Oleh:
Yuliyani Syafitri
E-mail: yuliyanisyafitri17@gmail.com
Abstrak
Sejarah Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah
abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu
pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga
bentuk pemerintahan daerah seperti sekarang ini (2009). Pembagian tahapan ini didasarkan pada
masa berlakunya Undang-Undang yang mengatur pemerintahan lokal secara umum. Tiap-tiap
periode pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan
umum yang ditetapkan melalui undang-undang. Patut juga dicatat bahwa konstitusi yang
digunakan juga turut memengaruhi corak dari undang-undang yang mengatur pemerintahan
daerah. Dalam artikel ini tidak semua hal yang ada pada pemerintahan daerah dikemukakan.
Dalam artikel ini hanya akan dibahas mengenai susunan daerah otonom dan pemegang
kekuasaan pemerintahan daerah di bidang legislatif dan eksekutif serta beberapa kejadian yang
khas untuk masing-masing periode pemerintahan daerah.
1. Pendahuluan
Dari hal di atas, tampak berbagai persoalan muncul seiring dengan semangat tuntutan akan
pelaksanaan desentralisasi secara utuh oleh pemerintah daerah. Pemerintahan daerah
senantiasa bergerak menuju kepada penataan kelembagaan yang lebih baik lagi mulai dari
tingkatan desa sampai dengan level provinsi. Kompleksitas pengaturan berkaitan dengan
kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah menjadi isu hangat setiap periodeisasi
dari pelaksanaan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah.
Hubungan pemerintah dan pemerintah daerah tidak luput juga menaruh andil terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi. Pada level dibawahnya, hubungan antara pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota serta hubungan antara pemerintah kabupaten/kota
dengan desa-desa yang ada dibawahnya menjadi perbincangan hangat dalam rangka
menemukan formulasi yang tepat guna mengatur persoalan-persoalan di atas.
2. Tinjauan Pustaka
A. Konsep Sejarah
Sejarah merupakan peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau yang
kebenarannya bisa kita buktikan dari peninggalan-peninggalan yang masih ada saat ini
sebagai sumber informasi. Secara etimologi, sejarah berasal dari kata shajarah –
syajaratun yang berarti pohon. Sejarah dapat dimaknai sebagai pertumbuhan atau
perkembangan dari sebuah pohon, yang mana sejarah menjadi akarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejarah dapat berarti asal-usul
(keturunan) silsilah. Definisi kedua menyebutkan sejarah sebagai kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Sejarah juga dapat dimaknai
sebagai pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar
terjadi di masa lampau. Pengertian yang satu ini menganggap sejarah sebagai suatu
ilmu. Sejarah sangat berperan bagi kehidupan manusia, terutama sebagai referensi
untuk hidup di masa depan.
Sejarah mengenal dua dimensi, yaitu spasial dan temporal. Spasial berarti ruang,
yang merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah. Sementara itu, temporal
berarti waktu, yang berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa sejarah. Istilah
ruang dan waktu serta ruang waktu kadang digunakan dalam dua konteks yang berbeda.
Konteks pertama dimaknai bahwa ruang dan waktu tidak dapat terpisahkan. Konteks
yang satunya menyatakan bahwa konsep ruang dan waktu hanya sebatas fisis saja.
Dalam sejarah, ruang dan waktu memiliki keterkaitan yang erat. Ruang merupakan
tempat terjadinya berbagai peristiwa sejarah dalam berdasarkan waktu. Oleh karena
itu, penelaahan peristiwa sejarah berdasarkan dimensi waktu tidak dapat terlepas dari
dimensi ruang sejarah. Waktu menitikberatkan pada aspek kapan peristiwa sejarah itu
terjadi. Sementara ruang tentu saja menitikberatkan pada di mana peristiwa itu terjadi.
Konsep ruang dan waktu merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan, baik dari
suatu peristiwa maupun perubahannya dalam sejarah. Segala aktivitas manusia mesti
berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian. Perjalanan manusia
sebagai pelaku sejarah tidak dapat dilepaskan dari unsur ruang dan waktu, sebab
perjalanan manusia itu sendiri merupakan perjalanan waktu pada suatu tempat yang
ditinggali oleh manusia itu sendiri.
