Anda di halaman 1dari 14

SOSIOLOGI DAKWAH DAN TANTANGAN INTEGRITAS

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA MULTIKULTURAL

Dita Afrianti, Syafrani, Dio Dwi J, Baiq Nina A M, Irwan Hadi, Alfiana, Imam Adwin,
Baiq Putri N A, Mulyana.
Program Studi manajemen Dakwah, Universitas Islam Negeri Mataram
E-mail 220305077.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305078.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305079.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305080.mhs.@uinmataram.ac.id,,
220305081.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305082.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305083.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305084.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305085.mhs.@uinmataram.ac.id.

Abstrak
Sosiologi dakwah merupakan bidang studi yang mempelajari interaksi sosial dalam
konteks dakwah, sementara pendidikan agama Islam berperan penting dalam membentuk
integritas kehidupan beragama individu di era multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tantangan yang dihadapi dalam menjaga integritas pendidikan agama Islam di
tengah keragaman budaya dan agama dalam masyarakat multikultural. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam era multikultural, pendidikan agama Islam menghadapi sejumlah
tantangan yang berdampak pada integritasnya. Tantangan-tantangan tersebut antara lain
penyebaran paham radikal, pluralitas nilai dan pandangan hidup, kesenjangan sosial-
ekonomi, perubahan perilaku masyarakat, dan masalah kebebasan beragama. Selain itu,
faktor internal seperti kurikulum pendidikan agama Islam dan kualifikasi tenaga pendidik
juga menjadi faktor yang memengaruhi integritas pendidikan agama Islam. Dalam
menghadapi tantangan ini, beberapa langkah strategis dapat diambil. Pertama, perlu adanya
peningkatan pemahaman tentang pluralitas budaya dan agama di kalangan pendidik dan
peserta didik. Kedua, lembaga pendidikan agama Islam perlu mengembangkan kurikulum
yang inklusif dan relevan dengan realitas sosial dan budaya masyarakat multikultural. Ketiga,
peran tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam mengedepankan dialog dan kerjasama
antaragama sangat penting dalam mempertahankan integritas pendidikan agama Islam.
Kata Kuci : Sosiologi dakwah, PAI, Integritas,Era Multikultural, Tantangan
PENDAHULUAN

Pendidikan agama Islam memiliki peran yang penting dalam membentuk karakter
dan nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat. Dalam era multikultural yang semakin
kompleks, pendidikan agama Islam dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji
integritasnya. Tantangan-tantangan tersebut meliputi perbedaan budaya, agama, dan ideologi
yang hadir dalam masyarakat yang semakin pluralistik.
Dalam konteks sosial dan budaya yang multikultural, dakwah sebagai upaya
penyebaran ajaran agama Islam juga menghadapi tantangan yang serupa. Pada saat yang
sama, pendidik dalam pendidikan agama Islam harus menjaga integritasnya dalam
menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan yang beragam tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara sosiologi dakwah dan
integritas pendidikan agama Islam di era multikultural. Dalam hal ini, sosiologi dakwah akan
dipahami sebagai studi tentang interaksi sosial dan dinamika pengaruh sosial dalam upaya
dakwah agama Islam.

Pada dasarnya, integritas pendidikan agama Islam di era multikultural menjadi isu
yang penting untuk dikaji. Kemampuan pendidik dalam menjaga integritasnya dalam
memberikan pendidikan agama Islam yang seimbang, inklusif, dan respektif terhadap
keragaman menjadi tantangan yang kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji
beberapa faktor yang mempengaruhi integritas pendidikan agama Islam di era multikultural.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis konsep sosiologi dakwah dalam konteks pendidikan agama Islam.


2. Menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam menjaga integritas pendidikan agama Islam di
era multikultural.
3. Mengidentifikasi strategi dan solusi untuk menghadapi tantangan tersebut.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis
dan praktis dalam memahami sosiologi dakwah dan tantangan integritas pendidikan agama
Islam di era multikultural. Implikasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi
bagi para pendidik agama Islam dan pihak terkait dalam mengembangkan pendidikan agama
Islam yang inklusif dan responsif terhadap keragaman masyarakat.
PEMBAHASAN

