Anda di halaman 1dari 17

JURNAL MANUSIA AGAMA DAN ISLAM

MANUSIA DAN AGAMA : INTERAKSI KOMPLEK DALAM


KONTEKS KONTEMPORER
Penulis :
Wahyu Rhamdani
M. Ibnu Arief

FAKULTAS REKAYASA SISTEM


UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
BATU ALANG
2023
Abstrak:
Agama dianggap sebagai salah satu identitas utama di Indonesia, terutama di kalangan Muslim
mayoritas.Tidak mengherankan bahwa baik individu maupun pemerintah, termasuk pemerintah
kolonial Belanda, selalu memperhatikan pengajaran agama yang diberikan oleh lembaga pendidikan
formal maupun non-formal.Kebijakan pengajaran agama ini telah berubah dari waktu ke waktu,
sebagian besar disebabkan oleh perspektif pemerintah yang berkuasa tentang peran agama dalam
politik dan dinamika perselisihan antarkelompok dalam masyarakat.Dalam hal ini, pendulum
kebijakan terlihat bergerak dari sisi yang liberal selama periode kolonial Belanda ke sisi yang semakin
konservatif sejak Orde Baru dan setelahnya.
Sejak Kemerdekaan sampai 1965, pelajaran agama ditawarkan sebagai suatu matapelajaran
pilihan di sekolah-sekolah umum (public school), yakni sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah
non-partisan yang diselenggarakan dengan menggunakan dana anggaran pemerintah.Sedangkan
sebelum itu, minimal sejak 1871 hingga berakhirnya pemerintah colonial Belanda, sekolah-sekolah
pemerintah bahkan tidak dibenarkan memberikan pelajaran agama, demi menjaga netralitas
negara.Akan tetapi, atas desakan kelompok agama yang tengah berseteru dengan kelompok
komunis/nasionalis, rejim penguasa kemudian mengeluarkan Tap MPRS Nomor 27/1966 yang
mewajibkan matapelajaran agama bagi semua siswa, dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga
Perguruan Tinggi (PT).(Untuk analisis yang baik mengenai pergeseran-pergeseran kebijakan
pengajaran agama di Indonesia sejak zaman pemerintah kolonial Belanda hingga awal 1970-an, dapat
dilihat dalam tulisan Lambert Kelabora, Religious Instruction Policy in Indonesia [1976]).
Meski kerap dibungkus retorika moral, jika ditelusuri sejarahnya, keberadaan pelajaran agama
dan model pengajarannya di sekolahsekolah umum, seperti yang ada sekarang sesungguhnya lebih
ditopang oleh alasan-alasan politis.Perseteruan antara kelompok komunis dan golongan agama yang
kemudian melahirkan kebijakan pewajiban pelajaran agama di sekolah-sekolah umum tersebut jelas
merupakan perseteruan politik.Maka kepentingan politik adalah salah satu faktor penting di belakang
diberlakukannya kebijakan tersebut.
Dalam wilayah yang lebih luas, politisasi agama ini bahkan terlihat lebih jelas lagi.Sebagaimana
sudah banyak diulas, gelombang konversi agama secara besar-besaran pasca tragedi 1965 dialami
oleh hampir semua agama yang diakui (Hefner 1993).
Banyak orang berbondong-bondong masuk bukan cuma ke dalam Islam dan Kristen sebagai dua
agama terbesar, tetapi juga ke dalam Hinduisme dan Buddhisme.2 Para pelakunya terutama adalah
mereka yang terlibat atau potensial dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secara
politis segera divonis sebagai aktor peristiwa berdarah pada 1965 tersebut.
Banyak orang merasa perlu untuk secara jelas menampakkan identitas keagamaan masing-masing
sebagai tindakan yang sebetulnya politis.
Dalam situasi di mana komunisme diposisikan sebagai musuh bebuyutan dan terlanjur dianggap
identik dengan ateisme, orang yang tidak jelas identitas agamanya akan dengan mudah segera dicap
sebagai komunis, yang kerap berarti ancaman kematian.(Laksana, 2016)
Tingginya angka kekerasan anak di kabupaten Sumbawa empat tahun terakhir (2016-2019)
harusnya mendorong pemerintah daerah, masyarakat dan termasuk lembaga pendidikan untuk
memberikan perhatian khusus. Berdasarkan data KPAI, pada tahun 2018 kekerasan anak di
lingkungan sekolah meningkat secara signifikan, terutama kasus kekerasan fisik dan kekerasan
seksual mencapai 51.20%. Sementara itu, peraturan tentang pencegahan dan penanggulangan tindakan
kekerasan di lingkungan satuan pendidikan telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan pada tahun 2015. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran lembaga
pendidikan dalam pencegahan dan penanggulangan tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan,
dengan studi kasus sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di kabupaten Sumbawa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, metode ini
menitikberatkan pada penelitian secara mendalam untuk melihat peran lembaga pendidikan dalam
pencegahan dan penanggulangan tindakan kekerasan di lingkungan Pendidikan. Hasil penelitian ini
adalah lembaga pendidikan kurang berperan aktif melakukan pencegahan dan penanggulangan
tindakan kekerasan di lingkungan sekolah, salah satu kegiatan yang rutin dilakukan tiap sekolah
adalah kegiatan IMTAQ. Disamping itu, sekolah ramah anak dan pemenuhan hak anak untuk
mewujudkan sekolah ramah anak sepenuhnya belum dipahami oleh Lembaga Pendidikan di
kabupaten Sumbawa sehingga implementasi sekolah ramah anak masih belum tercapai.(Apriadi &
Khadafie, 2020)

A. PENDAHULUAN
 Konteks sosial dan budaya kontemporer

Konteks sosial dan budaya kontemporer merujuk pada situasi dan kondisi sosial serta
budaya yang ada dalam zaman sekarang atau saat ini. Hal ini mencakup berbagai aspek
kehidupan sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarakat saat ini, termasuk norma-
norma, nilai-nilai, tradisi, pola interaksi sosial, dan perkembangan budaya yang terjadi
dalam waktu yang relatif dekat.

Konteks sosial mengacu pada struktur dan dinamika masyarakat saat ini, termasuk
hubungan antarindividu, kelompok, dan institusi. Ini mencakup faktor-faktor seperti
stratifikasi sosial, sistem politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan perubahan sosial
yang mempengaruhi cara orang hidup dan berinteraksi.

