Anda di halaman 1dari 15

Perjanalan Ibnu Bathutah dan Ilmu Geografi Serta Pertemuannya

Dengan Cendekiawan di Berbagai Negara

Hanifa Bujanah
Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Darussalam Gontor
E-mail: hanifabujanah48@student.pba.unida.gontor.ac.id

Abstract
Before the discoveries made by western scientists, Muslim scientists had discovered various previous knowledge
from them. Ibn Battuta is one of the Muslim scientists who traveled a lot and has been around the world. In addition to
traveling, Ibn Bathuttah has made many kinds of great discoveries that we can feel in this modern era. Indonesia is one of the
countries visited by Ibn Bathuthah, he contributed various knowledge to Indonesian citizens, especially in the field of
geography. In addition to geography, a lot of knowledge was donated and taught to citizens of other countries he had visited.
And then that, history learning is very important, especially history learning for Muslim scientists who have played a major
role in the advancement of science in the world. And in each of his journeys, Ibn Battuta met with scholars in various countries,
where with the encounter, Ibn Battuta gained knowledge and was able to develop it
Keywords: Geography, Ibn Battuta, Travel, Discovery, Scholar

Abstrak
Sebelum datangnya penemuan-penemuan yang ditemukan oleh ilmuwan barat, ilmuwan muslimlah
telah menemukan berbagai ilmu pengetahuan terdahulu dari mereka. Ibnu Bathutah merupakan salah satu
ilmuwan muslim yang telah melakukan banyak perjalanan dan telah mengelilingi dunia. Selain melakukan
perjalanannya, Ibnu Bathuttah telah banyak melakukan berbagai macam penemuan-penemuan hebat yang bisa
kita rasakan pada era modern seperti ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah dikunjungi oleh Ibnu
Bathuthah, beliau telah menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan kepada warga negara Indonesia khususnya
dalam bidang geografi. Selain geografi banyak sekali ilmu pengetahuan yang disumbangkan dan diajarkan kepada
warga negara lain yang telah dikunjunginya. Dan daripada itu pembelajaran sejarah sangatlah penting, terlebih
lagi pembelajaran sejarah terhadap ilmuwan-ilmuwa muslim yang telah berperan besar dalam kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia. Dan disetiap perjalanannya Ibnu Bathutah berjumpa dengan cendekiawan-cendekiawan
di berbagai negara yang mana denga perjumpaan itu Ibnu Bathutah mendapatkan ilmu pengetahuan dan dapat
mengembangkannya.
Kata Kunci: Geografi, Ibnu Bathutah, Perjalanan, Penemuan, Cendekiawan

A. PENDAHULUAN

Islam merupakan salah satu dari agama samawi yang diturunkan oleh Allah. banyak

dari ilmuwan-ilmuwan dunia ini lahir dari agama Islam, dan banyak juga ditemukan sang

penjelajah bumi merupakan seorang yang beragama Islam. Islam sangat menghargai dalam

hal penggunaan akal pikiran, karena akal merupakan suatu kemuliaan yang hanya dimiliki

oleh manusia sebagai hamba Allah. Datangnya wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril

kepada Nabi Muhammad juga menggunakan akal pikiran untuk menerimannya, dan

hakikatnya semua ilmu pengetahuan sudah berasal dari Allah dan disampaikan kepada

hambanya melalui wahyu. Dengan demikian banyak sekali ilmuwan-ilmuwan muslim yang

menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tetap berlandaskan kepada Al-Qur’an,

1
tetapi tidak hanya ilmuwan muslim saja, ilmuwan non-muslim pada saat ini banyak sekali

yang masuk Islam atau menjadi muallaf karena ilmu pengetahuan yang mereka teliti sudah

ada dan tertulis di dalam Al-Qur’an.1

Bumi yang seluas ini dahulunya telah dijelajahi oleh para penjelajah-penjelajah Islam,

seperti Ibnu Bathutah, Ibnu Hawqal, Abdillah al-Idrisi, Ibnu Jubair, Ayyub ibn Amr al-Bakri,

dan Abu Hamid Muhammad al-Mazini mereka merupakan sebagian dari penjelajah Islam

pada zaman dahulu. Selain menjelajah bumi, mereka juga meneliti tentang permukaan bumi

dan membuat buku pembelajaran tentang bumi, sehingga para penjabat dan masyarakat

lainnya dengan mudah dalam melakukan kerja sama politik, ekonomi, sosial, pendidikan,

dan sebagai medan untuk menyiarkan ajaran agama Islam.2

Telah muncul di abad pertengahan seorang penjelajah muslim yang sangat terkenal

dengan diary atau catatannya saat melakukan perjalanannya menjelajahi dunia, beliau adalah

yang kita kenal dengan Ibnu Bathutah dengan nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad

bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Bathutah. Beliau telah mengelilingi kurang lebih sekitar

44 negara termasuk Indonesia, tepatnya beliau pernah mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai

yang terletak di Aceh Utara. Dengan kunjungan beliau ke Indonesia maka syiar agama Islam

sampai ke Indonesia, dan beliau banyak sekali melakukan kerja sama antar umat manusia di

dunia. Marcopo Al- Bandaqi seorang penjelajah yang terkenal juga tersaingi oleh sang Ibnu

