A. PENDAHULUAN
Konteks sosial dan budaya kontemporer
Konteks sosial dan budaya kontemporer merujuk pada situasi dan kondisi sosial serta
budaya yang ada dalam zaman sekarang atau saat ini. Hal ini mencakup berbagai aspek
kehidupan sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarakat saat ini, termasuk norma-
norma, nilai-nilai, tradisi, pola interaksi sosial, dan perkembangan budaya yang terjadi
dalam waktu yang relatif dekat.
Konteks sosial mengacu pada struktur dan dinamika masyarakat saat ini, termasuk
hubungan antarindividu, kelompok, dan institusi. Ini mencakup faktor-faktor seperti
stratifikasi sosial, sistem politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan perubahan sosial
yang mempengaruhi cara orang hidup dan berinteraksi.
Konteks budaya mencakup aspek-aspek budaya yang ada dalam masyarakat saat ini, seperti
nilai-nilai, kepercayaan, tradisi, norma, ekspresi seni, dan gaya hidup. Budaya kontemporer
mencerminkan perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi dalam budaya di era modern,
termasuk pengaruh dari teknologi, media massa, globalisasi, dan perubahan sosial yang
memengaruhi cara orang berpikir, berperilaku, dan memandang dunia.
Konteks sosial dan budaya kontemporer sangat relevan dalam memahami berbagai
fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat saat ini. Hal ini penting dalam
mempelajari dinamika sosial, perubahan budaya, serta tantangan dan peluang yang dihadapi
oleh individu dan masyarakat dalam era modern.
Peran agama memiliki signifikansi yang besar dalam kehidupan manusia. Agama adalah
sistem kepercayaan dan praktik yang terkait dengan keyakinan manusia tentang hal-hal
yang bersifat spiritual, transendental, dan nilai-nilai moral yang mengatur kehidupan
mereka. Berikut adalah beberapa aspek signifikansi peran agama dalam kehidupan
manusia:
b. Orientasi Moral dan Etika: Agama memberikan pedoman moral dan etika yang menjadi
dasar bagi perilaku dan tindakan manusia. Prinsip-prinsip moral dalam agama
membantu membedakan antara yang baik dan yang buruk, mengarahkan individu untuk
bertindak dengan kebajikan, dan mempromosikan keadilan, kejujuran, belas kasih, dan
toleransi.
c. Keamanan dan Ketenangan Batin: Agama memberikan dukungan spiritual dan rasa
keterhubungan dengan yang Transenden. Keyakinan pada entitas yang lebih tinggi
memberikan rasa ketenangan, penghiburan, dan harapan di tengah tantangan dan
penderitaan hidup.
d. Identitas dan Komunitas: Agama sering kali berfungsi sebagai landasan identitas
individu dan kelompok. Keanggotaan dalam komunitas agama menyediakan jaringan
sosial, dukungan emosional, dan solidaritas dengan sesama penganut agama yang dapat
memperkuat ikatan sosial.
e. Ritual dan Praktik Keagamaan: Agama melibatkan praktik ritual dan ibadah yang
memberikan struktur dalam kehidupan sehari-hari dan memfasilitasi interaksi dengan
sesama penganut agama. Ritual ini dapat mencakup doa, meditasi, perayaan
keagamaan, dan praktik kebaktian yang membantu memperkuat ikatan spiritual dan
sosial.
g. Sumber Inspirasi Budaya: Agama mempengaruhi seni, arsitektur, musik, sastra, dan
ekspresi budaya lainnya. Agama menjadi sumber inspirasi dan nilai-nilai estetika yang
memperkaya warisan budaya manusia.
