Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL DISERTASI

Oleh: Apri Kuntariningsih

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

DESEMBER 2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai sumberdaya alam yang
sangat melimpah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa daerah yang
memiliki sumberdaya alam yang tidak habis sampai ke anak cucu. Sumberdaya
alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan
kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera. Sumberdaya alam bisa
terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain
sebagainya.
Sumberdaya alam berdasarkan jenisnya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Sumberdaya alam hayati / biotik adalah sumberdaya alam yang berasal
dari makhluk hidup. Contoh: tumbuhan, hewan, mikro organisme, dan
lain-lain
2. Sumberdaya alam non hayati / abiotik adalah sumberdaya alam yang
berasal dari benda mati. contoh : bahan tambang, air, udara, batuan, dan
lain-lain
Sumberdaya alam yang jumlahnya semakin terbatas dan mengalami
kerusakan merupakan suatu kendala bagi berlangsungnya pembangunan nasional.
Oleh karena itu, dalam menangani persoalan tersebut harus mendapatkan perhatian
yang serius, karena rusaknya sumberdaya alam merugikan kehidupan manusia itu
sendiri. Untuk itu sangatlah penting melakukan inventarisasi dan evaluasi
sumberdaya alam agar dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam tersebut, harus
lebih selektif dan memanfaatkannya dengan benar.
Sumberdaya alam sebagai modal dasar dalam pembangunan, memang harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan cara-cara yang tidak

2
menimbulkan kerusakan. Cara-cara yang digunakan hendaknya dapat memelihara
dan mengembangkan potensi sumberdaya alam tersebut, sehingga dapat
memberikan manfaat yang lebih besar dalam menunjang pembangunan.

Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam sangat erat kaitannya


dengan lingkungan hidup. Pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan hidup
diorientasikan pada 3 hal penting, yaitu:

1. Pengelolaan terhadap lingkungan yang didalamnya terdapat unsur-unsur


sumberdaya alam sebagai objek.
2. Pengelolaan terhadap proses-proses yang berlangsung selama pemanfaatan
sumberdaya lingkungan, dan
3. Pengelolaan manusia sebagai subjek dalam pemanfaatan sumber daya
lingkungan.
Dalam Undang-Undang Lingkungan hidup (UULH) No. 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang kemudian disempurnakan menjadi
Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) no. 23 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 2
disebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam
pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemilihan, dan
pengembangan lingkungan hidup. Sementara pasal 1 ayat 1 pada Undang-Undang
yang sama, lingkungan hidup adalah suatu kesatuaan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesehjahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya.
Kesejahteraan masyarakat di Indonesia terjadi fluktuasi dalam dua dekade
terakhir. Fluktuasi ini disebabkan antara lain oleh faktor krisis finansial, makro
ekonomi, pemerintahan, dan lemahnya keberdayaan masyarakat dalam
mewujudkan kesejahteraan. Lemahnya keberdayaan masyarakat ini tampak dari
tingkat kemandirian, partisipasi, kemampuan warganya dalam akses terhadap
pengelolaan sumberdaya dan beradaptasi terhadap perubahan di lingkunganya
(Sumardjo, 2010).

3
Kesejahteraan masyarakat dalam satu wilayah dapat terlihat dari
terpenuhinya kebutuhan hidup mereka. Kebutuhan hidup antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat lainnya sangatlah beragam. Ada sebagian masyarakat yang
merasa cukup hanya dengan hidup sebagai petani, ada pula masyarakat yang cukup
hidup sebagai pedagang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat
sangatlah kompleks. Dari keberagaman profesi tersebut diatas pasti masing-masing
individu memerlukan sumberdaya alam yang ketersediaanya semakin terbatas.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, ada beberapa daerah di Indonesia
yang sangat kaya sumberdaya alam. Salah satunya adalah kabupaten di propinsi
Jawa Tengah yaitu Kabupaten Tegal. Potensi yang dimiliki Kabupaten Tegal
diantaranya adalah air. Air merupakan sumberdaya alam yang strategis karena
menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas
masyarakat. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa
ketergantungan terhadap pasokan air baku dari sumberdaya air tanah mencapai
70%. Kabupaten Tegal adalah daerah yang cukup kaya sumber daya air. Sehingga
sudah seharusnya wilayah Kabupaten Tegal memanfaatkannya dengan seefesien
mungkin.
Pemanfaatan sumberdaya air telah dituangkan dalam peraturan daerah
(perda) tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tegal tahun 2012-2032.
Dimana disebutkan pada Bab III paragraph 4 pasal 13 ayat 1 disebutkan rencana
pengembangan sistem jaringan sumber daya air yang antara lain terdiri atas :
1. Wilayah sungai;
2. Jaringan irigasi;
3. Pengembangan jaringan air baku untuk air minum; dan
4. Pengembangan sistem pengendalian banjir.
Untuk memperkuat peraturan daerah (perda) tentang pengembangan sistem
jaringan sumberdaya air, pemerintah Kabupaten Tegal juga mengeluarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Di Kabupaten Tegal (Lembaran Daerah Kabupaten Tegal
Tahun 2002 Nomor 23). Peraturan dibuat setidaknya untuk meminimalisir