Bathutah ini.3

Banyak sekali perdebatan tentang siapakah yang pertama kali menyiarkan agama Islam

ke Indonesia, Ibnu Bathutah menjadi salah satu nama yang disebut sebagai orang yang

pertama kali menyiarkan agama Islam ke Indonesia dikarenakan catatan beliau yang

menggambarkan tentang bangunan masjid yang dibangun oleh saudagar-saudagar

pendatang di Cambay pada tahin 1352 Masehi. Temuan Ibnu Bathutah juga mengatakan

bahwa masyarakat Indonesia, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan India Utara mereka semua

menganut mazhab syafi’i, sedangkan orang-orang Gujarat mereka menganut mazhab sunni

atau syi’ah. Pendapat ini telah dikemukakan oleh G.E Marrison, catatan dan temuan Ibnu

1 Imam Amrusi Jailani, Kontribusi Ilmuwan Muslim Dalam Perkembangan Sains Modern, Jurnal Theologia
volume 29, No.1 (Juni 2018), hal: 165
2 Mahlil dan Muhammad Furqan, Ibnu Batutah sang pengembara (Analisis sosio historis petualangan tokoh

geografer muslim melalui naskah Tufhatun Nuzzar fi Ghara’ ibil amsar wa aja’ ibil asfar), Jurnal Adabiya volume 24,
No.24 (Agustus 2022), hal: 190
3 Ibid, hal: 192

2
Bathutah menjadi salah satu alasannya untuk mengatakan bahwa orang India Selatan yang

pertama kali menyiarkan agama Islam di Indonesia.4

Buku yang berjudul Tuhfah An-Nuzhzhaar fi Gharaa’ib Al-Amshaar wa’ Ajaa’ib Al-Asfaar

merupakan buku karya beliau yang telah didiktekan dan ditulis ulang lagi oleh Muhammad

Ibnu Juzai Al-Kalbi pada tahun 756 Masehi tepatnya di kota Fez. Buku ini sudah banyak

diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang ada di dunia ini, seperti bahasa Inggris, bahasa

Prancis, bahasa Portugis, bahasa Jerman, dan salah satunya ke dalam bahasa Indonesia. Buku

ini bukan hanya sebagai diary atau catatan harian beliau dalam perjalanannya, akan tetapi

buku ini banyak sekali memuat tentang penemuan-penemuan beliau di seluruh penjuru

negeri dan telah dilakukan berbagai penelitian atas penemuan beliau, salah satunya dalam

bidang geografi yang beliau temukan di Indonesia.5

B. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode library research atau metode

kualitatif dan menggunakan metode penelitian sejarah. Sejarah dapat dijadikan sebagai

pembelajaran dan kaca perbandingan untuk melakukan suatu perubahan yang baik. Tulisan

ini akan menjadikan buku Tuhfah An-Nuzhzhaar fi Ghaara’ib Al-Amshaar wa’ Ajaa’ib Al-Asfaar

karya Ibnu Bathutah yang telah diterjemahkan oleh Muhammad Muchson Anasy ke dalam

bahasa Indonesia sebagai rujukan utama dalam penulisan ini dan dengan jurnal lainnya yang

membahas tentang perjalanan Ibnu Bathutah dan berbagai penemuannya. Ibnu Bathutah

telah menjadi sorotan utama dunia untuk hal penjelajahan dunia meskipun orang-orang barat

mempunyai sang penjelajah dari mereka yaitu Chistoper Colombus yang menemukan benua

Amerika. Sejarah walaupun tidak akan bisa terulang lagi tidak boleh kita lupakan, karena

dengan sejarah kita bisa mempelajari asal usul tentang suatu ilmu, bagaimana ilmu tersebut

ditemukan, siapa penemunya, dan lain sebagainya. Ibnu Bathutah telah menjadi motivator

muslim untuk meningkatkan kesemangatan dalam menuntut ilmu dan menjelajahi dunia.

Cerita Ibnu Bathutah juga telah dijadikan sebagai sumber tokoh utama cerita dalam film

4 Fauziah Nasution, Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia, Jurnal mawa’izh dakwah dan

pengembangan sosial kemanusiaan, volume 11 No.1 (April 2020), hal: 28-29


5 Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu Bathutah, (Jakarta Timur: Pustaka

Al-Kautsar, 2009), hal: xviii

3
Indonesia yang berjudul Jilbab Traveller Love Sparks in Korea yang diperani oleh Morgan Oey

dan Bunga Citra Lestari pada tahun 2016.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Biografi Ibnu Bathutah

Ibnu Bathutah atau Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Al-Lawati

Ath-Thanji merupakan seorang Muslim, sang pelancong, dan ahli sejarah dunia. Ibnu

Bathutah lahir di daerah Thanjah pada hari Senin, 17 Rajab tahun 703 H atau 1303 M dan

wafat pada tahun 1368 atau 1377 Masehi (terjadi perdebatan antaran kedua tahun wafatnya

beliau). Beliau merupakan seorang pengembara yang berasal dari daerah Arab yang terkenal,

dan telah menuliskan cerita perjalanannya atau yang biasa disebut dengan rihlah, catatan ini

dipublikasikan karena dengan permulaan atas permintaan dari Sultan Maroko untuk

menulisakan cerita tentang perjalanan seorang Ibnu Bathutah, menggunakan juru tulis beliau

yang bernama Ibnu Juzay yang berasal dari Maroko juga.6

Suku dari Ibnu Bathutah adalah suku Berber. Bahasa yang dikuasai Ibnu Bathutah adalah

bahasa Arab walaupun beliau bukan berasal dari suku Arab, akan tetapi beliau dapat

menggunakan bahasa Arab ini dengan baik terhadap orang-orang yang hidup di lingkungan

beliau dan sesama teman-temannya. Dengan tekad besar yang dimiliki beliau, Ibnu Bathutah

memulai perjalanannya pada saat usianya 21 tahun dan telah melakukan perjalananya selama

separuh hidupnya, beliau berkelana ke tempat-tempat yang berpenduduk mayoritas Islam

pada zamannya, atau berkelana ke suatu tempat yang mana pemimpin dari tempat tersebut

adalah seorang Muslim. Dikatakan beliau telah memulai perjalanannya pada hari Kamis, 2