Sosiologi Dakwah
Secara epistemologi, sosiologi dakwah dapat diartikan sebagai gabungan dari dua
kata, yaitu sosiologi dan dakwah. Sosiologi merujuk pada ilmu yang mempelajari tentang
kehidupan sosial dan tindakan manusia dalam masyarakat, sementara dakwah mengacu pada
upaya untuk mengajak orang lain menuju kebaikan. Dalam konteks ini, sosiologi dakwah
dapat dipahami sebagai ilmu yang mengkaji upaya pemecahan masalah-masalah dakwah
melalui pendekatan sosiologi. Salah satu aspek yang menjadi fokus dalam sosiologi dakwah
adalah masyarakat, karena dalam aktivitas dakwah terdapat hubungan dan interaksi sosial
antara pelaku dakwah dan mitra dakwah.
Dalam hubungan ini, penting untuk dicatat bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompok
sosial, dan proses sosial, terdapat hubungan sosial atau interaksi sosial yang merupakan hasil
dari interaksi tersebut. Masyarakat perlu mampu mengembangkan dan membentuk tingkah
laku yang mendukung dan memperkuat sistem dakwah. Dengan demikian, sosiologi dakwah
dapat dianggap sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara berbagai masalah yang
terkait dengan proses sosial. Dengan menggunakan pendekatan dan analisis sosiologis,
sosiologi dakwah berusaha memecahkan masalah-masalah yang ada dalam aktivitas dakwah1.

Pendidikan Agama Islam


Pendidikan adalah aspek universal yang selalu harus ada dalam kehidupan manusia.
Tanpa pendidikan manusia tidak akan pernah berkembang dan berbudaya disamping itu,
kehidupan juga akan menjadi statis tanpa ada kemajuan, bahkan bisa jadi akan mengalami
kemunduran dan kepunahan. Oleh karena itu, menjadi fakta yang tak berbantahkan bahwa
pendidikan adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupan manusia.
Jika ditinjau dari sejarah, teori-teori dan desain tersebut muncul karena adanya teori
yang sudah ada sebelumnya, yang posisinya adalah memperbaiki, merivisi, atau malah
menciptakan teori baru. Teori dalam pendidikan muncul setelah terdapatnya berbagai
permasalahan yang terjadi didalam pendidikan itu sendiri. Suatu teori akan muncul apabila
terjadi suatu kekurangan yang terdapat didalam dunia pendidikan

Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, hingga W.H.
Clark, seorang ahli Ilmu Jiwa Agama, sebagaimana dikutip Zakiah Daradjat (1985: 14)
mengatakan, bahwa tidak ada yang lebih sukar dari pada mencari kata-kata yang dapat
digunakan untuk membuat definisi agama, karena pengalaman agama adalah subyektif,
intern, individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari
orang lain. Di samping itu tampak bahwa umumnya orang lebih condong mengaku beragama,
kendatipun ia tidak menjalankannya.

1
Syamsyuddin, A B. “ Pengantar Sosiologi Dakwah”. Jakarta Kencana. Hlmn 19
Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan politik yang telah
dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah
kepercayaan terhadap sesuatu yang maha mutlak. Sementara Dewey mengatakan bahwa
agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan
pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap
kekuatan ghaib yang hebat. (Didiek Ahmad Subadi, 2012: 36)

Oxfort Student Dictionary (1978) mendefinisikan agama (religion) dengan “the belief in
the existence of supranatural ruling 3 power, the creator ad controller of the universe”, yaitu
suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan pengatur supranatural yang mencipta dan
mengendalikan alam semesta.

Agama dalam pengertiannya yang paling umum diartikan sebagai sistem orientasi dan
obyek pengabdian. (Azyumardi Azra,2003: 28). Dalam pengertian ini semua orang adalah
makhluk relegius, karena tak seorangpun dapat hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya.
Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari tingkah laku
keberagamaan manusia.
Dari pengertian di atas, sebuah agama biasanya mencakup tiga persoalan pokok, yaitu:
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang
diyakini mengatur dan mencipta alam.
2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan
supranatural tersebut sebagai konsekwensi atau pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistem nilai (hukum/norma) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya
atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut.2
Peran Sosiologi Dakwah dalam Pendidikan Agama Islam
Peran sosiologi dakwah dalam pendidikan agama Islam sangat penting dalam menjaga
integritas dan relevansi pendidikan agama Islam di era multikultural. Berikut adalah beberapa
peran sosiologi dakwah dalam pendidikan agama Islam:

1. Menganalisis Konteks Sosial: Sosiologi dakwah membantu dalam memahami konteks


sosial di mana pendidikan agama Islam beroperasi. Melalui pendekatan sosiologis, dapat
dipelajari pola-pola sosial, perubahan sosial, dan faktor-faktor sosial yang memengaruhi
praktik dan pembelajaran agama Islam. Hal ini membantu dalam merancang strategi
pendidikan yang relevan dan efektif.
2. Memahami Keragaman Budaya dan Agama: Pendidikan agama Islam di era multikultural
harus memperhatikan keragaman budaya dan agama dalam masyarakat. Sosiologi dakwah
membantu dalam memahami perbedaan budaya, keyakinan, dan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat. Dengan pemahaman ini, pendidikan agama Islam dapat
mengembangkan pendekatan yang inklusif, menghargai keberagaman, dan
mempromosikan dialog antaragama.

