Anda di halaman 1dari 42

PEMBENTUKAN PERILAKU KEAGAMAAN PESERTA DIDIK

MELALUI METODE KETELADANAN GURU PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM DI SD INPRES KAMPUS IKIP

KOTA MAKASSAR

PROPOSAL TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister

Pendidikan (M.Pd) Program Studi Pendidikan Agama Islam

Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:

FAKHRIYAH AWALIA RUSTAM

NIM: 80200221100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai.

Pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku

manusia juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.1

Keteladanan merupakan salah satu hal yang terpenting harus dimiliki

seorang guru. Karena melalui keteladanan dapat menciptakan generasi penerus

bangsa yang mempunyai perilaku yang baik. Keteladanan merupakan panutan

yang baik di hadapan seseorang. Sedangkan dalam KBBI, keteladanan berasal

dari kata teladan yang berarti perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keteladanan adalah tindakan penanaman

akhlak dengan menghargai ucapan, sikap dan perilaku sehingga dapat ditiru

dengan orang lain. Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang

paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk

mental, spiritual, kepribadian dan perilaku seorang anak. Hal ini karena

keteladanan dalam pendidikan adalah contoh yang terbaik dalam pandangan anak

yang akan meniru tindakan-tindakannya. Disadari ataupun tidak, keteladanan akan

tercetak di dalam jiwa dan perasaan.

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, melatif, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam jalur pendidikan

formal maupun non-formal. Tugas utama itu akan efekif jika guru memiliki

derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dan kompetensi, kemahiran dan

1
Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet XV,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.10.

1
2

kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standard mutu dan norma etik

tertentu.

Keteladanan guru merupakan tindakan penanaman akhlak yang dilakukan

oleh seseorang yang memiliki profesi dengan menghargai ucapan, sikap dan

perilaku sehingga dapat ditiru orang lain ang dilakukan oleh pengajar kepada

peserta didik. Keteladanan guru adalah suatu perbuatan atau tingkah laku yang

baik, yang patut ditiru oleh peserta didik yang dilakukan oleh seorang guru di

dalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata ataupun perbuatannya yang

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik, baik di sekolah

maupun di lingkungan masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keteladanan guru itu gabungan dari kata

keteladanan dan guru. Keteladanan guru adalah hal-hal yang baik dari guru. Baik

itu perbuatan, ucapan dan tingkah laku yang patut ditiru dan dicontoh oleh peserta

didik. Keteladanan guru yang dimaksud di sini merulakan keteladanan yang baik

sehingga dapat memengaruhi dalam menyiapkan dan membentuk aspek moral,

spiritual dan sikap sosial peserta didik dari pemberian contoh yang diberikan oleh

guru.

Guru berperan aktif dalam memberikan cerminan pada siswa baik dengan

nilai-nilai ibadah maupun nilai-nilai sosial yang diwujudkan dalam kegiatan

sehari-hari di sekolah maupun dimasyarakat. Sebagai seorang yang menjadi

model atau teladan, guru harus bisa menjaga diri dengan penuh amanah, arif dan

bijaksana sehingga siswa lebih mudah dalam meneladani guru yang

berkepribadian baik

Pada pengamatan awal yang peneliti lakukan di SD Inpres Kampus IKIP,

kepribadian guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dijadikan teladan

bagi peserta didik. Peneliti melihat guru Pendidikan Agama Islam telah
3

menerapkan metode dalam membentuk perilaku keagamaan setelah pandemi

Covid-19 selama 2 tahun vakum. Peneliti tertarik mengambil judul ini karena

pada pengamatan peneliti terhadap guru PAI dalam membentuk perilaku

keagamaan setelah kondisi sekolah pada saat itu berada pada masa pandemi

Covid-19.