Rajab tahun 752 Hijriah atau yang bertepatan dengan tahun 1352 Masehi, dengan

meninggalkan tempat kelahirannya. Ibnu Bathutah telah berkelana ke negeri Arab, Syam,

Afrika, India, Asia, Eropa, bahkan pernah dikatakan beliau sempat mengunjungi Indonesia

dua kali.7

Sejarah masuknya Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari catatan Ibnu Bathutah, dan

Ibnu Bathutah juga sempat menyiarkan ajaran agama Islam ke Indonesia, tidak hanya sekedar

6 https://tebuireng.online/ibnu-batutah-dan-catatan-nusantara/ diakses pada tanggal 6 September 2022

pukul 11.30
7 Fira Nur Anisa dan Ahmad Rivauzi, Nilai-nilai Spiritual dalam rihlah Ibnu Bathutah, jurnal pendidikan

Tambusai volume 6 No. 2 (padang, 2022), hal: 16119

4
untuk berpetualang mengelilingi bumi, akan tetapi berjuang untuk menyiarkan ajarana

agama Islam yang benar. Ibnu Bathutah dalam buku catatan rihlah yang dikarangnya sendiri

mengatakan bahwa ketika kunjungannya ke Indonesia khususnya ke Kerajaan Samudra Pasai

di Aceh mengikuti para raja untuk mengadakan halaqoh atau kajian keilmuan tentang

keislaman setelah ibadah shalat Jum’at sampai dengan waktu shalat Ashar. Dan dari ini bisa

dikatakan bahwa beliau telah menyiarkan ajaran agama Islam ke Indonesia dan kerajaan

Samudra Pasai dahulunya telah menjadi pusat pembelajaran agama Islam, dan menjadi

tempat berkumpulnya ulama muslim untuk berdiskusi dan menetapkan hukum syariat yang

belum ada sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis.8

Selain dengan penguasaan terhadap bahasa Arab, Ibnu Bathutah juga menguasai bahasa

Turki dan Persia. Ibnu Bathutah meninggal pada tahun 779 Hijriah bertepatan dengan tahun

1377 Masehi di kota Marakesh. Dengan peristiwa meninggalnya Ibnu Bathutah maka telah

selesai perjalanan beliau untuk berkelana ke berbagai penjuru negeri di dunia ini. Maka kita

sebagai kader-kader ulama muslim maka kita harus memperjuangkan perjuangan ulama

terdahulu untuk menyiarkan ajaran agama Islam.9

Perjalanan Ibnu Bathutah

Ibnu Bathutah meninggalkan negeri Thanjah pada hari Kamis, 2 Rajab tahun 752 H.

Dengan niat awal meninggalkan Thanjah untuk berhaji ke tanah suci, tanpa didampingi

siapapun dalam perjalanannya, beliau melakukan perjalanannya sendiri. Tekad kuat yang

dimiliki Ibnu Bathutah mampu mengantarkannya sampai ke hajatnya untuk beribadah di

tanah suci, Mekkah dan Madinah. Walaupun hatinya terasa sedih karena meniggalkan sanak

saudaranya pada usia yang masih sangat muda 22 tahun.10

Kota Tangier atau Thanjah merupakan kota yang terletak di antara titik temu Laut

Tengah dan Samudra Atlantik, kota ini terletak di utara Maroko. Dinasti Mariniah merupakan

dinasti yang berkembang di maroko ketika Ibnu Bathutah meninggalkan kota ini, dinasti ini

pada masa itu dipimpin oleh Abu Sa’id, dan mayoritas penduduk dari dinasti ini adalah

masyarakat dari keturunan Barbar yang mayoritas dari mereka mempunyai mata

pencaharian dengan bertani dikarenakan daerah ini memiliki kesuburan tanah yang

memadai. Maroko didalamnya terdapat empat kota besar yang mewarnai peradaban Islam,

8 Rohmadi, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Ponorogo: Sinergi Karya Mulia, 2018), hal: 3
9 Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: xviii
10 Ibid, hal: 7

5
empat kota itu antara lain, kota Casablanca (pusat perdagangan dan perindustrian), kota

Rabat (pusat Administrasi), kota Fez (pusat budaya dan ilmu pengetahuan), dan kota

Marakech (pusat wisata).11

Pada musim Haji, Ibnu Bathutah sampai di kota Mekkah, beliau memulai ibadah hajinya

dengan melakukan tawaf sebanyak 7 kali putaran dan sambil berdo’a kepada Allah SWT.

Seusai melakukan tawaf Ibnu Bathutah tidak meninggalkan untuk mencium batu mulia atau

batu Hajar Aswad yang dikatakan bahwa batu mulia ini berasal dari surga. Tidak jauh dari

batu Hajar Aswad terdapat Maqom Ibrahim yang mana ini merupakan tempat untuk

meletakkan batu ketika Nabi Ibrahim membangun Ka’bah.12 Selain melakukan ibadah tawaf

di Ka’bah, Ibnu Bathutah juga melakukan ibadah yang lainnya sesuai dengan yang tertuang

dalam rukun-rukun haji. Ibnu Bathutah juga berpetualang ke gunung yang ada di Mekkah.