4
kesalahan dan kelemahan. Sehingga pemanfaatan sumberdaya alam tanpa
memperhatikan kerusakan lingkungan tidaklah bijaksana.

Banyak persoalan yang ditimbulkan karena tidak optimalnya penggunaan


sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan. Untuk memperkecil ruang lingkup
dari penelitian, maka penulis memilih salah satu produk perda yang sudah
disebutkan diatas. Selanjutnya melokalisir tempat dan mengidentifikasi jaringan
sumberdaya air. Lokasi yang akan diteliti adalah sumberdaya mata air baku untuk
air minum di Kecamatan Bojong dan Kecamatan Bumijawa yang berada di wilayah
Kabupaten Tegal. Sumber-sumber mata air baku untuk air minum yang berada di
kedua wilayah kecamatan teriventarisasi sebagai berikut:

Tabel.1. Sumber-Sumber Mata Air Baku Kabupaten Tegal

NO SUMBER MATA AIR UNTUK AIR MINUM LOKASI


(KECAMATAN)

1. Banyumudal Bumijawa

2. Bumijawa Bumijawa

3. Serang Bojong

4. Suren Bumijawa

5. Suci Bojong

6. Gombong Bojong

7. Wangon Bojong

8. Cawitali Bumijawa

Sumber: PERDA Kabupaten Tegal Th 2012-2032

5
Keberadaan sumber mata air baku untuk air minum di Kabupaten Tegal

sudah mengalami perubahan dari tahun ke tahun, dimana peruntukunnya sudah

tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Privatisasi dan korporasi lokal sudah

mencengkram sumber-sumber mata air baku untuk air minum yang ada di wilayah

Kecamatan Bojong dan Kecamatan Bumijawa.

Dua wilayah kecamatan tersebut adalah pemasok kebutuhan air terbesar di

Kabupaten Tegal dan Kota Tegal. Sehingga keberadaan sumber mata air baku

terancam tidak lestari dan tereksploitasi. Indikasi tereksploitasinya sumber mata air

baku untuk air minum di kedua wilayah kecamatan tersebut adalah debit air yang

menurun tajam dan tidak diperhatikannya AMDAL karena titik-titik pengeboran

berpindah-pindah tempat dari sebelumnya. Berkurangnya akses masyarakat

setempat ke lokasi sumber mata air baku untuk air minum, kian menambah tidak

terkontrolnya atas hak-hak komunal masyarakat.

Penulis juga sangat tertarik dengan kondisi masyarakat dimana sumber daya

mata air untuk air minum berada. Karena daya juang untuk mempertahankan hak-

hak komunal masyarakat tidaklah terlihat nyata. Organisasi ataupun paguyuban

pengguna air hampir tidak ada, padahal mayoritas masyarakatnya adalah petani

yang notabene adalah masyarakat pengguna air paling banyak. Mereka justru

terlena dengan buaian air yang mengalir ke rumah-rumah mereka dengan

membayar tiap bulannya. Musim kemarau panjang adalah saat yang sangat kritis,

dimana kebutuhan air sangatlah tinggi dan di musim itu pula wilayah Kecamatan

6
Bojong paling merasakan dampaknya. Sangat ironis sekali, pemasok air terbesar

tetapi di saat musim kemarau justru kekurangan air.