Sejauh ini dalam observasi awal yang peneliti lakukan di dalam kelas

masih ada peserta didik yang kurang bersungguh-sungguh dalam berdoa, kurang

memperhatikan guru dan sering terjadi saling mengganggu sehingga terjadi

kekerasan kepada teman. Diperlukan peran guru khususnya guru Pendidikan

Agama Islam dalam membina perilaku keagamaan peserta didik. Alasan peneliti

memilih sekolah ini karena peneliti ingin mengetahui pembentukan perilaku

keagamaan melalui keteladanan guru Pendidikan Islam di SD Inpres Kampus

IKIP.

B. Fokus Penelitian

No Fokus Penelitian Deskripsi Fokus

1. Pembentukan Perilaku 1. Perilaku keagamaan:

Keagamaan Peserta Didik a. Pengetahuan tentang ajaran

melalui Metode Keteladanan islam, meliputi: Mendirikan

Guru Pendidikan Agama shalat kepada anak harus

Islam di SD Inpres Kampus dilaksanakan melalui

IKIP pembiasaan dan

pendampingan. Selanjutnya

adalah tentang menyucikan diri

dengan berwudhu

b. Sikap terhadap sesama


4

makhluk ciptaan Allah,

meliputi: aling tolong

menolong, saling memberi dan

menerima, simpati dan

antipasti, rasa setia kawan,

saling berperilaku dan bertutur

kata yang baik dengan sesama

teman, guru, orangtua, dan

orang-orang yang ada disekitar

c. Keterampilan dalam beribadah,

meliputi: Mengikuti Shalat

berjamaah sebelum pulang

sekolah. Berdoa sebelum

memulai dan mengakhiri

kegiatan pembelajaran,

mengusai hafalan doa-doa

harian, dan mengusai pula

hafalan dan membaca ayat-ayat

Al Qur’an (Juz Amma)

d. Perkembangan jiwa anak

2. Metode Keteladanan Guru PAI

a. Keteladanan dalam kesabaran

b. Keteladanan dalam beribadah

c. Keteladanan dalam tawadhu

3. Faktor yang mempengaruhi

perilaku keagamaan peserta didik


5

Di SD Inpres Kampus IKIP,

diantaranya yaitu:

a. Faktor Internal merupakan

faktor yang ada dalam diri.

b. Faktor eksternal merupakan

faktor yang berasal dari luar

diri seseorang yaitu faktor

lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diuraikan rumusan masalah

sebagai berikut.

1. Bagaimana pembentukan perilaku keagamaan peserta didik di SD Inpres

Kampus IKIP kota Makassar?

2. Bagaimana metode keteladanan guru Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk perilaku keagamaan di SD Inpres Kampus IKIP Kota

Makassar?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku keagamaan

peserta didik di SD Inpres Kampus IKIP?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi teori-teori yang relavan dengan masalah penelitian.

Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan

berdasarkan literatur yang tersedia. Kajian pustaka berfungsi untuk membangun

konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian2.

2
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.57
6

1. Skripsi oleh Herlinda yang berjudul “Keteladanan Guru Pendidikan

Agama Islam dalam Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa di SMP

Negeri 1 Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa”.3 Hasil penelitiannya

menunjukkan Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri I

Bontonompo Selatan mampu memberikan keteladanan yang baik dalam

rangka membentuk akhlak siswa, baik dari segi perilaku, tutur sapa,

maupun cara berbuasana. Siswa SMP Negeri I Bontonompo Selatan

memiliki akhlak yang baik. Hal ini tampak dari kebiasaan positif siswa

dalam kehidupan sehari-hari, taat menjalankan perintah Allah, patuh

kepada orang tua, menghargai masyarakat, disiplin belajar dan

mengerjakan tugas, menghargai guru dan teman di sekolah, dan seringnya

melaksanakan ibadah shalat secara berjama’ah. Perbedaan penelitian oleh

Herlinda meneliti tentang keteladanan guru PAI terhadap akhlakul karimah

peserta didik. Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu meneliti

tentang pembentukan perilaku keagamaan melalui metode keteladanan

guru PAI.

