Anda di halaman 1dari 9

RESUME PEMASARAN GLOBAL

Lingkungan Sosial dan Budaya

Oleh:
MUHAMMAD ZUHDI
NIM:
A021201113

PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
Lingkungan Sosial dan Budaya

A. Masyarakat, Budaya, dan Budaya Konsumen Global


Budaya dapat dipahami sebagai "cara hidup, yang dibangun oleh
sekelompok manusia, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
lainnya". Suatu budaya menjalankan cara hidupnya dalam konteks institusi
sosial, termasuk institusi keluarga, pendidikan, agama, pemerintahan, dan
bisnis. Lembaga-lembaga itu, pada gilirannya, berfungsi untuk
memperkuat norma-norma budaya.
(Hofstede dan Minkov, 2010); mendefinisikan budaya sebagai
“pemrograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota dari satu
kelompok atau kategori orang dari yang lain”. Di sisi lain budaya lahir dari
paham akan bentuk-bentuk kebudayaan pada masa lampau yang terus
dihidupkan bahkan dikontekstualisasikan di masa sekarang (Triyanto,
2014).
Elemen budaya menurut beberapa antropolog dan sosiolog terbagi
menjadi dua kategori besar: budaya material (disebut sebagai komponen
fisik atau budaya fisik) dan budaya nonmaterial (juga dikenal sebagai
budaya subjektif atau abstrak) mencakup hal-hal yang tidak berwujud
seperti agama, persepsi, sikap, kepercayaan, dan nilai.
a. Sikap, Keyakinan dan Nilai
Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk merespon
dengan cara yang konsisten terhadap objek atau entitas tertentu.
Keyakinan adalah pola pengetahuan terorganisir yang diyakini
benar oleh seseorang tentang dunia. Nilai dapat didefinisikan
sebagai keyakinan atau perasaan yang bertahan lama bahwa cara
perilaku tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada
cara perilaku lain.
b. Agama
Agama merupakan sumber penting dari kepercayaan, sikap, dan
nilai masyarakat. Banyak contoh ajaran agama, praktik, hari raya,
dan sejarah yang secara langsung memengaruhi cara orang-orang
dari agama berbeda bereaksi terhadap aktivitas pemasaran global.
Misalnya, di Indonesia, KFC menggunakan iklan bertema
Ramadhan untuk mendorong orang Indonesia datang ke restoran
saat buka puasa, akhir buka puasa setiap hari. Bisnis di KFC
Indonesia sebanyak 500 unit meningkat sebanyak 20 persen
selama Ramadhan.
c. Estetika
Pemasar global harus memahami pentingnya estetika visual yang
diwujudkan dalam warna atau bentuk suatu produk, label, atau
kemasan. Di pasar yang sangat kompetitif, kemasan produk yang
tidak tepat atau tidak menarik dapat menempatkan perusahaan
atau merek pada posisi yang tidak menguntungkan.
Musik adalah komponen estetika dari semua budaya dan diterima
sebagai bentuk ekspresi artistik dan sumber hiburan. Di satu sisi,
musik mewakili "transkultur" yang tidak diidentikkan dengan bangsa
tertentu. Misalnya, ritme, atau gerakan melalui waktu, adalah aspek
universal dari musik. Tetapi musik juga dicirikan oleh variasi gaya
yang cukup besar dengan asosiasi khusus regional atau negara.
Misalnya, ritme bossa nova diasosiasikan dengan Argen tina;
samba dengan Brasil; salsa dengan Kuba; reggae dengan Jamaika;
merengue dengan Republik Dominika; dan blues, mengendarai
ritme rock, hip-hop, dan rap dengan Amerika Serikat. Sosiolog telah
mencatat bahwa identitas nasional sebagian berasal dari musik asli
atau populer suatu negara; gaya musik yang unik dapat "mewakili
keunikan entitas budaya dan komunitas.”

Dampak Pemasaran pada Budaya


Dampak pemasaran dan, secara lebih umum, kapitalisme global
terhadap budaya dapat menjadi kontroversial. Misalnya, sosiolog George
Ritzer dan yang lainnya mengeluhkan "McDonaldization of culture," yang,
menurut mereka, terjadi ketika perusahaan global mendobrak hambatan
budaya sambil berekspansi ke pasar baru dengan produk mereka. Seperti
yang dicatat Ritzer:
Makan adalah jantung dari sebagian besar budaya dan bagi banyak
orang itu adalah sesuatu yang banyak waktu, diperhatikan tion dan
uang dicurahkan. Dalam upaya mengubah cara orang makan,
McDonaldisasi ancaman besar bagi seluruh kompleks budaya banyak
masyarakat.

