PENDAHULUAN
Berbagai profesi yang bekerja di rumah sakit didasari oleh kode etik profesi masing-
masing, yang dijadikan tatanan perilaku masing-masing profesi tersebut. Tatanan
perilaku ini hanya dapat dipahami oleh nurani masing-masing profesi sehingga
perilaku suatu profesi sering sulit dipahami oleh profesi lain.
Kode Etik Rumah Sakit adalah sekumpulan norma yang diharapkan dapat menjadi
tatanan perilaku bagi setiap anggota rumah sakit yang multi profesi tersebut.
Pengaturan perilaku yang dimaksud disini menekankan pada perilaku masing-masing
profesi dalam pengamalan profesinya agar dapat menghasilkan manfaat yang optimal
bagi semua pihak. Selain itu, kode etik rumah sakit diharapkan dapat menjadi jaminan
bagi semua profesi agar dapat melakukan profesinya dengan tenang dan aman.
Etika rumah sakit merupakan pegangan yang dapat menuntun kearah penyempurnaan
fungsi rumah sakit agar kode etik dapat ditegakkan. Usaha-usaha tersebut tentu saja
harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mengerti benar tentang kode etik rumah
sakit serta kode etik dari berbagai profesi yang ada di rumah sakit.
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Pedoman Kerja Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit Orthopedi dan Traumatologi
disusun sebagai acuan bagi Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya.
PT. SOTH
DIREKTUR
Bidang Pelayanan Bidang Pelayanan Bidang Bagian Bagian Kepegawaian Bagian Pembelian &
Bagian Umum
Penunjang Medik Keperawatan Keuangan & Diklat Pengadaan
Sub Bagian
Instalasi Instalasi Sub Bagian Sub Bagian Sub Bagian
Pembelian &
Laboratorium Rawat Jalan Keuangan Kerumahtanggaan Kepegawaian Pengadaan Medis
Instalasi Instalasi
Radiologi Gawat Darurat
Instalasi
Instalasi
Bedah Sentral &
Rehabilitasi Medik
CSSD
Instalasi
Instalasi Rekam
Anestesiologi &
Medik & Admisi
Terapi Intensif
Unit Gizi
Unit Pengelolaan
Pelanggan
2. Wakil Direktur
Adalah pejabat struktural yang membantu Direktur dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya sesuai dengan bidang masing – masing, yaitu :
a. Wakil Direktur Pelayanan dan Keperawatan
b. Wakil Direktur Umum dan Keuangan
3. Komite
Adalah unsur organisasi non struktural yang terdiri dari tenaga ahli dan profesi
yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada direktur dalam
rangka peningkatan mutu dan pengembangan pelayanan rumah sakit sesuai
8. Kepala Bidang
Kepala Bidang berada dibawah dan bertanggung jawab Wakil Direktur Pelayanan
& Keperawatan sesuai dengan fungsi dan strukturalnya masing masing. Kepala
Bidang yang ada di RSOTS adalah sebagai berikut :
a. Kepala Bidang Pelayanan Medik
b. Kepala Bidang Pelayanan Penunjang
c. Kepala Bidang Keperawatan
Seluruh perawat di RSOT bertanggung jawab secara fungsional kepada Kepala
Bidang Keperawatan
9. Kepala Bagian
Kepala Bagian berada dibawah dan bertanggung jawab Wakil Direktur Umum &
Keuangan sesuai dengan fungsi dan strukturalnya masing masing. Kepala Bagian
yang ada di RSOTS adalah sebagai berikut :
a. Kepala Bagian Keuangan
Adalah unsur rumah sakit yang melaksanakan tugas keuangan dan
menyelenggarakan fungsi administrasi keuangan di rumah sakit yang meliputi
perencanaan anggaran, perbendaharaan, mobilisasi dana dan akuntansi.
10. Instalasi
Adalah jabatan struktural yang terdiri dari berbagai profesi dan memiliki fungsi
tertentu sesuai dengan Instalasi masing-masing yang berada dan bertanggung
jawab kepala Kepala Bidang. Instalasi yang ada di RSOTS adalah sebagai berikut:
a. Instalasi dan unit yang berada di bawah Bidang Pelayanan Penunjang adalah :
DIREKTUR RS
Komite Medik
KETUA PANITIA (Sub Komite Etika Dan Disiplin Profesi)
Komite Keperawatan
(Sub Komite Etik Disiplin)
Sekretaris Tim Tenaga Kesehatan Lain
Anggota:
Tenaga Medis
Tenaga Keperawatan
Tenaga Kesehatan Lain
Mutu & Keselamatan Pasien
Pengelola Keuangan / Pengelola Pelayanan
Hukum
Pengelola SDM
Gambar 2.2 Bagan Organisasi Panitia Etik dan Hukum RSOT Surabaya
3. Masa Jabatan
Masa jabatan anggota Panitia Etik adalah 3 (tiga) tahun bila seseorang anggota
mengundurkan diri maka Direktur menunjuk seorang pengganti dari unsur yang
bersangkutan. Masa kerja/jabatan tersebut segera berlaku setelah adanya
pengesahan dari Direktur dengan mengeluarkan Surat Keputusan.
