Hanifa Bujanah
Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Darussalam Gontor
E-mail: hanifabujanah48@student.pba.unida.gontor.ac.id
Abstract
Before the discoveries made by western scientists, Muslim scientists had discovered various previous knowledge
from them. Ibn Battuta is one of the Muslim scientists who traveled a lot and has been around the world. In addition to
traveling, Ibn Bathuttah has made many kinds of great discoveries that we can feel in this modern era. Indonesia is one of the
countries visited by Ibn Bathuthah, he contributed various knowledge to Indonesian citizens, especially in the field of
geography. In addition to geography, a lot of knowledge was donated and taught to citizens of other countries he had visited.
And then that, history learning is very important, especially history learning for Muslim scientists who have played a major
role in the advancement of science in the world. And in each of his journeys, Ibn Battuta met with scholars in various countries,
where with the encounter, Ibn Battuta gained knowledge and was able to develop it
Keywords: Geography, Ibn Battuta, Travel, Discovery, Scholar
Abstrak
Sebelum datangnya penemuan-penemuan yang ditemukan oleh ilmuwan barat, ilmuwan muslimlah
telah menemukan berbagai ilmu pengetahuan terdahulu dari mereka. Ibnu Bathutah merupakan salah satu
ilmuwan muslim yang telah melakukan banyak perjalanan dan telah mengelilingi dunia. Selain melakukan
perjalanannya, Ibnu Bathuttah telah banyak melakukan berbagai macam penemuan-penemuan hebat yang bisa
kita rasakan pada era modern seperti ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah dikunjungi oleh Ibnu
Bathuthah, beliau telah menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan kepada warga negara Indonesia khususnya
dalam bidang geografi. Selain geografi banyak sekali ilmu pengetahuan yang disumbangkan dan diajarkan kepada
warga negara lain yang telah dikunjunginya. Dan daripada itu pembelajaran sejarah sangatlah penting, terlebih
lagi pembelajaran sejarah terhadap ilmuwan-ilmuwa muslim yang telah berperan besar dalam kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia. Dan disetiap perjalanannya Ibnu Bathutah berjumpa dengan cendekiawan-cendekiawan
di berbagai negara yang mana denga perjumpaan itu Ibnu Bathutah mendapatkan ilmu pengetahuan dan dapat
mengembangkannya.
Kata Kunci: Geografi, Ibnu Bathutah, Perjalanan, Penemuan, Cendekiawan
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu dari agama samawi yang diturunkan oleh Allah. banyak
dari ilmuwan-ilmuwan dunia ini lahir dari agama Islam, dan banyak juga ditemukan sang
penjelajah bumi merupakan seorang yang beragama Islam. Islam sangat menghargai dalam
hal penggunaan akal pikiran, karena akal merupakan suatu kemuliaan yang hanya dimiliki
oleh manusia sebagai hamba Allah. Datangnya wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad juga menggunakan akal pikiran untuk menerimannya, dan
hakikatnya semua ilmu pengetahuan sudah berasal dari Allah dan disampaikan kepada
hambanya melalui wahyu. Dengan demikian banyak sekali ilmuwan-ilmuwan muslim yang
menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tetap berlandaskan kepada Al-Qur’an,
1
tetapi tidak hanya ilmuwan muslim saja, ilmuwan non-muslim pada saat ini banyak sekali
yang masuk Islam atau menjadi muallaf karena ilmu pengetahuan yang mereka teliti sudah
Bumi yang seluas ini dahulunya telah dijelajahi oleh para penjelajah-penjelajah Islam,
seperti Ibnu Bathutah, Ibnu Hawqal, Abdillah al-Idrisi, Ibnu Jubair, Ayyub ibn Amr al-Bakri,
dan Abu Hamid Muhammad al-Mazini mereka merupakan sebagian dari penjelajah Islam
pada zaman dahulu. Selain menjelajah bumi, mereka juga meneliti tentang permukaan bumi
dan membuat buku pembelajaran tentang bumi, sehingga para penjabat dan masyarakat