B. Budaya Konteks Tinggi dan Rendah


Edward T. Hall telah menyarankan konsep konteks tinggi dan rendah
sebagai cara untuk memahami orientasi budaya yang berbeda. Budaya
konteks rendah, pesannya bersifat eksplisit dan spesifik, kata-kata
membawa sebagian besar kekuatan komunikasi. Sedangkan budaya
konteks tinggi, lebih sedikit informasi yang terkandung dalam bagian verbal
dari sebuah pesan, sementara lebih banyak informasi berada dalam
konteks komunikasi, termasuk latar belakang, asosiasi, dan nilai-nilai dasar
komunikator.
Dalam budaya konteks rendah, kesepakatan dibuat dengan lebih
sedikit informasi mengenai karakter, latar belakang, dan nilai-nilai
partisipan. Sedangkan dalam budaya konteks tinggi, kata-kata seseorang
dijadikan sebagai ikatan. Karena seperti budaya yang menekankan
kewajiban dan kepercayaan sebagai nilai-nilai penting, ada juga sedikit
kebutuhan untuk mengantisipaji kontijensi dan memberikan sanksi hukum
eksternal. Perasaan kewajiban dan kehormatan menggantikan sanksi
hukum impersonal yang membantu menjelaskan pentingnya negosiasi
yang panjang dan berlarut-larut. Tujuan negosiasi dalam budaya konteks
tinggi adalah untuk mengenal calon mitra.

C. Tipologi Budaya Hofstede


Hofstede terkenal dengan studi penelitian tentang nilai-nilai sosial yang
menunjukkan bahwa budaya dari berbagai negara dapat dibandingkan
dengan lima dimensi. Hofstede mencatat bahwa tiga dimensi mengacu
berdasarkan perilaku sosial yang diharapkan, dimensi keempat berkaitan
dengan “pencarian manusia untuk kebenaran”, dan dimensi kelima
mencerminkan pentingnya waktu.
Dimensi pertama adalah cerminan sejauh mana individu-individu
dalam kehidupan masyarakat diintegrasikan ke dalam beberapa kelompok.
Dalam budaya individualistis, setiap anggota masyarakat lebih
memperhatikan kepentingannya sendiri dan kepentingan keluarga
dekatnya. Sedangkan dalam budaya kolektivistik, semua anggota
masyarakat mengharapkan kelompok untuk menjaga dan melindungi
mereka.
Dimensi kedua, jarak kekuasaan adalah sejauh mana anggota
masyarakat dengan kekuasaan yang rendah menerima kekuasaan yang
didistribusikan secara tidak merata. Dimensi jarak kekuasaan
mencerminkan tingkat kepercayaan di antara anggota masyarakat.
Semakin tinggi indeks jarak kekuasaannya, semakin rendah tingkat
kepercayaannya.
Budaya yang berhubungan dengan power distance terkait dengan
perilaku komunikasi, yaitu low-context communication dan highcontext
communication. Kedua hal tersebut dapat dilihat dari cara manusia
berkomunikasi, karena pada dasarnya high-context communication adalah
cara mengekspresikan pesan yang secara langsung atau dengan kata lain
tidak ada hal tertentu yang disembunyikan. Sebaliknya, justru budaya low-
context communication memperlihatkan suatu cara penyampaian
pendapat dengan banyak hal yang disandikan atau pesan yang diberikan
hanya secara sekelumit saja dari bagian yang lebih besar. (Husna, 2015)
Dimensi ketiga, penghindaran ketidakpastian adalah sejauh mana
anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan situasi yang tidak jelas,
ambigu, atau tidak terstruktur. Anggota budaya penghindaran
ketidakpastian tinggi menghindari ketidakpastian mungkin dengan perilaku
agresif, emosional, dan tidak toleran, mereka dicirikan oleh keyakinannya
akan kebenaran yang mutlak. Anggota budaya penghidaran ketidakpastian
yang rendah lebih toleran terhadap orang-orang yang pendapatnya
berbeda dari mereka sendiri.
Dimensi keempat, prestasi, menggambarkan masyarakat dimana laki-
laki diharapkan untuk tegas, kompetitif, dan peduli dengan kesuksesan
materi dan perempuan hanya memenuhi peran pengasuh dan peduli
dengan isu-isu seperti kesejahteraan anak-anak. Sedangkan memelihara
menggambarkan masyarakat dimana peran sosial laki-laki dan perempuan
itu tumpang tindih, tanpa gender yang menunjukkan perilaku yang terlalu
ambisius atau kompetitif.
Dimensi masculinity menjadi begitu menarik dalam kajian nilai sosial
karena terciptanya kesejahteraan dalam pendekatan femininity sebagai
bentuk dari idealisme sosial serta tindakan saling menolong saat yang lain
membutuhkan. Wulantari (2012) menyebutkan pendekatan femininity
melihat dari perspektif peran gender sosial yang jelas berbeda, dimana
feminitas dipandang lebih sederhana, lembut, dan peduli dengan kualitas
hidup.
Dimensi kelima, orientasi jangka panjang versus orientasi jangka
pendek, Hofstede menafsirkan dimensi ini sebagai tentang "pencarian
masyarakat untuk kebajikan," daripada kebenaran. Dimensi menilai rasa
kedekatan dalam suatu budaya-yaitu, apakah kepuasan harus segera atau
ditangguhkan. Nilai jangka panjang termasuk ketekunan (perseverance),
didefinisikan sebagai keuletan umum dalam mengejar tujuan. Mengurutkan
hubungan berdasarkan status mencerminkan adanya hierarki masyarakat,
dan mengamati urutan ini menunjukkan penerimaan hubungan yang saling
melengkapi.

D. Kriteria dan Persepsi Referensi Diri


James Lee dalam bukunya Harvard Business Review pada tahun 1966
mengembangkan sebuah kerangka kerja untuk secara sistematis
mengurangi penyumbatan dan distorsi persepsi. Lee menyebut referensi
bawah sadar untuk nilai-nilai budaya sendiri kriteria referensi diri (SRC). Ia
mengusulkan empat langkah untuk mengurangi miopia budaya ini:
1. Menentukan masalah atau tujuan dalam kaitannya dengan ciri-ciri
budaya, kebiasaan, dan norma negara asal.
2. Menentukan masalah atau tujuan dalam kaitannya dengan ciri-ciri
budaya, kebiasaan, dan norma-norma negara tuan rumah.
3. Memisahkan pengaruh SRC dan periksa dengan cermat untuk melihat
bagaimana hal itu memperumit masalah.
4. Mendefinisikan kembali masalah tanpa pengaruh SRC dan selesaikan
untuk situasi pasar negara tuan rumah.

Salah satu penerapan SRC dapat kita lihat contohnya saat perusahaan
Walt Disney berencana untuk masuk ke pasar Prancis. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Eksekutif Disney percaya bahwa ada permintaan yang hampir tidak


terbatas untuk ekspor budaya Amerika di seluruh dunia. Bukti
termasuk keberhasilan McDonald's, Coca-Cola, film Hollywood, dan
musik rock Amerika. Disney memiliki rekam jejak yang luar biasa
dalam mengekspor sistem manajemen dan gaya bisnis Amerika.
Tokyo Disneyland, yang terinspirasi dari taman Disneyland di
Anaheim, California, telah sukses besar. Kebijakan Disney melarang
penjualan atau konsumsi alkohol di dalam taman hiburannya.
2. Orang Eropa pada umumnya, dan orang Prancis pada khususnya,
sensitif terhadap imperialisme budaya orang Amerika. Mengkonsumsi
anggur dengan makan siang adalah kebiasaan yang sudah lama ada.
Orang Eropa memiliki kastil asli mereka sendiri, dan banyak karakter
Disney populer berasal dari cerita rakyat Eropa.
3. Perbedaan signifikan yang terungkap dengan membandingkan
temuan pada langkah 1 dan 2 menunjukkan dengan kuat bahwa
kebutuhan yang menjadi dasar taman hiburan Disney Amerika dan
Jepang tidak ada di Prancis. Modifikasi desain ini diperlukan untuk
kesuksesan Eropa.
4. Ini akan membutuhkan desain taman hiburan yang lebih sesuai
dengan norma budaya Prancis dan Eropa —yaitu, memungkinkan
Prancis untuk menempatkan identitas mereka sendiri di taman
tersebut.

E. Teori Difusi
Difusi dapat dikatakan juga sebagai tipe komunikasi khusus di mana
pesannya merupakan ide baru (Rizal, 2012). Ketika diterapkan pada suatu
produk, "baru" dapat berarti hal yang berbeda. Dalam arti mutlak, sekali
produk telah diperkenalkan di mana saja di dunia, itu bukan lagi sebuah
inovasi, karena tidak lagi baru bagi dunia.

Proses Adopsi
Salah satu elemen dasar teori difusi Rogers adalah konsepproses
adopsi—tahap mental yang dilalui seseorang dari saat pengetahuan
pertamanya tentang suatu inovasi hingga saat adopsi atau pembelian
produk. Rogers menyarankan bahwa seorang individu melewati lima tahap
berbeda dalam melanjutkan dari pengetahuan pertama tentang suatu
produk hingga adopsi akhir atau pembelian produk itu: kesadaran, minat,
evaluasi, percobaan, dan adopsi.
a. Kesadaran, dimana pelanggan menjadi sadar untuk pertama
kalinya terhadap produk atau inovasi. Tujuan komunikasi awal yang
penting dalam pemasaran global adalah untuk menciptakan
kesadaran akan produk baru melalui paparan umum terhadap
pesan iklan.
b. Minat, dimana pelanggan telah memusatkan perhatiannya pada
komunikasi yang berkaitan dengan produk dan akan terlibat dalam
kegiatan penelitian dan mencari informasi tambahan.
c. Evaluasi, di tahap ini individu secara mental menilai manfaat produk
dalam kaitannya dengan kebutuhan masa kini yang diantisipasi di
masa depan dan berdasarkan penilaian ini, memutuskan apakah
mereka akan mencobanya.
d. Uji coba, contoh yang baik dari uji coba produk yang tidak
melibatkan pembelian adalah uji coba mobil. Untuk produk
perawatan kesehatan dan barang kemasan konsumen murah
lainnya, percobaan sering kali melibatkan pembelian aktual.
e. Adopsi, pada titik ini individu melakukan pembelian awal (dalam
kasus produk yang lebih mahal) atau terus membeli—mengadopsi
dan menunjukkan loyalitas merek pada produk yang lebih murah.

Karakteristik Inovasi

Lima karakteristik inovasi yang juga mempengaruhi tingkat adopsi


inovasi, yaitu yang pertama keuntungan relatif (bagaimana produk baru
dibandingkan dengan produk yang ada di mata pelanggan). Kedua,
kesesuaian (sejauh mana suatu produk konsisten dengan nilai-nilai yang
ada dan pengalaman masa lalu para pengadopsi). Ketiga, kompleksitas
(sejauh mana suatu inovasi atau produk baru sulit untuk dipahami dan
digunakan). Keempat, divisibilitas (kemampuan suatu produk untuk dicoba
dan digunakan secara terbatas tanpa biaya yang besar). Kelima,
kemampuan berkomunikasi (sejauh mana manfaat inovasi atau nilai
produk dapat dikomunikasikan ke pasar potensial).

Kategori Pengadopsi

Kategori pengadopsi adalah klasifikasi individu dalam pasar


berdasarkan inovasi. Lima kategori telah ditetapkan untuk segmen dari
distribusi normal ini. Pertama 2,5 persen orang yang membeli produk
didefinisikan sebagai inovator; 13,5 persen berikutnya adalah pengadopsi
awal; 34 persen berikutnya adalah mayoritas awal; 34 persen berikutnya
adalah mayoritas terlambat; dan 16 persen terakhir adalah lamban. Studi
menunjukkan bahwa inovator cenderung berani, lebih kosmopolitan dalam
hubungan sosial mereka, dan lebih kaya daripada mereka yang
mengadopsi produk kemudian. Pengadopsi awal adalah orang yang paling
berpengaruh di komunitas mereka, bahkan lebih dari inovator. Dengan
demikian, pengadopsi awal adalah kelompok kritis dalam proses adopsi,
dan mereka memiliki pengaruh besar pada mayoritas awal dan akhir, yang
bertanggung jawab atas sebagian besar pengadopsi produk apa pun.
Beberapa karakteristik pengadopsi awal menonjol: Mereka cenderung
lebih muda, dengan status sosial yang lebih tinggi, dan dalam posisi
keuangan yang lebih menguntungkan daripada pengadopsi kemudian.
Mereka harus tanggap terhadap sumber informasi media massa dan harus
belajar tentang inovasi dari sumber tersebut, karena mereka tidak bisa
begitu saja meniru perilaku para inovator.
Difusi Inovasi di Negara-Negara Lingkar Pasifik