Pembinaan akhlak pada remaja menjadi tangging jawab umat islam umumnya dan
khususnya tokoh agama atau pemimpin yang menjadi panutan.Dapat di ketahui bahwa
tokoh agama Islam telah melaksanakan pembinaan akhlak,akan tetapipada kenyataannya
masyarakat khususnya para remaja masih jauh dari ajaran Al-qur’an dan sunnah,apalagi
pada era milenial saat ini banyak sekali pengaruh negative yang mempengaruhi remaja
mulai dari pengaruh budaya asing bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan sunnah
Rasul, yang mengakibatkan kenakalan remaja.(MUHAMMAD AFANDI, 2022) Berikut
adalah beberapa pengaruh agama dalam membentuk identitas individu:
a. Keyakinan dan Nilai: Agama memainkan peran sentral dalam membentuk keyakinan
dan nilai-nilai individu. Agama menyediakan kerangka referensi moral dan etika yang
membentuk pandangan individu tentang yang benar dan salah, serta mengatur perilaku
dan tindakan mereka. Nilai-nilai yang diajarkan oleh agama, seperti kejujuran,
kebaikan, kasih sayang, dan kerja keras, membentuk dasar identitas moral individu.
b. Identitas Kelompok: Agama sering kali menjadi aspek sentral dari identitas kelompok
individu. Keanggotaan dalam komunitas agama memberikan rasa keterhubungan dan
kebanggaan dengan kelompok tersebut. Identitas kelompok agama dapat
mempengaruhi pilihan sosial, pola interaksi, dan afiliasi politik individu.
c. Praktik Keagamaan: Praktik keagamaan, seperti doa, ibadah, perayaan keagamaan, dan
ritus-ritus, merupakan bagian penting dari identitas individu yang beragama. Aktivitas
ini tidak hanya mencerminkan keyakinan spiritual individu, tetapi juga mengikat
mereka dalam jaringan sosial dan komunitas agama.
d. Pengaruh Sosial dan Keluarga: Agama sering kali dipertahankan dan dipraktikkan
melalui pengaruh sosial dan keluarga. Pendidikan agama yang diterima dalam keluarga
dan interaksi dengan anggota komunitas agama dapat membentuk identitas individu
secara kuat. Nilai-nilai dan praktik yang diajarkan dalam keluarga dan komunitas
agama juga dapat menjadi faktor penentu dalam membentuk identitas individu.
d. Menyediakan Praktik Ritual dan Ibadah: Agama menawarkan praktik ritual dan ibadah
yang membantu individu terhubung dengan dimensi spiritual dan Transenden. Praktik-
praktik ini, seperti doa, perayaan keagamaan, atau meditasi, memberikan wadah untuk
refleksi, kesadaran diri, dan pengalaman spiritual yang dalam.
Konflik dan harmoni antara agama dan pandangan dunia modern adalah fenomena
kompleks yang dapat terjadi dalam hubungan antara dua entitas tersebut. Di satu sisi,
terdapat konflik yang timbul ketika nilai-nilai, keyakinan, dan praktik agama bertentangan
dengan pandangan dunia modern yang didasarkan pada rasionalitas, sekularisme, dan
pemisahan agama dan negara. Di sisi lain, juga terdapat upaya untuk menciptakan harmoni
dan integrasi antara agama dan pandangan dunia modern melalui dialog, toleransi, dan
pemahaman saling menghargai. Berikut adalah beberapa contoh konflik dan upaya harmoni
antara agama dan pandangan dunia modern:
Konflik:
c. Konflik Kepentingan dan Kekuasaan: Terdapat konflik antara agama dan pandangan
dunia modern ketika kepentingan politik dan kekuasaan dimanfaatkan untuk
memanipulasi agama atau membatasi kebebasan beragama. Contohnya adalah negara-
negara yang menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap minoritas agama atau
menghukum kritik terhadap agama.