Konteks budaya mencakup aspek-aspek budaya yang ada dalam masyarakat saat ini, seperti
nilai-nilai, kepercayaan, tradisi, norma, ekspresi seni, dan gaya hidup. Budaya kontemporer
mencerminkan perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi dalam budaya di era modern,
termasuk pengaruh dari teknologi, media massa, globalisasi, dan perubahan sosial yang
memengaruhi cara orang berpikir, berperilaku, dan memandang dunia.

Konteks sosial dan budaya kontemporer sangat relevan dalam memahami berbagai
fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat saat ini. Hal ini penting dalam
mempelajari dinamika sosial, perubahan budaya, serta tantangan dan peluang yang dihadapi
oleh individu dan masyarakat dalam era modern.

 Signifikansi peran agama dalam kehidupan manusia

Peran agama memiliki signifikansi yang besar dalam kehidupan manusia. Agama adalah
sistem kepercayaan dan praktik yang terkait dengan keyakinan manusia tentang hal-hal
yang bersifat spiritual, transendental, dan nilai-nilai moral yang mengatur kehidupan
mereka. Berikut adalah beberapa aspek signifikansi peran agama dalam kehidupan
manusia:

a. Kebermaknaan dan Tujuan Hidup: Agama memberikan kerangka referensi yang


memberi makna pada kehidupan manusia. Agama membantu individu mencari tujuan
hidup, menemukan makna dalam penderitaan, dan menentukan nilai-nilai etika yang
menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan.

b. Orientasi Moral dan Etika: Agama memberikan pedoman moral dan etika yang menjadi
dasar bagi perilaku dan tindakan manusia. Prinsip-prinsip moral dalam agama
membantu membedakan antara yang baik dan yang buruk, mengarahkan individu untuk
bertindak dengan kebajikan, dan mempromosikan keadilan, kejujuran, belas kasih, dan
toleransi.

c. Keamanan dan Ketenangan Batin: Agama memberikan dukungan spiritual dan rasa
keterhubungan dengan yang Transenden. Keyakinan pada entitas yang lebih tinggi
memberikan rasa ketenangan, penghiburan, dan harapan di tengah tantangan dan
penderitaan hidup.

d. Identitas dan Komunitas: Agama sering kali berfungsi sebagai landasan identitas
individu dan kelompok. Keanggotaan dalam komunitas agama menyediakan jaringan
sosial, dukungan emosional, dan solidaritas dengan sesama penganut agama yang dapat
memperkuat ikatan sosial.

e. Ritual dan Praktik Keagamaan: Agama melibatkan praktik ritual dan ibadah yang
memberikan struktur dalam kehidupan sehari-hari dan memfasilitasi interaksi dengan
sesama penganut agama. Ritual ini dapat mencakup doa, meditasi, perayaan
keagamaan, dan praktik kebaktian yang membantu memperkuat ikatan spiritual dan
sosial.

f. Penjelasan Kosmologi dan Kejadian Hidup: Agama menyediakan penjelasan dan


interpretasi tentang asal-usul dunia, keberadaan manusia, dan kejadian hidup yang sulit
dipahami. Keyakinan agama tentang kehidupan setelah mati juga memberikan harapan
akan adanya kehidupan yang abadi.

g. Sumber Inspirasi Budaya: Agama mempengaruhi seni, arsitektur, musik, sastra, dan
ekspresi budaya lainnya. Agama menjadi sumber inspirasi dan nilai-nilai estetika yang
memperkaya warisan budaya manusia.

B. PERSEPSI MANUSIA TENTANG AGAMA


 Pengaruh agama dalam membentuk identitas individu

Pembinaan akhlak pada remaja menjadi tangging jawab umat islam umumnya dan
khususnya tokoh agama atau pemimpin yang menjadi panutan.Dapat di ketahui bahwa
tokoh agama Islam telah melaksanakan pembinaan akhlak,akan tetapipada kenyataannya
masyarakat khususnya para remaja masih jauh dari ajaran Al-qur’an dan sunnah,apalagi
pada era milenial saat ini banyak sekali pengaruh negative yang mempengaruhi remaja
mulai dari pengaruh budaya asing bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan sunnah
Rasul, yang mengakibatkan kenakalan remaja.(MUHAMMAD AFANDI, 2022) Berikut
adalah beberapa pengaruh agama dalam membentuk identitas individu:

a. Keyakinan dan Nilai: Agama memainkan peran sentral dalam membentuk keyakinan
dan nilai-nilai individu. Agama menyediakan kerangka referensi moral dan etika yang
membentuk pandangan individu tentang yang benar dan salah, serta mengatur perilaku
dan tindakan mereka. Nilai-nilai yang diajarkan oleh agama, seperti kejujuran,
kebaikan, kasih sayang, dan kerja keras, membentuk dasar identitas moral individu.

b. Identitas Kelompok: Agama sering kali menjadi aspek sentral dari identitas kelompok
individu. Keanggotaan dalam komunitas agama memberikan rasa keterhubungan dan
kebanggaan dengan kelompok tersebut. Identitas kelompok agama dapat
mempengaruhi pilihan sosial, pola interaksi, dan afiliasi politik individu.

c. Praktik Keagamaan: Praktik keagamaan, seperti doa, ibadah, perayaan keagamaan, dan
ritus-ritus, merupakan bagian penting dari identitas individu yang beragama. Aktivitas
ini tidak hanya mencerminkan keyakinan spiritual individu, tetapi juga mengikat
mereka dalam jaringan sosial dan komunitas agama.

d. Pengaruh Sosial dan Keluarga: Agama sering kali dipertahankan dan dipraktikkan
melalui pengaruh sosial dan keluarga. Pendidikan agama yang diterima dalam keluarga
dan interaksi dengan anggota komunitas agama dapat membentuk identitas individu
secara kuat. Nilai-nilai dan praktik yang diajarkan dalam keluarga dan komunitas
agama juga dapat menjadi faktor penentu dalam membentuk identitas individu.

e. Orientasi Spiritual dan Transendental: Agama memberikan kerangka kerja untuk


memahami dimensi spiritual dan transendental kehidupan manusia. Identitas individu
yang beragama sering kali mencakup dimensi spiritualitas dan hubungan mereka
dengan yang Transenden. Keyakinan tentang keberadaan Tuhan atau entitas yang lebih
tinggi dapat membentuk identitas spiritual individu.

f. Kehidupan Sehari-hari: Agama mempengaruhi cara individu menjalani kehidupan


sehari-hari. Prinsip-prinsip agama dapat mempengaruhi pilihan gaya hidup, pakaian,
makanan, dan kegiatan sehari-hari individu. Identitas individu yang beragama sering
kali tercermin dalam praktik-praktik kehidupan sehari-hari yang diilhami oleh agama
mereka.