Sesuai dengan catatan perjalanannya, Ibnu Bathutah mengelilingi gunung yang bernama Jabal

Abu Quwais, yang terletak tepat berada di sebelah timur Mekkah dan posisi gunung ini lurus

dengan Hajar Aswad karena gunung ini merupakan gunung yang paling rendah.13

Mekkah dan Madinah merupakan suatu kota suci yang menjadi patokan umat Islam

dalam beribadah. Ka’bah menjadi pusat arah qiblat untuk melakukan ibadah shalat. Mekkah

dan Madinah menjadi kota suci yang tidak akan bisa dimasuki oleh Dajjal ketika hari akhir

tiba. Kedua kota ini juga menyimpan banyak sejarah peradaban Islam dari masa Nabi Adam

sampai dengan waktu sekarang ini. Banyak pertumpahan darah yang terjadi di kedua kota

ini untuk memperjuangkan agama Islam. Betapa habatnya perjuangan pendahulu-pendahulu

kita ketika memperjuangkan agama yang suci ini, agama Islam.

Sebelum melakukan perjalanan suci ke kota Mekkah dan Madinah, Ibnu Bathutah

melakukan perjalanan ke berbagai kota, salah satunya kota Tunisia. Beliau mengunjungi kota

Tunisa ketika masa kepemimpinan dan kekuasaan Sultan Abu Yahya bin Sultan Abu

Zakariya Yahya bin Sultan Abu Ishak Ibrahim bin Sultan Abu Zakariya Yahya bin Abdul

wahid bin Abu Hafsh. Beliau menemukan beberapa ulama-ulama besar di kota ini,

diantaranya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Qadhi Al-Jamaah Abu Al-Abbas Ahmad

11 Yulia Hilma, Perjalanan Ibnu Battuta ke Makkah, Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum), (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2018) hal:
28
12 Ibid, hal: 33

13 Ibnu Bathutah, Tuhfah an Nuzhar fi Gharabil Amshar wa’ Anjabil Asfar, (Libanon: Ihya al-Ulum, 1987 M),

hal: 157

6
bin Muhammad bin Hasan bin Muhammad Al-Anshari Al-Khazraji, yang berasal dari

Valencia (Al-Balansi), Ibnu Al-Ghimar atau At-Tunisi.14 Pada bulan Dzulqo’dah akhir Ibnu

Bathutah meninggalkan kota Tunisia ini dan melanjutkan perjalanannya lagi ke kota Susah,

kota Susah merupakan kota yang terletak di daerah Maghrib dan memiliki bangsa penduduk

yang mepunyai kulit seperti warna gandum ( cenderung kekuningan), kota ini juga memiliki

pesona alam yang sangat indah dan terletak di daerah pesisir pantai.15

Dari kota Susah ini, Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanan kembali ke kota Safaqus dan

kota Qabis. Kota Saqafus, Ibnu Bathutah menziarahi makam ulama fikih yang mengarang

kitab At-Tabshiriah yang bernama Imam Abu Al-Hasan Al-Lakhmi Al-Maliki. Kota safaqus

menjadi tempat menikahnya Ibnu Bathutah dengan seorang putri dari Penjabat Tunis.16

Setelah mengunjungi kota Qabis, Ibnu Bathutah mengunjungi kota Tripoli bersama dengan

beberapa keluarganya.

Kota Iskandar menjadi rute selajutnya untuk perjalanan Ibnu Bathutah. Iskandar

memiliki ulama-ulama hebat dalam kemajuan negaranya. Seperti Imaduddin Al-Kindi,

seorang pakar ilmu bahasa dan beliau juga merupakan seorang qadhi. Selanjutnya adalah

Fakhruddin Ar-Righi, seorang ahli ilmu pengetahuan dan seorang qadhi kota Iskandar. 17

Ketika Ibnu Bathutah telah sampai di mesir beliau menemukan Masjid Amru bin Ash,

beberapa sekolah, dan Zawiyah.18 Masjid Amru bin Ash menjadi tempat sholat Jum’at beliau.

Di sebelah masjid ini terdapat Zawiyah yang merupakan tempat Imam Abu Abdullah Asy-

Syafi’i belajar. Banyak sekali pembangunan sekolah-sekolah di Mesir, karena penduduk dan

para petinggi negeri ini sangat memperhatikan betapa pentingnya pendidikan. Universitas

Al-Azhar yang terletak di Kairo, merupakan universitas tertua yang ada di dunia ini, dan

menjadi saksi bisu perjuangan ilmuwan Muslim untuk pendidikan. Karena pendidikan

menjadi kunci utama dalam kemajuan sebuah peradaban. Peradaban Islam bisa maju karena

pendidikannya. Ibnu Bathutah juga mengelilingi dunia bukan hanya sekadar jalan-jalan

biasa, akan tetapi untuk belajar dan memajukan pendidikan Islam.