Suatu kebijakan diharapkan dapat merubah kehidupan masyarakatnya baik

kesejahteraan maupun keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Seyogyanya suatu kebijakan umumnya terdiri dari apa saja kebijakan itu,

bagaimana proses kebijakan itu dilaksanakan dan evaluasi dari pada kebijakan

tersebut yang nantinya akan ditemukan dampak sosial dan ekonominya. Studi ini

penting dan menarik untuk dilakukan, karena belum pernah ada penulisan sejenis

di kedua kecamatan tersebut. Karena di kedua kecamatan tersebutlah pemasok

sumberdaya mata air untuk air minum utama dan terbesar di wilayah Kabupaten

Tegal dan Kota Tegal.

A. Rumusan Masalah
Untuk membatasi permasalahan maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Program-program apa sajakah yang sudah dilakukan dalam rangka
pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Tegal?
2. Bagaimanakah proses-proses perda sumberdaya alam di Kabupaten Tegal
dilaksanakan?
3. Bagaimanakah dampak sosial dan ekonomi dari implementasi perda
sumberdaya alam di Kabupaten Tegal?

B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisis program pemanfaatan sumberdaya alam di
Kabupaten Tegal

7
2. Mengetahui dan menganalisis proses-proses perda sumberdaya alam di
Kabupaten Tegal.
3. Mengetahui dan menganalisis dampak sosial dan ekonomi implementasi
perda sumberdaya alam di Kabupaten Tegal.

C. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis:

a. Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang berminat mengadakan


penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar.
b. Dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama ilmu adminsitrasi publik dan pengembangan
konsep-konsep yang menyangkut kebijakan publik

2. Secara Praktis:

Bagi penulis, menambah wawasan pengetahuan baru, juga dapat


mengetahui proses implementasi dari kebijakan publik.dan menjadi masukan bagi
pemerintah daerah, masyarakat pada umumnya dan semua yang terlibat dalam
lembaga birokrasi, sebagai bahan untuk melakukan evaluasi.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Literatur-literatur untuk kajian pustaka dalam penelitian ini, penulis


mengetengahkan penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis tetapi beda tema.
Kemudian membandingkan dengan rencana penelitian yang sudah dirumuskan oleh
penulis. Dengan demikian keaslian dan keakuratan hasil penelitian dapat
dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.

A. Kearifan Lokal Sebagai Pelestarian Sumberdaya Alam

Kearifan lokal sebagai pelestari keberadaan sumberdaya alam, seperti


penelitian yang dilakukan oleh Tia Oktaviani Sumarna dkk (2010). Penelitian yang
dilakukan adalah mengenai kearifan lokal untuk menjaga kelestarian sumberdaya
alam di Kampung Kuta yang terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan
Tambaksari Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Untuk melestarikan sumberdaya alam
dalam hal ini sumberdaya air untuk air minum, masyarakat setempat berpegang
teguh pada kearifan lokal.

Tabu atau pamali terungkap dalam ungkapan-ungkapan yang merupakan


prinsip- prinsip utama yang dikemukakan ketua adat atau kuncen sebagai aturan
adat yang harus dipatuhi dan diyakini kebenarannya. Berdasarkan prinsip-prinsip
kearifan lokal yang ada, terdapat empat hal yang sangat diutamakan dalam budaya
pamali yang terbukti masih dipertahankan, dijaga, dan dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Kuta. Keempat hal tersebut adalah pelestarian rumah adat,
pelarangan penguburan mayat di Kampung Kuta, pelarangan pembuatan sumur,
dan pelestarian Hutan Keramat berdasarkan aturan-aturan pamali tersebut.
Keempat hal tersebut menjadi norma adat yang mengikat masyarakat karena
bersumber dari kepercayaan spiritual masyarakat.