2. Skripsi oleh Nani Selvia yang berjudul “Pengaruh Keteladanan Guru PAI

terhadap Karakter Religius Siswa di SMKN 1 Rao Selatan Kecamatan Rao

Kabupaten Pasaman”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh keteladanan guru Pendidikan Agama Islam terhadap karakter

religius siswa di SMKN 1 Rao Selatan. Koefisien determinasi

menunjukkan bahwa kontribusi keteladanan guru Pendidikan Agama Islam

terhadap karakter religius siswa sebesar 2,9% selebihnya 97,1%

dipengaruhi oleh faktor lain. Perbedaan oleh Nani Selvia membahas

tentang pengaruh sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ini

3
Herlinda, Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah Siswa di SMP Negeri 1 Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, h. 1.
7

membahas tentang pembentukan. Persamaannya sama-sama membahas

keteladanan guru PAI dan karakter/perilaku religius peserta didik.

3. Tesis oleh Miftahol Ansyori yang berjudul “Pembentukan Perilaku

Keagamaan Melalui Budaya Sekolah (Studi Multi Kasus Pada SD Plus

Nurul Hikmah Pemekasan dan MI Sirojut Tholibin 1 Pemekasan)”. 4

Terdapat persamaan dalam penelitian oleh Miftahol Ansyori dengan

penelitian ini yakni mengkaji pembentukan perilaku keagamaan di

sekolah, namun yang menjadi perbedaan adalah penelitian ini tidak

mengkaji pembentukan perilaku keagamaan melalui budaya sekolah

melainkan pembentukan perilaku keagamaan melalui metode keteladanan

Guru PAI.

4. Skripsi oleh Miftakhul Khasanah yang berjudul “Pembentukan Perilaku

Keagamaan Peserta Didik Boarding School di SMA IT Abu Bakar”. 5

Terdapat persamaan penelitian yaitu mengkaji pembentukan perilaku

keagamaan. Perbedaannya terletak pada hasil penelitian yang

mendeskripsikan perilaku keagamaan yang dikhususkan pada peserta didik

yang mengikuti program boarding school saja, sementara penelitian yang

akan dilakukan tidak memfokuskan pada peserta didik yang mengikuti

program boarding school melainkan siswa tingkat SD.

5. Skripsi oleh Muhammad Rozi yang berjudul “Pembinaan Perilaku

Keagamaan Anak di Kelurahan Sukajaya Kecamatan Sukarmi

Palembang”.6 Persamaan pada penelitian ini sama-sama mengkaji

4
Miftahol Ansyori,”Pembentukan Perilaku Keagamaan melalui Budaya Sekolah (Studi
Kasus pada SD Plus Nurul Hikmah Pemekasan dan MI Sirojut Tholibin 1 Pemekasan),
(Pascasarjana, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2018), h. xii.
5
Miftakhul Khasanah, Pembentukan Perilaku Keagamaan Peserta Didik Boarding School
di SMA IT Abu Bakar Yogyakarta, (Skripsi, PAI UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2017), h. x
6
Muhammad Rozi, Pembinaan Perilaku Keagamaan Anak di Kelurahan Sukajaya
Kelurahan Sukarami Palembang, (Skripsi, PAI UIN Raden Fatah, Palembang, 2018), h.xii.
8

pembentukan perilaku keagamaan siswa. Perbedaannya adalah mengkaji

perilaku keagamaan pada seluruh anak secara umum sedangkan penelitian

ini tidak mengkaji pada seluruh anak melainkan mengkaji perilaku

keagamaan siswa di sekolah.

