Dita Afrianti, Syafrani, Dio Dwi J, Baiq Nina A M, Irwan Hadi, Alfiana, Imam Adwin,
Baiq Putri N A, Mulyana.
Program Studi manajemen Dakwah, Universitas Islam Negeri Mataram
E-mail 220305077.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305078.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305079.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305080.mhs.@uinmataram.ac.id,,
220305081.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305082.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305083.mhs.@uinmataram.ac.id, 220305084.mhs.@uinmataram.ac.id,
220305085.mhs.@uinmataram.ac.id.
Abstrak
Sosiologi dakwah merupakan bidang studi yang mempelajari interaksi sosial dalam
konteks dakwah, sementara pendidikan agama Islam berperan penting dalam membentuk
integritas kehidupan beragama individu di era multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tantangan yang dihadapi dalam menjaga integritas pendidikan agama Islam di
tengah keragaman budaya dan agama dalam masyarakat multikultural. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam era multikultural, pendidikan agama Islam menghadapi sejumlah
tantangan yang berdampak pada integritasnya. Tantangan-tantangan tersebut antara lain
penyebaran paham radikal, pluralitas nilai dan pandangan hidup, kesenjangan sosial-
ekonomi, perubahan perilaku masyarakat, dan masalah kebebasan beragama. Selain itu,
faktor internal seperti kurikulum pendidikan agama Islam dan kualifikasi tenaga pendidik
juga menjadi faktor yang memengaruhi integritas pendidikan agama Islam. Dalam
menghadapi tantangan ini, beberapa langkah strategis dapat diambil. Pertama, perlu adanya
peningkatan pemahaman tentang pluralitas budaya dan agama di kalangan pendidik dan
peserta didik. Kedua, lembaga pendidikan agama Islam perlu mengembangkan kurikulum
yang inklusif dan relevan dengan realitas sosial dan budaya masyarakat multikultural. Ketiga,
peran tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam mengedepankan dialog dan kerjasama
antaragama sangat penting dalam mempertahankan integritas pendidikan agama Islam.
Kata Kuci : Sosiologi dakwah, PAI, Integritas,Era Multikultural, Tantangan
PENDAHULUAN
Pendidikan agama Islam memiliki peran yang penting dalam membentuk karakter
dan nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat. Dalam era multikultural yang semakin
kompleks, pendidikan agama Islam dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji
integritasnya. Tantangan-tantangan tersebut meliputi perbedaan budaya, agama, dan ideologi
yang hadir dalam masyarakat yang semakin pluralistik.
Dalam konteks sosial dan budaya yang multikultural, dakwah sebagai upaya
penyebaran ajaran agama Islam juga menghadapi tantangan yang serupa. Pada saat yang
sama, pendidik dalam pendidikan agama Islam harus menjaga integritasnya dalam
menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan yang beragam tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara sosiologi dakwah dan
integritas pendidikan agama Islam di era multikultural. Dalam hal ini, sosiologi dakwah akan
dipahami sebagai studi tentang interaksi sosial dan dinamika pengaruh sosial dalam upaya
dakwah agama Islam.
Pada dasarnya, integritas pendidikan agama Islam di era multikultural menjadi isu
yang penting untuk dikaji. Kemampuan pendidik dalam menjaga integritasnya dalam
memberikan pendidikan agama Islam yang seimbang, inklusif, dan respektif terhadap
keragaman menjadi tantangan yang kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji
beberapa faktor yang mempengaruhi integritas pendidikan agama Islam di era multikultural.
Sosiologi Dakwah
Secara epistemologi, sosiologi dakwah dapat diartikan sebagai gabungan dari dua
kata, yaitu sosiologi dan dakwah. Sosiologi merujuk pada ilmu yang mempelajari tentang
kehidupan sosial dan tindakan manusia dalam masyarakat, sementara dakwah mengacu pada
upaya untuk mengajak orang lain menuju kebaikan. Dalam konteks ini, sosiologi dakwah
dapat dipahami sebagai ilmu yang mengkaji upaya pemecahan masalah-masalah dakwah
melalui pendekatan sosiologi. Salah satu aspek yang menjadi fokus dalam sosiologi dakwah
adalah masyarakat, karena dalam aktivitas dakwah terdapat hubungan dan interaksi sosial
antara pelaku dakwah dan mitra dakwah.
Dalam hubungan ini, penting untuk dicatat bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompok
sosial, dan proses sosial, terdapat hubungan sosial atau interaksi sosial yang merupakan hasil
dari interaksi tersebut. Masyarakat perlu mampu mengembangkan dan membentuk tingkah
laku yang mendukung dan memperkuat sistem dakwah. Dengan demikian, sosiologi dakwah
dapat dianggap sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara berbagai masalah yang
terkait dengan proses sosial. Dengan menggunakan pendekatan dan analisis sosiologis,
sosiologi dakwah berusaha memecahkan masalah-masalah yang ada dalam aktivitas dakwah1.
Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, hingga W.H.
Clark, seorang ahli Ilmu Jiwa Agama, sebagaimana dikutip Zakiah Daradjat (1985: 14)
mengatakan, bahwa tidak ada yang lebih sukar dari pada mencari kata-kata yang dapat
digunakan untuk membuat definisi agama, karena pengalaman agama adalah subyektif,
intern, individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari
orang lain. Di samping itu tampak bahwa umumnya orang lebih condong mengaku beragama,
kendatipun ia tidak menjalankannya.
1
Syamsyuddin, A B. “ Pengantar Sosiologi Dakwah”. Jakarta Kencana. Hlmn 19
Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan politik yang telah
dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah
kepercayaan terhadap sesuatu yang maha mutlak. Sementara Dewey mengatakan bahwa
agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan
pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap
kekuatan ghaib yang hebat. (Didiek Ahmad Subadi, 2012: 36)
Oxfort Student Dictionary (1978) mendefinisikan agama (religion) dengan “the belief in
the existence of supranatural ruling 3 power, the creator ad controller of the universe”, yaitu
suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan pengatur supranatural yang mencipta dan
mengendalikan alam semesta.
Agama dalam pengertiannya yang paling umum diartikan sebagai sistem orientasi dan
obyek pengabdian. (Azyumardi Azra,2003: 28). Dalam pengertian ini semua orang adalah
makhluk relegius, karena tak seorangpun dapat hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya.
Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari tingkah laku
keberagamaan manusia.
Dari pengertian di atas, sebuah agama biasanya mencakup tiga persoalan pokok, yaitu:
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang
diyakini mengatur dan mencipta alam.
2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan
supranatural tersebut sebagai konsekwensi atau pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistem nilai (hukum/norma) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya
atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut.2
Peran Sosiologi Dakwah dalam Pendidikan Agama Islam
Peran sosiologi dakwah dalam pendidikan agama Islam sangat penting dalam menjaga
integritas dan relevansi pendidikan agama Islam di era multikultural. Berikut adalah beberapa
peran sosiologi dakwah dalam pendidikan agama Islam:
2
Nurhasanah Bakhtiar, pendidikan agama islam. aswaja Pressindo, agustus 2013.hlm.3
3. Mengidentifikasi Tantangan dan Konflik: Sosiologi dakwah membantu dalam
mengidentifikasi tantangan dan konflik yang mungkin dihadapi oleh pendidikan agama
Islam dalam konteks multikultural. Ini meliputi konflik nilai, konflik generasi, perubahan
sosial, dan isu-isu kontemporer yang dapat mempengaruhi praktik dan pemahaman agama
Islam. Dengan pemahaman ini, dapat dirancang strategi untuk mengatasi tantangan ini
dan memperkuat integritas pendidikan agama Islam.
4. Mendorong Dialog dan Kolaborasi: Sosiologi dakwah mendorong dialog dan kolaborasi
antara lembaga pendidikan agama Islam dan lembaga non-agama. Ini membantu dalam
memperkuat relasi antaragama, mempromosikan pemahaman saling, dan membangun
kerjasama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan harmonis.
Kolaborasi ini juga memungkinkan pendidikan agama Islam untuk berkontribusi pada
penyelesaian masalah sosial dan pembangunan masyarakat yang lebih baik.
5. Membangun Kesadaran Sosial: Sosiologi dakwah membantu dalam membangun
kesadaran sosial di kalangan peserta didik dan praktisi pendidikan agama Islam. Ini
meliputi pemahaman tentang isu-isu sosial, keadilan, persamaan, dan tanggung jawab
sosial. Dengan pemahaman ini, pendidikan agama Islam dapat memberikan kontribusi
yang lebih efektif dalam menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan konsep dan metodologi sosiologi dakwah, pendidikan agama
Islam dapat menghadapi tantangan dan kompleksitas di era multikultural dengan lebih baik.
Peran sosiologi dakwah ini memungkinkan pendidikan agama Islam untuk tetap relevan,
berkontribusi pada pembangunan sosial, dan mempromosikan toleransi
Selain itu pluralisme juga merupakan fenomena internal agama-agama, baik yang
berkenaan dengan aspek penafsiran maupun pelembagaannya, yang keduanya saling terjalin
satu sama lain. Perbedaan penafsiran melahirkan aliran, sekte atau mazhab keagamaan, yang
pada gilirannya melahirkan tradisi- tradisi keagamaan, organisasi-organisasi keagamaan, dan
komunitas-komunitas keagamaan.3
3
Abdul wahid. “Pluralisme agama paradigma dialog untuk resolusi konflik dan dakwah”. Lembaga Pengkajian-
Publikasi Islam & Masyarakat (LEPPIM)
IAIN Mataram Hlm.41
mengatasi prasangka dan stereotip negatif, serta membangun kesadaran akan pentingnya
hidup bersama secara harmonis di tengah segala macam perbedaan.
