Anda di halaman 1dari 5

Akreditasi Puskesmas, Apakah

Menjamin Peningkatan Mutu Pelayanan ?


Berdasar Peraturan Menteri Kesehatan No 46 tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, bahwa pembangunan
kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan
nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakatyang optimal.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
Puskesmas sebagai salah satu FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama) yang difungsikan sebagai gate-keeper dalam pelayanan
kesehatan. Puskesmas dituntut untuk memberikan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan yang paripurna, adil,
merata,berkualitas, dan memuaskan masyarakat. Untuk dapat
menghasilkan kinerja yang optimal dan berkualitas, serta dapat
memuaskan masyarakat, maka seluruh sumber daya yang ada sebagai
input dalam pelayanan harus dikelola secara baik menggunakan prinsip
– prinsip manajemen, yang dimulai sejak saat perencanaan,
penggerakan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan penilaian
untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien pada semua
kegiatan di puskesmas.
Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin sempurna
kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin baik pula mutu pelayanan
kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan bukan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan pasien/konsumen dengan biaya berapa saja,
harus selalu dihubungkan dengan penggunaan sumber daya yang
paling efisien. Kesimpulannya, mutu pelayanan kesehatan itu harus
dapat memenuhi kebutuhan pasien/konsumen, seperti yang ditentukan
profesi layanan kesehatan, dan harus pula memenuhi harapan pasien,
tetapi dengan biaya yang seefisien mungkin (Pohan, 2006). Namun
seiring dengan berjalannya waktu, masih saja ditemukan permasalahan
dalam hal kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas. Permasalahan
kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas sendiri bukan lagi menjadi
hal yang baru di Indonesia.
Salah satu cara untuk menilai mutu dan kualitas pelayanan
puskesmas dilakukan dengan akreditasi. Dengan implementasi standar
akredaitasi akan menjamin manajemen puskesmas, penyelenggaraan
program kesehatan, dan pelayanan klinis telah dilakukan secara
berkesinambungan. Akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap
Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah dinilai bahwa
Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas secara berkesinambungan. Dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara berkala minimal tiga
tahun sekali.  Tujuan diberlakukannya akreditasi puskesmas adalah
untuk membina puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer
dalam upaya untuk berkelanjutan memperbaiki sistem pelayanan dan
kinerja yang berfokus pada kebutuhan masyarakat, keselamatan, dan
manajemen risiko. Pelayanan kesehatan primer yang dimaksudkan
meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan.
Akreditasi puskesmas berkaitan erat dengan dimensi kualitas
pelayanan. Seperti yang disebutkan dalam beberapa kriteria standar
penilaian akreditasi puskesmas salah satunya yaitu pada bagian
Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) dimana disebutkan bahwa
perbaikan mutu dan kinerja Puskesmas konsisten dengan tata nilai, visi,
misi dan tujuan Puskesmas, dipahami dan dilaksanakan oleh Pimpinan
Puskemas, Penanggungjawab Upaya Puskesmas dan Pelaksana.
Melalui akreditasi, diharapkan manajemen Puskesmas dapat
menerapkan Prosedur Standar dengan baik sehingga pasien merasa
puas dengan pelayanan yang diberikan. Kualitas yang diberikan oleh
Puskesmas, akan menimbulkan persepsi pasien terhadap pelayanan
yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah
puskesmas di Indonesia adalah sebanyak 9759 puskesmas, dimana
terdiri dari 3401 puskesmas rawat inap dan 6358 puskesmas non rawat
inap yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Permasalahan yang
timbul selanjutnya adalah masih adanya masalah dalam indikator
kualitas pelayanan di puskesmas yang telah terakreditasi maupun di
puskesmas non akreditasi. Untuk wilayah DIY dari 121 puskesmas yang
ada, semuanya sudah terakreditasi dengan kategori yang beragam,
mulai dasar, madya, utama sampai dengan paripurna. 
Terakreditasinya suatu puskesmas belum bisa menjamin bahwa
puskesmas tersebut tidak memiliki masalah dalam hal kualitas