 Peran agama dalam memenuhi kebutuhan spiritual manusia

Agama memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan spiritual manusia.


Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan yang berkaitan dengan makna, tujuan, hubungan
dengan yang Transenden, dan pencarian kebahagiaan batin. Berikut adalah beberapa peran
agama dalam memenuhi kebutuhan spiritual manusia:

a. Memberikan Kerangka Referensi Spiritual: Agama menyediakan kerangka referensi


yang terstruktur untuk memahami dimensi spiritual kehidupan. Melalui ajaran, doktrin,
dan praktik keagamaan, agama memberikan panduan tentang hakikat kehidupan, tujuan
hidup, dan hubungan manusia dengan yang Transenden. Agama memfasilitasi
eksplorasi dan pemahaman tentang dimensi spiritual manusia.

b. Menghadirkan Rasa Keterhubungan: Agama membantu individu merasakan


keterhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dan transendental, seperti Tuhan, alam
semesta, atau jiwa kolektif. Kepercayaan pada entitas yang lebih tinggi dan praktik
keagamaan, seperti doa, meditasi, atau ibadah, dapat memberikan rasa keterhubungan,
kehadiran yang mendalam, dan pengalaman spiritual yang memuaskan.

c. Menawarkan Penghiburan dan Harapan: Agama memberikan dukungan spiritual dan


penghiburan dalam menghadapi penderitaan, kesedihan, dan tantangan hidup.
Kepercayaan pada rencana yang lebih besar atau kehidupan setelah mati dapat
memberikan harapan dan pemaknaan dalam menghadapi kesulitan dan kerugian.

d. Menyediakan Praktik Ritual dan Ibadah: Agama menawarkan praktik ritual dan ibadah
yang membantu individu terhubung dengan dimensi spiritual dan Transenden. Praktik-
praktik ini, seperti doa, perayaan keagamaan, atau meditasi, memberikan wadah untuk
refleksi, kesadaran diri, dan pengalaman spiritual yang dalam.

e. Mendorong Pertumbuhan dan Transformasi Pribadi: Agama mengajarkan nilai-nilai


seperti kemurahan hati, kebaikan, dan kebijaksanaan yang mendorong pertumbuhan
pribadi dan transformasi spiritual. Ajaran agama menyediakan pedoman untuk
memperbaiki diri, mengatasi hawa nafsu negatif, dan mengembangkan sifat-sifat yang
baik.

f. Menyediakan Komunitas Spiritual: Agama membantu individu merasa terhubung


dengan komunitas yang memiliki nilai-nilai dan tujuan spiritual yang serupa.
Komunitas keagamaan menyediakan dukungan, persekutuan, dan kesempatan untuk
berbagi pengalaman dan pemahaman spiritual. Komunitas tersebut dapat menjadi
tempat di mana individu merasa diterima, dipahami, dan didukung dalam perjalanan
spiritual mereka.

 Konflik dan harmoni antara agama dan pandangan dunia modern

Konflik dan harmoni antara agama dan pandangan dunia modern adalah fenomena
kompleks yang dapat terjadi dalam hubungan antara dua entitas tersebut. Di satu sisi,
terdapat konflik yang timbul ketika nilai-nilai, keyakinan, dan praktik agama bertentangan
dengan pandangan dunia modern yang didasarkan pada rasionalitas, sekularisme, dan
pemisahan agama dan negara. Di sisi lain, juga terdapat upaya untuk menciptakan harmoni
dan integrasi antara agama dan pandangan dunia modern melalui dialog, toleransi, dan
pemahaman saling menghargai. Berikut adalah beberapa contoh konflik dan upaya harmoni
antara agama dan pandangan dunia modern:

Konflik:

a. Pertentangan Nilai: Agama seringkali memiliki nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang


berbeda dengan pandangan dunia modern, seperti tentang peran perempuan, hak LGBT,
atau pandangan terhadap reproduksi dan kontrasepsi. Perbedaan-nilai ini bisa
menyebabkan konflik dalam masyarakat yang pluralistik.
b. Kritik terhadap Dogma Agama: Pandangan dunia modern yang didasarkan pada
rasionalitas dan ilmu pengetahuan sering kali mengkritik dogma dan kepercayaan
agama yang dianggap tidak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman ilmiah. Hal ini
dapat menimbulkan ketegangan dan konflik antara agama dan pandangan dunia
modern.

c. Konflik Kepentingan dan Kekuasaan: Terdapat konflik antara agama dan pandangan
dunia modern ketika kepentingan politik dan kekuasaan dimanfaatkan untuk
memanipulasi agama atau membatasi kebebasan beragama. Contohnya adalah negara-
negara yang menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap minoritas agama atau
menghukum kritik terhadap agama.

Harmoni:

a. Dialog Antaragama: Dialog antaragama merupakan upaya untuk menciptakan


pemahaman saling menghargai dan kerjasama antara agama dan pandangan dunia
modern. Melalui dialog, individu dan kelompok agama dapat berbagi pandangan,
memahami perbedaan, dan mencari titik temu untuk mempromosikan keberagaman dan
harmoni.

b. Toleransi dan Penerimaan: Toleransi adalah kunci untuk menciptakan harmoni antara
agama dan pandangan dunia modern. Masyarakat yang menerima dan menghormati
perbedaan keyakinan dan praktik agama dapat menciptakan lingkungan yang inklusif
dan harmonis.

c. Reinterpretasi Agama: Beberapa kelompok agama dan pemikir modern berusaha untuk
mereinterpretasi ajaran agama dengan mempertimbangkan konteks sosial dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ini membuka ruang bagi keselarasan antara ajaran
agama dan nilai-nilai modern.

d. Pemisahan Agama dan Negara: Prinsip pemisahan agama dan negara menjadi penting
dalam menjaga harmoni antara agama dan pandangan dunia modern. Prinsip ini
melibatkan pengakuan hak individu untuk beragama atau tidak beragama tanpa campur
tangan negara, serta memastikan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

e. Pendidikan dan Pemahaman: Pendidikan yang mengajarkan pemahaman yang lebih


baik tentang agama dan pandangan dunia modern dapat membantu mengatasi konflik
dan mempromosikan harmoni. Pendidikan yang inklusif dan seimbang memungkinkan
individu untuk memahami dan menghormati perbedaan agama dan pandangan dunia.