3. Metode
Dalam artikel jurnal ini menggunakan metode dan jenis penelitian studi pustaka
Periode I (1945-1948)
Otonomi bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945
tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan
setidaknya ada tiga jenis daerah yang memiliki otonomi yaitu: Karesidenan, Kota
otonom dan Kabupaten serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali
daerah Surakarta dan Yogyakarta). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan
membentuk Komite Nasional Daerah sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah bersama-
sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah. Untuk pemerintahan sehari-hari
dibentuk Badan Eksekutif dari dan oleh Komite Nasional Daerah dan dipimpin
oleh Kepala Daerah.
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat
membentuk dan melaksanakan pemerintahan daerah. Daerah-
daerah Maluku (termasukdidalamnya Papua), Nusa Tenggara, Sulawesi,
dan Kalimantan bahkan harus dihapuskan dari wilayah Indonesia sesuai isi Perjanjian
Linggajati. Begitu pula dengan daerah-daerah Sumatra
Timur, Riau, Bangka, Belitung, Sumatra Selatan bagian timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah bagian barat, Jawa Timur bagian timur, dan Madura juga harus dilepaskan
dengan Perjanjian Renville.
Periode II (1948-1957)
Pada periode ini berlaku Undang-Undang Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang
Pemerintahan Daerah. UU ini adalah UU pertama kalinya yang mengatur susunan dan
kedudukan pemerintahan daerah di Indonesia. Secara umum Indonesia memiliki dua
jenis daerah berotonomi yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom khusus yang
disebut dengan daerah istimewa. Daerah otonom khusus yang diberi nomenklatur
"Daerah Istimewa" adalah daerah kerajaan/kesultanan dengan
kedudukan zelfbesturende landschappen/kooti/daerah swapraja yang telah ada
sebelum Indonesia merdeka dan masih dikuasai oleh dinasti pemerintahannya. Masing-
masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang
berbeda-beda yaitu:
Tingkatan Nomenklatur
Nomenklatur Daerah
Daerah Daerah Otonom
Otonom Biasa
Otonom Khusus
Daerah Istimewa
Tingkat I Provinsi
Setingkat Provinsi
Daerah Istimewa
Tingkat II Kabupaten/Kota Besar Setingkat
Kabupaten
DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota DPRD dipilih
dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh UU pembentukan daerah. Masa jabatan
Anggota DPRD adalah lima tahun. Jumlah anggota DPRD juga diatur dalam UU
pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua DPRD dipilih oleh dan
dari anggota DPRD yang bersangkutan.
Kepala Daerah menjadi ketua dan anggota DPD. Kepala Daerah diangkat dan
diberhentikan dengan ketentuan umum:
1. Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh Presiden dari calon yang diajukan
oleh DPRD Provinsi.
2. Kepala Daerah Kabupaten/Kota Besar diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari
calon yang diajukan oleh DPRD Kabupaten/Kota Besar.
3. Kepala Daerah Desa, Negeri, Marga atau nama lain/Kota Kecil diangkat
oleh Kepala Daerah Provinsi dari calon yang diajukan oleh DPRD Desa, Negeri,
Marga atau nama lain/Kota Kecil.
5. Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang
berkuasa di daerah itu pada zaman sebelum Republik Indonesia dengan syarat
tertentu. Untuk daerah istimewa dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah
Istimewa oleh Presiden dengan syarat yang sama dengan Kepala Daerah
Istimewa. Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah anggota DPD.