Setelah dari Mesir dan beberapa kota-kota yang lainnya, Ibnu Bathutah mengunjungi

negeri Palestina atau Al-Quds. Palestina yang dahulunya sebelum terjadinya perang dengan

14 Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: 11


15 Ibid, hal: 12
16 Ibid, hal: 13

17 Ibid, hal: 17

18 Ibid, hal: 35

7
Israel, negeri ini memiliki wilayah yang sangat luas. Di dalamnya terdapat masjid Baitul

Maqdis dan Kubah Batu. Baitul Maqdis merupakan bangunan yang sangat indah dan

mengagumkan. Pada masa hidupnya Ibnu Bathutah, tidak ada masjid yang lebih besar

daripada Baitul Maqdis, karena masjid ini mempunyai panjang yang mencapai 752 hasta

Maliki (dzira’ malikiyah) dan lebarnya mencapai 453 hasta.19 Selanjutnya adalah Kubah Batu

yang memiliki arsitektur elegan dan mewah. Kubah Batu ini memiliki kubah yang dilapisi

emas sehingga memancarkan cahaya berkilaunya dan membuat orang yang melihatnya akan

kagum dengan keindahan kubah ini. Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dilakukan

di kubah batu ini, jadi Kubah Batu ini menjadi saksi peristiwa naiknnya Nabi Muhammad

SAW menuju langit untuk menerima perintah Allah.

Ibnu Bathutah meninggalkan kota Al-Quds dan menuju kota Asqalan, yang mana

kondisi kota ini ketika kunjungan Ibnu Bathutah sudah mengalami kerusakan yang amat

parah. Asqalan meskipun hancur akan tetapi memiliki tempat penting yang menyimpan

kepala Husain sebelum dipindahkan ke Mesir. Sumur Ibrahim terletak di masjid kota ini.

Sumur Ibrahim memiliki air yang sangat jernih dan menjadi pusat kebutuhan warga

sekitarnya.20

Perjalanan Ibnu Bathutah tidak terlepas dari musibah yang menimpanya, ketika beliau

memasuki kota Damaskus, Ibnu Bathutah menderita sakit yang amat sangat parah sehingga

beliau pernah tergeletak di pasar. Setelah menderita sakit selama beberapa hari, Ibnu

Bathutah langsung melanjutkan perjalanannya menuju pusat dari kota Damaskus dan

menjadi penjaga dari salah satu perkebunan selama enam bulan lamanya.21

Damaskus sendiri memiliki Masjid Bani Umayyah, karena Damaskus menjadi pusat

pemerintahan dari Bani Umayyah. Masjid ini dibangun ketika masa kepemimpinan Khalifah

Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, dibangun diatas tanah bekas bangunan gereja. 22

Bacaan Al-Qur’an yang sering dilantunkan dalam masjid ini membuat Masjid ini terlihat

istimewa. Sehingga membuat hati orang-orang yang masuk ke dalam Masjid ini menjadi

tenang, tentram, dan damai. Masjid ini memiliki kegiatan rutin yang disebut dengan Al-

Kautsariyah, karena mereka membaca surah Al-Kautsar sampai surah An-Nas.

19 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: 60


20 Ibid, hal; 62
21 Ibid, hal: 66

22 Ibid, hal: 87

8
Setelah melakukan perjalanan ke kota suci, Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanan ke

beberapa kota, salah satunya kota Wasith. Wasith merupakan kota yang mayoritas

pendudukanya adalah penduduk dari Irak. Wasith merupakan kota hijau karena kota ini

dipenuhi dengan kebun dan pepohonan. Sehingga banyak ditemukan para penghafal Al-

Qur’an dari kota Wasith ini.23 Suasana kota yang sejuk dan dikelilingi berbagai macam

pepohonan membuat para pengahafal Al-Qur’an mudah untuk menghafalkannya.

Basrah merupakan kota yang dikunjungi beliau setelah kota Wasith. Kota Basrah

merupakan kota yang terletak di daerah Irak.24 Basrah memiliki kesuburan tanah, sehingga

tanahnya cocok untik dijadikan lahan perkebunan, kesuburan tanahnya juga dipengaruhi

oleh pertemuan tanahnya dengan posisi air asin dan tawar. Basrah merupakan kota yang

menghasilkan buah kurma denga jumlah yang lebih banyak daripada kota yang lainnya.

Ibnu Bathutah juga tidak melupakan untuk berkunjung ke negerinya Al-Fatih atau Turki.

Konstatinopel merupakan salah satu kota yang dikunjungi Ibnu Bathutah. Ibnu Bathutah

melakukan perjalanan ini bersama dengan rombongan Bayalon Khatun. Rombongan ini

dipimpin oleh Amir Baidarah, yang didampingi dengan pasukannya yang berjumlah 5000

pasukan.25

Indonesia juga pernah dikunjungi Ibnu Bathutah setelah dari beberapa negara. Ibnu

Bathutah berkunjung ke Indonesia pada tahun 1354 H. Pulan Sumatra merupakan pulau

yang dikunjunginya untuk pertama kali di Indonesia, saat itu Sumatra dipimpin oleh kerajaan

Islam yang bernama kerajaan Samudra Pasai.26 Catatan perjalanannya ke Indonesia tidak lupa

pula dicatat dalam bukunya yang berjudul Ibnu Battutah, Travels in Asia and Africa 1352-1354.

Ibnu Bathutah dan Ilmu Geografi

Ibnu Bathutah merupakan salah satu ilmuwan Muslim yang meneliti tentang ilmu

Geografi dan ini merupakan dari penemuan terhebatnya, dikarenakan beliau telah

mengelilingi hampir seluruh negeri di permukaan bumi ini, dan pastinya Ibnu Bathutah telah

merasakan perbedaan struktur tanah yang berbeda di setiap permukaannya. Maka dari itu

Ibnu Bathutah mempunyai kontribusi yang besar untuk kemajuan ilmu pengetahuan yang

ditemukan dan dikembangkan oleh ilmuwan Muslim. Ilmu Geografi juga tidak akan bisa

23 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu...., hal; 198
24 Ibid, hal: 200
25 Ibid, hal: 393

26 Sukendra Martha, Ibnu Battutah dan Perkembangan Ilmu Geografi di Indonesia, Jurnal Forum Geografi

No.9 (Desember, 1991 M), hal: 63

9
dilepaskan dari ilmu sejarah, karena kedua ilmu pengetahuan ini sangat berkaitan dan sangat

penting.