Harmoni:
b. Toleransi dan Penerimaan: Toleransi adalah kunci untuk menciptakan harmoni antara
agama dan pandangan dunia modern. Masyarakat yang menerima dan menghormati
perbedaan keyakinan dan praktik agama dapat menciptakan lingkungan yang inklusif
dan harmonis.
c. Reinterpretasi Agama: Beberapa kelompok agama dan pemikir modern berusaha untuk
mereinterpretasi ajaran agama dengan mempertimbangkan konteks sosial dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ini membuka ruang bagi keselarasan antara ajaran
agama dan nilai-nilai modern.
d. Pemisahan Agama dan Negara: Prinsip pemisahan agama dan negara menjadi penting
dalam menjaga harmoni antara agama dan pandangan dunia modern. Prinsip ini
melibatkan pengakuan hak individu untuk beragama atau tidak beragama tanpa campur
tangan negara, serta memastikan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Etika agama memainkan peran penting dalam membentuk perilaku manusia. Agama
seringkali menyediakan kerangka kerja moral dan etika yang membimbing individu dalam
mengambil keputusan, berinteraksi dengan sesama, dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa cara di mana etika agama membentuk perilaku manusia:
a. Prinsip Moral dan Etika: Agama menyediakan prinsip-prinsip moral dan etika yang
menjadi pedoman bagi perilaku individu. Ajaran agama mengajarkan nilai-nilai
universal seperti kejujuran, keadilan, belas kasihan, kerja keras, dan menghormati
sesama manusia. Prinsip-prinsip ini membentuk landasan moral individu dalam
mengambil keputusan dan berperilaku dengan baik.
b. Kode Etik dan Aturan: Agama seringkali memiliki kode etik dan aturan yang mengatur
perilaku individu. Misalnya, sepuluh perintah dalam agama Yahudi dan Kristen,
Pancasila dalam agama Hindu, dan Lima Rukun Islam dalam agama Islam. Kode etik
ini memberikan pedoman konkret tentang bagaimana berperilaku dalam berbagai
konteks kehidupan.
c. Tanggung Jawab Sosial: Etika agama menekankan pentingnya tanggung jawab sosial
dan kesejahteraan bersama. Agama mengajarkan individu untuk memperhatikan dan
membantu mereka yang membutuhkan, berkontribusi pada masyarakat, dan berbagi
sumber daya mereka dengan orang lain. Etika agama mendorong individu untuk
menghargai dan memperlakukan sesama manusia dengan baik.
f. Orientasi Spiritual: Etika agama juga memiliki dimensi spiritual yang memengaruhi
perilaku individu. Kebutuhan akan koneksi dengan yang Transenden dan tujuan
spiritual dalam hidup dapat memotivasi individu untuk berperilaku yang baik dan
bermakna.
Dalam agama kontemporer, terdapat beberapa dilema moral yang kompleks dan
kontroversial yang menjadi subjek perdebatan dan tantangan bagi penganut agama. Dilema-
dilema ini melibatkan konflik antara nilai-nilai agama, perkembangan sosial, kemajuan
teknologi, dan perubahan budaya. Berikut adalah beberapa contoh dilema moral dalam
agama kontemporer:
a. Etika Kehidupan: Dilema moral terkait etika kehidupan mencakup isu-isu seperti
aborsi, euthanasia, dan penggunaan teknologi reproduksi. Agama memiliki pandangan
yang berbeda tentang status moral embrio, hak hidup, dan pengakhiran kehidupan.
Beberapa agama melarang praktik-praktik ini secara tegas, sementara yang lain
mengizinkan atau memberikan batasan tertentu.
b. LGBT dan Hak Asasi Manusia: Dalam beberapa agama, orientasi seksual yang berbeda
dan identitas gender yang tidak sesuai dengan norma-norma tradisional sering kali
menjadi subjek kontroversi. Terdapat dilema moral tentang apakah orientasi seksual
dan identitas gender ini bertentangan dengan ajaran agama ataukah harus diterima dan
dihormati sebagai bagian dari hak asasi manusia.
c. Etika Teknologi: Kemajuan dalam teknologi seperti rekayasa genetika, kloning, dan
manipulasi embrio menghadirkan dilema moral yang rumit. Agama-agama memiliki
pandangan berbeda tentang penggunaan dan konsekuensi etis dari teknologi ini.