pelayanan kesehatan. Belum ada bukti nyata yang bisa menunjukkan
bahwa semua puskesmas yang terakreditasi pasti memiliki kualitas
pelayanan yang lebih baik dari puskesmas non akreditasi. Sementara
menurut PMK No.46 Tahun 2015, tujuan utama akreditasi puskesmas itu
sendiri adaah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui
perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen mutu,
dan sistem penyelenggaraan program pelayanan kesehatan, serta
penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk
mendapatkan sertifikat akreditasi. Namun dengan belum adanya bukti
nyata bahwa akreditasi puskesmas mampu menjamin semua
puskesmas yang telah trerakreditasi pasti memiliki kualitas yang lebih
baik dari pada puskesmas yang belum terakreditasi. Minimnya penelitian
yang melihat perbedaan puskesmas akreditasi dan puskesmas non
akreditasi dari segi kualitas menunjukkan bahwa akreditasi belum bisa
menjamin terhadap peningkatan mutu dan pelayanan puskesmas.
Kebijakan desentralisasi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Otonomi Daerah secara tegas menetapkan sektor
kesehatan termasuk salah satu kewenangan yang diberikan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, sehingga menjadi tugas
daerah untuk mengoptimalkan kegiatan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di bidang kesehatan termasuk menjaga mutu pelayanan
kesehatan. Dalam rangka mengningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN)
mengeluarkan peraturan Nomor 11/M.PAN/I/2004 tanggal 6 Januari
2004 yaitu tentang Pencanangan Pelayanan Publik dengan tujuan untuk
meningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat. Tugas Pelayanan
Publik memotivasi aparat pemerintah di daerah untuk :
1). Menciptakan inovasi dan kompetisi berprestasi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan melalui perbaikan sistem dan prosedur sarana
dan prasarana pelayanan yang berkesinambungan;
2). Mewujudkan mutu kualitas pelayanan yang prima, transparan,
akuntabel dengan melaksanakan perbaikan sistem dan proses
pelayanan melalui mekanisme transparan. Kebijakan desentralisasi
di bidang kesehatan harus dilaksanakan seiring dan sejalan dengan
kebijakan nasional seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional yaitu mewujudkan
visi Kementerian Kesehatan dengan mewujudkan “Masyarakat yang
mandiri untuk hidup sehat.”.  Menteri Kesehatan Republik Indonesia
menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/2016 tentang
Standar Pelayanan Minimal di bidang Kesehatan dengan tujuan
visi Kementerian Kesehatan dapat dicapai. Dengan Keputusan
tersebut Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dan
masyarakat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten
(DKK) dituntut dapat menentukan kebijakan pembangunan kesehatan di
daerah. Salah satu tugas pokoknya adalah pembinaan terhadap Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas. Menjadi kewajiban DKK
untuk membina puskesmas agar bermutu sehingga dipercaya oleh
masyarakat. Peningkatkan mutu pelayanan puskesmas dilakukan
ketentuan akreditasi.Tujuan diberlakukannya akreditasi adalah untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.(Supari, 2007). Melalui
akreditasi diharapkan manajemen Puskesmas dapat menerapkan
Prosedur Standar dengan baik sehingga pasien merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan. Kualitas yang diberikan oleh Puskesmas,
akan menimbulkan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan
kepadanya. Sering kali terdapat perbedaan antara kualitas sesuai
dengan harapan pasien dengan persepsi kualitas yang diberikan oleh
Puskesmas. Supranto (2006) mengemukakan dimensi kualitas
pelayanan terdiri dari : 1.) keandalan (reliability); 2.) daya tanggap
(responsiveness); 3.) jaminan (assurance); 4.) empati (empahty); dan 5.)
terukur (tangibel).
Apakah status akreditasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien
atau apakah status akreditasi tidak berpengaruh pada kepuasan pasien.
Atau apakah puskesmas terakreditasi memiliki mutu palayanan
kesehatan yang lebih baik dari Puskesmas yang tidak
terakreditasi. Meskipun pemerintah mengharapkan sistem akreditasi
Puskesmas dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, tetapi
belum cukup bukti-bukti yang mendukung hipotesis bahwa puskesmas
terakreditasi memang memberikan mutu pelayanan yang lebih baik dan
kepuasan pasien yang lebih tinggi dari pada puskesmas yang belum
terakreditasi. 

Anda mungkin juga menyukai