2.2.3 Tugas, Fungsi dan Kewenangan Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit
1. Panitia Etik dan Hukum bertugas meningkatkan dan menjaga kepatuhan
penerapan etika dan hukum di Rumah Sakit Orthopedi dan Traumatologi
Surabaya, dengan cara:
a. Menyusun Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct)
b. Menyusun Pedoman Etika Pelayanan
c. Membina penerapan Etika Pelayanan, Etika Penyelenggaraan dan Hukum
Perumahsakitan
d. Mengawasi pelaksanaan penerapan Etika Pelayanan dan Etika
Penyelenggaraan
e. Memberikan analisis dan pertimbangan etik dan hukum pada pembahasan
internal kasus pengaduan hukum
f. Mendukung bagian hukum dalam melakukan pilihan penyelesaian sengketa
(alternative dispute resolution) dan/atau advokasi hukum kasus pengaduan
hukum
g. Menyelesaikan kasus penyelenggaraan etika pelayanan yang tidak dapat
diselesaikan oleh komite etika profesi terkait atau kasus etika antar profesi di
Rumah Sakit
3. Panitia etik dan hukum rumah sakit dalam melaksanakan tugasnya, berwenang
untuk:
a. Menghadirkan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah etik rumah sakit
b. Melakukan klarifikasi dengan pihak terkait sebagai penyusunan bahan
rekomendasi
c. Memberikan rekomendasi kepada Direktur mengenai sanksi terhadap pelaku
pelanggaraan Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan pedoman
etika pelayanan
d. Melakukan evaluasi tentang pelaksanaan etik rumah sakit.
2.2.4 Uraian Jabatan Keanggotaan Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit
a. Ketua
Mengkoordinir dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan panitia,
memimpin pertemuan/evaluasi, memberikan pengarahan dan saran dalam
menjalankan tugas, melakukan koordinasi dengan komite/panitia/tim/unit kerja,
dan membuat laporan kepada Direktur RSOT.
b. Sekretaris
Bertanggung jawab terhadap kelancaran tugas-tugas panitia dalam bidang
administrasi kesekretariatan, aktif dalam pelaksanan tugas-tugas panitia bersama
anggota dan menyiapkan acara dan membuat notulen rapat.
c. Anggota
Aktif dalam pelaksanaan tugas-tugas panitia, memberikan pendapat/saran
permasalahan etik rumah sakit, memberikan pendapat pemecahan masalah
Penyebab timbulnya kasus komplain di Rumah Sakit dipengaruhi oleh banyak faktor.
Contohnya, karena pelayanan yang tidak memenuhi standar minimal; sistem
pelayanan dan komunikasi yang buruk; panitia medik dan keperawatan yang tidak
berfungsi dengan baik; serta standar profesi yang sudah tidak diperbarui. Selain itu,
pengamalan etika di rumah sakit yang tidak sempurna, sedangkan disisi lain
pengetahuan dan keberanian pasien meningkat seiring dengan banyaknya informasi di
media. Tidak ketinggalan, faktor banyaknya pengacara/media/organisasi yang
“proaktif” mendekati pasien yang tidak puas terhadap pelayanan Rumah Sakit.
Tenaga kesehatan merupakan tenaga yang sangat penting dalam organisasi rumah
sakit. Perilaku dokter, perawat dan tenaga penujang lainya mempunyai andil yang
besar terhadap budaya dan mutu suatu rumah sakit. Oleh karena itu, perilaku tenaga
tersebut perlu dijaga dengan berpedoman pada etika-etika yang baku, baik etika
perumahsakitan, etika kedokteran, etika keperawatan maupun etika lainnya.
Untuk menegakkan Good Ethical Practice (GEP) rumah sakit harus membentuk
Panitia Etik Rumah Sakit (PERS) yang juga merupakan syarat dari operasional rumah
sakit. Panitia Etik Rumah Sakit diharapkan berperan secara aktif menangani masalah
etika institusi Rumah Sakit yang cakupannya lebih luas daripada etika profesi, hukum,
atau disiplin profesi. Selain itu, PERS juga diharapkan membina praktek Good Ethical
Practice (GEP) dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
Kode Etik Kedokteran mutlak diperlukan sebagai panduan bagi setiap dokter dalam
melaksanakan tugasnya sehingga setiap dokter dapat mengetahui apa yang patut dan
tidak patut dilakukan dalam melaksanakan tugas. Rumah sakit di pihak lain yang
merupakan tempat bekerja para dokter juga perlu memiliki rambu-rambu yang serupa
guna memberikan pedoman bagi semua tenaga kerja kesehatan yang bekerja di
dalamnya. Demikian pula dengan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)
merupakan landasan/pedoman bagi penyelenggaraan Rumah Sakit di seluruh
Indonesia termasuk RS Orthopedi dan Traumatologi Surabaya sehingga pemberian
pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya bagi pasien dapat tercapai dengan
baik, bermutu dan profesional.