Misalnya, dilema moral muncul dalam hal etika pembuahan in vitro, pemilihan embrio,
dan modifikasi genetik manusia.
c. Mendorong Empati dan Belas Kasihan: Agama sering mengajarkan pentingnya empati
dan belas kasihan terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya. Ini dapat mendorong
individu untuk mengambil peran aktif dalam membantu mereka yang membutuhkan,
melindungi lingkungan, dan mempromosikan keberlanjutan. Agama dapat memotivasi
penganutnya untuk terlibat dalam pekerjaan sosial, kemanusiaan, dan pengentasan
kemiskinan.
f. Peran Pemimpin Agama: Para pemimpin agama memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat. Mereka dapat memanfaatkan otoritas dan kehadiran mereka untuk
mempromosikan keadilan, kesejahteraan sosial, dan pembangunan berkelanjutan.
Pemimpin agama dapat berperan sebagai mediator dalam konflik sosial, mendorong
dialog antaragama, dan memobilisasi masyarakat untuk mengatasi masalah sosial dan
lingkungan.
g. Etika Konsumsi dan Penggunaan Sumber Daya: Agama dapat mempengaruhi perilaku
konsumsi dan penggunaan sumber daya dengan mengajarkan etika konsumsi yang
bertanggung jawab dan pengelolaan yang bijaksana terhadap alam. Agama dapat
memotivasi individu untuk mengurangi pemborosan, menghormati hak-hak pekerja,
dan menggunakan sumber daya alam dengan penu
a. Pluralisme Agama: Perubahan sosial yang melibatkan migrasi, urbanisasi, dan interaksi
antarkelompok masyarakat dapat menghasilkan masyarakat yang lebih pluralistik secara
agama. Hal ini dapat mengakibatkan adanya peningkatan keragaman keyakinan dan
praktik agama di suatu wilayah atau negara. Pluralisme agama ini dapat mempengaruhi
cara orang beribadah, berinteraksi antaragama, dan memahami kepercayaan agama lain.
d. Pengaruh Teknologi dan Media: Perubahan sosial yang terkait dengan kemajuan
teknologi dan media massa juga dapat mempengaruhi praktik agama. Akses yang lebih
mudah terhadap informasi, komunikasi jarak jauh, dan penyebaran ajaran agama melalui
internet dapat mempengaruhi cara orang belajar, berkomunikasi, dan berpartisipasi
dalam praktik keagamaan. Hal ini dapat memungkinkan orang untuk terlibat dalam
komunitas agama virtual atau memperoleh pengetahuan agama secara mandiri.
e. Konflik dan Transformasi Nilai: Perubahan sosial seringkali melibatkan konflik dan
pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai yang tradisional atau religius
mungkin bersaing dengan nilai-nilai modern atau sekuler. Ini dapat menghasilkan
transformasi dalam praktik agama, di mana praktik-praktik yang lebih konservatif atau
kaku dapat ditantang atau dikurangi, sementara praktik-praktik yang lebih adaptif dan
inklusif dapat muncul.
Agama memiliki peran penting dalam mengatasi tantangan sosial kontemporer. Berikut
adalah beberapa peran agama dalam menghadapi tantangan sosial saat ini:
a. Sumber Nilai dan Etika: Agama menyediakan kerangka nilai dan etika yang dapat
membimbing individu dan masyarakat dalam menghadapi tantangan sosial. Agama
mengajarkan prinsip-prinsip seperti kasih sayang, keadilan, solidaritas, dan penghargaan
terhadap martabat manusia. Nilai-nilai ini dapat membentuk perilaku individu dan
masyarakat, serta memberikan landasan moral dalam mengatasi masalah sosial.
a. Konflik dan Tegangan: Pluralisme agama dapat menyebabkan konflik dan tegangan antara
kelompok agama yang berbeda. Perbedaan keyakinan, doktrin, praktik ibadah, dan nilai-
nilai dapat memunculkan perselisihan dan persaingan yang dapat mengganggu harmoni
antaragama.