 Lingkungan Media Sosial


Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Tidak hanya
sebagai sumber hiburan, tetapi juga sebagai media pembelajaran sangat efektif. Trasformasi
digital saat ini begitu cepat memberikan perubahan yang sangat medasar bagi kehidupan
manusia. Transformasi digital membawa dampak perubahan yang sangat besar di segala
sektor, terutama soktor dunia Pembelajaran. Adapun trasformasi digital yang paling
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan Pembelajaran, pembelajaran siswa adalah
media sosial. Atau disebut lingkungan media sosial. Linkungan media sosial adalah sebuah
lingkungan untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang
memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu
mengubah cara hidup, bekerja, berhubungan satu sama lain secara fundamental.
Lingkungan media sosial meghapus batasan-batasan dan sekat manusia untuk
bersosialisasi, berkomunikasi dan berintraksi dengan siapapun, kapanpu dan dimanapun
tanpa batasan ruang maupun waktu, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan tidak
peduli siang atau pun malam. Lingkungan media sosial memiliki dampak besar pada
kehidupan kita saat ini. Media sosial menambahkan kamus baru dalam pembendaharaan
kita yakni selain mengenal dunia nyata kita juga sekarang mengenal “dunia maya”. Dunia
bebas tanpa batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata. Setiap orang bisa jadi apapun
dan siapapun di dunia maya. Seseorang bisa menjadi sangat berbeda kehidupannya antara
didunia nyata dengan dunia maya, hal ini terlihat terutama dalam jejaring sosial. Apabila
kita dapat memnfaatkan media sosial dengan baik, maka banyak sekali manfaat yang kita
dapat, bisa sebagai media pemasaran, media pembelajaran, media mencari koneksi,
memperluas jaringan danpertemanan. Akan Tapi apabila kita tidaka bisa memanfaatkan
Media sosial dengan baik maka kita bisa terjebak,terjerumus ke arah negatif

C. AGAMA SEBAGAI SUMBER ETIKA DAN MORAL


 Etika agama dalam membentuk perilaku manusia

Etika agama memainkan peran penting dalam membentuk perilaku manusia. Agama
seringkali menyediakan kerangka kerja moral dan etika yang membimbing individu dalam
mengambil keputusan, berinteraksi dengan sesama, dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa cara di mana etika agama membentuk perilaku manusia:

a. Prinsip Moral dan Etika: Agama menyediakan prinsip-prinsip moral dan etika yang
menjadi pedoman bagi perilaku individu. Ajaran agama mengajarkan nilai-nilai
universal seperti kejujuran, keadilan, belas kasihan, kerja keras, dan menghormati
sesama manusia. Prinsip-prinsip ini membentuk landasan moral individu dalam
mengambil keputusan dan berperilaku dengan baik.

b. Kode Etik dan Aturan: Agama seringkali memiliki kode etik dan aturan yang mengatur
perilaku individu. Misalnya, sepuluh perintah dalam agama Yahudi dan Kristen,
Pancasila dalam agama Hindu, dan Lima Rukun Islam dalam agama Islam. Kode etik
ini memberikan pedoman konkret tentang bagaimana berperilaku dalam berbagai
konteks kehidupan.

c. Tanggung Jawab Sosial: Etika agama menekankan pentingnya tanggung jawab sosial
dan kesejahteraan bersama. Agama mengajarkan individu untuk memperhatikan dan
membantu mereka yang membutuhkan, berkontribusi pada masyarakat, dan berbagi
sumber daya mereka dengan orang lain. Etika agama mendorong individu untuk
menghargai dan memperlakukan sesama manusia dengan baik.

d. Pembentukan Karakter: Etika agama berperan dalam pembentukan karakter individu.


Ajaran agama dan praktik keagamaan membantu membentuk sifat-sifat positif seperti
kesabaran, kemurahan hati, ketekunan, kejujuran, dan rendah hati. Etika agama juga
mengajarkan pentingnya mengatasi hawa nafsu negatif dan mengembangkan sifat-sifat
moral yang kuat.

e. Pemahaman tentang Konsekuensi dan Akhirat: Etika agama menekankan pemahaman


tentang konsekuensi tindakan dan akhirat. Keyakinan akan pertanggungjawaban atas
perbuatan di hadapan Tuhan atau kehidupan setelah mati mendorong individu untuk
bertindak secara bertanggung jawab, menghindari perbuatan jahat, dan berusaha
mencapai kebaikan dalam hidup ini.

f. Orientasi Spiritual: Etika agama juga memiliki dimensi spiritual yang memengaruhi
perilaku individu. Kebutuhan akan koneksi dengan yang Transenden dan tujuan
spiritual dalam hidup dapat memotivasi individu untuk berperilaku yang baik dan
bermakna.

 Dilema moral dalam agama kontemporer

Dalam agama kontemporer, terdapat beberapa dilema moral yang kompleks dan
kontroversial yang menjadi subjek perdebatan dan tantangan bagi penganut agama. Dilema-
dilema ini melibatkan konflik antara nilai-nilai agama, perkembangan sosial, kemajuan
teknologi, dan perubahan budaya. Berikut adalah beberapa contoh dilema moral dalam
agama kontemporer:

a. Etika Kehidupan: Dilema moral terkait etika kehidupan mencakup isu-isu seperti
aborsi, euthanasia, dan penggunaan teknologi reproduksi. Agama memiliki pandangan
yang berbeda tentang status moral embrio, hak hidup, dan pengakhiran kehidupan.
Beberapa agama melarang praktik-praktik ini secara tegas, sementara yang lain
mengizinkan atau memberikan batasan tertentu.

b. LGBT dan Hak Asasi Manusia: Dalam beberapa agama, orientasi seksual yang berbeda
dan identitas gender yang tidak sesuai dengan norma-norma tradisional sering kali
menjadi subjek kontroversi. Terdapat dilema moral tentang apakah orientasi seksual
dan identitas gender ini bertentangan dengan ajaran agama ataukah harus diterima dan
dihormati sebagai bagian dari hak asasi manusia.

c. Etika Teknologi: Kemajuan dalam teknologi seperti rekayasa genetika, kloning, dan
manipulasi embrio menghadirkan dilema moral yang rumit. Agama-agama memiliki
pandangan berbeda tentang penggunaan dan konsekuensi etis dari teknologi ini.
Misalnya, dilema moral muncul dalam hal etika pembuahan in vitro, pemilihan embrio,
dan modifikasi genetik manusia.

d. Lingkungan dan Stewardship: Pertanyaan mengenai tanggung jawab manusia terhadap


lingkungan juga merupakan dilema moral dalam agama kontemporer. Beberapa agama
mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai pengelola atau penjaga
bumi, sementara pandangan lain mengutamakan pemanfaatan sumber daya alam demi
kepentingan manusia.

