitu Desa Pakraman adalah kesatuan perkawinan yang dilakukan oleh pihak
masyakarat hukum adat di Provinsi Bali keluarga wanita yang mengawinkan
yang mempunyai satu kesatuan tradisi anaknya kepada seorang pria yang
dan tatakrama pergaulan hidup berpendidikan dan berbudi luhur.
masyarakat umat hindu secara turun 2. Dewa wiwaha yaitu suatu bentuk
temurun dalam ikatan kahyangan tiga dan perkawinan dimana seorang lelaki
harta kekayaan sendiri serta berhak mendapatkan istri karena tindakan
mengurus rumah tangganya sendiri baik yang telah dilaksanakan oleh si
pemuda.
209
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

3. Arsa wiwaha yaitu suatu bentuk (Kawin Lari). Kawin lari bisa terjadi di
perkawinan yang terjadi karena telah karenakan:
terjadi pengertian timbal balik antara 1. Perbedaan kasta atau Catur warna.
kedua keluarga di Bali disamakan 2. Karena calon mempelai belom di
denga perkawinan mepandik dengan ijinkan menikah, namun keyakinan
pemberian mas kawin. untuk menikah atas kehendaknya
4. Prajapati Wiwaha, suatu bentuk sendiri.
perkawinan yang hampir sama 3. Karena orang tua mempelai
dengan Brahma Wiwaha namun perempuan menolak lamaran dari
bedanya bahwa keluarga wanita calon mempelai pria, sehingga calon
melepaskan anaknya untuk mempelai bertindak atas
dikawinkan dengan pemuda yang keinginannya mereka bersama.
disetujuinya dengan terlebih dahulu 4. Karena calon mempelai di jodohkan
memberikan restu dengan dengan pilihan orang tua yang di
mengucapkan mantra. kehendaki.
5. Asura Wiwaha yaitu suatu bentuk 5. Karena keadaan-keadan tertentu dari
perkawinan dimana si pria harus calon mempelai perempuan (Hamil)
memberikan sejumlah uang diminta Adapun simbol-simbol yang
oleh pihak wanita. dipergunakan oleh masyarakat dan
6. Gandharwa Wiwaha suatu bentuk Bendesa Adat Pedawa yang diyakini
perkawinan dimana pihak laki dan sebagai sarana dan prasarana dalam
wanita saling suka sama suka namun pengesahan perkawinan adat setempat
pihak keluarga wanita tidak yaitu Wakul Dua (Diibaratkan Purusa dan
mengetahui tentang hal ini. Di Bali Predana) dan Damar Tiga (Diibaratkan
perkawinan semacam ini dikenal Pejalan). Hal tersebut diatas yang menjadi
dengan perkawinan ngerorod atau dasar landasan pilosofis sehingga Tradisi
ngerangkad. Kawin Lari tetap terjaga dan terlaksana di
7. Raksasa Wiwaha, suatu perkawinan Desa Pakraman Pedawa.
yang dilakukan dengan memaksa si
wanita walaupun wanita itu menjerit Sistem Perkawinan Lari yang terjadi di
dan sebagainya. Desa Pakraman Pedawa
8. Paisacha Wiwaha, suatu bentuk Secara khusus pada masyarakat
perkawinan dimana pihak lelaki Hindu Bali hanya mengenal sistem
memperkosa seorang wanita yang Kekerabatan Patrilineal yaitu masyarakat
sedang tidur atau yang sedang mabuk yang menarik garis keturunan hanya
atau yang sedang bingung bentuk melalui garis ayah (laki-laki) saja
perkawinan ini adalah sangat rendah (Simajuntak, 2016 : 108 ). Dalam sistem
dan penuh dengan dosa (sastra, 2005 kekerabatan ini kedudukan anak laki-laki
: 9-11). sangat penting baik di dalam keluarga
maupun di dalam Pura.
Bentuk-bentuk perkawinan di Desa Jadi pada masyarakat hindu bali
Pakraman Pedawa diatur di dalam Pawos ketika sepasang suami istri tidak
51 ayat 5, yang menyebutkan: Palih- memperoleh anak atau tidak memiliki anak
Palihan Pawiwahan Ring Desa Pakraman laki-laki maka diibaratkan sebuah pohon
Pedawa (Bentuk-bentuk perkawinan di tanpa akar karena anak laki-laki memiliki
Desa Pakraman Pedawa): melaib/ kewajiban untuk mengurus dan
merangkad/ ngerorod (kawin lari), meneruskan kelangsungan hidup
Pepadikan (memadik), Ngangken, Negteg, keluarganya. Sebelum adanya keturunan
Mengkeb Mesase Tegeh. pasti ada suatu perkawinan yang
Salah satu bentuk perkawinan yang dilaksanakan. Bentuk-bentuk perkawinan
termasuk kedalam kedalam Kitab Manawa adalah sebagai berikut :
Dharmasastra yaitu Gandarwa Wiwaha