Pada periode ini berlaku Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga Undang-undang tentang pokok-pokok
pemerintahan 1956. UU ini menggantikan Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1948
dan UU NIT No. 44 Tahun 1950. Secara umum Indonesia memiliki dua jenis daerah
berotonomi yaitu daerah otonom biasa yang disebut daerah swatantra dan daerah
otonom khusus yang disebut dengan daerah istimewa. Masing-masing daerah
berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda
yaitu:
Nomenklatur Daerah
Tingkatan Nomenklatur Daerah Otonom Biasa
Otonom Khusus
BPH terdiri dari 3 sampai 5 anggota kecuali yang berasal dari anggota
DPD sebelumnya. Anggota BPH diangkat dan diberhentikan menurut aturan yang
ditetapkan Mendagri dan Otda. (Mustanir and Darmiah 2016)
Periode IV (1965-1974)
Tingkat I Provinsi/Kotaraya
Tingkat II Kabupaten/Kotamadya
Masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta Anggota
BPH adalah 5 tahun. Kepala Daerah adalah pegawai Negara. Kepala
Daerah merupakan wakil pemerintah pusat sekaligus pejabat dalam pemerintahan
daerah. Oleh karena itu Kepala Daerah harus melaksanakan politik pemerintah dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri menurut hierarki
yang ada. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta Anggota BPH diangkat dan
diberhentikan oleh:
Periode V (1974-1999)
Pada periode ini berlaku Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah. UU ini menggantikan Undang-Undang No. 18 Tahun
1965 yang dinyatakan tidak dapat diterapkan. Menurut UU ini secara
umum Indonesia dibagi menjadi satu macam Daerah Otonom sebagai pelaksanaan asas
desentralisasi dan Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan asas dekonsentrasi.
A. Daerah Otonom
B. Wilayah Administrasi
Tingkat II Kabupaten/Kotamadya
Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah
Provinsi atau Ibukota Negara. Ibu kota Daerah Tingkat I adalah ibu kota Wilayah
Provinsi. Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan
batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Ibu kota Daerah Tingkat II adalah ibu
kota Wilayah Kabupaten. Penyebutan Wilayah Administratif dan Daerah
Otonom disatukan.
Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. Kepala Daerah diangkat untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat
kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Kepala Daerah Tingkat
I dicalonkan dan dipilih oleh DPRD Tingkat I dengan persetujuan Menteri Dalam
Negeri dan selanjutnya diangkat oleh Presiden. Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan
dan dipilih oleh DPRD Tingkat II dengan persetujuan Gubernur/Kepala Daerah
Tingkat I dan selanjutnya diangkat oleh Menteri Dalam Negeri.(Latif, Mustanir, and
ir 2019)
Wakil Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. Wakil Kepala Daerah Tingkat
I diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. Wakil
Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. Apabila dipandang
perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu
Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam
rangka dekonsentrasi.(Rais et al. 2017)
Periode VI (1999-2004)
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun
dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Pengisian jabatan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara
bersamaan. Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk
untuk bertindak atas nama Presiden.
Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga
sebagai wakil Pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala
Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi. Kepala
Daerah Kabupaten disebut Bupati. Kepala Daerah Kota disebut Wali kota. Dalam
menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati/Wali
kota bertanggungiawab kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Peraturan mengenai Desa dipisahkan dalam bab yang berbeda dari peraturan
mengenai daerah otonom provinsi/kabupaten/kota. Ini dikarenakan Desa atau yang
disebut dengan nama lain (Nagari,Kampung, Huta, Bori, Marga dan lain sebagainya)
memiliki susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten.
Tingkat I Provinsi
Tingkat II Kabupaten/Kota
Desa atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara. Termasuk dalam pengertian ini
adalah Nagari di Sumatra Barat, Gampong di provinsi Aceh, Lembang di Sulawesi
Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku. Secara
bertahap, Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan.(Mustanir
2020)
5. Kesimpulan
Pemerintahan daerah adalah sebuah badan cabang dari pemerintahan pusat yang
telah diberikan kewenangan khusus untuk mengatur politik pemerintahan yang ada di
daerah tertentu. Urusan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah bisa
meliputi semua urusan pemerintahan. Namun, ada beberapa urusan yang cuma bisa diatur
oleh pemerintahan pusat, seperti urusan dengan negara lain. Urusan itulah yang tidak bisa
dilakukan oleh pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dan DPRD Pemerintah daerah dan
DPRD adalah unsur yang menjadi pelaku pelaksanaan urusan politik daerah yang
mempunyai kedudukan yang sejajar. Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah,
Pemerintah Daerah memiliki posisi sebagai lembaga eksekutif di daerah. Lembaga
eksekutif ini terdiri dari kepala daerah/wakil kepala daerah dan perangkat daerah. Kalau
DPRD, dia memiliki posisi sebagai lembaga legislatif di daerah yang anggotanya dipilih
secara langsung oleh rakyat. Pemerintahan daerah memiliki dua tingkatan, yaitu
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten atau kota. Pemerintahan
ini dilakukan oleh gubernur, wakil gubernur dan DPRD Provinsi. Sedangkan pemerintahan
daerah kabupaten atau kota dipimpin oleh bupati atau wkail bupati jika kabupaten, dan
walikota atau wakil walikota jika ada di DPRD kabupaten atau kota.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamaluddin, and Sri Rahayu Bardan. 2015. “Analysis of Public Policy Formulation
Process in Irrigation Network Development Planning Office of Water Resources
Sidenreng Rappang Regency.” 5(1):27–35.