e. Etika Seksualitas: Perkembangan budaya, pergeseran nilai-nilai, dan perubahan sosial


telah memicu dilema moral tentang etika seksualitas. Isu-isu seperti hubungan seksual
pranikah, poligami, pornografi, dan praktik seks yang bertentangan dengan ajaran
agama menghadirkan tantangan dalam memadukan tradisi agama dengan pandangan
dunia modern.

f. Kebebasan Beragama dan Pluralisme: Dalam masyarakat yang semakin pluralistik,


dilema moral muncul dalam hubungan antara kebebasan beragama dan prinsip-prinsip
agama. Bagaimana menghormati kebebasan individu dalam mempraktikkan agama
sambil menjaga keselarasan dengan nilai-nilai sosial yang lebih luas menjadi
perdebatan yang kompleks.
 Kontribusi agama terhadap pembangunan masyarakat yang adil dan berkelanjutan

a. Agama memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap


pembangunan masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara di
mana agama dapat berperan dalam pembangunan masyarakat yang adil dan
berkelanjutan:

b. Nilai-nilai Keadilan: Agama seringkali mengajarkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan,


dan solidaritas sosial. Ini dapat mendorong individu dan komunitas agama untuk
berperilaku secara adil, menghormati hak asasi manusia, dan berjuang untuk kesetaraan
sosial. Agama dapat menjadi sumber inspirasi untuk memperjuangkan keadilan sosial,
mengatasi kesenjangan ekonomi, dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang
terpinggirkan.

c. Mendorong Empati dan Belas Kasihan: Agama sering mengajarkan pentingnya empati
dan belas kasihan terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya. Ini dapat mendorong
individu untuk mengambil peran aktif dalam membantu mereka yang membutuhkan,
melindungi lingkungan, dan mempromosikan keberlanjutan. Agama dapat memotivasi
penganutnya untuk terlibat dalam pekerjaan sosial, kemanusiaan, dan pengentasan
kemiskinan.

d. Konservasi Lingkungan: Banyak agama mengajarkan tanggung jawab manusia sebagai


khalifah atau penjaga bumi. Agama dapat mendorong kesadaran tentang perlunya
menjaga dan melestarikan lingkungan alam serta pemanfaatan sumber daya alam yang
berkelanjutan. Agama dapat mempromosikan praktik-praktik ramah lingkungan,
mengadvokasi perlindungan lingkungan, dan memperjuangkan keberlanjutan
lingkungan bagi generasi mendatang.

e. Pendidikan dan Keterampilan: Agama dapat memberikan kontribusi melalui pendidikan


dan pelatihan yang berfokus pada nilai-nilai moral, etika, dan keterampilan kehidupan.
Pendidikan agama yang baik dapat membentuk karakter yang kuat, mengajarkan nilai-
nilai kerja keras, disiplin, dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai
pembangunan yang berkelanjutan.

f. Peran Pemimpin Agama: Para pemimpin agama memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat. Mereka dapat memanfaatkan otoritas dan kehadiran mereka untuk
mempromosikan keadilan, kesejahteraan sosial, dan pembangunan berkelanjutan.
Pemimpin agama dapat berperan sebagai mediator dalam konflik sosial, mendorong
dialog antaragama, dan memobilisasi masyarakat untuk mengatasi masalah sosial dan
lingkungan.

g. Etika Konsumsi dan Penggunaan Sumber Daya: Agama dapat mempengaruhi perilaku
konsumsi dan penggunaan sumber daya dengan mengajarkan etika konsumsi yang
bertanggung jawab dan pengelolaan yang bijaksana terhadap alam. Agama dapat
memotivasi individu untuk mengurangi pemborosan, menghormati hak-hak pekerja,
dan menggunakan sumber daya alam dengan penu

D. Perubahan Sosial dan Agama


 Perubahan sosial dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik agama dalam
masyarakat. Berikut adalah beberapa pengaruh perubahan sosial terhadap praktik agama:

a. Pluralisme Agama: Perubahan sosial yang melibatkan migrasi, urbanisasi, dan interaksi
antarkelompok masyarakat dapat menghasilkan masyarakat yang lebih pluralistik secara
agama. Hal ini dapat mengakibatkan adanya peningkatan keragaman keyakinan dan
praktik agama di suatu wilayah atau negara. Pluralisme agama ini dapat mempengaruhi
cara orang beribadah, berinteraksi antaragama, dan memahami kepercayaan agama lain.

b. Penurunan Keanggotaan dan Keterlibatan: Dalam beberapa masyarakat, perubahan


sosial telah menyebabkan penurunan keanggotaan dan keterlibatan dalam praktik
agama. Faktor-faktor seperti urbanisasi, modernisasi, dan individualisme dapat
mengurangi tingkat partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Orang mungkin lebih
cenderung mengidentifikasi diri sebagai non-agamis atau mengadopsi bentuk
spiritualitas yang lebih individualistik.
c. Reinterpretasi dan Pembaruan Agama: Perubahan sosial dapat memicu reinterpretasi
dan pembaruan dalam praktik agama untuk menjawab tuntutan dan tantangan zaman.
Beberapa komunitas agama mungkin mengadopsi penafsiran agama yang lebih inklusif,
fleksibel, atau progresif, yang mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan sosial yang
berubah. Ini dapat mencakup pembaruan dalam interpretasi teks suci, penyesuaian ritual,
atau penekanan pada nilai-nilai universal dan dialog antaragama.

d. Pengaruh Teknologi dan Media: Perubahan sosial yang terkait dengan kemajuan
teknologi dan media massa juga dapat mempengaruhi praktik agama. Akses yang lebih
mudah terhadap informasi, komunikasi jarak jauh, dan penyebaran ajaran agama melalui
internet dapat mempengaruhi cara orang belajar, berkomunikasi, dan berpartisipasi
dalam praktik keagamaan. Hal ini dapat memungkinkan orang untuk terlibat dalam
komunitas agama virtual atau memperoleh pengetahuan agama secara mandiri.

e. Konflik dan Transformasi Nilai: Perubahan sosial seringkali melibatkan konflik dan
pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai yang tradisional atau religius
mungkin bersaing dengan nilai-nilai modern atau sekuler. Ini dapat menghasilkan
transformasi dalam praktik agama, di mana praktik-praktik yang lebih konservatif atau
kaku dapat ditantang atau dikurangi, sementara praktik-praktik yang lebih adaptif dan
inklusif dapat muncul.