Berdasarkan perbandingan lintas negara Amerika Serikat, Jepang,


Korea Selatan, dan Taiwan, Takada dan Jain menunjukkan bukti bahwa
karakteristik negara yang berbeda khususnya, budaya dan pola
komunikasi mempengaruhi proses difusi untuk AC ruangan, mesin cuci,
dan kalkulator. Berdasarkan pengamatan bahwa Jepang, Korea Selatan,
dan Taiwan adalah budaya konteks tinggi dengan populasi yang relatif
homogen, sedangkan Amerika Serikat adalah budaya konteks rendah,
heterogen, Takada dan Jain menduga bahwa Asia akan menunjukkan
tingkat difusi yang lebih cepat daripada Amerika Serikat. Hipotesis kedua
yang didukung oleh penelitian ini adalah bahwa adopsi akan berlangsung
lebih cepat di pasar di mana inovasi diperkenalkan relatif terlambat.

F. Implikasi Pemasaran Sosial dan Lingkungan Budaya


Sensitivitas lingkungan mencerminkan sejauh mana produk harus
disesuaikan dengan kebutuhan spesifik budaya dari pasar nasional yang
berbeda. Pendekatan yang bermanfaat adalah untuk melihat produk
sebagai terletak pada kontinum kepekaan lingkungan. Di salah satu ujung
kontinum adalah produk yang tidak peka terhadap lingkungan yang tidak
memerlukan adaptasi yang signifikan terhadap lingkungan dari berbagai
pasar dunia. Di ujung lain kontinum adalah produk yang sangat sensitif
terhadap faktor lingkungan yang berbeda. Perusahaan dengan produk
yang tidak peka terhadap lingkungan akan menghabiskan waktu yang
relatif lebih sedikit untuk menentukan kondisi pasar lokal yang spesifik dan
unik karena produk tersebut pada dasarnya bersifat universal. Semakin
besar sensitivitas lingkungan suatu produk, semakin besar kebutuhan
manajer untuk menangani kondisi lingkungan ekonomi, peraturan,
teknologi, sosial, dan budaya negara tertentu.
Abraham Maslow, seorang psikolog yang mempelajari motivasi
manusia, mengembangkan hierarki kebutuhan mulai dari kebutuhan paling
dasar hingga yang lebih abstrak. Kelaparan adalah kebutuhan fisiologis
dasar dalam hierarki Maslow; manusia berbagi keharusan biologis untuk
mendapatkan makanan, tetapi apa yang kita ingin makan dapat sangat
dipengaruhi oleh budaya. Bukti dari garis depan perang pemasaran
menunjukkan bahwa makanan mungkin merupakan kategori produk
konsumen yang paling sensitif. Kontroversi yang sedang berlangsung
tentang organisme hasil rekayasa genetika (GMO) dalam pasokan
makanan adalah contohnya konsumen Amerika umumnya menerima
makanan yang mengandung bahan transgenik; Orang Eropa kurang
menerima.
DAFTAR PUSTAKA

Hofstede, G.J., Minkov, M. (2010). Cultures and Organizations: Software of the


Mind. McGraw-Hill International (UK) Ltd, Maidenhead, UK

Husna, A. F. (2015). Analisis website terhadap budaya pendekatan teori hofstede.


Jurnal Electronics, Informatics, And Vocational Education (Elinvo), Vol.1(1). URL:
https://journal.uny.ac.id/index.php/elinvo/ article/download/12814/8982. Tanggal
diakses 7 September 2022.

Keegan & Green, 2020. Global Marketing, 10th ed Prentice Hall, New Jersey (KG)

Rizal. Fahrul. (2012). Penerapan Teori Difusi Inovasi dalam Perubahan Sosial
Budaya. Hikmah, Vol.6(1), 129-140. Tanggal diakses 7 September 2022.

Triyanto, (2014). Pendidikan seni berbasis budaya. Imajinasi Jurnal Seni. Vol.
VIII(1). URL: https://journal.unnes.ac.id/ nju/index.php/imajinasi/article/view/8 87 9.
Tanggal diakses 7 September 2022.

Wulantari, R. A. (2012). Konstruksi dan reproduksi maskulinitas kelompok muda


urban kelas menengah (studi fenomenologi di antara penonton drama korea
selatan). Jurnal Komunikasi Indonesia (JKI) Vol.1(2). URL: http://journal.ui.ac.id/
index.php/jkmi/article/view/7820 28 April 2018. Tanggal diakses 7 September
2022.

Anda mungkin juga menyukai