210
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

1. Mepadik yaitu bentuk perkawinan yang kekerabatan yang rukun dan damai,
didasari adanya persetujuan antara bahagia dan kekal.
kedua orang tua belah pihak, apabila 2. Perkawinan tidak saja harus sah
mengacu kepada Kitab Manawa dilaksanakan menurut hukum agama
Dharmasastra perkawinan sistem ini dan atau kepercayaan, tetapi juga
disebut Arsa Wiwaha. harus mendapat pengakuan dari
2. Ngerangkad atau ngerorod, anggota kerabat.
perkawinan ini ada juga yang 3. Perkawinan dapat dilakukan oleh
menyebutkan kawin lari, perkawinan seorang pria dengan beberapa
ini biasanya dilakukan oleh seorang perempuan sebagai isteri yang
pria dan seorang perempuan yang kedudukannya masing-masing
saling mencintai yang biasanya tidak ditentukan menurut hukum adat
mendapat restu oleh keluarga pihak setempat.
perempuan, sistem perkawinan ini 4. Perkawinan harus didasarkan atas
didalam Kitab Manawa Dharmasastra persetujuan orang tua dan anggota
disebut Gandharwa Wiwaha. kerabat.
3. Nyeburin atau juga disebut kawin 5. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria
nyentana yaitu suatu perkawinan dan perempuan yang belum cukup
dimana pihak si laki menjadi predana umur atau masih anak-anak. Yang
yang artinya bahwa si laki-laki akan di harus berdasarkan izin orang tua/
ajak serta di upacarai di rumah si keluarga dan kerabat.
gadis sehingga si gadis akan merubah 6. Perceraian ada yang dibolehkan dan
statusnya menjadi purusa atau ada yang tidak di bolehkan. Percerain
menjadi pihak laki dan si pria berubah suami dan isteri dapat berakibat
menjadi pradana atau pihak pecahnya hubungan kekerabatan
perempuan. antara dua pihak. (Hadikusuma, 1995 :
4. Megelandang yaitu perkawinan yang 71).
dilakukan dengan pemaksaan, dimana Sesuai dengan asas-asas
pihak perempuan tidak mencintai atau perkawinan yang sudah disebutkan diatas
belum mengenal pihak laki- laki. menunjukkan bahwa perkawinan pada
bentuk perkawinan melegandang masyarakat adat pedawa sudah hampir
dalam Manawa Dharmasastra disebut sesuai dengan asas-asas perkawinan di
sebagai Raksasa wiwaha (Sastra, Bali. Walaupun terdapat perbedaan antara
2005 : 12-18). Tatacara Perkawianan adat Bali Secara
Jika dilihat di Desa Pakraman Umum dengan Tatacara Perkawinan
Pedawa ada beberapa bentuk perkawinan menurut Awig-awig Desa Pakraman
yang di atur oleh awig-awig Desa Pedawa pada Pawos 52 ayat 1 namun
Pekraman Pedawa yang tertuang di dalam prosesi upacara pengesahannya hampir
Pawos 51 ayat 5, yang menyebutkan sama yaitu adalah 1) Ada Upacara
Palih-Palihan Pawiwahan Ring Desa Mebyakala yang terdiri dari Tri Upasaksi:
Pakraman Pedawa luire (Bentuk-bentuk Dewa Saksi (Ida Sang Hyang Widhi
perkawinan di Desa Pakraman Pedawa Wasa), Bhuta Saksi (saksi kepada Bhuta
adalah sebagai berikut): Kala) dan Manusia Saksi (Prajuru, Hulu
melaib/merangkad/ngerorod (kawin lari), Desa dan Ben Desa Adat), 2) harus
Pepadikan (memadik), Ngangken, Negteg, adanya pejati, 3) tidak adanya hambatan
Mengkeb Mesase Tegeh. dari pihak orang tua, 4) sarana dan
Disamping itu jika merujuk pada prasarana perkawinan di Pedawa. Sarana
Asas-Asas Perkawinan Adat Bali adalah dan prasarana yang di maksud yaitu:
sebagai berikut: Wakul Dua (diibaratkan purusa dan
1. Perkawinan bertujuan membentuk predana), Damar Tiga (diibaratkan
keluarga rumah tangga dan hubungan pejalan). Dengan adanya perbedaan
tersebut, inilah yang menjadi ciri khas