 Agama memiliki peran penting dalam mengatasi tantangan sosial kontemporer. Berikut
adalah beberapa peran agama dalam menghadapi tantangan sosial saat ini:

a. Sumber Nilai dan Etika: Agama menyediakan kerangka nilai dan etika yang dapat
membimbing individu dan masyarakat dalam menghadapi tantangan sosial. Agama
mengajarkan prinsip-prinsip seperti kasih sayang, keadilan, solidaritas, dan penghargaan
terhadap martabat manusia. Nilai-nilai ini dapat membentuk perilaku individu dan
masyarakat, serta memberikan landasan moral dalam mengatasi masalah sosial.

b. Mendorong Kepedulian Sosial: Agama mendorong penganutnya untuk menjadi agen


perubahan sosial yang aktif dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Agama
mengajarkan pentingnya pelayanan, kepedulian terhadap sesama, dan keterlibatan dalam
upaya kemanusiaan. Ini dapat mendorong penganut agama untuk terlibat dalam kegiatan
sosial, seperti pekerjaan amal, bantuan kemanusiaan, atau advokasi untuk hak asasi
manusia.

c. Memobilisasi Masyarakat: Agama memiliki potensi untuk memobilisasi komunitas dalam


menghadapi tantangan sosial. Gereja, masjid, kuil, atau tempat ibadah lainnya dapat
menjadi pusat kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Agama dapat membantu
mengorganisir kegiatan sosial, kampanye advokasi, dan program pengembangan komunitas
yang bertujuan untuk mengatasi masalah seperti kemiskinan, kelaparan, atau ketidakadilan.
d. Pemfasilitas Dialog dan Rekonsiliasi: Agama juga dapat memainkan peran penting dalam
memfasilitasi dialog antara kelompok-kelompok yang berbeda, terutama dalam konteks
konflik atau ketegangan sosial. Agama dapat menjadi jembatan untuk mempromosikan
pemahaman, toleransi, dan rekonsiliasi antara agama-agama yang berbeda, serta antara
kelompok-kelompok yang saling bertentangan. Agama dapat mengajarkan perdamaian,
mempromosikan dialog antarbudaya, dan menciptakan ruang untuk resolusi konflik.

e. Pemberdayaan Individu dan Masyarakat: Agama dapat berperan dalam pemberdayaan


individu dan masyarakat dalam menghadapi tantangan sosial. Melalui ajaran agama,
individu diberdayakan dengan pengetahuan, keterampilan, dan dukungan moral yang dapat
membantu mereka mengatasi masalah dan memperjuangkan keadilan sosial. Agama juga
dapat mendorong pemberdayaan perempuan, pendidikan inklusif, dan kesetaraan gender
sebagai bagian dari transformasi sosial yang lebih luas.

E. Agama dalam Konteks Politik dan Hukum


 Tantangan pluralisme agama dalam masyarakat multikultural meliputi beberapa aspek yang
dapat mempengaruhi harmoni dan kesetaraan antaragama. Berikut adalah beberapa
tantangan yang sering muncul:

a. Konflik dan Tegangan: Pluralisme agama dapat menyebabkan konflik dan tegangan antara
kelompok agama yang berbeda. Perbedaan keyakinan, doktrin, praktik ibadah, dan nilai-
nilai dapat memunculkan perselisihan dan persaingan yang dapat mengganggu harmoni
antaragama.
b. Diskriminasi dan Intoleransi: Tantangan pluralisme agama terkait dengan adanya
diskriminasi dan intoleransi terhadap kelompok agama minoritas. Masyarakat yang
didominasi oleh satu agama mayoritas mungkin menekan atau mengabaikan hak-hak dan
kebebasan beragama kelompok minoritas, yang menghasilkan ketidakadilan dan perlakuan
yang tidak setara.
c. Pengkotakan Sosial: Pluralisme agama dapat menyebabkan pengkotakan sosial di mana
kelompok-kelompok agama hidup secara terpisah, jarang berinteraksi, dan mengalami
kesenjangan sosial. Pengkotakan sosial ini dapat menghambat integrasi dan kolaborasi
antaragama, serta memperkuat stereotipe dan prasangka negatif.
d. Penafsiran dan Pengertian yang Berbeda: Pluralisme agama melibatkan keragaman
penafsiran dan pemahaman agama. Perbedaan dalam interpretasi teks suci, praktek ibadah,
dan pandangan tentang isu sosial kontemporer dapat menyebabkan ketegangan dan
perpecahan dalam komunitas agama.
e. Ekstremisme Agama: Tantangan pluralisme agama termasuk adanya ekstremisme agama
yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan masyarakat multikultural. Beberapa
individu atau kelompok dapat menggunakan agama sebagai pembenaran untuk tindakan
kekerasan, intoleransi, atau diskriminasi terhadap kelompok lain.
f. Kesulitan Dialog dan Komunikasi: Pluralisme agama membutuhkan dialog dan komunikasi
yang efektif antara kelompok agama. Namun, kesulitan dalam berkomunikasi, perbedaan
bahasa, dan kurangnya kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dapat menjadi
hambatan dalam membangun pemahaman dan kerjasama antaragama.
 Mengatasi tantangan ini membutuhkan upaya kolaboratif dari masyarakat, pemerintah,
organisasi agama, dan individu. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:

i. Mendorong pendidikan yang inklusif dan pemahaman yang lebih mendalam tentang
agama-agama yang berbeda.
ii. Memperkuat perlindungan hukum dan hak asasi manusia untuk mencegah diskriminasi
agama.
iii. Membangun jembatan antaragama melalui dialog, pertemuan, dan kolaborasi antarumat
beragama.
iv. Memfasilitasi pemahaman dan penyebarluasan informasi yang akurat tentang agama-agama
yang berbeda melalui media dan pendidikan.
v. Mempromosikan nilai-nilai universal seperti toleransi, penghormatan, dan saling pengertian
dalam masyarakat multikultural.