9
Kearifan lokal budaya pamali berdampak bagi kelestarian sumberdaya alam
di Kampung Kuta. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya penghargaan Kalpataru
dalam hal pelestarian lingkungan pada tahun 2002. Kearifan lokal pamali ini
diimplementasikan dalam pengelolaan sumberdaya air demi terciptanya kelestarian
sumberdaya alam. Dengan adanya pelarangan pembuatan sumur di Kampung Kuta
maka sumberdaya air termanfaatkan dengan baik dan berkelanjutan bagi kehidupan
masyarakat Kampung Kuta. Pelarangan penggalian sumur ini untuk menjaga
kondisi air bawah tanah agar selalu baik, bersih dan untuk menjaga tanah yang
kondisinya sangat labil.

Sumberdaya air yang terdapat di Kampung Kuta digunakan dalam dua


fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual adat nyipuh di
dalam Hutan Keramat. Sumberdaya air ini diambil dari sumber air bersih yang
berasal dari empat mata air, yaitu Cibungur, Ciasihan, Cinangka dan Cipanyipuhan.
Masyarakat hanya memanfaatkan sumber mata air ini untuk semua kebutuhan
hidup sehari-hari dan dilarang untuk menggali sumur sendiri. Sementara untuk
ritual adat, digunakan sumber air dari Ciasihan dan Pamarakan yang ada di dalam
Hutan Keramat.

B. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu Melalui Pengembangan


Kebijakan Pembangunan

Penelitian yang dilakukan Krishna Nur Pribadi dkk (2007) mengetengahkan


tentang pengelolaan sumberdaya air terpadu melalui pengembangan kebijakan
pembangunan berkelanjutan di Cekungan Bandung. Permasalahan air bersih di
kawasan Cekungan Bandung berkisar tentang kurangnya kesadaran masyarakat
tentang “nilai” air hingga tidak memadainya kerangka institusional yang ada.
Beberapa hal yang menjadi penyebab masalah air bersih dapat diidentifikasi dalam
penelitian ini yang antara lain adalah:

1. Pertumbuhan populasi dan kegiatan ekonomi (terutama industri)

10
Tingginya pertumbuhan penduduk di kawasan Cekungan Bandung yang
disebabkan tingginya tingkat urbanisasi, serta tingginya pertumbuhan
kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan menyebabkan peningkatan
permintaan air bersih. Sebagian besar penduduk dan kegiatan industry
di kawasan Cekungan Bandung memilih untuk menggunakan sumur bor
untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
2. Kurangnya perlindungan terhadap sumber-sumber air
Polusi air tanah dan air permukaan, serta perusakan daerah tangkapan
air merupakan dua sebab utama yang mempengaruhi ketersediaan air
bersih di kawasan Cekungan Bandung. Rendahnya kesadaran
masyarakat (rumah tangga dan industry) terhadap kebersihan dan
kelestarian lingkungan merupakan factor utama tingginya tingkat polusi
sumber-sumber air permukaan dan air tanah di kawasan Cekungan
Bandung.
3. Tidak memadainya pengelolaan sumber air bersih
Salah satu konsukuensi dari kurangnya kesadaran dan pengetahuan
mengenai ketersediaan air adalah tidak memadainya pengelolaan air
bersih. di kawasan Cekungan Bandung, hal ini dicerminkan dari
kurangnya koordinasi antar pemerintah daerah kabuapten dan kota,
amupun dengan pemerintah propinsi. Keputusan pengembangan
wilayah jangka pendek dan menengah sering dilakukan atas dasar
pertimbangan ekonomi tanpa informasi yang memadai tentang kondisi
sumber-sumber alam (air) yang ada, dan daya dukung serta daya
tamping lingkungan. Sebagai contoh, ijin ekstraksi air dan ijin
pembangunan di daerah tangkapan air diberikan tanpa
mempertimbangkan damapk dari keputusan tersebut terhadap
keberlanjutan lingkungan dan ketersediaan air secara keseluruhan.
4. Pemborosan
Konsumsi air bersih di kawasan Cekungan Bandung tergolong boros.
Hal ini terjadi secara umum setiap orang memiliki akses yang baik