lainnya dengan mudah dalam melakukan kerja sama politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
Telah muncul di abad pertengahan seorang penjelajah muslim yang sangat terkenal
dengan diary atau catatannya saat melakukan perjalanannya menjelajahi dunia, beliau adalah
yang kita kenal dengan Ibnu Bathutah dengan nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad
bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Bathutah. Beliau telah mengelilingi kurang lebih sekitar
44 negara termasuk Indonesia, tepatnya beliau pernah mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai
yang terletak di Aceh Utara. Dengan kunjungan beliau ke Indonesia maka syiar agama Islam
sampai ke Indonesia, dan beliau banyak sekali melakukan kerja sama antar umat manusia di
dunia. Marcopo Al- Bandaqi seorang penjelajah yang terkenal juga tersaingi oleh sang Ibnu
Bathutah ini.3
Banyak sekali perdebatan tentang siapakah yang pertama kali menyiarkan agama Islam
ke Indonesia, Ibnu Bathutah menjadi salah satu nama yang disebut sebagai orang yang
pertama kali menyiarkan agama Islam ke Indonesia dikarenakan catatan beliau yang
pendatang di Cambay pada tahin 1352 Masehi. Temuan Ibnu Bathutah juga mengatakan
bahwa masyarakat Indonesia, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan India Utara mereka semua
menganut mazhab syafi’i, sedangkan orang-orang Gujarat mereka menganut mazhab sunni
atau syi’ah. Pendapat ini telah dikemukakan oleh G.E Marrison, catatan dan temuan Ibnu
1 Imam Amrusi Jailani, Kontribusi Ilmuwan Muslim Dalam Perkembangan Sains Modern, Jurnal Theologia
volume 29, No.1 (Juni 2018), hal: 165
2 Mahlil dan Muhammad Furqan, Ibnu Batutah sang pengembara (Analisis sosio historis petualangan tokoh
geografer muslim melalui naskah Tufhatun Nuzzar fi Ghara’ ibil amsar wa aja’ ibil asfar), Jurnal Adabiya volume 24,
No.24 (Agustus 2022), hal: 190
3 Ibid, hal: 192
2
Bathutah menjadi salah satu alasannya untuk mengatakan bahwa orang India Selatan yang
Buku yang berjudul Tuhfah An-Nuzhzhaar fi Gharaa’ib Al-Amshaar wa’ Ajaa’ib Al-Asfaar
merupakan buku karya beliau yang telah didiktekan dan ditulis ulang lagi oleh Muhammad
Ibnu Juzai Al-Kalbi pada tahun 756 Masehi tepatnya di kota Fez. Buku ini sudah banyak
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang ada di dunia ini, seperti bahasa Inggris, bahasa
Prancis, bahasa Portugis, bahasa Jerman, dan salah satunya ke dalam bahasa Indonesia. Buku
ini bukan hanya sebagai diary atau catatan harian beliau dalam perjalanannya, akan tetapi
buku ini banyak sekali memuat tentang penemuan-penemuan beliau di seluruh penjuru
negeri dan telah dilakukan berbagai penelitian atas penemuan beliau, salah satunya dalam
B. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode library research atau metode
kualitatif dan menggunakan metode penelitian sejarah. Sejarah dapat dijadikan sebagai
pembelajaran dan kaca perbandingan untuk melakukan suatu perubahan yang baik. Tulisan
ini akan menjadikan buku Tuhfah An-Nuzhzhaar fi Ghaara’ib Al-Amshaar wa’ Ajaa’ib Al-Asfaar
karya Ibnu Bathutah yang telah diterjemahkan oleh Muhammad Muchson Anasy ke dalam
bahasa Indonesia sebagai rujukan utama dalam penulisan ini dan dengan jurnal lainnya yang
membahas tentang perjalanan Ibnu Bathutah dan berbagai penemuannya. Ibnu Bathutah
telah menjadi sorotan utama dunia untuk hal penjelajahan dunia meskipun orang-orang barat
mempunyai sang penjelajah dari mereka yaitu Chistoper Colombus yang menemukan benua
Amerika. Sejarah walaupun tidak akan bisa terulang lagi tidak boleh kita lupakan, karena
dengan sejarah kita bisa mempelajari asal usul tentang suatu ilmu, bagaimana ilmu tersebut
ditemukan, siapa penemunya, dan lain sebagainya. Ibnu Bathutah telah menjadi motivator
muslim untuk meningkatkan kesemangatan dalam menuntut ilmu dan menjelajahi dunia.