6. Jurnal oleh Andi Baso Muammar Assaad yang berjudul “Pengaruh

Keteladanan Guru terhadap Akhlak Peserta Didik Kelas IX MTs

As’adiyah Puteri 1 Sengkang Kabupaten Wajo”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa terdapat Pengaruh Keteladanan Guru terhadap Akhlak

Peserta Didik Kelas IX MTs As’adiyah Puteri 1 Sengkang Kabupten

Wajo, hal ini dibuktikanberdasarkan Hasil Statistik Infrensial pengujian

hipotesis dari hasil perhitungan diperoleh thitung = 2,481> t0,05(34) = 1,6

untuk taraf signifikan 1%, karena thitung lebih besar dari ttable maka

dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dan Hasil Uji

Korelasi diperoleh nilaidari R Scuare = 153 yang artinya besar persentase

pengaruh keteladanan guru terhadap akhlak peserta didik adalah sebesar

68,9% sedangkan sisanya sebesar 31,1% dipengaruhi oleh variabel lain.

Terdapat perbedaan antara penelitian Andi Baso Muammar Assaad dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu akhlak dan perilaku religius

serta keteladanan guru dan keteladanan guru PAI. Persamaannya sama-

sama mengkaji keteladanan guru.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara Umum tujuan penelitian ini menitikberatkan pada Pembentukan

Perilaku Keagamaan melalui Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam di SD

Inpres Kampus IKIP. Adapun secara khusus yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:


9

1. Untuk mendeskripsikan pembentukan perilaku keagamaan peserta didik di

SD Inpres Kampus IKIP

2. Untuk mendeskripsikan metode keteladanan guru Pendidikan Agama Islam

dalam membentuk perilaku keagamaan peserta didik di SD Inpres Kampus

IKIP.

3. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan

keagamaan peserta didik di SD Inpres Kampus IKIP.

2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara

lain:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang agama khususnya pembentukan perilaku keagamaan

melalui keteladanan guru pendidikan agama Islam di SD Inpres Kampus IKIP,

serta dapat menambah pembendaharaan keilmuan bagi pembaca.

2. Keguunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan

ilmu pengetahuan, yang nantinya dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas

keagamaan dengan baik benar dalam membina karakter religus peserta didik.

Kemudian diharapkan dapat memberikan pengetahuan sehingga dapat dijadikan

rujukan bagi pihak sekolah.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pembentukan Perilaku Keagamaan

1. Pengertian perilaku keagamaan

Perilaku keagamaan terdiri dari dua suku kata yaitu perilaku dan

keagamaan. Kata perilaku berarti perbuatan, tindakan, dan sikap. Sedangkan

menurut Peter Salim dan Yenny Salim perilaku adalah tanggapan atau reaksi

individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Maka perilaku adalah segala

perbuatan yang terjadi akibat adanya rangsangan baik yang timbul dari dalam (diri

sendiri) maupun dari luar (lingkungan).7

Dalam Islam, pendidikan moral berjalan dengan teratur dan berkelanjutan

yaitu dimulai dari lingkungan keluarga dan sampai ke lingkungan sekolah

kemudian berlanjut pada lingkungan masarakat. Penerapan dari ajaran agama

mengenai nilai dan moral melalui pelaksanaan terhadap 5 rukun Islam. Setelah

mengakui dan beruusaha melaksanakan 5 rukun Islam selanjutnya pembelajaran

dilanju secara lebih mendalam dilakukan di rumah dan di sekolah bersama guru

pendidikan agama Islam, pembelajaran tersebut dilakukan melalui keteladanan

dan ketaatan terhadap ajaran agama Islam yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah.8

Orang tua memiliki peran utama dalam menanamkan nilai-nilai dasar

perilaku keagamaan kepada seorang anak. Penanaman dasar-dasar perilaku

keagamaan ini tentunya dilakukan dengan pembiasaan serta keteladanan. Sebab,

anak akan menuiru apa yang anak lihat dan melihat apa yang dilakukan orang

dilingkungannya.