2
Nurhasanah Bakhtiar, pendidikan agama islam. aswaja Pressindo, agustus 2013.hlm.3
3. Mengidentifikasi Tantangan dan Konflik: Sosiologi dakwah membantu dalam
mengidentifikasi tantangan dan konflik yang mungkin dihadapi oleh pendidikan agama
Islam dalam konteks multikultural. Ini meliputi konflik nilai, konflik generasi, perubahan
sosial, dan isu-isu kontemporer yang dapat mempengaruhi praktik dan pemahaman agama
Islam. Dengan pemahaman ini, dapat dirancang strategi untuk mengatasi tantangan ini
dan memperkuat integritas pendidikan agama Islam.
4. Mendorong Dialog dan Kolaborasi: Sosiologi dakwah mendorong dialog dan kolaborasi
antara lembaga pendidikan agama Islam dan lembaga non-agama. Ini membantu dalam
memperkuat relasi antaragama, mempromosikan pemahaman saling, dan membangun
kerjasama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan harmonis.
Kolaborasi ini juga memungkinkan pendidikan agama Islam untuk berkontribusi pada
penyelesaian masalah sosial dan pembangunan masyarakat yang lebih baik.
5. Membangun Kesadaran Sosial: Sosiologi dakwah membantu dalam membangun
kesadaran sosial di kalangan peserta didik dan praktisi pendidikan agama Islam. Ini
meliputi pemahaman tentang isu-isu sosial, keadilan, persamaan, dan tanggung jawab
sosial. Dengan pemahaman ini, pendidikan agama Islam dapat memberikan kontribusi
yang lebih efektif dalam menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan konsep dan metodologi sosiologi dakwah, pendidikan agama
Islam dapat menghadapi tantangan dan kompleksitas di era multikultural dengan lebih baik.
Peran sosiologi dakwah ini memungkinkan pendidikan agama Islam untuk tetap relevan,
berkontribusi pada pembangunan sosial, dan mempromosikan toleransi

Tantangan-tantangan pendidikan Agama Islam Di Era Multikultural


1. Pluralisme Agama
Salah satu sisi pluralisme adalah pluralisme agama. Pluralisme dalam konteks agama
ditandai oleh kenya- taan adanya berbagai agama yang secara eksistensial memiliki tradisi
yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini lahir dari perbedaan sejarah (lokus dan tempus)
kelahiran dan pandangan teologis masing- masing agama, yang menandai sikap eksklusivitas

Selain itu pluralisme juga merupakan fenomena internal agama-agama, baik yang
berkenaan dengan aspek penafsiran maupun pelembagaannya, yang keduanya saling terjalin
satu sama lain. Perbedaan penafsiran melahirkan aliran, sekte atau mazhab keagamaan, yang
pada gilirannya melahirkan tradisi- tradisi keagamaan, organisasi-organisasi keagamaan, dan
komunitas-komunitas keagamaan.3

2. Toleransi dan Penerimaan


Pendidikan agama Islam perlu nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan
penerimaan terhadap keragaman budaya dan agama. Tantangan dalam hal ini adalah

3
Abdul wahid. “Pluralisme agama paradigma dialog untuk resolusi konflik dan dakwah”. Lembaga Pengkajian-
Publikasi Islam & Masyarakat (LEPPIM)
IAIN Mataram Hlm.41
mengatasi prasangka dan stereotip negatif, serta membangun kesadaran akan pentingnya
hidup bersama secara harmonis di tengah segala macam perbedaan.

3. Perubahan Sosial dan Pemikiran


Teori perubahan sosial dikemukakan oleh para ahli dengan aksentuasi yang berbeda-
beda,sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.Terlepas dari perbedaan
pandangannya, yang jelas,para ahli sepakat bahwa perubahan sosial terkait dengan
masyarakat dan kebudayaan serta dinamika dari keduanya.