Ilmu Geografi diambil dari bahasa Yunani yang beartikan geo dan graphein. Geo yang

dimaksud adalah bumi, dan graphein adalah menggambarkan. Secara istilah ilmu Geografi

merupakan ilmu yang menggambarkan tentang bumi atau ilmu yang mempelajari bumi dan

seisinya.27 Geografi menjadi sumber rujukan untuk meneliti tentang bumi, dan jauh sebelum

Ilmuwan Barat meneliti tentang bumi dan mengembangkan ilmu Geografi, ilmuwan Muslim

lah yang telah mengkaji ilmu ini terlebih dahulu, diantaranya mereka adalah Al-Ya’qubi, Al-

Mas’udi, dan Al-Idrisi.28 Al-Ya’qubi menuliskan apa yang diamatinya dan apa yang

dipelajarinya tentang bumi dengan buku yang berjudul Kitab Al-Buldan, disusul oleh Al-

Mas’udi yang mempunyai buku yang berjudul Muruj Adz- Dzahab wa Ma’adin Al-Jawhar, dan

Al-Idrisi yang merupakan sang penemu peta dunia dan bola perak yang terdapat peta dunia

didalamnya.

Selain mereka, Ibnu Bathutah juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap

perkembangan ilmu Geografi. Dalam bukunya yang berjudul Ibnu Bathutah, Travels in Asia

and Africa 1325-1354, memuat tentang penelitian Ibnu Bathutah tentang bumi, maka buku ini

bisa dipakai sebagai rujukan untuk meneliti tentang ilmu geografi selain buku-buku yang

dimiliki ilmuwan muslim yang lainnya.29 Walaupun Ibnu Batutah belum sempat

mengunjungi seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi ini, dan seluruh wilayah

Indonesia.

Perjalanan yang tidak menggunakan kendaraan yang cepat, tidak menggunakan pesawat

atau jet, hanya dengan menggunakan kendaraan yang hanya tersedia pada zamannya yang

meliputi kapal layar ataupun dengan unta, akan tetapi perjalanannya ini sangat memberikan

pengaruh dan kontribusi yang besar terhadap masyarakat seluruh dunia khususnya

masyarakat Indonesia, dan telah menyaingi perjalanan ilmuwan barat, Marco Polo dan

Christoper Colombus.

Mekkah menjadi kota pertama didalam ceritanya, walaupun sebenarnya bukan Mekkah

yang menjadi kota pertama yang dikunjunginya karena kota Mekkah merupakan kota

27 Rusdi Effendi, Buku Ajar Geografi dan Ilmu Sejarah, (Banjarmasin: Penerbit Program Studi Pendidikan

Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, 2020), hal: 2
28 M.Kholid Muslih, Tradisi Intelektual Islam, (Ponorogo: Direktorat Islamisasi Ilmu Unida, 2020), hal: 205-

206
29 Sukendra Martha, Ibnu Bathutah..., hal: 64

10
untuknya beribadah dan tempat untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu

ibadah Haji. Walaupun sudah banyak sekali kota di berbagai negara yang dikunjunginya

sebelum ke Mekah.

Saat kunjungan Ibnu Bathutah ke Indonesia dan kunjungannya ke Samudra Pasai, tidak

hanya tentang politik saja yang ditelitinya, akan tetapi tentang kondisi alam atau lingkungan

daerah itu. Ibnu Bathutah telah menuliskan apa yang telah diamatinya dan ditelitinya ke

dalam karya tulisan bukunya tersebut.30 Sama dengan kasus geografiwan yang lainnya, Ibnu

Bathutah juga menuliskan tentang keadaan manusia beserta lingkungannya secara lanjut dan

terperinci. Supaya bisa dipelajari dan mejadi rujukan ajar bagi generasi-generasi yang akan

datang, khusunya untuk generasi Muslim yang akan melanjutkan perjuangan Ibnu Bathutah.

Pertemuan Ibnu Bathutah dengan cendekiawan di berbagai negara yang dikunjunginya

Selama perjalanannya Ibnu Bathutah telah bertemu dengan pemuka-pemuka muslim di

berbagai negara, dan mereka mempunyai misi yang sama dengan Ibnu Bathutah yaitu untuk

mendakwahkan ajaran agama Islam ke seluruh negeri. Karena dengan ini Ibnu Bathutah dan

lainnya bisa memperjuangkan dakwah yang dilakukan orang-orang sebelum mereka, karena

dengan berdakwah untuk menyebarkan agama Islam dan untuk meluruskan ajaran agama

yang benar merupakan salah satu amal jihad fi sabilillah.

