Disusun Oleh:
T. Ahmad Naufal (Nim : 2022601060015)
Ronikeusumaranda (Nim : 2022601060008)
b) Pengeluaran Pendapatan
Biaya ini merupakan pengeluaran yang hanya mempunyai
manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran
tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini
dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan
pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut,
misalnya: biaya iklan, biaya telex, dan biaya gaji.
B. PENGGOLONGAN BIAYA PRODUKSI DALAM PERSEPSI
ISLAM
Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang ibadah
secara vertical kepada Allah SWT. melainkan juga berbicara tentang semua aspek
kehidupan termasuk ekonomi di dalamnya. Ekonomi yang dibangun atas dasar-
dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah SAW. kemudian dikenal
dengan istilah Ekonomi Islam. Sehingga secara konsep dan prinsip ekonomi Islam
adalah tetap, tetapi pada prakteknya untuk hal-hal yang situasi dan kondisi
tertentu bisa saja berlaku luwes bahkan bisa mengalami perubahan.
Sistem ekonomi Islam yang bertujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat
manusia merupakan pelaksanaan ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek
sehari-hari dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi serta
pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dengan tidak menyalahi Al-Qur’an
dan Sunnah sebagai acuan aturan perundangan dalam sistem perekonomian Islam.
Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mampu memberikan kemaslahatan bagi
seluruh masyarakat karena memandang masalah ekonomi tidak dari sudut
pandang kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada
individu dan menggalakkan usaha secara perorangan, tidak pula dari sudut
pandang sosialis yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan
mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Dalam Al-Quran
Surat Al-Baqarah dijelaskan yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya (QS. Al-Baqarah: 282)”
Berdasarkan Firman Allah SWT diatas dapat dijelaskan bahwa agama islam
sangat memperhatikan aspek-aspek muamalah (transaksi-transaksi sosial) atau
perdagangan. sama seperti perhatiannya terhadap ibadah, dan mengkombinasikan
antara keduanya dalam kerangka yang seimbang Jual beli atau perdagangan
(muamalah) merupakan proses transaksi barang atau jasa antara penjual dan
pembeli. Dalam perusahaan manufaktur proses pengadaan barang disebut sebagai
proses produksi. Pembahasan mengenai produksi tidak terlepas dari biaya yang
akan dikeluarkan pada saat proses produksi tersebut. Biaya yang dikeluarkan
untuk proses produksi disebut sebagai biaya produksi. Untuk segala hal yang akan
dilakukan atau dikerjakan, salah satu hal yang dibutuhkan adalah ketelitian, begitu
juga dalam hal biaya produksi, prinsip yang sangat penting diperhatikan adalah
teliti dalam pengeluaran biaya-biaya tersebut agar tidak terjadi penyelewengan
atau pemborosan.
Salah satu tujuan usaha (dagang) adalah meraih laba yang merupakan
cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan
pengoperasiannya dalam kegiatan dagang dan moneter. Di dalam islam, laba
mempunyai pengertian khusus sebagaimana yang telah di jelaskan oleh para
ulama salaf dan khalaf. Mereka telah menetapkan dasar-dasar penghitungan laba
serta pembagiannya dikalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba
itu digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan penghitungan zakat.
Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan
manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan
menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia.
Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai
terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang
dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam.
Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada,
melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang
menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak
ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat
suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi
Tujuan produksi dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab
adalah sebagai berikut:
Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin berarti ketika
berproduksi bukan sekadar berproduksi rutin atau asal produksi
melainkan harus betul-betul memperhatikan realisasi keuntungan,
namun demikian tujuan tersebut berbeda dengan paham kapitalis
yang berusaha meraih keuntungan sebesar mungkin.
Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga Seorang Muslim
wajib melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan kecukupannya
dan kecukupan orang yang menjadi kewajiban nafkahnya.
Tidak mengandalkan orang lain sebagaimana yang diajarkan dalam
Islam tidak membenarkan/membolehkan seseorang yang mampu
bekerja untuk menengadahkan tangannya kepada orang lain .
Melindungi harta dan mengembangkannya, harta memiliki peranan
besar dalam Islam. Sebab dengan harta, dunia dan agama dapat
ditegakkan. Tanpa harta, seseorang bisa saja tidak istiqamah dalam
agamanya serta tidak tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqh
ekonomi terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi harta,
dan bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan
berbagai masalah dunia dan agama. Sebab, di dunia harta adalah
sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi agama
seseorang.
Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya
untuk dimanfaatkan Rezeki yang diciptakan Allah Swt, bukan hanya
harta yang berada ditangan seseorang saja, namun mencakup segala
sesuatu yang dititipkan oleh Allah Swt di muka bumi ini sehingga
dapat dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan
kesenangannya.
Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi produksi
merupakan sarana terpenting dalam merealisasikan kemandirian
ekonomi.
Taqarrub kepada Allah SWT Seorang produsen Muslim akan meraih
pahala dari sisi Allah Swt. disebabkan aktivitas produksinya, baik
tujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasi kemapanan,
melindungi harta dan mengembangkannya atau tujuan lain selama ia
menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai pertolongan dalam menaati
Allah SWT.
Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap
semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa:
faktur nota, bon kuitansi atau akta notaris untuk menghindari perselisihan antara
kedua belah pihak. Kemudian adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan
memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik
sehingga terhindar dari kebocoran.