Cerita Ibnu Bathutah juga telah dijadikan sebagai sumber tokoh utama cerita dalam film
4 Fauziah Nasution, Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia, Jurnal mawa’izh dakwah dan
3
Indonesia yang berjudul Jilbab Traveller Love Sparks in Korea yang diperani oleh Morgan Oey
Ibnu Bathutah atau Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Al-Lawati
Ath-Thanji merupakan seorang Muslim, sang pelancong, dan ahli sejarah dunia. Ibnu
Bathutah lahir di daerah Thanjah pada hari Senin, 17 Rajab tahun 703 H atau 1303 M dan
wafat pada tahun 1368 atau 1377 Masehi (terjadi perdebatan antaran kedua tahun wafatnya
beliau). Beliau merupakan seorang pengembara yang berasal dari daerah Arab yang terkenal,
dan telah menuliskan cerita perjalanannya atau yang biasa disebut dengan rihlah, catatan ini
dipublikasikan karena dengan permulaan atas permintaan dari Sultan Maroko untuk
menulisakan cerita tentang perjalanan seorang Ibnu Bathutah, menggunakan juru tulis beliau
Suku dari Ibnu Bathutah adalah suku Berber. Bahasa yang dikuasai Ibnu Bathutah adalah
bahasa Arab walaupun beliau bukan berasal dari suku Arab, akan tetapi beliau dapat
menggunakan bahasa Arab ini dengan baik terhadap orang-orang yang hidup di lingkungan
beliau dan sesama teman-temannya. Dengan tekad besar yang dimiliki beliau, Ibnu Bathutah
memulai perjalanannya pada saat usianya 21 tahun dan telah melakukan perjalananya selama
pada zamannya, atau berkelana ke suatu tempat yang mana pemimpin dari tempat tersebut
adalah seorang Muslim. Dikatakan beliau telah memulai perjalanannya pada hari Kamis, 2
Rajab tahun 752 Hijriah atau yang bertepatan dengan tahun 1352 Masehi, dengan
meninggalkan tempat kelahirannya. Ibnu Bathutah telah berkelana ke negeri Arab, Syam,
Afrika, India, Asia, Eropa, bahkan pernah dikatakan beliau sempat mengunjungi Indonesia
dua kali.7
Sejarah masuknya Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari catatan Ibnu Bathutah, dan
Ibnu Bathutah juga sempat menyiarkan ajaran agama Islam ke Indonesia, tidak hanya sekedar
pukul 11.30
7 Fira Nur Anisa dan Ahmad Rivauzi, Nilai-nilai Spiritual dalam rihlah Ibnu Bathutah, jurnal pendidikan
4
untuk berpetualang mengelilingi bumi, akan tetapi berjuang untuk menyiarkan ajarana
agama Islam yang benar. Ibnu Bathutah dalam buku catatan rihlah yang dikarangnya sendiri
di Aceh mengikuti para raja untuk mengadakan halaqoh atau kajian keilmuan tentang
keislaman setelah ibadah shalat Jum’at sampai dengan waktu shalat Ashar. Dan dari ini bisa
dikatakan bahwa beliau telah menyiarkan ajaran agama Islam ke Indonesia dan kerajaan
Samudra Pasai dahulunya telah menjadi pusat pembelajaran agama Islam, dan menjadi
tempat berkumpulnya ulama muslim untuk berdiskusi dan menetapkan hukum syariat yang
Selain dengan penguasaan terhadap bahasa Arab, Ibnu Bathutah juga menguasai bahasa
Turki dan Persia. Ibnu Bathutah meninggal pada tahun 779 Hijriah bertepatan dengan tahun
1377 Masehi di kota Marakesh. Dengan peristiwa meninggalnya Ibnu Bathutah maka telah
selesai perjalanan beliau untuk berkelana ke berbagai penjuru negeri di dunia ini. Maka kita
sebagai kader-kader ulama muslim maka kita harus memperjuangkan perjuangan ulama
Ibnu Bathutah meninggalkan negeri Thanjah pada hari Kamis, 2 Rajab tahun 752 H.
Dengan niat awal meninggalkan Thanjah untuk berhaji ke tanah suci, tanpa didampingi
siapapun dalam perjalanannya, beliau melakukan perjalanannya sendiri. Tekad kuat yang
tanah suci, Mekkah dan Madinah. Walaupun hatinya terasa sedih karena meniggalkan sanak
Kota Tangier atau Thanjah merupakan kota yang terletak di antara titik temu Laut
Tengah dan Samudra Atlantik, kota ini terletak di utara Maroko. Dinasti Mariniah merupakan
dinasti yang berkembang di maroko ketika Ibnu Bathutah meninggalkan kota ini, dinasti ini
pada masa itu dipimpin oleh Abu Sa’id, dan mayoritas penduduk dari dinasti ini adalah
masyarakat dari keturunan Barbar yang mayoritas dari mereka mempunyai mata
pencaharian dengan bertani dikarenakan daerah ini memiliki kesuburan tanah yang
memadai. Maroko didalamnya terdapat empat kota besar yang mewarnai peradaban Islam,
8 Rohmadi, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Ponorogo: Sinergi Karya Mulia, 2018), hal: 3
9 Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu..., hal: xviii
10 Ibid, hal: 7
5
empat kota itu antara lain, kota Casablanca (pusat perdagangan dan perindustrian), kota
Rabat (pusat Administrasi), kota Fez (pusat budaya dan ilmu pengetahuan), dan kota
Pada musim Haji, Ibnu Bathutah sampai di kota Mekkah, beliau memulai ibadah hajinya
dengan melakukan tawaf sebanyak 7 kali putaran dan sambil berdo’a kepada Allah SWT.
Seusai melakukan tawaf Ibnu Bathutah tidak meninggalkan untuk mencium batu mulia atau
batu Hajar Aswad yang dikatakan bahwa batu mulia ini berasal dari surga. Tidak jauh dari
batu Hajar Aswad terdapat Maqom Ibrahim yang mana ini merupakan tempat untuk
meletakkan batu ketika Nabi Ibrahim membangun Ka’bah.12 Selain melakukan ibadah tawaf
di Ka’bah, Ibnu Bathutah juga melakukan ibadah yang lainnya sesuai dengan yang tertuang
dalam rukun-rukun haji. Ibnu Bathutah juga berpetualang ke gunung yang ada di Mekkah.