Akhmad, Israwaty, Ahmad Mustanir, and Muhammad Rohady Ramadhan. 2018. Pengaruh
Pemanfaatan Tekhnologi Informasi Dan Pengawasan Keuangan Daerah
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Kabupaten Enrekang.
Ar, Andi Asmawati, Ahmad Mustanir, Haeruddin Syarifuddin, Abdul Jabbar, Kamaruddin
Sellang, Muhammad Rais, Rahmat Razak, Monalisa Ibrahim, and Akhwan Ali.
2021. “SIPIL NEGARA KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG.” 2(1).
Irwan, Irwan, Adam Latif, and Ahmad Mustanir. 2021. “Pendekatan Partisipatif Dalam
Perencanaan Pembangunan Di Kabupaten Sidenreng Rappang.” GEOGRAPHY
Jurnal Kajian, Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan 9(2):137–51.
Irwan, Adam Latif, Sofyan, Ahmad Mustanir, and Fatimah. 2019. “Gaya Kepemimpinan,
Kinerja Aparatur Sipil Negara Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pembangunan Di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang.” Jurnal
Moderat 5(1):32–43.
Kholifah R, Emy, and Ahmad Mustanir. 2019. “Food Policy and Its Impact on Local Food.”
(October):27–38. doi: 10.32528/pi.v0i0.2465.
Latif, Adam, Irwan, Ahmad Mustanir, Jamaludin Ahmad, and Geminastiti Sakkir. 2019.
“Village Government Leadership Towards Optimizing Society Participation in
Development Planning.” 367(ICDeSA):12–16. doi: 10.2991/icdesa-19.2019.3.
Latif, Adam, Ahmad Mustanir, and ir. 2019. “Buku Kepemimpinan Adam Irwan 2020.Pdf.”
154.
Latif, Adam, Ahmad Mustanir, and Irwan Irwan. 2019a. “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Partisipasi Masyarakat Pada Perencanaan Pembangunan.” JAKPP (Jurnal
Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik) (December):144–64. doi:
10.31947/jakpp.v1i2.7977.
Latif, Adam, Ahmad Mustanir, and Irwan Irwan. 2019b. “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Partisipasi Masyarakat Pada Perencanaan Pembangunan.” JAKPP (Jurnal
Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik) 144–64. doi: 10.31947/jakpp.v1i2.7977.
Mustanir, Ahmad. 2019a. “Pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa Melalui Kelompok
Ekonomi Kewirausahaan Secara Partisipatif Empowerment of Badan Usaha Milik
Desa Through Participatory Entrepreneurship Economic Groups Unggul ,
Profesional , Islami Unggul , Profesional , Islami.” Jurnal (February):2–44.
Mustanir, Ahmad, Akhwan Ali, Akhmad Yasin, and Budiman Budiman. 2020. “Transect on
Participatory Development Planning in Sidenreng Rappang Regency.” 250–54.
doi: 10.4108/eai.25-10-2019.2300523.
Mustanir, Ahmad, Barisan Barisan, and Hariyanti Hamid. 2017. “Participatory Rural
Appraisal As The Participatory Planning Method Of Development Planning.”
Proceedings Indonesian Association for Public Administration (IAPA)
International Conference Towards Open Government: Finding the Whole
Government Approach (February 2019):77–84.
Mustanir, Ahmad, and Darmiah Darmiah. 2016. “Implementasi Kebijakan Dana Desa Dan
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Desa Teteaji Kecamatan Tellu
Limpoe Kabupaten Sidenreng Rappang.” Jurnal Politik Profetik 4(2):225–38.