Perubahan sosial yang didefinisikan oleh Koenig sebagai modifikasi yang terjadi
dalam pola-pola kehidupan manusia, termasuk dalam terminologi urbanisasi atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Adanya perubahan pola kehidupan kota
mempengaruhi pola kehidupan desa. Dengan kata lain dalam hubungan timbal
balik,penetrasi budaya kota-desa atau sebaliknya sebagai akibat dari kemajuan
komunikasi, transportasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi, pola kehidupan masyarakat
desa dan kota mengalami modifikasi yang sangat signifikan.
Di lain pihak, sosiolog Indonesia, Selo Soemardjan lebih melihat perubahan sosial itu
dari kaca mata perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat.
Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan itu mempengaruhi sistem sosialnya
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap,dan pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Pengertian perubahan sosial menurut Soemardjan ini tidak
berbeda jauh dengan Kingsley Davis yang mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Soekanto,1990).
Perubahan sosial yang oleh Soemardjan dan Davis lebih menekankan pada
perubahan struktur kelembagaan dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya (perubahan nilai-nilai, norma, sikap,dan tingkah laku) dan juga perubahan
sistem kemasyarakatan dari pola mekanik menjadi organiknya Emile Durkheim atau
perubahan dari Gemeinschaft menjadi Gesselschaftnya Ferdinand Tonnies adalah
4
juga gejala perubahan sosial pada perpindahan penduduk dari desa ke kota.

4. Globalisasi dan Teknologi


Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal
batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai
pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di
seluruh dunia. Pengaruh globalisasi, sekarang ini tidak dapat dipungkiri lagi karena
banyaknya kemajuan teknologi yang masuk kedalam Negara dan bangsa kita. Tidak sedikit
teknologi yang masuk, seperti: computer dan yang telah terlengkapi sehingga bisa jadi
internet, televisi, radio, hp dan masih banyak lain sebagainya

Bahkan sampai kekehidupan keluarga, seperti radio, hp, dan yang tidak asing lagi yaitu
televisi. Televisi hampir semua kalangan kehidupan keluarga memiliki benda tersebut.

4
Jelamu Ardu Marius, perubahan sosial, jurnal penyuluhan. September2006 ,Vol.2, No.2.hlm 126.
Karena televisi selain menarik televisi juga bisa memberikan berbagai informasi,
pengetahuan, dan hiburan. Dengan televisi bisa mengetahui kehidupan berbagai Negara.
Televisi mempunyai banyak saluran/ gelombang, sehingga pemilik bisa memilih acara yang
dikehendakinya, kerena mempunyai acara-acara tersendiri setiap gelombangnya.

Menurut pendapat Krisna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan


Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai proses,
globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi
ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi
dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan
kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita
hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara


termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh
negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik,
ekonomi, ideologi, sosial, budaya dan lain-lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme
terhadap bangsa. Pengaruh Globalisasi Terhadap Indonesia baik itu positif maupun negatif
adalah sebagai berikut:5

a. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara.
b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan
kerja yang banyak dan meningkatkan devisa suatu negara.
c. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos
kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek dari negara lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kedisplinan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan
mempertebal jati diri kita terhadap bangsa.

Pengaruh negatif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia adalah :


a. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena
adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa, serta menambah angka
pengangguran dan tingkat kemiskinan suatu bangsa.

b. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian sesama warga.


Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Padahal jati diri bangsa kita dahulu mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat
sekarang contohnya saja di perumahan / komplek elit, mereka belum tentu mengenal

5
Hendro Setyo Wahyudi, Mita Puspita Sukmasari” TEGNOLOGI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT”Jurnal
Analis Sosiologi April 2014,3(1): 19-21
sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya kepedulian, karena jika tidak
kenal maka tidak sayang.
c. Tentu kemajuan teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar pada kehidupan
umat manusia dengan segala peradaban dan kebudayaannya. Terutama terhadap remaja.
Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Khususnya masyarakat dengan budaya dan adat ketimuran seperti Indonesia.