F. Agama dan Teknologi


 Tantangan dan peluang baru dalam penyebaran agama melalui teknologi
Penyebaran agama melalui teknologi telah membawa tantangan dan peluang baru. Berikut
adalah beberapa tantangan dan peluang yang muncul dalam penyebaran agama melalui
teknologi:

1. Tantangan:

a. Informasi yang tidak terverifikasi: Kemajuan teknologi dan media sosial memungkinkan
penyebaran informasi yang cepat dan luas. Namun, tantangan utama adalah kebenaran dan
keabsahan informasi yang disebarkan. Informasi yang salah atau tidak terverifikasi dapat
dengan mudah menyebar, membingungkan orang, dan mempengaruhi persepsi tentang
agama.

b. Pertentangan dan konflik: Teknologi juga dapat memperkuat pertentangan dan konflik
antara kelompok agama. Di media sosial, seringkali terjadi ketidaksepakatan, perdebatan,
dan pembentukan kelompok yang berseberangan. Hal ini dapat memperburuk polarisasi
agama dan meningkatkan risiko konflik dan kebencian.

c. Fragmentasi dan radikalisasi: Ada potensi fragmentasi agama, di mana individu cenderung
terlibat dalam subkelompok yang lebih kecil dengan pandangan yang sama. Hal ini dapat
memperkuat pandangan yang ekstrem atau radikal, mengabaikan pluralitas dan dialog
antaragama.
2. Peluang:

a. Akses informasi yang lebih luas: Teknologi memberikan akses yang lebih luas terhadap
informasi tentang agama. Individu dapat dengan mudah mengakses teks-teks suci, kajian
agama, ceramah, dan sumber daya spiritual lainnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi
individu untuk belajar dan menjalankan praktik agama dengan lebih baik.
b. Jangkauan global: Teknologi memungkinkan penyebaran ajaran agama secara global.
Dengan media sosial dan platform digital, para pemimpin agama dapat mencapai audiens
yang lebih luas di berbagai negara dan budaya. Hal ini memberikan peluang untuk
memperluas pemahaman agama dan mempromosikan dialog antarbudaya.
c. Komunitas virtual: Teknologi memungkinkan pembentukan komunitas agama virtual di
mana orang dapat berinteraksi, berbagi pengalaman, dan mendukung satu sama lain secara
online. Hal ini dapat memberikan dukungan sosial dan ruang bagi individu yang tidak
memiliki akses ke komunitas agama lokal.
d. Pendidikan dan dakwah online: Teknologi juga memungkinkan adanya platform pendidikan
dan dakwah online. Video, podcast, dan webinar dapat digunakan untuk menyebarkan
ajaran agama, memberikan pemahaman yang lebih dalam, dan memberikan arahan spiritual
kepada orang-orang di seluruh dunia.

G. Dialog Antaragama dan Toleransi


1. Studi kasus tentang inisiatif dialog antaragama yang sukses

Salah satu studi kasus tentang inisiatif dialog antaragama yang sukses adalah Dialog
Antaragama Indonesia (DAI). DAI adalah sebuah organisasi yang berbasis di Indonesia dan
telah berhasil mempromosikan dialog, kerjasama, dan rekonsiliasi antara berbagai agama
yang ada di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh keberhasilan DAI dalam memfasilitasi
dialog antaragama:

a. Pendekatan Inklusif: DAI menggunakan pendekatan inklusif yang melibatkan


berbagai kelompok agama dan denominasi dalam dialog mereka. Mereka memastikan
kehadiran dan partisipasi yang seimbang dari berbagai komunitas agama, termasuk
Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lain-lain. Hal ini membantu membangun rasa
saling pengertian dan kepercayaan antaragama.

b. Dialog dalam Konteks Sosial: DAI mengadakan dialog dalam konteks sosial yang
nyata di Indonesia, seperti dialog antarumat beragama di daerah yang pernah
mengalami konflik agama. Mereka menyelenggarakan pertemuan, lokakarya, dan
kegiatan komunitas untuk mempromosikan pemahaman, toleransi, dan kerjasama
antaragama.

c. Pendidikan Agama yang Inklusif: DAI mempromosikan pendidikan agama yang


inklusif dan memperkenalkan materi pembelajaran yang menghargai keragaman
agama. Mereka melibatkan para pemimpin agama, pendidik, dan pelajar dalam
pengembangan kurikulum dan bahan ajar yang mencakup pemahaman agama yang
lebih luas dan toleransi antaragama.

d. Pembentukan Jaringan dan Kemitraan: DAI telah membentuk jaringan dan kemitraan
dengan organisasi agama, lembaga pemerintah, dan lembaga masyarakat sipil lainnya.
Melalui kerjasama ini, mereka dapat mencapai lebih banyak orang dan memperluas
dampak dari inisiatif dialog antaragama mereka.
e. Rekonsiliasi Pasca-Konflik: DAI juga terlibat dalam upaya rekonsiliasi pasca-konflik
agama di beberapa daerah di Indonesia. Mereka bekerja sama dengan kelompok-
kelompok agama yang terlibat dalam konflik untuk membangun rasa saling
pengertian, perdamaian, dan kerjasama yang lebih baik.

2. Tantangan dalam mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas agama

I. Mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas agama menghadapi beberapa


tantangan yang perlu diatasi. Berikut adalah beberapa tantangan yang sering muncul:

a. Ketidakpahaman dan Stereotipe: Salah satu tantangan utama adalah


ketidakpahaman tentang agama-agama lain dan adanya stereotipe negatif.
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang keyakinan,
praktik, dan nilai-nilai agama lain dapat menghasilkan prasangka dan
ketidakpercayaan antaragama.
b. Konflik dan Ketegangan: Adanya konflik dan ketegangan sejarah atau saat ini
antara kelompok agama dapat menjadi hambatan dalam mempromosikan toleransi
dan pemahaman lintas agama. Ketegangan ini dapat memperkuat prasangka dan
mempersulit dialog dan kolaborasi antaragama.
c. Fanatisme dan Ekstremisme: Ekstremisme agama atau fanatisme dapat
menghambat upaya promosi toleransi dan pemahaman lintas agama. Sikap yang
keras dan tidak inklusif dapat menyebabkan ketegangan dan konfrontasi, serta
mengancam keamanan dan stabilitas masyarakat.
d. Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan: Upaya untuk mempromosikan toleransi
dan pemahaman lintas agama memerlukan sumber daya yang memadai, termasuk
waktu, dana, dan tenaga manusia. Kurangnya sumber daya dapat menjadi tantangan
dalam menyelenggarakan kegiatan, program, dan inisiatif yang efektif.
e. Pertentangan Nilai dan Pandangan: Perbedaan nilai, keyakinan, dan pandangan
antara agama-agama dapat menyulitkan upaya mempromosikan toleransi dan
pemahaman lintas agama. Kesulitan menerima perbedaan dan menemukan titik
persamaan dapat menjadi tantangan dalam membangun jembatan antara kelompok
agama.
II. Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan
kolaboratif. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
a. Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan tentang agama-agama lain dan pentingnya
toleransi harus menjadi prioritas. Ini dapat dilakukan melalui program pendidikan
formal dan informal, termasuk kurikulum yang inklusif dan pelatihan lintas budaya
dan agama.
b. Dialog dan Pertemuan Antaragama: Mendorong dialog dan pertemuan langsung
antara anggota berbagai agama adalah langkah penting dalam membangun
pemahaman dan memecah stereotipe negatif. Dialog ini harus mencakup isu-isu
sensitif dan mempromosikan saling penghargaan dan penghormatan.
c. Kemitraan Antaragama: Membangun kemitraan dan kerjasama antara pemimpin
agama, organisasi agama, dan komunitas agama adalah penting dalam
mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas agama. Kolaborasi ini dapat
menciptakan ruang yang aman untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta
membangun proyek-proyek bersama yang bermanfaat bagi masyarakat.
d. Advokasi dan Kepemimpinan: Melibatkan pemimpin agama sebagai advokat
toleransi dan pemahaman lintas agama dapat memiliki dampak positif yang
signifikan. Pemimpin agama memiliki pengaruh yang kuat dalam komunitas
mereka dan dapat menjadi model peran dalam mempromosikan nilai-nilai tersebut.
e. Media Sosial dan Teknologi: Memanfaatkan media sosial dan teknologi dengan
bijak dalam mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas agama. Mendorong
produksi dan berbagi konten yang mendukung dialog antaragama, memerangi
prasangka, dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang agama-agama
lain.