Mustanir, Ahmad, Herman Dema, Haeruddin Syarifuddin, Irwan, and Kiki Meity Sri
Wulandari. 2018. “Pengaruh Motivasi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pembangunan Di Kelurahan Lalebata Kecamatan Panca Rijang Kabupaten
Sidenreng Rappang.” Jurnal Ilmiah Clean Government (JCG) 2(1):27–39.
Mustanir, Ahmad, Hariyanti Hamid, and Rifni Nikmat Syarifuddin. 2019. “Pemberdayaan
Kelompok Masyarakat Desa Dalam Perencanaan Metode Partisipatif.” Moderat:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 5(3):227–39.
Mustanir, Ahmad, Kittisak Jermsittiparsert, Akhwan Ali, Sam Hermansyah, and Sakinah
Sakinah. 2020. “Village Head Leadership and Bureaucratic Model Towards Good
Governance in Sidenreng Rappang.” doi: 10.4108/eai.21-10-2019.2291532.
Mustanir, Ahmad, Nur Justira, Kamaruddin Sellang, and Andi Ilham Muchtar. 2018.
“Democratic Model On Decision-Making At Deliberations Of Development
Planning.” International Conference on Government Leadership and Social
Science (ICOGLASS). Demanding Governance Accountability and Promoting
Democratic Leadership for Public Welfare Achievement (April):110 – 115.
Mustanir, Ahmad, Sellang Kamarudding, Ali Akhwan, Madaling, and Mutmainna. 2018.
“Peranan Aparatur Pemerintahan Desa Dan Partisipasi Masyarakat Dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di Desa Tonrongnge Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.” Jurnal Ilmiah Clean Government
2(1):67–84.
Mustanir, Ahmad, Universitas Muhammadiyah, and Sidenreng Rappang. 2019.
“Pemberdayaan Masyarakat Kewirausahaan Entrepreneurship Community
Empowerment.” Jurnal (February):1–14.
Mustanir, Ahmad, and M. Rais Rahmat Razak. 2017. “Nilai Sosial Budaya Pada Partisipasi
Masyarakat Etnik Towani Tolotang Dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan.” Prosiding Konferensi Nasional Ke-6 Asosiasi Program
Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA) (February
2019):1–7.
Mustanir, Ahmad, and Muhammad Rusdi. 2019. “Participatory Rural Appraisal (PRA)
Sebagai Sarana Dakwah Muhammadiyah Pada Perencanaan Pembangunan Di
Kabupaten Sidenreng Rappang.” Prosiding Konferensi Nasional Ke-8 Asosiasi
Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA)
467–75.
Mustanir, Ahmad, Zainuddin Samad, Abdul Jabbar, Monalisa Ibrahim, and Juniati Juniati.
2019. “Kepemimpinan Lurah Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Di Kelurahan
Lautang Benteng Kabupaten Sidenreng Rappang.” Journal of Social Politics and
Governance (JSPG) 1(2):99–118. doi: 10.24076/jspg.v1i2.185.
Mustanir, Ahmad, Akhmad Yasin, Irwan, and Muhammad Rusdi. 2018. “Potret Irisan Bumi
Desa Tonrong Rijang Dalam Transect Pada Perencanaan Pembangunan
Partisipatif.” Jurnal MODERAT 4(November):1–14.
Rais, Muhammad, Hariyanti Hamid, Ahmad Mustanir, and Abd Jabbar A. 2017. “MAGANG
INTERNASIONAL ( Indonesia - Malaysia ) 3 s / d 12 Mei 2017 Joint Research.”
1–40.
Samad, Zainuddin, Ahmad Mustanir, and Muh Yusuf Putra Pratama. 2019. “Partisipasi
Masyarakat Dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Untuk Mewujudkan
Good Governance Kabupaten Enrekang.” Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan 5(4):379–95.
Sapri, S., Mustanir, A., Ibrahim, M., Adnan, A. A., Wirfandi, W. 2019. “Peranan Camat Dan
Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di
Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang.” MODERAT: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan 5(2):33–48.
Siriattakul, Parinya, Kittisak Jermsittiparsert, and Ahmad Mustanir. 2019. “What Determine
the Organizational Citizenship Behavior in Indonesian Agriculture Manufacturing
Firms?” International Journal of Psychosocial Rehabilitation 23(4):778-`792. doi:
10.37200/ijpr/v23i4/pr190409.