Sesuai dengan catatan perjalanannya, Ibnu Bathutah mengelilingi gunung yang bernama Jabal
Abu Quwais, yang terletak tepat berada di sebelah timur Mekkah dan posisi gunung ini lurus
dengan Hajar Aswad karena gunung ini merupakan gunung yang paling rendah.13
Mekkah dan Madinah merupakan suatu kota suci yang menjadi patokan umat Islam
dalam beribadah. Ka’bah menjadi pusat arah qiblat untuk melakukan ibadah shalat. Mekkah
dan Madinah menjadi kota suci yang tidak akan bisa dimasuki oleh Dajjal ketika hari akhir
tiba. Kedua kota ini juga menyimpan banyak sejarah peradaban Islam dari masa Nabi Adam
sampai dengan waktu sekarang ini. Banyak pertumpahan darah yang terjadi di kedua kota
Sebelum melakukan perjalanan suci ke kota Mekkah dan Madinah, Ibnu Bathutah
melakukan perjalanan ke berbagai kota, salah satunya kota Tunisia. Beliau mengunjungi kota
Tunisa ketika masa kepemimpinan dan kekuasaan Sultan Abu Yahya bin Sultan Abu
Zakariya Yahya bin Sultan Abu Ishak Ibrahim bin Sultan Abu Zakariya Yahya bin Abdul
wahid bin Abu Hafsh. Beliau menemukan beberapa ulama-ulama besar di kota ini,
diantaranya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Qadhi Al-Jamaah Abu Al-Abbas Ahmad
11 Yulia Hilma, Perjalanan Ibnu Battuta ke Makkah, Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum), (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2018) hal:
28
12 Ibid, hal: 33
13 Ibnu Bathutah, Tuhfah an Nuzhar fi Gharabil Amshar wa’ Anjabil Asfar, (Libanon: Ihya al-Ulum, 1987 M),
hal: 157
6
bin Muhammad bin Hasan bin Muhammad Al-Anshari Al-Khazraji, yang berasal dari
Valencia (Al-Balansi), Ibnu Al-Ghimar atau At-Tunisi.14 Pada bulan Dzulqo’dah akhir Ibnu
Bathutah meninggalkan kota Tunisia ini dan melanjutkan perjalanannya lagi ke kota Susah,
kota Susah merupakan kota yang terletak di daerah Maghrib dan memiliki bangsa penduduk
yang mepunyai kulit seperti warna gandum ( cenderung kekuningan), kota ini juga memiliki
pesona alam yang sangat indah dan terletak di daerah pesisir pantai.15
Dari kota Susah ini, Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanan kembali ke kota Safaqus dan
kota Qabis. Kota Saqafus, Ibnu Bathutah menziarahi makam ulama fikih yang mengarang
kitab At-Tabshiriah yang bernama Imam Abu Al-Hasan Al-Lakhmi Al-Maliki. Kota safaqus
menjadi tempat menikahnya Ibnu Bathutah dengan seorang putri dari Penjabat Tunis.16
Setelah mengunjungi kota Qabis, Ibnu Bathutah mengunjungi kota Tripoli bersama dengan
beberapa keluarganya.
Kota Iskandar menjadi rute selajutnya untuk perjalanan Ibnu Bathutah. Iskandar
seorang pakar ilmu bahasa dan beliau juga merupakan seorang qadhi. Selanjutnya adalah
Fakhruddin Ar-Righi, seorang ahli ilmu pengetahuan dan seorang qadhi kota Iskandar. 17
Ketika Ibnu Bathutah telah sampai di mesir beliau menemukan Masjid Amru bin Ash,
beberapa sekolah, dan Zawiyah.18 Masjid Amru bin Ash menjadi tempat sholat Jum’at beliau.
Di sebelah masjid ini terdapat Zawiyah yang merupakan tempat Imam Abu Abdullah Asy-
Syafi’i belajar. Banyak sekali pembangunan sekolah-sekolah di Mesir, karena penduduk dan
para petinggi negeri ini sangat memperhatikan betapa pentingnya pendidikan. Universitas
Al-Azhar yang terletak di Kairo, merupakan universitas tertua yang ada di dunia ini, dan
menjadi saksi bisu perjuangan ilmuwan Muslim untuk pendidikan. Karena pendidikan
menjadi kunci utama dalam kemajuan sebuah peradaban. Peradaban Islam bisa maju karena
pendidikannya. Ibnu Bathutah juga mengelilingi dunia bukan hanya sekadar jalan-jalan
Setelah dari Mesir dan beberapa kota-kota yang lainnya, Ibnu Bathutah mengunjungi
negeri Palestina atau Al-Quds. Palestina yang dahulunya sebelum terjadinya perang dengan
17 Ibid, hal: 17
18 Ibid, hal: 35
7
Israel, negeri ini memiliki wilayah yang sangat luas. Di dalamnya terdapat masjid Baitul
Maqdis dan Kubah Batu. Baitul Maqdis merupakan bangunan yang sangat indah dan
mengagumkan. Pada masa hidupnya Ibnu Bathutah, tidak ada masjid yang lebih besar
daripada Baitul Maqdis, karena masjid ini mempunyai panjang yang mencapai 752 hasta
Maliki (dzira’ malikiyah) dan lebarnya mencapai 453 hasta.19 Selanjutnya adalah Kubah Batu
yang memiliki arsitektur elegan dan mewah. Kubah Batu ini memiliki kubah yang dilapisi
emas sehingga memancarkan cahaya berkilaunya dan membuat orang yang melihatnya akan
kagum dengan keindahan kubah ini. Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dilakukan
di kubah batu ini, jadi Kubah Batu ini menjadi saksi peristiwa naiknnya Nabi Muhammad
Ibnu Bathutah meninggalkan kota Al-Quds dan menuju kota Asqalan, yang mana
kondisi kota ini ketika kunjungan Ibnu Bathutah sudah mengalami kerusakan yang amat
parah. Asqalan meskipun hancur akan tetapi memiliki tempat penting yang menyimpan
kepala Husain sebelum dipindahkan ke Mesir. Sumur Ibrahim terletak di masjid kota ini.
Sumur Ibrahim memiliki air yang sangat jernih dan menjadi pusat kebutuhan warga
sekitarnya.20
Perjalanan Ibnu Bathutah tidak terlepas dari musibah yang menimpanya, ketika beliau
memasuki kota Damaskus, Ibnu Bathutah menderita sakit yang amat sangat parah sehingga
beliau pernah tergeletak di pasar. Setelah menderita sakit selama beberapa hari, Ibnu
Bathutah langsung melanjutkan perjalanannya menuju pusat dari kota Damaskus dan
menjadi penjaga dari salah satu perkebunan selama enam bulan lamanya.21
Damaskus sendiri memiliki Masjid Bani Umayyah, karena Damaskus menjadi pusat
pemerintahan dari Bani Umayyah. Masjid ini dibangun ketika masa kepemimpinan Khalifah
Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, dibangun diatas tanah bekas bangunan gereja. 22
Bacaan Al-Qur’an yang sering dilantunkan dalam masjid ini membuat Masjid ini terlihat
istimewa. Sehingga membuat hati orang-orang yang masuk ke dalam Masjid ini menjadi
tenang, tentram, dan damai. Masjid ini memiliki kegiatan rutin yang disebut dengan Al-
22 Ibid, hal: 87
8
Setelah melakukan perjalanan ke kota suci, Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanan ke
beberapa kota, salah satunya kota Wasith. Wasith merupakan kota yang mayoritas
pendudukanya adalah penduduk dari Irak. Wasith merupakan kota hijau karena kota ini
dipenuhi dengan kebun dan pepohonan. Sehingga banyak ditemukan para penghafal Al-
Qur’an dari kota Wasith ini.23 Suasana kota yang sejuk dan dikelilingi berbagai macam
Basrah merupakan kota yang dikunjungi beliau setelah kota Wasith. Kota Basrah
merupakan kota yang terletak di daerah Irak.24 Basrah memiliki kesuburan tanah, sehingga
tanahnya cocok untik dijadikan lahan perkebunan, kesuburan tanahnya juga dipengaruhi
oleh pertemuan tanahnya dengan posisi air asin dan tawar. Basrah merupakan kota yang
menghasilkan buah kurma denga jumlah yang lebih banyak daripada kota yang lainnya.
Ibnu Bathutah juga tidak melupakan untuk berkunjung ke negerinya Al-Fatih atau Turki.
Konstatinopel merupakan salah satu kota yang dikunjungi Ibnu Bathutah. Ibnu Bathutah
melakukan perjalanan ini bersama dengan rombongan Bayalon Khatun. Rombongan ini
dipimpin oleh Amir Baidarah, yang didampingi dengan pasukannya yang berjumlah 5000
pasukan.25
Indonesia juga pernah dikunjungi Ibnu Bathutah setelah dari beberapa negara. Ibnu
Bathutah berkunjung ke Indonesia pada tahun 1354 H. Pulan Sumatra merupakan pulau
yang dikunjunginya untuk pertama kali di Indonesia, saat itu Sumatra dipimpin oleh kerajaan
Islam yang bernama kerajaan Samudra Pasai.26 Catatan perjalanannya ke Indonesia tidak lupa
pula dicatat dalam bukunya yang berjudul Ibnu Battutah, Travels in Asia and Africa 1352-1354.