b. Diskriminasi dan Intoleransi: Tantangan pluralisme agama terkait dengan adanya
diskriminasi dan intoleransi terhadap kelompok agama minoritas. Masyarakat yang
didominasi oleh satu agama mayoritas mungkin menekan atau mengabaikan hak-hak dan
kebebasan beragama kelompok minoritas, yang menghasilkan ketidakadilan dan perlakuan
yang tidak setara.
c. Pengkotakan Sosial: Pluralisme agama dapat menyebabkan pengkotakan sosial di mana
kelompok-kelompok agama hidup secara terpisah, jarang berinteraksi, dan mengalami
kesenjangan sosial. Pengkotakan sosial ini dapat menghambat integrasi dan kolaborasi
antaragama, serta memperkuat stereotipe dan prasangka negatif.
d. Penafsiran dan Pengertian yang Berbeda: Pluralisme agama melibatkan keragaman
penafsiran dan pemahaman agama. Perbedaan dalam interpretasi teks suci, praktek ibadah,
dan pandangan tentang isu sosial kontemporer dapat menyebabkan ketegangan dan
perpecahan dalam komunitas agama.
e. Ekstremisme Agama: Tantangan pluralisme agama termasuk adanya ekstremisme agama
yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan masyarakat multikultural. Beberapa
individu atau kelompok dapat menggunakan agama sebagai pembenaran untuk tindakan
kekerasan, intoleransi, atau diskriminasi terhadap kelompok lain.
f. Kesulitan Dialog dan Komunikasi: Pluralisme agama membutuhkan dialog dan komunikasi
yang efektif antara kelompok agama. Namun, kesulitan dalam berkomunikasi, perbedaan
bahasa, dan kurangnya kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dapat menjadi
hambatan dalam membangun pemahaman dan kerjasama antaragama.
Mengatasi tantangan ini membutuhkan upaya kolaboratif dari masyarakat, pemerintah,
organisasi agama, dan individu. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
i. Mendorong pendidikan yang inklusif dan pemahaman yang lebih mendalam tentang
agama-agama yang berbeda.
ii. Memperkuat perlindungan hukum dan hak asasi manusia untuk mencegah diskriminasi
agama.
iii. Membangun jembatan antaragama melalui dialog, pertemuan, dan kolaborasi antarumat
beragama.
iv. Memfasilitasi pemahaman dan penyebarluasan informasi yang akurat tentang agama-agama
yang berbeda melalui media dan pendidikan.
v. Mempromosikan nilai-nilai universal seperti toleransi, penghormatan, dan saling pengertian
dalam masyarakat multikultural.
1. Tantangan:
a. Informasi yang tidak terverifikasi: Kemajuan teknologi dan media sosial memungkinkan
penyebaran informasi yang cepat dan luas. Namun, tantangan utama adalah kebenaran dan
keabsahan informasi yang disebarkan. Informasi yang salah atau tidak terverifikasi dapat
dengan mudah menyebar, membingungkan orang, dan mempengaruhi persepsi tentang
agama.
b. Pertentangan dan konflik: Teknologi juga dapat memperkuat pertentangan dan konflik
antara kelompok agama. Di media sosial, seringkali terjadi ketidaksepakatan, perdebatan,
dan pembentukan kelompok yang berseberangan. Hal ini dapat memperburuk polarisasi
agama dan meningkatkan risiko konflik dan kebencian.
c. Fragmentasi dan radikalisasi: Ada potensi fragmentasi agama, di mana individu cenderung
terlibat dalam subkelompok yang lebih kecil dengan pandangan yang sama. Hal ini dapat
memperkuat pandangan yang ekstrem atau radikal, mengabaikan pluralitas dan dialog
antaragama.
2. Peluang:
a. Akses informasi yang lebih luas: Teknologi memberikan akses yang lebih luas terhadap
informasi tentang agama. Individu dapat dengan mudah mengakses teks-teks suci, kajian
agama, ceramah, dan sumber daya spiritual lainnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi
individu untuk belajar dan menjalankan praktik agama dengan lebih baik.
b. Jangkauan global: Teknologi memungkinkan penyebaran ajaran agama secara global.