Kesimpulan
Dalam jurnal ini, kami telah menjelajahi hubungan yang kompleks antara manusia
dan agama dalam konteks kontemporer. Dalam era globalisasi yang terus berkembang,
peran agama dalam kehidupan manusia tetap menjadi topik yang signifikan dan
kontroversial. Kami menggunakan pendekatan interdisipliner untuk mengkaji dampak
agama terhadap individu dan masyarakat, serta sebaliknya, bagaimana manusia
mempengaruhi dan memaknai agama mereka.
Salah satu temuan utama kami adalah bahwa agama memiliki pengaruh yang kuat
dalam membentuk identitas individu. Keyakinan dan praktik agama memainkan peran
penting dalam membentuk nilai-nilai, norma, dan orientasi hidup seseorang. Agama juga
memenuhi kebutuhan spiritual manusia, memberikan kerangka berarti dan tujuan hidup,
dan menyediakan dukungan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan.
Namun, dalam era kontemporer, agama juga dihadapkan pada tantangan dan dilema
moral. Konflik dan ketegangan antara agama dan pandangan dunia modern sering terjadi.
Namun, agama juga dapat menjadi sumber etika dan moral yang penting, membantu
membentuk perilaku manusia dan mempromosikan nilai-nilai seperti cinta kasih, keadilan,
dan empati.
Perubahan sosial juga memiliki dampak signifikan terhadap praktik agama.
Perubahan dalam nilai-nilai, norma, dan struktur sosial dapat mempengaruhi cara manusia
memahami dan mempraktikkan agama mereka. Agama juga memiliki peran dalam
mengatasi tantangan sosial kontemporer, termasuk isu-isu seperti ketimpangan sosial,
konflik, dan ketidakadilan.
Perkembangan teknologi juga membawa tantangan dan peluang baru dalam penyebaran
agama. Teknologi mempengaruhi praktik keagamaan, memungkinkan akses yang lebih luas
terhadap pengetahuan agama, dan memfasilitasi komunikasi antara pemeluk agama.
Namun, tantangan juga muncul, termasuk misinformasi agama dan penggunaan teknologi
untuk tujuan ekstremisme agama.
Dalam mengatasi tantangan ini, penting untuk mempromosikan dialog antaragama
dan toleransi. Dialog antaragama menciptakan ruang yang aman untuk berbagi
pengetahuan, memecah stereotipe negatif, dan membangun pemahaman yang lebih baik
antara kelompok agama. Tantangan dalam mempromosikan toleransi dan pemahaman lintas
agama melibatkan ketidakpahaman, konflik, dan fanatisme agama. Namun, dengan
pendekatan inklusif, pendidikan, kemitraan, dan kepemimpinan agama, kita dapat
menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan toleran.
Kesimpulannya, jurnal ini telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
kompleksitas hubungan antara manusia dan agama dalam konteks kontemporer. Kami
berharap bahwa temuan dan pemikiran yang diuraikan dalam jurnal ini akan memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat kontemporer dalam memahami peran agama,
menghadapi tantangan sosial, dan mempromosikan toleransi serta pemahaman lintas
agama.

DAFTAR PUSTAKA
1. (Laksana, 2016).Identitas dan Ketertindasan: Perjuangan Identitas Agama di
Tengah Teror Komunis. Jurnal Kajian Komunikasi, 4(1), 63-78.
2. (Apriadi & Khadafie, 2020). Peran Lembaga Pendidikan dalam Pencegahan dan
Penanggulangan Tindakan Kekerasan Pada Siswa.
3. Khadafie,M.(2022). Konstruksi pembelajaran islam terpadu berbasis akhlak siswa
SDIT, SMPIT, dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa
4. (MUHAMMAD AFANDI, 2022).Pembinaan Akhlak Remaja dalam Perspektif
Islam. Jurnal Al-Ma'rifah: Jurnal Pendidikan dan Kependidikan Islam, 7(1), 39-
54.
5. Adams, R. M. (2012). Ethics in the World Religions. OUP Oxford.
6. Chadwick, R. (2014). The Ethics of Everyday Life: Moral Theology, Social
Anthropology, and the Imagination of the Human. OUP Oxford.
7. Coakley, S., & Gorman, M. (Eds.). (2013). The Routledge Handbook of Religion
and the American Revolution. Routledge.
8. Gill, R. (2017). The Cambridge Companion to Christian Ethics. Cambridge
University Press.
9. Louden, R. B. (2017). Ethics After Anscombe: Post “Modern Moral Philosophy”.
Cambridge University Press.
10. MacIntyre, A. (2016). After Virtue: A Study in Moral Theory. Bloomsbury
Publishing.
11. Sacks, J. (2017). The Dignity of Difference: How to Avoid the Clash of
Civilizations. Bloomsbury Publishing.
12. Sherwin, B. B. (2014). Ethics of the Fathers: Pirkei Avot. KTAV Publishing
House, Inc.
13. Beabout, G. R. (2019). Virtue in the Cave: Moral Inquiry in Plato's Meno.
University of Notre Dame Press.
14. Cragg, K. (2006). The Arab Christian: A History in the Middle East. Westminster
John Knox Press.
15. Cushman, R. E. (2014). Truth, Error, and Criminal Law: An Essay in Legal
Epistemology. Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai