Budaya Bisnis International
Budaya Bisnis International
Definisi Budaya
Untuk memahami budaya, saya mengacu pada beberapa definisi budaya,
yang telah dikemukakan dalam buku-buku yang ditulis masing-masing oleh
Daniels et al, Ball et al, dan juga yang dirumuskan oleh Koentjaraningrat.
Daniels et al (2013, hal. 94) menyajikan definisi budaya sebagai "norma
yang dipelajari berdasarkan nilai, sikap, dan keyakinan sekelompok orang."
Kemudian, menurut Ball et al (2012, hal. 94), budaya telah didefinisikan
sebagai "jumlah total kepercayaan, aturan, teknik, institusi dan artefak yang
menjadi ciri populasi manusia." Dengan kata lain, budaya terdiri dari
"pandangan dunia individu, aturan sosial, dan dinamika interpersonal yang
mencirikan sekelompok orang yang diatur dalam tempat dan waktu
tertentu." Koentjaraningrat (DosenPendidikan, 2020) mendefinisikan
kebudayaan sebagai “keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar).
Dari definisi di atas, kita dapat menemukan bahwa
Komponen Budaya
Keanekaragaman budaya di seluruh dunia dapat digambarkan pada
manifestasi budaya negara, sebagaimana saya mengacu pada sudut
pandang Koentjaraningrat, dalam bentuk gagasan, (2) tindakan atau
perilaku dalam suatu masyarakat (sistem sosial); dan (3) karya manusia
(Koentjaraningrat-3 Wujud dalam 7 Unsur, 2013). Untuk lebih memahami
keragaman atau perbedaan budaya, kita dapat menguraikan komponen
budaya nasional yang diwujudkan dalam bentuk fisik dan non-fisik tersebut.
Baik Daniels et al (2013, hal. 98-114) maupun Ball et al (2012, hal. 105-12)
menggambarkan komponen budaya sebagai berikut:
1. Estetika, yang diekspresikan dalam seni, musik, film, dan cerita rakyat.
Warna, simbol, pola, arsitektur, patung secara verbal dan nonverbal
menyampaikan arti yang berbeda kepada orang yang berbeda.
2. Nilai dan sikap, sebagaimana diungkapkan dalam budaya yang
berbeda dan diidentifikasi dengan baik oleh ilmuwan sosial seperti Hall
dan Hofstede.
3. Agama, yang pada dasarnya membentuk nilai-nilai budaya. Beberapa
penelitian menunjukkan beberapa korelasi antara nilai-nilai agama dan
kehidupan kerja, seperti yang mungkin kita temukan dalam etika
Protestan dalam studi Max Weber dan dalam etika Konfusianisme.
4. Bahasa dalam bentuk lisan/tulisan atau bahasa tubuh. Komunikasi
lebih mudah bagi orang yang menggunakan bahasa yang sama
daripada orang yang menggunakan bahasa yang berbeda. Mereka
yang berasal dari profesi yang sama tidak kesulitan menggunakan
bahasa teknis yang sama. Namun, kita dapat memahami kesulitan
orang-orang yang hanya menggunakan huruf kanji untuk membaca
sesuatu dalam huruf latin dan sebaliknya. Bahasa Inggris setidaknya
dapat digunakan di kalangan pebisnis, karena bahasa ini terutama
merupakan bahasa bisnis. Tapi, akan menguntungkan bagi seorang
eksekutif untuk berbicara bahasa lokal dalam bisnis internasional.
5. Materialisme dan teknologi: istilah “kebudayaan material” yang
mengacu pada semua benda buatan manusia berkaitan erat dengan
aspek teknologi yang berbagi dengan produktivitas bisnis dan ekonomi.
Meskipun dapat mengakibatkan konsumerisme berlebihan,
materialisme kiranya menyiratkan keinginan akan kekayaan materi
yang dapat memotivasi seseorang untuk bekerja atau perusahaan
untuk berprestasi.
6. Stratifikasi sosial/organisasi masyarakat, yang terdapat dalam setiap
budaya dapat menunjukkan kelas, status, dan penghargaan
seseorang. Keanggotaan kelompok dapat berupa
keanggotaan ascribed group, yang didasarkan atas kekerabatan
(hubungan keluarga), umur, jenis kelamin, suku, ras disebut; atau
keanggotaan acquired group, yang didasarkan atas agama, afiliasi
politik, profesional, dan asosiasi lainnya (Daniels et al, 2013, hal. 103).
Kata Penutup
Kami yakin bahwa dengan memiliki pengetahuan tentang budaya beserta
dimensi dan komponennya, para eksekutif perusahaan dapat membangun
kesadaran dan kepekaan mereka terhadap lingkungan budaya dalam
melakukan bisnis internasional. Mereka akan membantu perusahaan
untuk melakukan penyesuaian budaya yang sangat penting bagi
keberhasilan melakukan bisnis di pasar internasional. Ketidakpekaan
terhadap budaya lain dan etnosentrisitas yang kuat tentu saja menyulitkan
perusahaan beradaptasi dengan budaya lokal.
Penyesuaian budaya merupakan prasyarat terutama bagi perusahaan
yang melakukan bisnis di negara asing dengan budaya yang berbeda.
Orang mungkin berpendapat bahwa penyesuaian budaya tidak diperlukan
oleh perusahaan yang beroperasi di negara dengan budaya serupa.
Namun, kita harus ingat bahwa budaya, budaya bangsa, sedang berubah
membentuk budaya nasional yang unik. Kemudian, peka terhadap
lingkungan budaya negara lain akan membantu perusahaan
mengidentifikasi kedekatan budaya mereka sendiri dengan orang lain.
Maklum, lingkungan budaya bukan satu-satunya yang dapat
mempengaruhi operasi bisnis internasional tetapi kekuatan lingkungan lain,
seperti sistem politik dan hukum. Meski memiliki kedekatan budaya,
perusahaan asing sering menghadapi perlawanan di negara tuan rumah
karena dicurigai mengancam kepentingan nasional negara tersebut.
Tetapi poin saya di sini adalah jika negara-negara dengan kedekatan
budaya dapat menghadapi masalah bisnis, lalu bagaimana dengan negara-
negara dengan budaya yang berbeda. Mereka bahkan bisa merasa jauh
lebih sulit jika tidak ada penyesuaian budaya. Oleh karena itu, kami yakin
bahwa kepekaan budaya berperan kunci dalam bisnis global. Kita juga
harus menyadari perlunya mengikuti perkembangan budaya lain yang
berubah seiring waktu.
Kita tidak bisa mengabaikan perubahan budaya dalam masyarakat dunia
saat ini. Integrasi ekonomi dan kemajuan teknologi, interaksi lintas budaya
yang meluas, seharusnya memiliki pengaruh pada budaya negara. Saya
masih berpandangan bahwa di era globalisasi, lintas budaya dapat
mengubah gaya hidup sosial suatu negara (Nangoi, 1992, hal. 18).
Masyarakat saat ini sekarang mengkonsumsi apa yang disebut 'produk
global' yang tidak kita kenal di masa lalu. Ini bahkan membuat orang
mempertanyakan apakah kita sekarang hidup dalam budaya global yang
terpadu. Ini dipertanyakan mengingat keragaman budaya dalam
masyarakat dunia. Tapi, jelas bahwa globalisasi ekonomi telah membuat
dunia saling berhubungan erat dan membuat kita lebih sadar akan multi-
budaya di seluruh dunia.
Referensi
Ball, D. A., Geringer, J. M., McNett, J. M., & Minor, M. S.
(2012). International Business: The Challenge of Global
Competition. Hampshire: McGraw-Hill.
Daniels, J. D., Radebaugh, L. H., & Sullivan, D. P. (2013). International
Business: Environments and Operations. Harlow: Pearson Education
Limited.
DosenPendidikan. (2020, April 16). Kebudayaan-Pengertian, Unsur,
Bentuk, Wujud&Komponen. Retrieved from Dosen Pendidikan:
www.dosenpendidikan.co.id., diakses 6 September, 2020
Koentjaraningrat-3 Wujud dalam 7 Unsur. (2013, 03). Retrieved from A
Quarter of One Hour: https://dirarahimsyah.blogspot.com. diakses 6
September, 2020.
Nangoi, R. (1992). Bisnis Internasional: Aspek dan
Perkembangannya. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Sharma, R. (2012). Breakout Nations: In Pursuit of the Next Economic
Miracles. London: Penguin Books Ltd.
VIACONFLICT. (2013, October 15). Retrieved from High and Low
Uncertainty Avoidance: https://viaconflict.wordpress.com/2013/10/15/high-
and-low-uncertainty-avoidance/
Amerika
Malaysia
1.
HubunganKebersamaanKeamanan
keluargaKemandiran
2. KeselarasanKebebasan
kelompokKeselarasanKebebasan
3. Keamanan
keluargaKeterbukaanKemandirian
4. KebebasanMandiriHubungan
5. Kerjasama Kerjasama
SpiritualitasHarta Milik Waktu
6. Kesepakatan
kelompokSpritiualitas
7. Prestasi KelompokSpritualitas