Ibnu Bathutah merupakan salah satu ilmuwan Muslim yang meneliti tentang ilmu
Geografi dan ini merupakan dari penemuan terhebatnya, dikarenakan beliau telah
mengelilingi hampir seluruh negeri di permukaan bumi ini, dan pastinya Ibnu Bathutah telah
merasakan perbedaan struktur tanah yang berbeda di setiap permukaannya. Maka dari itu
Ibnu Bathutah mempunyai kontribusi yang besar untuk kemajuan ilmu pengetahuan yang
ditemukan dan dikembangkan oleh ilmuwan Muslim. Ilmu Geografi juga tidak akan bisa
23 Muhammad Nuchson Anasy dan Khalifaturrahman Fath, Rihlah Ibnu...., hal; 198
24 Ibid, hal: 200
25 Ibid, hal: 393
26 Sukendra Martha, Ibnu Battutah dan Perkembangan Ilmu Geografi di Indonesia, Jurnal Forum Geografi
9
dilepaskan dari ilmu sejarah, karena kedua ilmu pengetahuan ini sangat berkaitan dan sangat
penting.
Ilmu Geografi diambil dari bahasa Yunani yang beartikan geo dan graphein. Geo yang
dimaksud adalah bumi, dan graphein adalah menggambarkan. Secara istilah ilmu Geografi
merupakan ilmu yang menggambarkan tentang bumi atau ilmu yang mempelajari bumi dan
seisinya.27 Geografi menjadi sumber rujukan untuk meneliti tentang bumi, dan jauh sebelum
Ilmuwan Barat meneliti tentang bumi dan mengembangkan ilmu Geografi, ilmuwan Muslim
lah yang telah mengkaji ilmu ini terlebih dahulu, diantaranya mereka adalah Al-Ya’qubi, Al-
Mas’udi, dan Al-Idrisi.28 Al-Ya’qubi menuliskan apa yang diamatinya dan apa yang
dipelajarinya tentang bumi dengan buku yang berjudul Kitab Al-Buldan, disusul oleh Al-
Mas’udi yang mempunyai buku yang berjudul Muruj Adz- Dzahab wa Ma’adin Al-Jawhar, dan
Al-Idrisi yang merupakan sang penemu peta dunia dan bola perak yang terdapat peta dunia
didalamnya.
Selain mereka, Ibnu Bathutah juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap
perkembangan ilmu Geografi. Dalam bukunya yang berjudul Ibnu Bathutah, Travels in Asia
and Africa 1325-1354, memuat tentang penelitian Ibnu Bathutah tentang bumi, maka buku ini
bisa dipakai sebagai rujukan untuk meneliti tentang ilmu geografi selain buku-buku yang
dimiliki ilmuwan muslim yang lainnya.29 Walaupun Ibnu Batutah belum sempat
mengunjungi seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi ini, dan seluruh wilayah
Indonesia.
Perjalanan yang tidak menggunakan kendaraan yang cepat, tidak menggunakan pesawat
atau jet, hanya dengan menggunakan kendaraan yang hanya tersedia pada zamannya yang
meliputi kapal layar ataupun dengan unta, akan tetapi perjalanannya ini sangat memberikan
pengaruh dan kontribusi yang besar terhadap masyarakat seluruh dunia khususnya
masyarakat Indonesia, dan telah menyaingi perjalanan ilmuwan barat, Marco Polo dan
Christoper Colombus.
Mekkah menjadi kota pertama didalam ceritanya, walaupun sebenarnya bukan Mekkah
yang menjadi kota pertama yang dikunjunginya karena kota Mekkah merupakan kota
27 Rusdi Effendi, Buku Ajar Geografi dan Ilmu Sejarah, (Banjarmasin: Penerbit Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, 2020), hal: 2
28 M.Kholid Muslih, Tradisi Intelektual Islam, (Ponorogo: Direktorat Islamisasi Ilmu Unida, 2020), hal: 205-
206
29 Sukendra Martha, Ibnu Bathutah..., hal: 64
10
untuknya beribadah dan tempat untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu
ibadah Haji. Walaupun sudah banyak sekali kota di berbagai negara yang dikunjunginya
sebelum ke Mekah.
Saat kunjungan Ibnu Bathutah ke Indonesia dan kunjungannya ke Samudra Pasai, tidak
hanya tentang politik saja yang ditelitinya, akan tetapi tentang kondisi alam atau lingkungan
daerah itu. Ibnu Bathutah telah menuliskan apa yang telah diamatinya dan ditelitinya ke
dalam karya tulisan bukunya tersebut.30 Sama dengan kasus geografiwan yang lainnya, Ibnu
Bathutah juga menuliskan tentang keadaan manusia beserta lingkungannya secara lanjut dan
terperinci. Supaya bisa dipelajari dan mejadi rujukan ajar bagi generasi-generasi yang akan
datang, khusunya untuk generasi Muslim yang akan melanjutkan perjuangan Ibnu Bathutah.