5. Konflik Identitas
Konflik identitas adalah konflik yang terjadi karena perbedaan identitas antara individu
atau kelompok. Identitas adalah ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang,
kelompok, atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain

a. Konflik identitas dapat terjadi karena perbedaan agama, etnis, ras, atau suku
b. Konflik identitas seringkali menjadi bagian dari konflik-konflik di Indonesia identitas
dapat memicu kekerasan sosial
c. Dalam konflik identitas, kesepakatan-kesepakatan yang diambil tidak pernah melibatkan
institusi-institusi formal seperti negara (pemerintah) atau institusi lainnya

d. Konflik identitas dapat terjadi di masyarakat yang majemuk dan plural seperti Indonesia
e. Isu dan doktrin nasionalisme pada konteks Indonesia hari ini tidak bisa meredam benturan
kepentingan atas nama perbedaan identita

Strategi pendidikan agama islam dalam menghadapi tantangan multikultikulturalisme


pada mesyarakat muslim di era globalisasi
Berikut ini beberapa strategi pendidikan agama Islam dalam menghadapi tantangan
multikulturalisme pada masyarakat Muslim di era globalisasi (Ami Latifah & ..., 2022):
1. Meningkatkan pemahaman tentang Islam yang autentik Salah satu strategi penting dalam
menghadapi tantangan multikulturalisme adalah dengan meningkatkan pemahaman tentang
Islam yang autentik. Pendidikan agama Islam harus memfokuskan pada pemahaman yang
benar dan mendalam tentang Islam serta nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam Islam.
2. Memperkuat identitas keislaman Pendidikan agama Islam juga perlu memperkuat identitas
keislaman pada masyarakat Muslim, sehingga mereka dapat mempertahankan keislaman
mereka dalam lingkungan multikultural. Identitas keislaman ini dapat diperkuat melalui
pembelajaran nilai-nilai Islam, sejarah Islam, dan pengamalan praktik-praktik Islam yang
benar.

3. Meningkatkan keterampilan antarbudaya Masyarakat Muslim perlu memiliki keterampilan


antarbudaya yang baik agar dapat hidup secara harmonis dengan kelompok-kelompok lain.
Pendidikan agama Islam harus mengajarkan nilai-nilai toleransi, keadilan, dan menghargai
perbedaan agar masyarakat Muslim dapat membangun hubungan yang baik dengan
kelompok-kelompok lain.
4. Menggunakan teknologi dalam pendidikan Pendidikan agama Islam harus mengikuti
perkembangan teknologi dan memanfaatkannya untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang
benar dan autentik. Dalam hal ini, pendidikan agama Islam dapat menggunakan media sosial
dan platform online untuk menjangkau lebih banyak masyarakat Muslim dan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang Islam.

5. Meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam Untuk menghadapi tantangan


multikulturalisme pada masyarakat Muslim, pendidikan agama Islam juga perlu
meningkatkan kualitasnya. Pendidikan agama Islam harus lebih terstruktur, terorganisir, dan
memiliki tenaga pengajar yang berkualitas agar dapat memberikan pendidikan agama Islam
yang berkualitas dan relevan dengan tantangan multikulturalisme yang dihadapi. Strategi-
strategi ini diharapkan dapat membantu masyarakat Muslim dalam menghadapi tantangan
multikulturalisme pada era globalisasi dan memperkuat identitas keislaman mereka dengan
baik.6

Strategi Pendekatan Untuk Mempertahankan Integritas Pendidikan Agama Islam


1. Peningkatan Pemahaman Multikulturalisme
Berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural, maka untuk
membentuk negara Indonesia yang kokoh perlu meningkatkan dan mengembangkan jenis
pendidikan dan pemahaman yang cocok untuk bangsa yang multikultural. Jenis
pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultur ini adalah Pendidikan
Multikultural. Pendidikan Multikultural menyangkut tiga hal yaitu :
a. Ide dan kesadaran akan nilai pentingnya keragaman budaya
b. Gerakan pembaharuan pendidik
c. proses pendidikan Multikultural berkaitan dengan ide, bahwa semua siswa tanpa
memandang karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama
untuk belajar di sekolah.

Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya. namun,
perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk saling membedakan. Artinya
perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar kita
bisa hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk
membeda-bedakan. Pendidikan Multikultural ini memberikan pemahaman mengenai
berbagai jenis kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dari kebudayaan universal. Di
dalamnya akan dibahas kebudayaan yang teraktualisasi secara internasional, regional, dan
lokal sepanjang sejarah kemanusiaan. Kegiatan pendidikan sebagai interaksi sosio-
kultural paedagogis di Indonesia bukan hanya dilakukan oleh suku bangsa Indonesia, tapi
berbagai bangsa. Di dalam Pendidikan Multikultural ini akan diungkap pula aktivitas

Imam Rofi’i.”Strategi Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Tantangan Multikulturalisme Pada Masyarakat
6.

Muslim Di Era Globalisasi”.dlm jurnal Unisan Journal.Vol.02 N0.01 2023.hlm,415-416.


paedagogis masa lalu, masa kini dan masa depan di berbagai belahan dunia dengan fokus
kebudayaan Indonesia.7

2. Pembagunan Kesadaran Pluarisme Agama


Pluralisme agama secara etimologi berasal dari dua kata, dalam bahasa inggris disebut
religious pluralism. Dalam bahasa arab diterjemahkan al-ta’addudiyah al-diniyyah. Thoha
(2005:11-12) mendefinisikan pluralisme agama yaitu koeksistensi berbagai kelompok
atau keyakinan di satu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan dan karakteristik
agama agama. Pembahasan tentang pembangunan kesadaran pluralisme Agama Islam
sejak awal telah memperkenalkan prinsip-prinsip pluralisme, atau lebih tepatnya
pengakuan terhadap pluralitas dalam kehidupan manusia. Pengakuan Islam terhadap
adanya pluralitas itu dapat diuraikan ke dalam dua perspektif; pertama teologis dan yang
kedua sosiologis.
a. Pandangan Islam terhadap Pluralitas Agama
Dalam persepektif teologi Islam tentang agama-agama kontemporer,
pembahasan tentang agama-agama dan relasinya mengambil bentuk dalam ilmu
perbandingan agama diperkenalkan oleh almarhum Mukti Ali, mantan GuruBesar
Ilmu Perbandingan Agama di IAIN Yogyakarta. Ali (1991) menciptakan suatu dialog
positif antar agama agama yang ada, terutama tiga agama besar yaitu Yahudi, Nasrani
dan Islam.
Dengan demikian, terdapat perbedaan mendasar antara Islam dan teori-teori
pluralisme agama dalam hal pendekatan metodologis tentang isu dan fenomena
pluralitas agama. Islam memandangnya sebagai hakikat ontologis yang genuine yang
tidak mungkin dinafikan atau di nihilkan, sementara teori-teori pluralis melihatnya
sebagai keragaman yang hanya terjadi pada level manifestasi eksternal yang
superfisial dan oleh karenanya tidak hakiki atau tidak genuine. Perbedaan
metodologis ini pada gilirannya menggiring pada perbedaan dalam menetukan solusi-
nya. Islam menawarkan solusi praktis sosiologis oleh karenanya lebih bersifat
fiqhiyyah, sementara teori-teori pluralis memberikan solusi teologis epistemologis.8
b. Pandangan Islam terhadap Pluralitas Sosial
Keanekaragaman suku, ras, adat istiadat dalam kehidupan manusia adalah takdir
Allah SWT dimana dengan keberagaman tersebut manusia diajak untuk saling
mengenal dan saling menghormati. Allah SWT berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujuraat: 13)
Semangat egalitarianisme dijunjung tinggi dalam surah tersebut. perbedaan
antara laki-laki dan wanita tidak ada, yang ada hanyalah kualitas keimanannya pada
Allah SWT. Ajaran inilah yang mengharuskan memiliki sikap persamaan

7
Deny Setiawan dan Bahrul Khoir Amal”Membangun Pemahaman Multikultural dan Multiagama” Al-Ulum
volume 16 Number 2 December 2016 page 348-67.
8
Dr.Anis Malik Thoha”Tren Prularisme Agama”Depok,Prespektif,2005.hlm.183
(almusawwah) yaitu sikap tidak membedakan umat manusia atas jenis kelamin, asal
etnis dan warna kulit, latar belakang, historis, ekonomi, sosial dan sebagainya. Sikap
ini Merupakan refleksi dari sikap tauhid yang dimanifestasikan dalam ukhuwah yakni
prinsip yang menekankan nilai kebersamaan yang dibingkai rasa tanggung jawab
dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.9

3. Pembagunan Kurikulum yang Inklusif


Pembangunan Pendidikan inklusif pada dasarnya adalah pendidikan yang
mengikutsertakan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus (ABK/penyandang cacat)
untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak lain sebayanya di sekolah umum. Menurut
Konferensi Dunia tentang pembangunan kurikulum Pendidikan luar biasa pada bulan Juni
1994 di Salamanca, bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah selama
memungkinkan, semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang ada pada mereka.
Setiap anak hakekatnya berbeda satu dengan yang lainnya, baik kemampuan di bidang
akademik maupun di bidang nonakademik. Kenyataan ini mengharuskan pendidik dalam
mengembangkan kurikulum perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta
didik. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif tentu tidak hanya kurikulum
umum/reguler. Karena kurikulum regular hanya cocok untuk anak normal dan memiliki
kemampuan homogen.
Bagi ABK disekolah inklusif seharusnya menggunakan kurikulum khusus yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik ABK. Kurikulum khusus yang
seharusnya ada di sekolah-sekolah inklusif dimaksud sampai sekarang belum ada. Untuk
itu dengan dikembangkannya “model modifikasi kurikulum untuk sekolah inklusif
berbasis kebutuhan individual peserta didik” diharapkan dapat mengisi kekosongan
kurikulum khusus di sekolah reguler serta mengatasi hambatan implementasi pendidikan
inklusif di Indonesia.10
4. Pemberdayaan Guru Pendidikan Agama Islam
Pemberdayaan dalam pendidikan di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh
Kindervatter (1979:13). Menurutnya pemberdayaan merupakan suatu proses pemberian
kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran,
pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan social, ekonomi dan
politik, sehingga memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan
dalam masyarakat.
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas
pendidikan, khususnya Guru Pendidikan Agama Islam, karena disamping mempunyai
peran mentransfer ilmu, guru PAI juga mempunyai peran dalam membantu proses
internalisasi moral kepada siswa. Selain itu juga harus mempunyai bekal berupa persiapan
diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan khusus
sebagai kompetensi dasar yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat

9
Burhanudin Mukhamad Faturahma “PLURALISME AGAMA DAN MODERNITAS PEMBANGUNAN”
Seminar Nasional Islam Moderat ISSN : 2622-9994 UNWAHA Jombang, 13 Juli 2018.hal. 26-28
10
Abdul Salim” Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu
Peserta Didik” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010.hal.22-23
menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta
didiknya. Jadi, guru PAI diharapkan mampu membawa peserta didiknya menjadi manusia
yang ”sempurna” baik lahiriah maupun batiniah (Yusuf:2006, 364).11

Praktik terbaik dalam Mengatasi Tantangan Integritas Pendidikan Agama Islam


1. Praktik Terbaik Dalam Mengatasi Tantangan Multikultural di Sekolah Agama Islam
Dalam pendidikan di sekolah agama islam atau dalam ajaran Islam, nilai-nilai universal
tentang kemanusiaan, persamaan hak, pengakuan keragaman budaya dan kemajemukan
dijunjung tinggi. Multicultural dalam pandangan Islam adalah sunnatullah yang akan tetap
ada dan tidak berubah. Sedangkan sunnatullah bagi penganut Islam adalah keniscayaan yang
tak mungkin bisa diingkari. Setiap insan akan menghadapi fakta kemajemukan di manapun ia
hidup dan dalam hal apapun.

Atas dasar kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam sangat menghargai
masyarakat multicultural, karena dalam Islam dengan tegas dinyatakan bahwa perbedaan
setiap individu tidak boleh dijadikan alasan untuk berpecah belah. Islam hadir di tengah-
tengah masyarakat untuk mengajarkan hidup bersama saling menghormati di antara anggota
masyarakat yang beragam. Dalam kehidupan masyarakat multicultural kehidupan menjadi
sangat dinamis karena terdapat kerja sama sekaligus kompetisi yang sehat dan terbuka dari
masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik menuju kemajuan dan kemaslahatan
bersama-sama. Dalam Alquran, kita disuguhi ayat-ayat yang menggunakan kata dasar
“adada” untuk menggambarkan suatu ragam entitas, banyak, berbilang, majemuk dan lebih
dari satu.12
Pendidikan agama Islam Multikultural adalah pendidikan yang menempatkan
multicultural sebagai salah satu visi pendidikan dengan karakter utama yang bersifat inklusif,
egaliter, demokratis, dan humanis, namun tetap kokoh pada nilai-nilai spiritual dan keyakinan
yang berdasarkan al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian, inti atau substansi dari pendidikan
Islam multicultural adalah kesediaan menerima orang atau kelompok lain secara sama
sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa, agama dan
sebagainya.