Pertemuan pertama Ibnu Bathutah setalah meninggalkan Thanjah adalah dengan Abu

Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar Ali bin ibrahim di kota Tilmisan. Abu Abdullah

merupakan seorang hakim nikah di Tunis.31 Setelah itu Ibnu Bathutah bertemu dengan

seorang ahli Fikih dan Tafsir di kota Bijayah yang bernama Abi Abdillah. 32

Setibanya Ibnu Bathutah di kota Tunisia selain bertemu dengan Sultan Tunisia, Ibnu

Bathutah bertemu dengan para pemuka ulama besar, mereka adalah Abu Abdullah

Muhammad bin Qadhi Al-Jamaah Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Hasan bin

Muhammad AlAnshari Al-Khazraji, At-Tunis atau Ibnu Al-Ghimar, dan Al-Khatib Abu Ishak

Ibrahim bin Husain bin Ali bin Abdurrafi. 33

Kota Iskandar juga tidak ketinggalan dalam melahirakan ulama’-ulama’ Muslim,

diantaranya mereka yang pernah ditemui Ibnu Bathutah adalah Imanuddin Al-Kindi (Ahli

30 Sukendra Martha, Ibnu Bathutah..., hal: 66


31 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: 8
32 Ibid, hal: 9

33 Ibid, hal: 11

11
Bahasa) dan Fakhruddin Ar-righi (Qadhi Iskandar), Wajihuddin Ash-Shanhaji, Syamsuddin

bin At-Tunisi, Syeikh Abu Abdullah Al-Fasi, dan yang lainnya.34

Kota Fuwa menjadi rute selanjutnya perjalanan Ibnu Bathutah, di Fuwa Ibnu Bathutah

bertemu dengan Syakih Abu Abdullah yang merupakan petinggi dari kota Fuwah ini, dan

mendapatkan berbagai macam hidangan, dan Ibnu Bathutah juga sempat dipeluk sama

Syaikh Abu Abdullah ini.35

Di kota Abyar (terletak diantara Mesir dan Iskandar), Ibnu Bathutah bertemu dengan

Izzudin Al-Maliji Asy-Syafi’i yang merupakan seoranag qadhi atau hakim yang sangat

dihormati oleh warga sekitarnya. Tidak jauh dari kota Abyar ini, lebih tepatny di kota

Mahallah Kabirah terdapaat seorang qadhi juga yang bernama Izzuddin bin Al-Asymarain.36

Mesir terdapat beberapa orang qadhi juga yang ditemui oleh Ibnu Bathutah, salah satu

dari mereka adalah Badruddin bin Jamaah, beliau menempati posisi qadhi yang paling tinggi

kedudukannya dan menganut mazhab Asy-Syafi’iyah.37 Dan ulama’ Mesir yang dijumpai

Ibnu Bathutah adalah Syamsuddin Al-Ashbahani (ahli logika), Syafaruddin Az-Zawawi Al-

Maliki, Atsiruddin Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf bin Hayyan Al-Gharnati (ahli dalam

ilmu Nahwu), Burhanuddin bin Binti Asy-Syadzili (wakil qadhi di Mesir), Syamsuddin bin

Adlan (Imam besar mazhab syafi’iyah), Syaikh Burhanuddin Abdullah Al-Manufi,

Qawamuddin Al-Karmani, Burhanuddin Ash-Shafaqusi, Baha’uddin bin Aqil (ahli Fikih),

dan Ruknuddin bin Al-Qubi’ (ahli logika).38

Di Gaza Ibnu Bathutah bertemu dengan guru yang bernama Ilmuddin bin Salim, memilki

saudara dari pembesar kota Ghaza. Syamsuddin adalah orang yang ditemui Ibnu Bathutah

setelah Ilmuddin, Syamsuddin merupakan seorang qadhi juga di Al-Quds.39 Dan tidak jauh

dari kota Ghaza, Ibnu Bathutah bertemu dengan guru yang alim dan beliau adalah

Burhanuddin Al-Ja’bari. Kota Al-Quds juga memiliki ulama’-ulama’ yang sangta

berpengaruh untuk kemajuan peradaban Islam, mereka diantaranya adalah Abu

Abdurrahman bin Mustafa (ahli ibadah), Kamal Ad- Dini Al-Maraghi (syeikh ahli ibadah),

Syeikh Abu Ali Hasan atau Al-Mahjub (ahli zuhud dan pemimpin kaum yang shaleh), Abu

34 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: 18


35 Ibid, hal: 26
36 Ibid, hal: 28-29

37 Ibid, hal: 44

38 Ibid, hal: 45

39 Ibid, hal: 56

12
Abdullah Muhammad bin Mutsbit Al-Gharnati (guru mazhab Malikiyah), Syihabuddin Ath-

Thabari (ahli hadis), Imanuddin An-Nablusi (khatib utama), dan Syamsuddin Muhammad

bin Salim Al-Ghazzi (qadhi Ghaza).40

Damaskus juga mempunyai ulama’-ulama’ ahli fikih dari kalangan Imam Syafi’iyah

yang bernama Qadhi Jalaluddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Quzwaini, dan Imam

Malikiyah yang bernama Abu Umar Al-Walid bin Al-Haj At-Tajibi (penduduk asli Granada

dan merantau ke Damaskus). Imam kelompok Hanafiyah yang bernama Imaduddin Al-

Hanafi atau yang dikenal sebagai Ibnu Ar-Rumi, dan Imam dari kelompok Hanabilah yang

bernama Syaikh Abdullah Al-Kafif.41

Di kota haram atau kota suci, Ibnu Bathutah bertemu dengan Najmuddin Muhammad bin

Muhyiddin Ath-Thabari (qadhi Mekkah), beliau sangat disanjungi dan dihormati oleh

masyarakat sekitarnya karena dengannya sifat yang terpuji dan dermawan. 42

Di kota Konstantinopel, Ibnu Bathutah bertemu dengan seorang qadhi konstantinopel

yang menghampirinya dan menanyakan darimanakah Ibnu Bathutah ini berasal dan

siapakah dia setelah melihatnya. Qadhi ini bernama An-Najasyi Kafali.43

Di kota Ujah juga, Ibnu Bathutah bertemu dengan Syaikh Quthbuddin Haidar Al-‘Alawi.