berbagai negara, dan mereka mempunyai misi yang sama dengan Ibnu Bathutah yaitu untuk
mendakwahkan ajaran agama Islam ke seluruh negeri. Karena dengan ini Ibnu Bathutah dan
lainnya bisa memperjuangkan dakwah yang dilakukan orang-orang sebelum mereka, karena
dengan berdakwah untuk menyebarkan agama Islam dan untuk meluruskan ajaran agama
Pertemuan pertama Ibnu Bathutah setalah meninggalkan Thanjah adalah dengan Abu
Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar Ali bin ibrahim di kota Tilmisan. Abu Abdullah
merupakan seorang hakim nikah di Tunis.31 Setelah itu Ibnu Bathutah bertemu dengan
seorang ahli Fikih dan Tafsir di kota Bijayah yang bernama Abi Abdillah. 32
Setibanya Ibnu Bathutah di kota Tunisia selain bertemu dengan Sultan Tunisia, Ibnu
Bathutah bertemu dengan para pemuka ulama besar, mereka adalah Abu Abdullah
Muhammad bin Qadhi Al-Jamaah Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Hasan bin
Muhammad AlAnshari Al-Khazraji, At-Tunis atau Ibnu Al-Ghimar, dan Al-Khatib Abu Ishak
diantaranya mereka yang pernah ditemui Ibnu Bathutah adalah Imanuddin Al-Kindi (Ahli
33 Ibid, hal: 11
11
Bahasa) dan Fakhruddin Ar-righi (Qadhi Iskandar), Wajihuddin Ash-Shanhaji, Syamsuddin
Kota Fuwa menjadi rute selanjutnya perjalanan Ibnu Bathutah, di Fuwa Ibnu Bathutah
bertemu dengan Syakih Abu Abdullah yang merupakan petinggi dari kota Fuwah ini, dan
mendapatkan berbagai macam hidangan, dan Ibnu Bathutah juga sempat dipeluk sama
Di kota Abyar (terletak diantara Mesir dan Iskandar), Ibnu Bathutah bertemu dengan
Izzudin Al-Maliji Asy-Syafi’i yang merupakan seoranag qadhi atau hakim yang sangat
dihormati oleh warga sekitarnya. Tidak jauh dari kota Abyar ini, lebih tepatny di kota
Mahallah Kabirah terdapaat seorang qadhi juga yang bernama Izzuddin bin Al-Asymarain.36
Mesir terdapat beberapa orang qadhi juga yang ditemui oleh Ibnu Bathutah, salah satu
dari mereka adalah Badruddin bin Jamaah, beliau menempati posisi qadhi yang paling tinggi
kedudukannya dan menganut mazhab Asy-Syafi’iyah.37 Dan ulama’ Mesir yang dijumpai
Ibnu Bathutah adalah Syamsuddin Al-Ashbahani (ahli logika), Syafaruddin Az-Zawawi Al-
Maliki, Atsiruddin Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf bin Hayyan Al-Gharnati (ahli dalam
ilmu Nahwu), Burhanuddin bin Binti Asy-Syadzili (wakil qadhi di Mesir), Syamsuddin bin
Di Gaza Ibnu Bathutah bertemu dengan guru yang bernama Ilmuddin bin Salim, memilki
saudara dari pembesar kota Ghaza. Syamsuddin adalah orang yang ditemui Ibnu Bathutah
setelah Ilmuddin, Syamsuddin merupakan seorang qadhi juga di Al-Quds.39 Dan tidak jauh
dari kota Ghaza, Ibnu Bathutah bertemu dengan guru yang alim dan beliau adalah
Abdurrahman bin Mustafa (ahli ibadah), Kamal Ad- Dini Al-Maraghi (syeikh ahli ibadah),
Syeikh Abu Ali Hasan atau Al-Mahjub (ahli zuhud dan pemimpin kaum yang shaleh), Abu
37 Ibid, hal: 44
38 Ibid, hal: 45
39 Ibid, hal: 56
12
Abdullah Muhammad bin Mutsbit Al-Gharnati (guru mazhab Malikiyah), Syihabuddin Ath-
Thabari (ahli hadis), Imanuddin An-Nablusi (khatib utama), dan Syamsuddin Muhammad
Damaskus juga mempunyai ulama’-ulama’ ahli fikih dari kalangan Imam Syafi’iyah
yang bernama Qadhi Jalaluddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Quzwaini, dan Imam
Malikiyah yang bernama Abu Umar Al-Walid bin Al-Haj At-Tajibi (penduduk asli Granada
dan merantau ke Damaskus). Imam kelompok Hanafiyah yang bernama Imaduddin Al-
Hanafi atau yang dikenal sebagai Ibnu Ar-Rumi, dan Imam dari kelompok Hanabilah yang
Di kota haram atau kota suci, Ibnu Bathutah bertemu dengan Najmuddin Muhammad bin
Muhyiddin Ath-Thabari (qadhi Mekkah), beliau sangat disanjungi dan dihormati oleh
yang menghampirinya dan menanyakan darimanakah Ibnu Bathutah ini berasal dan
Di kota Ujah juga, Ibnu Bathutah bertemu dengan Syaikh Quthbuddin Haidar Al-‘Alawi.