Dalam konteks inilah, ada perbedaan yang signifikan antara multiklultural dan
pluralisme. Jika pluralisme hanya atau sekedar mempresentasikan kemajemukan, aka
multicultural memberikan penegasan bahwa dengan perbedaan itu kita sama di ruang publik.
Meskipun isu sentralnya dalam pendidikan Islam Multikultural pengakuan keragaman,
namun hal itu bukan berarti kita harus menyelenggarakan pendidikan yang peserta didiknya
terdiri dari beberapa suku dan budaya, menggunakan beragam bahasa, atau mengajarkan
beragam agama, tetapi memberikan arahan dan pedoman serta kesadaran atau pengetahuan
11
St. Jumaida, La Rajab, Nur Khozin “PEMBERDAYAAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”al-iltizam,
Vol.3,No.1, Mei 2018. Hal.28-31
12
Ema Erfina”Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Kearifan Lokal: Studi Lokasi Pondok
Pesantren Babussalam Mojoagung Jombang dan Pondok Pesantren Mamba’ul Qur’an Mojokerto.
Universitas Islam Malang: Disertasi, 2017, Hlm 83-84
bahwa sebagai masyarakat yang plural kita harus sadar akan keberagaman kita dalam konteks
etnik, budaya, agama, bahasa, wilayah, dan sebagainya. 13

2. Praktik Terbaik dalam Mengatasi Tantangan Multikultural di Sekolah Perguruan Tinggi


Sekolah atau perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang mengelola dan
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik dalam usaha mencapai
tujuan yang diharapkan serta merupakan tempat yang ampuh dalam membangun kecerdasan,
sikap dan ketrampilan peserta didik dalam menghadapi realita kehidupannya. Untuk itu
secara terus menerus perlu dibangun dan dikembangkan peran sekolah agar dapat
menghasilkan generasi yang bertanggung jawab pada kemaslahatan dan kemajuan bangsa dan
negara sesuai dengan sistem pendidikan nasional Indonesia.

Peserta didik dalam mengadakan interaksi dengan seluruh warga sekolah yang memiliki
latar belakang berbeda seperti: etnik, budaya, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, jenis
kelamin, agama. Keragaman tersebut berimplikasi pada perlakuan dan kebijakan dari
multikultural yang dihadapi sekolah kepada para peserta didik dan warga sekolah lainnya.14

13
Yaqub Cikusin”Perkembangan Masyarakat Multikultural”. Malang: Unisma, 2016, Hlm 2
14
Agus Munadir”STRATEGI SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar Vol.2 Agustus 2016.hal.115-116
DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, .2016.“Sosiologi Pendidikan”.Mataram:Sanabil.


Baidhawy Zakiyuddin.”Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”.Erlangga.

Bakhtiar Nurhasana.2013. ”Pendidikan Agama Islam”.


Cikusin Yaqub.”Perkembangan Masyarakat Multikultural”. Dalam jurnal unisma.

Erfina Ema.2016. “Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Kearifan Lokal”2017.dalam jurnal


universitas islam malang disertasai
Faturahma,Burhanudin Mukhamad.2018. ”Pluralisme Agama Dan Modernitas
Pembagunan”.dalam jurnal UNWAHA jombang.

Marius,Jelamu Ardu.2006. ”Perubahan Sosial”. Dalam , jurnal penyuluhan


Vol.2,No.2.2006.

Munadir Agus.2016. ”Strategi Sekolah Dalam Pendidikan Multikultural”. Dalam Jurnal


Pendidikan Sekolah Dasar Vol.2
Rofi’I Imam.2023. ”Strategi Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Tantangan
Multikulturalisme Pada Masyarakat Muslim Di Era Globaloisasi”. Dalam Unisan
Journal Vol.02 No.01.
Salim Abdul.2010. “Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusof Berbasis
Kebutuhan Individu Peserta Didik”.dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol.16.
Setiawan Denny dan Amal,Bahrul Khoir.2016. ”Membangun Pemahaman Multikultural Dan
Multiagma”.dalam jurnal Al-Ulum Vol. 16. No. 2
St Jumaida,Dkk.2018. ”Pembedayaan Guru Pendidikan Agama Islam”. Dalam jurnal al-iltizam,
Vol.3,No.1.

Sutiah,.2015.”Pendidikan Agama Islam Di Desa Multikultural”.Sidoarjo: Nizamia Learning


center.
Syamsuddin,AB.2016.”Pengantar Sosiologi Dakwah”.Jakarta:Kencana.

Thoha,Anis Malik.Dr.2005.”Tren Prularisme agama”.Depok. Prespektif.

Wahid Abdul.”Pluralisme Agama Paradigma Dialog Untuk Resolusi Konflik Dan dakwah”
dalam Lembaga Pengkajian- Publikasi Islam & Masyarakat (LEPPIM) IAIN Mataram

Wahyudi,Hendro Setyo.sukamasari,mita Puspita.2014. ”Teknologi dan


Kehidupan Masyarakat”. Dalam jurnal Jurnal Analis Sosiologi Vol.3
No.1

Anda mungkin juga menyukai