Perubahan sosial yang didefinisikan oleh Koenig sebagai modifikasi yang terjadi
dalam pola-pola kehidupan manusia, termasuk dalam terminologi urbanisasi atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Adanya perubahan pola kehidupan kota
mempengaruhi pola kehidupan desa. Dengan kata lain dalam hubungan timbal
balik,penetrasi budaya kota-desa atau sebaliknya sebagai akibat dari kemajuan
komunikasi, transportasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi, pola kehidupan masyarakat
desa dan kota mengalami modifikasi yang sangat signifikan.
Di lain pihak, sosiolog Indonesia, Selo Soemardjan lebih melihat perubahan sosial itu
dari kaca mata perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat.
Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan itu mempengaruhi sistem sosialnya
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap,dan pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Pengertian perubahan sosial menurut Soemardjan ini tidak
berbeda jauh dengan Kingsley Davis yang mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Soekanto,1990).
Perubahan sosial yang oleh Soemardjan dan Davis lebih menekankan pada
perubahan struktur kelembagaan dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya (perubahan nilai-nilai, norma, sikap,dan tingkah laku) dan juga perubahan
sistem kemasyarakatan dari pola mekanik menjadi organiknya Emile Durkheim atau
perubahan dari Gemeinschaft menjadi Gesselschaftnya Ferdinand Tonnies adalah
4
juga gejala perubahan sosial pada perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Bahkan sampai kekehidupan keluarga, seperti radio, hp, dan yang tidak asing lagi yaitu
televisi. Televisi hampir semua kalangan kehidupan keluarga memiliki benda tersebut.
4
Jelamu Ardu Marius, perubahan sosial, jurnal penyuluhan. September2006 ,Vol.2, No.2.hlm 126.
Karena televisi selain menarik televisi juga bisa memberikan berbagai informasi,
pengetahuan, dan hiburan. Dengan televisi bisa mengetahui kehidupan berbagai Negara.
Televisi mempunyai banyak saluran/ gelombang, sehingga pemilik bisa memilih acara yang
dikehendakinya, kerena mempunyai acara-acara tersendiri setiap gelombangnya.
a. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara.
b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan
kerja yang banyak dan meningkatkan devisa suatu negara.
c. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos
kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek dari negara lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kedisplinan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan
mempertebal jati diri kita terhadap bangsa.
5
Hendro Setyo Wahyudi, Mita Puspita Sukmasari” TEGNOLOGI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT”Jurnal
Analis Sosiologi April 2014,3(1): 19-21
sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya kepedulian, karena jika tidak
kenal maka tidak sayang.
c. Tentu kemajuan teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar pada kehidupan
umat manusia dengan segala peradaban dan kebudayaannya. Terutama terhadap remaja.
Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Khususnya masyarakat dengan budaya dan adat ketimuran seperti Indonesia.
5. Konflik Identitas
Konflik identitas adalah konflik yang terjadi karena perbedaan identitas antara individu
atau kelompok. Identitas adalah ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang,
kelompok, atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain
a. Konflik identitas dapat terjadi karena perbedaan agama, etnis, ras, atau suku
b. Konflik identitas seringkali menjadi bagian dari konflik-konflik di Indonesia identitas
dapat memicu kekerasan sosial
c. Dalam konflik identitas, kesepakatan-kesepakatan yang diambil tidak pernah melibatkan
institusi-institusi formal seperti negara (pemerintah) atau institusi lainnya
d. Konflik identitas dapat terjadi di masyarakat yang majemuk dan plural seperti Indonesia
e. Isu dan doktrin nasionalisme pada konteks Indonesia hari ini tidak bisa meredam benturan
kepentingan atas nama perbedaan identita
Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya. namun,
perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk saling membedakan. Artinya
perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar kita
bisa hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk
membeda-bedakan. Pendidikan Multikultural ini memberikan pemahaman mengenai
berbagai jenis kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dari kebudayaan universal. Di
dalamnya akan dibahas kebudayaan yang teraktualisasi secara internasional, regional, dan
lokal sepanjang sejarah kemanusiaan. Kegiatan pendidikan sebagai interaksi sosio-
kultural paedagogis di Indonesia bukan hanya dilakukan oleh suku bangsa Indonesia, tapi
berbagai bangsa. Di dalam Pendidikan Multikultural ini akan diungkap pula aktivitas
Imam Rofi’i.”Strategi Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Tantangan Multikulturalisme Pada Masyarakat
6.