11
kepada sumber-sumber air. Baik rumah tangga maupun kegiatan
ekonomi yang ada (terutama industri) memiliki beberapa sumber air
sendiri, mulai dari sumur hingga air pipa. Kondisi ini menghasilkan
pandangan bahwa air tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas.
Akibatnya kesadaran masyarakat akan ‘nilai’air menjadi kurang, dan
kebijakan yang ada (antara lain kebijakan tentang tarif air) tidak
memberikan insentif untuk menggunakan air secara efesien.
C. Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Meyra Riastika (2011) yang
mengetengahkan tentang pengelolaan air tanah berbasis konservasi di recharge area
boyolali (studi kasus recharge area Cepogo Boyolali Jawa Tengah). Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah potensi air tanah di Kabupaten Boyolali cukup
besar dengan total aliran mata air di Kabupaten Boyolali mencapai 2,085 liter /
detik, yang digunakan untuk irigasi dan PDAM layanan air bersih. Potensi air tanah
tergantung pada daerah resapan yang terletak di cepogo. Kecamatan Cepogo yang
terletak di ketinggian 700 - 1000 m di atas permukaan laut, dan tingkat air tanah
berkisar antara 10-50 m di bawah tanah lokal. Masalah lingkungan di daerah
resapan air tanah Kabupaten Boyolali adalah: penggunaan lahan yang disebabkan
oleh penambangan pasir dan pertanian. Groundwater manajemen berbasis
konservasi budaya sosial berdasarkan PP No 43 Tahun 2008 yang diusulkan untuk
diterapkan di daerah resapan Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, melalui:
perlindungan dan konservasi air tanah, pelestarian air tanah, dan kontrol
manajemen mutu pencemaran air tanah. Ini adalah tanggung jawab Pemerintah
sesuai dengan kewenangannya dan harus dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat.

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskritif kuantitatif,


dimana penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena
yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi
atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang
berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah
berlangsung. (Sukmadinata, 2011).
Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yang
sistematis terhadap bagian-bagain dan fenomena serta hubungan-hubungannya.
Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-
model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena alam
(Sugiyono, 2008)
Data yang bersifat kauntitaif pada penelitian deskriptif mutlak dianalisa
dengan mengguakan statistis. Statistik deskriptif digunakan menganalisa data yang
bersifat kuantitatif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data apa
adanya. Statistik deskriptif bisa berupa rata-rata hitung (mean), median, modus,
kadang-kadang persentase dan lain-lain. Menurut Sugiono, (2008), statistik
deskriptif juga dapat dilakukan mencari kuatnya hubungan antar variabel melalui
analisis korelasi, melakukan prediksi dengan analisi regresi dan membuat
perbandingan dengan membandingkan rata-rata data sampel atau populasi

13
B. Fokus Penulisan

Untuk menjawab dan mengkaji masalah penelitan, penentuan fokus


penelitian menjadi sangat perlu. Tanpa fokus penelitian, penelitian akan terjebak
oleh melimpahnya data yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu fokus
penelitian sangat penting perannya dalam memandu dan mengarahkan jalannya
penelitian.
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu studi yang berfokus
pada faktor-faktor penghambat dan penukung dari kebijakan pemerintah daerah
Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Implementasi Peraturan Daerah Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032) Dengan pemilihan
tersebut, dimaksudkan untuk mengetengahkan salah satu kabupaten yang berada di
Propinsi Jawa Tengah, yang benar-benar ada relevansi dengan tujuan dan
permasalahan yang diteliti.

C. Lokasi Penulisan

Mengetahui subjek penelitian dengan cara menentukan lokasi penelitian


adalah merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang penulis
sebelum mengambil dan menganalisa data. Maka penulis memilih kelompok
masyarakat di kedua kecamatan, tokoh masyarakat dikedua kecamatan dan
pemangku kebijakan sebagai subjek penelitian karena beberapa pertimbangan.
Diantaranya adalah tempat ini merupakan tempat penulis sering mengadakan
penelitian sebelumnya, maka tempat itu sangat familier sekali. Adapun yang
ditetapkan sebagai tempat kegiatan penelitian adalah Kecamatan Bojong,
Kecamatan Bumijawa dan Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal sebagai pemangku
kebijakan, dengan beberapa alasan yaitu:
1. Letak /daerahnya mudah dijangkau.
2. Adanya kesesuaian dengan permasalahan seperti yang dipikirkan dan
tergambarkan sebelumnya.