Dengan media sosial dan platform digital, para pemimpin agama dapat mencapai audiens
yang lebih luas di berbagai negara dan budaya. Hal ini memberikan peluang untuk
memperluas pemahaman agama dan mempromosikan dialog antarbudaya.
c. Komunitas virtual: Teknologi memungkinkan pembentukan komunitas agama virtual di
mana orang dapat berinteraksi, berbagi pengalaman, dan mendukung satu sama lain secara
online. Hal ini dapat memberikan dukungan sosial dan ruang bagi individu yang tidak
memiliki akses ke komunitas agama lokal.
d. Pendidikan dan dakwah online: Teknologi juga memungkinkan adanya platform pendidikan
dan dakwah online. Video, podcast, dan webinar dapat digunakan untuk menyebarkan
ajaran agama, memberikan pemahaman yang lebih dalam, dan memberikan arahan spiritual
kepada orang-orang di seluruh dunia.
Salah satu studi kasus tentang inisiatif dialog antaragama yang sukses adalah Dialog
Antaragama Indonesia (DAI). DAI adalah sebuah organisasi yang berbasis di Indonesia dan
telah berhasil mempromosikan dialog, kerjasama, dan rekonsiliasi antara berbagai agama
yang ada di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh keberhasilan DAI dalam memfasilitasi
dialog antaragama:
b. Dialog dalam Konteks Sosial: DAI mengadakan dialog dalam konteks sosial yang
nyata di Indonesia, seperti dialog antarumat beragama di daerah yang pernah
mengalami konflik agama. Mereka menyelenggarakan pertemuan, lokakarya, dan
kegiatan komunitas untuk mempromosikan pemahaman, toleransi, dan kerjasama
antaragama.
d. Pembentukan Jaringan dan Kemitraan: DAI telah membentuk jaringan dan kemitraan
dengan organisasi agama, lembaga pemerintah, dan lembaga masyarakat sipil lainnya.
Melalui kerjasama ini, mereka dapat mencapai lebih banyak orang dan memperluas
dampak dari inisiatif dialog antaragama mereka.
e. Rekonsiliasi Pasca-Konflik: DAI juga terlibat dalam upaya rekonsiliasi pasca-konflik
agama di beberapa daerah di Indonesia. Mereka bekerja sama dengan kelompok-
kelompok agama yang terlibat dalam konflik untuk membangun rasa saling
pengertian, perdamaian, dan kerjasama yang lebih baik.
Kesimpulan
Dalam jurnal ini, kami telah menjelajahi hubungan yang kompleks antara manusia
dan agama dalam konteks kontemporer. Dalam era globalisasi yang terus berkembang,
peran agama dalam kehidupan manusia tetap menjadi topik yang signifikan dan
kontroversial. Kami menggunakan pendekatan interdisipliner untuk mengkaji dampak
agama terhadap individu dan masyarakat, serta sebaliknya, bagaimana manusia
mempengaruhi dan memaknai agama mereka.
Salah satu temuan utama kami adalah bahwa agama memiliki pengaruh yang kuat
dalam membentuk identitas individu. Keyakinan dan praktik agama memainkan peran
penting dalam membentuk nilai-nilai, norma, dan orientasi hidup seseorang. Agama juga
memenuhi kebutuhan spiritual manusia, memberikan kerangka berarti dan tujuan hidup,
dan menyediakan dukungan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan.
Namun, dalam era kontemporer, agama juga dihadapkan pada tantangan dan dilema
moral. Konflik dan ketegangan antara agama dan pandangan dunia modern sering terjadi.
Namun, agama juga dapat menjadi sumber etika dan moral yang penting, membantu
membentuk perilaku manusia dan mempromosikan nilai-nilai seperti cinta kasih, keadilan,
dan empati.