7
Deny Setiawan dan Bahrul Khoir Amal”Membangun Pemahaman Multikultural dan Multiagama” Al-Ulum
volume 16 Number 2 December 2016 page 348-67.
8
Dr.Anis Malik Thoha”Tren Prularisme Agama”Depok,Prespektif,2005.hlm.183
(almusawwah) yaitu sikap tidak membedakan umat manusia atas jenis kelamin, asal
etnis dan warna kulit, latar belakang, historis, ekonomi, sosial dan sebagainya. Sikap
ini Merupakan refleksi dari sikap tauhid yang dimanifestasikan dalam ukhuwah yakni
prinsip yang menekankan nilai kebersamaan yang dibingkai rasa tanggung jawab
dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.9
9
Burhanudin Mukhamad Faturahma “PLURALISME AGAMA DAN MODERNITAS PEMBANGUNAN”
Seminar Nasional Islam Moderat ISSN : 2622-9994 UNWAHA Jombang, 13 Juli 2018.hal. 26-28
10
Abdul Salim” Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu
Peserta Didik” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010.hal.22-23
menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta
didiknya. Jadi, guru PAI diharapkan mampu membawa peserta didiknya menjadi manusia
yang ”sempurna” baik lahiriah maupun batiniah (Yusuf:2006, 364).11
Atas dasar kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam sangat menghargai
masyarakat multicultural, karena dalam Islam dengan tegas dinyatakan bahwa perbedaan
setiap individu tidak boleh dijadikan alasan untuk berpecah belah. Islam hadir di tengah-
tengah masyarakat untuk mengajarkan hidup bersama saling menghormati di antara anggota
masyarakat yang beragam. Dalam kehidupan masyarakat multicultural kehidupan menjadi
sangat dinamis karena terdapat kerja sama sekaligus kompetisi yang sehat dan terbuka dari
masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik menuju kemajuan dan kemaslahatan
bersama-sama. Dalam Alquran, kita disuguhi ayat-ayat yang menggunakan kata dasar
“adada” untuk menggambarkan suatu ragam entitas, banyak, berbilang, majemuk dan lebih
dari satu.12
Pendidikan agama Islam Multikultural adalah pendidikan yang menempatkan
multicultural sebagai salah satu visi pendidikan dengan karakter utama yang bersifat inklusif,
egaliter, demokratis, dan humanis, namun tetap kokoh pada nilai-nilai spiritual dan keyakinan
yang berdasarkan al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian, inti atau substansi dari pendidikan
Islam multicultural adalah kesediaan menerima orang atau kelompok lain secara sama
sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa, agama dan
sebagainya.
Dalam konteks inilah, ada perbedaan yang signifikan antara multiklultural dan
pluralisme. Jika pluralisme hanya atau sekedar mempresentasikan kemajemukan, aka
multicultural memberikan penegasan bahwa dengan perbedaan itu kita sama di ruang publik.
Meskipun isu sentralnya dalam pendidikan Islam Multikultural pengakuan keragaman,
namun hal itu bukan berarti kita harus menyelenggarakan pendidikan yang peserta didiknya
terdiri dari beberapa suku dan budaya, menggunakan beragam bahasa, atau mengajarkan
beragam agama, tetapi memberikan arahan dan pedoman serta kesadaran atau pengetahuan
11
St. Jumaida, La Rajab, Nur Khozin “PEMBERDAYAAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”al-iltizam,
Vol.3,No.1, Mei 2018. Hal.28-31
12
Ema Erfina”Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Kearifan Lokal: Studi Lokasi Pondok
Pesantren Babussalam Mojoagung Jombang dan Pondok Pesantren Mamba’ul Qur’an Mojokerto.
Universitas Islam Malang: Disertasi, 2017, Hlm 83-84
bahwa sebagai masyarakat yang plural kita harus sadar akan keberagaman kita dalam konteks
etnik, budaya, agama, bahasa, wilayah, dan sebagainya. 13
Peserta didik dalam mengadakan interaksi dengan seluruh warga sekolah yang memiliki
latar belakang berbeda seperti: etnik, budaya, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, jenis
kelamin, agama. Keragaman tersebut berimplikasi pada perlakuan dan kebijakan dari
multikultural yang dihadapi sekolah kepada para peserta didik dan warga sekolah lainnya.14
13
Yaqub Cikusin”Perkembangan Masyarakat Multikultural”. Malang: Unisma, 2016, Hlm 2
14
Agus Munadir”STRATEGI SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar Vol.2 Agustus 2016.hal.115-116
DAFTAR PUSTAKA
Wahid Abdul.”Pluralisme Agama Paradigma Dialog Untuk Resolusi Konflik Dan dakwah”
dalam Lembaga Pengkajian- Publikasi Islam & Masyarakat (LEPPIM) IAIN Mataram