211
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

tersendiri bahwa di setiap Desa-desa yang menyatakan kehendaknya, maka izin


ada di Bali memiliki Aturan Adat tersendiri diperoleh dari wali, orang yang
baik secara tertulis ataupun tidak tertulis memelihara atau keluarga yang
yang sampai kini tetap di jaga dan mempunyai hubungan darah dalam
dilestarikan. Selain itu juga ada gugon garis keturunan lurus keatas selama
tuwon seperti ”nak kadong sube dapet mereka masih hidup dan dalam
kene” (sudah di dapat seperti ini), keadaan dapat menyatakan
Disamping itu juga kawin lari merupakan kehendaknya.
sistem perkawinan yang dilakukan atas 5. Dalam hal ada perbedaan pendapat
dasar sama-sama suka antara Purusa dan antara orang-orang yang disebut
Predana (Laki-laki dan Perempuan) dan dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini
Awig-awig merupakan pedoman untuk atau salah seorang atau lebih diantara
dijadikan acuan oleh masyarakat adat mereka tidak menyatakan
Pedawa agar masyarakat adat pedawa pendapatnya, maka pengadilan dalam
patuh dan taat demi terciptanya daerah hukum tempat tinggal orang
kenyamanan dalam dunia skala dan yang akan melangsungkan
niskala. perkawinan atas permintaan orang
tersebut dapat memberikan izin
Syarat Sahnya Perkawinan Hukum Adat setelah lebih dahulu mendengar
di Desa Pakraman Pedawa dalam orang-orang tersebut.
Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai
Umat hindu di Bali secara umum dengan ayat (5) pasal ini berlaku
mengenal perkawinan adalah titik dari sepanjang hukum masing-masing
akhir kewajiban orang tua kepada agamanya dan kepercayaannya itu
anaknya artinya secara umum setelah dari orang yang bersangkutan tidak
anaknya kawin, maka tanggung jawab mementukan lain (Simajuntak, 2016 :
orang tua secara moral dan materi sudah 49-64).
selesai. Pelaksanaan perkawinan umat Melihat dari pada Adat Kawin Lari
hindu berlandaskan pada 2 Asas Hukum, yang terdapat pada Desa Pakraman
yaitu secara Hukum Adat dan Hukum Pedawa yang tertuang di dalam awig-awig
Nasional. Desa Pakraman Pedawa. Secara tegas di
Menurut Pasal 6 Udang-undang katakan pada tatacara pawiwahan
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di pemargi melaib, ngerangkat/Ngerorod ring
jelaskan bahwa syarat-syarat perkawinan Desa Pakraman Pedawa diatur dalam
yaitu: Pawos 52 ayat 1. Selain syarat-syarat
1. Perkawinan harus didasarkan atas yang telah disebutkan diatas, Pada Pasal
persetujuan kedua calon mempelai. 7 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun
2. Untuk melangsungkan perkawinan, 1974 tentang Perkawinan juga disebutkan
seorang yang belum mencapai umur bahwa Perkawinan hanya di izinkan
21 tahun harus mendapatkan izin bahwa Jika pihak pria sudah mencapai
kedua orang tua. umur 19 tahun dan wanita sudah
3. Dalam hal salah dari kedua orang tua mencapai umur 16 tahun. Sedangkan di
telah meninggal dunia atau dalam Desa Pakraman Pedawa ketentuan
kedaan tidak mampu menyatakan mengenai batasan usia tidak diatur secara
kehendaknya, maka izin yang jelas dan tidak tertuang didalam Awig-awig
dimasuk ayat (2) pasal inii cukup Desa Pakraman Pedawa. Tetapi di dalam
diperoleh dari orang tua yang masih kebiasaan yang berlaku di Desa
hidup atau orang tua yang masih Pakraman Pedawa yang dimana suatu
mampu menyatakan kehendaknya. perkawinan dapat dilakukan apabila sudah
4. Dalam hal kedua orang tua sudah melakukan Upacara Raja Sawala bagi
telah meninggal dunia atau dalam Perempuan (dilakukan setelah perempuan
keadan tidak mampu untuk memperoleh menstruasi untuk pertama