Yang merupakan seorang ulama’ besar di kota itu, dan beliau telah menghadiahkan kepada

Ibnu Bathutah dengan sebuah pakaian.44

Setelah itu Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanannya ke kota Multan yang terletak di

daerah India, dan di ikota ini Ibnu Bathutah bertemu dengan Khadawand Zadah seorah qadhi

di Turmudz, dan saudaranya Imadudin, Dhiyauddin, dan Burhanuddin.

Di negeri Cina, Ibnu Bathutah bertemu dengan Sultan Kaulam seorang kafir akan tetapi

beliau menghormati orang-orang Islam dan ajarannya. Salah satu ajaran Islam yang diambil

oleh beliau adalah hukuman bagi para perampok dan para pencuri.45

Pulau Maladewa menghantarkan Ibnu Bathutah untuk berjumpa dengan seorang ratu

bernama Khadijah, akan tetapi Khadijah ini merupakan seorang muslimah yang baik budi

40 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: 62


41 Ibid, hal: 94
42 Ibid, hal:158

43 Ibid, hal: 408

44 Ibid, hal: 472

45 Ibid, hal: 588

13
perketinya. Maladewa merupakan suatu pulau yang masyarakatnya menganut ajaran agama

Islam, dan wanita yang add di pulau ini juga memakai hijab sebagai penutup aurat mereka.

Sesampainya di Indonesia Ibnu Bathutah dipertemukan dengan Sultan Malik Al-Zahir

setelah melakukan perjalanannya dari negeri Tiongkok selama bulan lamanya. Sultan Malik

Al-Zahri juga merupakan seorang penganut dari mazhab Syafi’i, seperti yang dianut oleh

mayoritas masyarakat Indonesia pada saat ini.

D. SIMPULAN

Ibnu Bathutah merupakan seseorang yang patut kita teladani. Kisah-kisah yang
sangat inspiratif dan penuh perjuangan beliau dalam mendakwahkan ajaran agama Islam ke
seluruh pelosok kota-kota bahkan perkampungan di muka bumi ini. Ibnu Bathutah
melakukan perjalanan dengan tanpa rasa lelah, capek, males, bosan merupakan suatu
kemuliaan terbesar yang dimiliki oleh beliau. Dengan permulaan masa mudanya yang penuh
dengan gairah menjadi pelancong tanpa rasa takut meninggalkan kampung halamannya, dan
menuliskan kisah perjalanannya ke dalam suatu buku yang dikarangnya dan menjadikan
buku itu sebagai catatan tentang ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Ibnu Bathutah selain
dikenal dengan seorang traveller juga merupakan salah satu dari ilmuwan Muslin, karena
Ibnu Bathutah mempunyai kontribusi yang besar untuk suatu perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Geografi, tidak hanya sekedar mengelilingi dunia
akan tetapi meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan demi kejayaan Islam. Maka dari
itu Ibnu Bathutah menjadi seorang motivator bagi kaum muslim yang lainnya, khususnya para
generasi pemuda dan pemudi muslim yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan-
perjuangan para ulama dan ilmuwan Islam terdahulu, dan dapat mengembalikan lagi
peradaban Islam yang dahulunya pernah berjaya pada masanya.

DAFTAR PUSTAKA
Bathutah, Ibnu. 1987. Tuhfah Nuzhar fi Gharibil Amshar wa Anjabil Asfar. Lebanon: Ihya al-'ulum.

Effendi, Rusdi. 2020. Buku Ajar Geografi dan Ilmu Sejarah. Banjarmasin: Penerbit Program Studi Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

Fath, Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman. 2009. Rihlah Ibnu Bathutah. Jakarta: Pustaka
Al-Kausar.

Furqan, Mahlil dan Muhammad. Agustus 2022. “Ibnu Batutah sang pengembara (Analisis sosio historis
petualangan tokoh geografer muslim melalui naskah Tufhatun Nuzzar fi Ghara’ ibil amsar wa
aja’ ibil asfar), .” Jurnal Adabiya volume 24 No. 24 190.

Hilma, Yulia. 2018. “Perjalanan Ibnu Bathutah ke Mekkah.” Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana Humaniora (S.Hum) 28.

Jailani, Imam Amrusi. Juni 2018. “Kontribusi Ilmuwan Muslim Dalam Perkembangan Sains Modern.”
Jurnal Theologia volume 29 No. 1 165.

14
Martha, Sukendra. Desember 1991. “Ibnu Bathutah dan perkembangan Ilmu Geografi di Indonesia.”
Jurnal Forum Geografi No.9 63.

Muslih, M. Kholid. 2020. Tradisi Intelektual Islam. Ponorogo: Direktorat Islamisasi Ilmu Unida.

Nasution, Fauzia. April 2020. “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia.” Jurnal Mawa'izh
Dakwan dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan volume 11 No.1 28-29.

Rivauzi, Fira Nur Anisa dan Ahmad. 2022. “Nilai-nilai Spiritual dalam rihlah Ibnu Bathutah.” Jurnal
Pendidikan Tambusai volume 6 No. 2 16119.

Rohmadi. 2018. Lintasan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Ponorogo: Sinergi Karya Mulia.

15

Anda mungkin juga menyukai