Prosedur penanganan pelanggaran etik profesi secara singkat dapat digambarkan pada
alur sebagai berikut:
Selanjutnya, Panitia Etik RS dan Subkomite Etik dan Disiplin Profesi juga
menggunakan beberapa pertimbangan berikut, yaitu :
1. Tujuan spesifik yang ingin dicapai
2. Manfaat bagi kesembuhan penderita
3. Manfaat bagi kesejahteraan umum
4. Penerimaan penderita terhadap tindakan itu
5. Preseden tentang tindakan semacam itu
6. Standar pelayanan medik yang berlaku
Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, maka
selanjutnya pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan, sedang atau berat, yang
ditentukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap:
1. Dampak bagi kesehatan penderita
2. Dampak bagi citra / kelangsungan RSOT
3. Dampak bagi masyarakat umum
4. Dampak bagi kehormatan profesi
Untuk tindakan pendisiplinan tenaga professional pemberi asuhan (PPA), dapat pula
dilakukan:
1. Peringatan tertulis
2. Limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege)
3. Bekerja dibawah supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai
kewenangan untuk pelayanan medik tersebut
4. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) sementara atau selamanya
3.5.2 Penanganan Dilema Etik Dalam Pelayanan Non Klinis Rumah Sakit
1. Mengumpulkan data dasar
a. Siapa yang terlibat
b. Apa yang diminta / diusulkan
c. Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
d. Apa konsekuensi yang timbul akibat usulannya
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi
a. Untuk memutuskan apakah tindakan yang dilakukan pada orang yang
bersangkutan (tamu, keluarga pasien/pengunjung) membuat petugas
dihadapkan pada konflik menghormati otonomi yang bersangkutan
b. Apabila tindakan tidak dilakukan apakah petugas dihadapkan pada konflik
tidak melaksanakan tugas sesuai prosedur, tidak melaksanakan kode etik
profesi dan prinsip moral serta tidak melaksanakan perannya sebagai pemberi
pelayanan
3. Laporkan kepada Panitia Etik dan Hukum Rumah sakit
Mengangkat dilema etik kepada panitia etik rumah sakit agar dapat
dipertimbangkan apakah dilakukan suatu tindakan atau tidak
4. Dibuat keputusan
Keputusan dibuat melibatkan panitia etik, pasien dan keluarga
2) Kriteria persetujuan
a) Penelitian tidak boleh dilaksanakan jika tidak ada persetujuan dari obyek
penelitian. Obyek penelitian harus mendapat informasi selengkap mungkin
dan tidak boleh ada informasi tertentu yang dirahasiakan oleh peneliti.
Persetujuan setelah pemberian penjelasan ini disebut sebagai “informed
consent”
b) Penjelasan secukupnya dengan bahasa yang dipahami oleh obyek penelitian.
c) Orang yang memberi persetujuan tersebut harus mempunyai kapasitas legal,
mempunyai kemampuan mengambil keputusan dengan bebas tanpa tekanan
dari luar.
d) Persetujuan (informed consent) sewaktu-waktu dapat ditarik, dengan
penarikan tersebut, maka keikutsertaan obyek penelitian dalam penelitian
tersebut berakhir.
e) Jika terdapat pasien yang juga termasuk sebagai obyek penelitian dan pasien
yang bersangkutan tidak memberi persetujuan keikutsertaan atau menarik
persetujuannya dalam penelitian, maka hal tersebut tidak boleh berdampak
negatif terhadap hubungan dokter-pasien.
4.1 MONITORING
Monitoring pelaksanaan kegiatan panitia etik rumah sakit dilakukan melalui rapat
rutin yang dilaksanakan setiap 3 bulan. Dalam rapat tersebut panitia akan membahas
tentang monitoring dan evaluasi terhadap penerapan panduan etik; program sosialisasi,
promosi dan pembinaan etika kepada seluruh SDM di RSOT; pengaduan dan
pelaporan pelanggaran etik dan perihal lain yang perlu dibahas dalam rapat.
4.2 EVALUASI
Kriteria Evaluasi
Aspek Muatan :
1. Tersedianya SOP-SOP yang diperlukan dalam menjalankan Panitia Etik Rumah
Sakit
2. Disusunnya program kerja dari Panitia Etik Rumah Sakit
Aspek Proses :
Terlaksananya kegiatan Panitia Etik Rumah Sakit sesuai dengan perencanaan, antara
lain:
1. Pemantauan sosialisasi mediko-legal kepada seluruh karyawan rumah sakit;
2. Penilaian upaya-upaya pencegahan timbulnya kondisi yang berpotensi menjadi
kasus mediko-legal.
3. Peningkatan kewaspadaan akan aspek mediko-legal dan pelaksanaan tugas
pekerjaan.
Aspek Keluaran:
1. Terselenggaranya pencegahan kondisi yang berpotensi kasus mediko-legal;
2. Tertanganinya kasus mediko-legal dengan baik.
Demikian telah disusun pedoman kerja Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit Orthopedi &
Traumatologi Surabaya. Diharapkan pedoman ini dapat dipakai sebagai panduan dalam
menjalankan tugas Panitia Etik dan Hukum Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit yang berdasarkan nilai etika dan profesionalitas.