212
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

kali) dan Upacara Raja Singa bagi Laki- hambatan dari orang tua purusa dan
laki (setelah tubuhnya jakun dan suaranya predana, 4) sarana dan prasarana
sudah mulai berat dan keras atau Perkawinan di Desa Pakraman Pedawa
ngembakin). Berdasarkan pendapat R. (Wakul dua (diibaratkan Purusa dan
Soepomo, Bahwa ciri-ciri seseorang Predana), Damar tiga (diibaratkan
dianggap dewasa dan cakap bertindak Pejalan).
atau cakap hukum sesuai dengan hukum Jadi secara yuridis, Hukum adat di
adat: Desa Pakraman Pedawa Kecamatan
1. Kuwat Gawe (sudah mampu bekerja Banjar Kabupaten Buleleng sah. Selain itu
sendiri). mengenai pencatatan perkawinan sesuai
2. Cakap harta mengurus harta benda dengan yang sudah di jelaskan dalam
dan lain-lain keperluannya sendiri. Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 1
3. Cakap untuk melakukan segala Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu
pergaulan dalam kehidupan Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
kemasyarakatan serta perundang-undangan yang berlaku.
mempertanggung jawabkan sendiri Dalam penjelasan umum disebutkan
segala-galanya itu (Winata, 2012 : bahwa pencatatan perkawinan adalah
45). sama halnya dengan peristiwa-peristiwa
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa penting dalam kehidupan seseorang
antara Undang-undang No. 1 Tahun 1974 misalnya kelahiran, kematian yang
tentang Perkawinan dengan awig-awig dinyatakan dalam surat-surat keterangan
Desa Pakraman Pedawa terdapat suatu akta resmi yang juga dimuat dalam
perbedaan terutama di dalam syarat daftar pencatatan. Perbuatan pencatatan
perkawinan antaran Undang-undang No. 1 tidak dapat menentukan sahnya
Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan perkawinan, tetapi menyatakan bahwa
awig-awig Desa Pakraman Pedawa jika peristiwa itu memeang ada dan terjadi,
melihat asas lex specialis derogat legi jadi semata-mata bersifat administrative
generalis adalah asas penafsiran hukum (Saleh, 1976 : 16). Kawin lari merupakan
yang menyatakan bahwa hukum yang Tradisi Adat setempat yang patut dijaga
bersifat khusus (lex specialis) dan dilestarikan pada era moderneisasi.
mengesampingkan hukum yang bersifat
umum (lex generalis) SIMPULAN DAN SARAN
(https://id.wikipedia.org/wiki/Lex_specialis Landasan Filosofi kawin lari terdapat
_derogat_legi_generali). simbol-simbol yang dipergunakan oleh
Maka aturan perkawinan yang masyarakat dan Bendesa Adat Pedawa
berlaku adalah Awig-awig Desa Pakraman yang diyakini sebagi sarana dan
Pedawa Sehubungan dengan Ketentuan prasarana dalam perkawinan adat
di dalam Undang-undang No. 1 Tahun setempat yaitu Wakul Dua (Diibaratkan
1974 tentang Perkawinan, Menurut Pasal Purusa dan Predana) dan Damar Tiga
2 ayat 1 UU Perkawinan yaitu Perkawinan (Diibaratkan Pejalan), Pengaturan Adat
sah, jika dilakukan menurut hukum terhadap Sistem Kawin Lari di Desa
masing-masing agama dan Pekraman Pedawa mengarah pada
kepercayaanya. Sahnya perkawinan Pararem dan dasar dari perkawinan lari
menurut Desa Adat Pedawa sesuai diatur di dalam awig-awig Desa Pakraman
dengan apa yang di percaya oleh Pedawa yang tertuang di dalam Pawos 51
masyarakat pedawa yaitu: 1) Dengan ayat 5 yang menyebutkan Pawiwahan ring
ditandai upacara mabyakala yang terdiri Desa Pakraman Pedawa dan Pawos 52
dari Tri Upasaksi yaitu Dewa Saksi (Ida ayat 1 yang menyebutkan Tatacara
Shayang Widhi), Bhuta Saksi (saksi Pawiwahan melaib ring Desa Pakraman
kepada Bhuta Kala), dan Manusia Saksi Pedawa dan Syarat sahnya kawin lari di
(Prajuru, hulu desa dan Ben Desa Adat). Desa Pakraman Pedawa Dengan ditandai
2) Harus adanya pejati, 3) tidak adanya upacara mabyakala, Harus adanya pejati,

213
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

tidak adanya hambatan dari orang tua Saleh, K. Wantjik. 1976. Hukum
purusa dan predana, sarana dan Perkawinan di Indonesia. Jakarta:
prasarana Perkawinan di desa Pedawa Ghalia Indonesia.
(Wakul dua (diibaratkan Purusa dan Sastra, Gede. 2005. Kala Badeg Sebuah
Predana), Damar tiga (diibaratkan Konsep Pendidikan Seks Pranikah
Pejalan). Dalam Masyarakat Hindu.
Bagi Bendesa Adat dan Surabaya: Paramita.
Prajuru/Pengurus Adat Desa Pakraman
Pedawa Kabupaten Buleleng Kecamatan Simajuntak P.N.H. 2016. Hukum Perdata
Banjar disarankan untuk Indonesia. Jakarta: Kencana
mensosialisasikan isi dari peraturan UU Frenada Media Group.
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Bagi Masyarakat Desa Pakraman Pedawa Soekanto, Soerjono. 2013. Hukum adat
Kabupaten Buleleng Kecamatan Banjar Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
lebih mempertimbangkan lagi dampak Suartha, I Dewa Made. 2015. Hukum dan
yang di timbulkan dan masa depan anak Sanksi Adat Perspektif
dan Bagi peneliti yang sejenisnya, karena Pembaharuan Hukum Pidana.
keterbatasan waktu peneliti dalam Jakarta: Sinar Grafika.
penelitian ini, maka disarankan bagi Suratma dan Dillah. 2015. Metode
peneliti yang selanjutnya agar meneliti Penelitian Hukum. Bandung:
masalah-masalah yang lainnya yang ALFABETA.
memiliki hubungan dalam penelitian ini. Surpha, I Wayan. 2004. Eksistensi Desa
Adat dan Desa Dinas di Bali.
Daftar Pustaka Denpasar: Pustaka Bali Post.
Buku Syahuri, Taufiqurrohman. 2013 , Legislasi
Aep S. Hamidin. 2012. Buku Pintar Adat Hukum Perkawinan di Indonesia:
Perkawinan Nusantara. Jogjakarta: Prokontra Pembentukannya
DIVA Press. hinggaPutusan Mahkamah
Ali, Zainuddin. 2014. Metode Penelitian Konstitusi. Jakarta: Kencana
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Frenada Media Group.
------------------. 2016. Metode Penelitian Wendra, I Wayan. 2016. Penulisan Karya
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Ilmiah. Singaraja : Undiksha.
Arka, I Wayan. 2016. Desa Adat Sebagai Wulansari, Dewi. 2012. Hukum Adat
Subyek Hukum Perjanjian. Indonesia – Suatu Pengantar.
Denpasar-Bali: Universitas Bandung: PT Refika Aditama.
Dwijendra dan bekerjasama dengan Jurnal
Udayana University Press Firmansyah, dkk. Kedudukan Anak dalam
Diantha, I Made Pasek. 2016. Metodologi Perkawinan Adat Ngerorod (kawin
Hukum Normatif dalam Justifikasi lari) Di Desa Padang sambian Kaje,
Teori Hukum. Jakarta: PRENADA Kecamatan Denpasar Barat,
MEDIA GROUP. Denpasar, vol. 6 No. 2 Tahun 2017
Hadikusuma, Hilman. 1995. Hukum Diakses 29 Maret 2018 Pukul 10.00
Perkawinan Adat. Bandung: PT Citra Wita
Aditya Bakti. Saladin, Bustani. Taridisi Merari Suku
Prastowo, Andi. 2016. Metode Penelitian Sasak di Lombok Dalam Perspektif
Kualitatif dalam Perspektif Hukum Islam, vol. 8 No. 1 juni 2013,
Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Diakses Selasa 20 Februari 2018
AR-RUZZ MEDIA. Pukul 08.00 Wita
Prodjodikoro, Wirjono R. 1981 , Hukum Sari Adnyani,dkk. Putusan Desa Adat
Perkawinan Di Indonesia. Bandung: sebagai Legitimasi Masyarakat Adat
Sumur Bandung. terhadap Perkawinan Nyentana,
Procceding Senari 4 Tahun 2016,

214
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 3 Tahun 2018)

Diakses Rabu 20 Juni 2018 Pukul


11.00 Wita

Tesis
Winata, I Made Jaya. Batas Umur Dewasa
Warga Masyarakat Hukum Adat
Desa Adat Sanur Provinsi Bali
Dalam Pembuatan Akte Perjanjian Di
Hadapan Notaris, 27 Maret 2012,
Diakses tanggal Sabtu 4 agustus
2018 Pukul 09.00 Wib.
Internet
https://pedawabaliaga.wordpress.com/tag/
pedawa/. Diakses pada Senin 25
Februari 2018 Pukul 10.00 Wita.
https://www.weddingku.com/blog/rangkaia
n-prosesi-pernikahan-bali. Diakses
pada Selasa 22 Mei 2018 Pukul
11.30 Wita.
https://id.wikipedia.org/wiki/Lex_specialis_
derogat_legi_generali. Diakses pada
Kamis 2 Agustus 2018 Pukul 10.00
Wita
https://baliterkini.wordpress.com/2009/09/
05/kabupaten-buleleng/. Diakses
pada Rabu 20 Juni 2018 Pukul 11.30
Wita.
http://www.wacana.co/2014/12/masyaraka
t-bali-aga/. Diakses pada Selasa 19
Juni 2018 Pukul 09.00 Wita
Undang-undang
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Lembaran
Negara No. 309 Tahun 1974
Tambahan Lembaran Negara No. 1
Tahun 1975.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang No. 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Hukum
Adat

215

Anda mungkin juga menyukai