Yang merupakan seorang ulama’ besar di kota itu, dan beliau telah menghadiahkan kepada
Setelah itu Ibnu Bathutah melanjutkan perjalanannya ke kota Multan yang terletak di
daerah India, dan di ikota ini Ibnu Bathutah bertemu dengan Khadawand Zadah seorah qadhi
Di negeri Cina, Ibnu Bathutah bertemu dengan Sultan Kaulam seorang kafir akan tetapi
beliau menghormati orang-orang Islam dan ajarannya. Salah satu ajaran Islam yang diambil
oleh beliau adalah hukuman bagi para perampok dan para pencuri.45
Pulau Maladewa menghantarkan Ibnu Bathutah untuk berjumpa dengan seorang ratu
bernama Khadijah, akan tetapi Khadijah ini merupakan seorang muslimah yang baik budi
13
perketinya. Maladewa merupakan suatu pulau yang masyarakatnya menganut ajaran agama
Islam, dan wanita yang add di pulau ini juga memakai hijab sebagai penutup aurat mereka.
setelah melakukan perjalanannya dari negeri Tiongkok selama bulan lamanya. Sultan Malik
Al-Zahri juga merupakan seorang penganut dari mazhab Syafi’i, seperti yang dianut oleh
D. SIMPULAN
Ibnu Bathutah merupakan seseorang yang patut kita teladani. Kisah-kisah yang
sangat inspiratif dan penuh perjuangan beliau dalam mendakwahkan ajaran agama Islam ke
seluruh pelosok kota-kota bahkan perkampungan di muka bumi ini. Ibnu Bathutah
melakukan perjalanan dengan tanpa rasa lelah, capek, males, bosan merupakan suatu
kemuliaan terbesar yang dimiliki oleh beliau. Dengan permulaan masa mudanya yang penuh
dengan gairah menjadi pelancong tanpa rasa takut meninggalkan kampung halamannya, dan
menuliskan kisah perjalanannya ke dalam suatu buku yang dikarangnya dan menjadikan
buku itu sebagai catatan tentang ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Ibnu Bathutah selain
dikenal dengan seorang traveller juga merupakan salah satu dari ilmuwan Muslin, karena
Ibnu Bathutah mempunyai kontribusi yang besar untuk suatu perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Geografi, tidak hanya sekedar mengelilingi dunia
akan tetapi meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan demi kejayaan Islam. Maka dari
itu Ibnu Bathutah menjadi seorang motivator bagi kaum muslim yang lainnya, khususnya para
generasi pemuda dan pemudi muslim yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan-
perjuangan para ulama dan ilmuwan Islam terdahulu, dan dapat mengembalikan lagi
peradaban Islam yang dahulunya pernah berjaya pada masanya.
DAFTAR PUSTAKA
Bathutah, Ibnu. 1987. Tuhfah Nuzhar fi Gharibil Amshar wa Anjabil Asfar. Lebanon: Ihya al-'ulum.
Effendi, Rusdi. 2020. Buku Ajar Geografi dan Ilmu Sejarah. Banjarmasin: Penerbit Program Studi Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.
Fath, Muhammad Muchson Anasy dan Khalifaturrahman. 2009. Rihlah Ibnu Bathutah. Jakarta: Pustaka
Al-Kausar.
Furqan, Mahlil dan Muhammad. Agustus 2022. “Ibnu Batutah sang pengembara (Analisis sosio historis
petualangan tokoh geografer muslim melalui naskah Tufhatun Nuzzar fi Ghara’ ibil amsar wa
aja’ ibil asfar), .” Jurnal Adabiya volume 24 No. 24 190.
Hilma, Yulia. 2018. “Perjalanan Ibnu Bathutah ke Mekkah.” Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana Humaniora (S.Hum) 28.
Jailani, Imam Amrusi. Juni 2018. “Kontribusi Ilmuwan Muslim Dalam Perkembangan Sains Modern.”
Jurnal Theologia volume 29 No. 1 165.
14
Martha, Sukendra. Desember 1991. “Ibnu Bathutah dan perkembangan Ilmu Geografi di Indonesia.”
Jurnal Forum Geografi No.9 63.
Muslih, M. Kholid. 2020. Tradisi Intelektual Islam. Ponorogo: Direktorat Islamisasi Ilmu Unida.
Nasution, Fauzia. April 2020. “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia.” Jurnal Mawa'izh
Dakwan dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan volume 11 No.1 28-29.
Rivauzi, Fira Nur Anisa dan Ahmad. 2022. “Nilai-nilai Spiritual dalam rihlah Ibnu Bathutah.” Jurnal
Pendidikan Tambusai volume 6 No. 2 16119.
Rohmadi. 2018. Lintasan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Ponorogo: Sinergi Karya Mulia.
15