Perubahan sosial juga memiliki dampak signifikan terhadap praktik agama.
Perubahan dalam nilai-nilai, norma, dan struktur sosial dapat mempengaruhi cara manusia
memahami dan mempraktikkan agama mereka. Agama juga memiliki peran dalam
mengatasi tantangan sosial kontemporer, termasuk isu-isu seperti ketimpangan sosial,
konflik, dan ketidakadilan.
Perkembangan teknologi juga membawa tantangan dan peluang baru dalam penyebaran
agama. Teknologi mempengaruhi praktik keagamaan, memungkinkan akses yang lebih luas
terhadap pengetahuan agama, dan memfasilitasi komunikasi antara pemeluk agama.
Namun, tantangan juga muncul, termasuk misinformasi agama dan penggunaan teknologi
untuk tujuan ekstremisme agama.
Dalam mengatasi tantangan ini, penting untuk mempromosikan dialog antaragama
dan toleransi. Dialog antaragama menciptakan ruang yang aman untuk berbagi
pengetahuan, memecah stereotipe negatif, dan membangun pemahaman yang lebih baik
antara kelompok agama. Tantangan dalam mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas
agama melibatkan ketidakpahaman, konflik, dan fanatisme agama. Namun, dengan
pendekatan inklusif, pendidikan, kemitraan, dan kepemimpinan agama, kita dapat
menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan toleran.
Kesimpulannya, jurnal ini telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
kompleksitas hubungan antara manusia dan agama dalam konteks kontemporer. Kami
berharap bahwa temuan dan pemikiran yang diuraikan dalam jurnal ini akan memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat kontemporer dalam memahami peran agama,
menghadapi tantangan sosial, dan mempromosikan toleransi serta pemahaman lintas
agama.
DAFTAR PUSTAKA
1. (Laksana, 2016).Identitas dan Ketertindasan: Perjuangan Identitas Agama di
Tengah Teror Komunis. Jurnal Kajian Komunikasi, 4(1), 63-78.
2. (Apriadi & Khadafie, 2020). Peran Lembaga Pendidikan dalam Pencegahan dan
Penanggulangan Tindakan Kekerasan Pada Siswa.
3. Khadafie,M.(2022). Konstruksi pembelajaran islam terpadu berbasis akhlak siswa
SDIT, SMPIT, dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa
4. (MUHAMMAD AFANDI, 2022).Pembinaan Akhlak Remaja dalam Perspektif
Islam. Jurnal Al-Ma'rifah: Jurnal Pendidikan dan Kependidikan Islam, 7(1), 39-
54.
5. Adams, R. M. (2012). Ethics in the World Religions. OUP Oxford.
6. Chadwick, R. (2014). The Ethics of Everyday Life: Moral Theology, Social
Anthropology, and the Imagination of the Human. OUP Oxford.
7. Coakley, S., & Gorman, M. (Eds.). (2013). The Routledge Handbook of Religion
and the American Revolution. Routledge.
8. Gill, R. (2017). The Cambridge Companion to Christian Ethics. Cambridge
University Press.
9. Louden, R. B. (2017). Ethics After Anscombe: Post “Modern Moral Philosophy”.
Cambridge University Press.
10. MacIntyre, A. (2016). After Virtue: A Study in Moral Theory. Bloomsbury
Publishing.
11. Sacks, J. (2017). The Dignity of Difference: How to Avoid the Clash of
Civilizations. Bloomsbury Publishing.
12. Sherwin, B. B. (2014). Ethics of the Fathers: Pirkei Avot. KTAV Publishing
House, Inc.
13. Beabout, G. R. (2019). Virtue in the Cave: Moral Inquiry in Plato's Meno.
University of Notre Dame Press.
14. Cragg, K. (2006). The Arab Christian: A History in the Middle East. Westminster
John Knox Press.
15. Cushman, R. E. (2014). Truth, Error, and Criminal Law: An Essay in Legal
Epistemology. Cambridge University Press.