Prinsip akuntansi syariah menurut Muhammad (2005) terbagi dalam dua
bagian utama, yaitu berdasarkan pengukuran dan penyingkapan dan berdasarkan
pemegang kuasa dan pelaksana. Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan
pengukuran dan penyingkapannya terdiri dari, pertama zakat, kedua bebas bunga
dan ketiga halal. Sedangkan Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pemegang
kuasa dan pelaksana yaitu:
Prinsip pertanggung jawaban (accountability), senantiasa berkaitan dengan
konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil
transaksi manusia dengan sang khalik, sebagaimana Allah berfirman
dalam surat (At Thalaaq ,Q.S 65:8) Artinya
“Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai
perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasulnya, maka kami hisab penduduk
negeri itu dengan hisab yang keras, dan kami azab mereka dengan azab
yang mengerikan” (QS. At Thalaaq:8)
Prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja
merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi
juga merupakan nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia.
Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan
prinsip keadilan. Karena dalam akuntansi kita senantiasa dihadapkan pada
masalah pengakuan dan pengukuran.
Dalam Islam harus ada kejelasan dalam setiap aktivitasnya, tidak boleh
ada unsur yang samar (gharar), maksudnya semua jual beli yang mengandung
ketidakjelasan seperti pertaruhan atau perjudian karena tidak dapat dipastikan
jumlah dan ukurannya, atau tidak mungkin diserahterimakan sehingga penetapan
biaya harus dilakukan per aktivitas. Yang menjadi perhatian dalam Akuntansi
Islami disini adalah tentang modal, apakah yang digunakan berasal dari hutang,
baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Islam tidak
melarang hutang tetapi juga tidak menganjurkannya.
Rasulullah pernah tidak mau menshalatkan seseorang karena orang
tersebut meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang. Sehingga sedapat
mungkin dihindari berhutang. Apalagi jika utang tersebut mengandung unsur riba.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba,
memberi riba, juru tulisnya dan dua saksinya, apakah itu riba nasiah maupun riba
fadhl. Beliau mengatakan: ‘Mereka itu sama’. Sehingga sebisa mungkin
menghidari hutang apalagi jika hutang itu mengandung unsur riba. Tidak boleh
menggunakan hutang yang mengandung unsur riba untuk aktivitas perusahaan.
Bagaimana jika sebagian aktivitas perusahaan terlanjur dijalankan dari hutang?,
maka dari itu harus dijelaskan secara rinci berapa jumlahnya dan digunakan
dimana serta digunakan untuk biaya apa.
Menurut ajaran agama Islam segala bentuk aktivitas manusia dalam
bermuamalah tidak boleh mengandung unsur maghrib yaitu masysir, gharar dan
riba’. Segala bentuk aktivitas yang dilakukan sebagai seorang muslim harus bisa
menghindari aktivitas yang mengandung ketidakjelasan atau gharar, penipuan atau
maysir dan menghindari transaksi yang mengandung unsur riba atau bunga.
Pengeluaran dalam konsep akuntansi syariah menyatakan bahwa tidak
semua pengeluaran dapat diakui sebagai biaya. Konsepnya adalah ada
biayakyangotidakidapat diakui dalam Islam yaituobiayauyangutidak sesuai
syariat, biaya tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Pembelian barang haram Pembelian barang haram jelas dilarang oleh
agama Islam. Pembelian barang haram adalah transaksi yang tidak sesuai
syariat Islam jadi harus di hindari karena semua aktivitas usaha dalam
Islam itu dinilai halal-haramnya, jadi bukan hanya faktor ekonomi saja
yang menjadi alasan berlangsungnya suatu kegiatan usaha.
2. Biaya suap Biaya suap (risywah) tidak diakui sebagai biaya karena
dalam Islam jelas diharamkan dan Rasulullah melaknat orang yang
menerima ataupun yang memberi suap.
3. Infaq, sedekah dan wakaf Pengeluaran yang berkaitan dengan infaq,
sedekah dan wakaf dalam Islam tidak diakui sebagai biaya tetapi diakui
sebagai investasi untuk bekal di akhirat kelak.
Dari pemaparan diatas, dapat kita pahami bahwa seluruh pengeluaran atau
dana yang keluar dari hasil usaha tidak sepenuhnya bisa dihitung sebagai biaya,
karena dalam Islam ada aturan-aturan yang harus dipenuhi, ada kewajiban yang
harus kita tunaikan dan ada batasan-batasan dalam mengelola biaya dalam usaha.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang
dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah dengan tujuan
maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia dengan memiliki empat prinsip yaitu
tauhid, keseimbangan, kehendak bebas serta tanggung jawab. Setiap produksi
memerlukan faktor input/faktor produksi untuk menghasilkan produk, dalam
ekonomi mikro konvensional tujuan produksi hanya mementingkan keuntungan
sesaat atau keuntungan yang sebesar-besarnya ataupun keuntungan duniawi
semata. Beda dengan produksi pada sisi ekonomi mikro Islam yang tidak hanya
untuk kepentingan duniawi saja tetapi menitik beratkan pada keberkahan dan
kemaslahatan orang banyak, selamat dunia dan akhirat. Karena yang kita lakukan
di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya oleh yang maha kuasa.
DAFTAR PUSTAKA
Bustami Bastian & Nurlela. 2010. Akuntansi Biaya. Yogyakarta; Graha Ilmu.
Monzer Kahf, Ph. D, Ekonomi Islam (Telah Analtik Terhadap Fungsi Ekonomi
Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995
Ni’ma Khoirunnisa dan Siti Achiria, Model Perhitungan Biaya Produksi Islami
Menggunakan Metode Variabel Costing, Volume 9 Nomor 1, Juni 2019,
hal. 9-19