14
3. Karena sebelumnya penulis pernah mengadakan penelitian di kecamatan
tersebut, tetapi dengan topik yang berbeda. Penelitian yang pernah
dilakukan penulis adalah adanya ketimpangan gender dalam akses
kesehatan di Desa Bojong Kecamatan Bojong.

D. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data ini


adalah observasi dan wawancara mendalam. Kegiatan observasi dimaksudkan
untuk menjelaskan kondisi anggota masyarakat, tokoh masyarakat dan pemangku
kebijakan. Sedangkan wawancara mendalam dimaksudkan untuk mendiskripsi
makna, sehingga suatu fenomena yang terjadi bisa dipahami dengan baik. Secara
rinci teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data ini
sebagai berikut:

1. Observasi

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi, yaitu salah satu
model observasi yang menempatkan penulis sebagai bagian integral dari observan.
Teknik ini menuntut penulis untuk berbaur dengan subjek yang akan diteliti untuk
menghindari rekayasa penuh kehati-hatian terhadap data yang akan diperoleh,
tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi riil sebuah objek penelitian.
Kartini Kartono (1980:142) mengemukakan bahwa observasi ialah studi
yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala fisik
dengan jalan mengamati dan pencatatan dalam pengumpulan data. Untuk
mendapatkan data, penulis harus bersifat aktif berusaha memahami permasalahan
yang ditimbulkan. Sedangkan penggunaan wawancara ini didasari pertimbangan
agar lebih leluasa.

2. Wawancara

15
Sementara itu (Moleong, 2000:135) mendifinisikan wawancara sebagai
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang terwawancara memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.Wawancara langsung dapat dipandang sebagai metode
yang paling cepat untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab, pertanyaan-
pertanyaan yang dilakukan tepat sasaran dan mengarah kepada topik penelitian,
sehingga data yang terkumpul sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data


karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Dalam dokumen ini penulis
menghadapi benda-benda mati, bukanlah benda hidup, sehingga hasilnya sangat
dipercaya dan tidak akan berubah.

4. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif, yakni statistik yang


digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul. Data yang dianggap valid ditabulasi
dan dicatat untuk dianalisis kemudian disajikan dalam tabel silang, frekuensi yang
disertai presentase serta data tersebut dideskripsikan dalam bentuk tema-tema, sub
tema.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Undang-Undang Lingkungan hidup (UULH) No. 23 tahun 1997


Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian disempurnakan
menjadi Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) no. 23 Tahun
2009.
Anonim, Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.
Peraturan daerah Kabuapten Tegal Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032. Bab III paragraph 4 pasal 13 ayat 1
Tentang Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air.
Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Di Kabupaten Tegal (Lembaran Daerah Kabupaten
Tegal Tahun 2002 Nomor 23).
Kartini Kartono. (1980). Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung
Alumni.
Krishna N.P. dan Putu Oktavia, 2007, Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu
Melalui Pengembangan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Di
Cekungan Bandung , Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 18
No. 2 Agustus, hal 1-32.
Meyra Riastika, 2011, Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi di Recharge
Area Boyolali (Studi Kasus Reacharge Area Cepogo Boyolali Jawa
Tengah) Jurnal Ilmu Lingkungan, vol. 9, Issue 2:86-97.
Moloeng, Lexy J. (2000). Metode Penulisan Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Robert J.Kodotie, Suharyanto, Sri Sangkawati, Sutarto
Sugiyono, 2008, Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, Penerbit
Alfabeta,
Bandung, hal, 80-81
Sukmadinata, N. S, (2011). Metode Penulisan Pendidikan. Cetakan ke 7.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Sumardjo, 2010. Autonomy as an Indicator of Farmer Readiness for Challenging
The Era of Economic Globalization. Agricultural Socio Economic
Science, Agricultural Faculty of IPB.
Tia Oktaviani Sumarna, 2010, 5Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi,
Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Desember, hlm. 345-355
http://pandek29.blogspot.co.id/2013/01/sumber-daya-alam-dan-lingkungan.html
http://organisasi.org/pengertian_sumber_daya_alam_dan_pembagian_macam_jen
isnya_biologi

17
18
19
20
21

Anda mungkin juga menyukai