7
Abdul Aziz, Pembentukan Perilaku Keagamaan Anak, Jurnal Pemikiran dan Ilmu
KeIslaman, 1 (Maret, 2018), h. 201.
8
Amos Neolaka dan Grace Amialia A. Neolaka, Landasan Pendidikan: Dasar Pengenalan
Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup (Jakarta: Kencana, 2017), h. 429.

10
11

Ahli pendidikan melihat adanya peran sentral orang tua sebagai pemberi

dasar jiwa keagamaan pada anak. Pengenalan ajaran-ajaran agama kepada anak

sejak usia dini akan berpengaruh dalam membetuk kesadaran dan pengalaman

agama pada diri anak.9 Latihan dan pembiasaan yang diberikan orang tua kepada

anak sejak dini akan terus membekas diingatan seorang anak dan hal itu tentu

akan berpengaruh kepada kesadaran anak unuk melakukan apa yang baik dan

buruk, yang boleh dan yang tidak boleh, apa yang ada dalam ajaran agama dan

yang tidak ada.

Untuk membentuk remaja menjadi pribadi yang dewasa, maka orang tua

harus memperhatukan siklus perkembangan individu, yang pada masa itu remaja

bisa mengalami perkembangan kea rah yang baik dan memiliki fisik yang sehatt.

Selain memperhatikan perkembangan fisik, perlu juga memperhatikan

perkembangan agama, karena beriringan dengan perkembanga fisik dan psikis

anak.10

Dalam pembentukan perilaku keagamaan, ada beberapa

pendekatan yang bisa dilakukan, seperti pendekatan pengalaman,

pendekatan pembiasaan, dan pendekatan keteladanan dengan berbagai

metode pendukungnya.

a. Pendekatan pengalaman

Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan

peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan.11

Memberikan pengalaman kepada peserta didik akan memudahkan mereka

untuk memahami dan menyerap tentang nilai-nilai keagamaan yang

9
Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi (Cet. XIX; Depok: Rajawali Pers, 2019), h.231.
10
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Cet.IV; Jakarta: Kalam Mulia, 2005),
h. 123-124.
11
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, h. 123-124.
12

diajarkan kepadanya. Dengan memberikan pengalaman keagamaan kepada

peserta didik, maka peserta didik akan memiliki pengalaman dan kesan

tersendiri mengenai nilai-nilai keagamaan yang diajarkan kepadanya, baik

pengalaman tersebut ia peroleh secara individu maupun secara

berkelompok. Ramayulis dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama

Islam mengemukakan bahwa: Adanya nilai-nilai yang diyakini, dihayati,

dirasakan, berdasarkan pengalaman, nantinya akan menimbulkan adanya

kecenderungankecenderungan, masa senang, dan masa suka terhadap

agama akhirnya tercipta tingkah laku keagamaan itu sendiri didorong oleh

suatu sikap keagamaan yang ada pada diri seseorang.12 Berdasarkan

pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa penanaman nilai-nilai

keagamaan yang dilakukan dengan pemberian pengalaman akan

memberikan kecenderungan-kecenderungan kepada diri peserta didik dan

akan tertanam lebih kuat di dalam ingatannya, sehingga mereka lebih

mudah untuk mengerti dan memahami. Adapun beberapa metode yang

dapat dilakukan oleh pendidik untuk memberikan pengalaman kepada

peserta didik yaitu dengan metode eksperimen, latihan, sosio drama dan

bermain peran, serta pemberian tugas. Namun, tidak menutup

kemungkinan bahwa untuk memberikan pengalaman keagamaan kepada

peserta didik juga bisa menggunakan metode yang lain.

b. Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan merupakan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya

otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa

dipikirkan lagi.13 Pembiasaan ialah sebuah cara yang bisa dilakukan untuk

12
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, h. 156.
13
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, h. 125.
13

melatih kebiasaan anakanak dalam berpikir, bersikap dan bertindak sesuai

dengan ajaran agama Islam.14

Dalam metode pengajaran pendidikan agama Islam, pembiasaan

merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membiasakan peserta didik

berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama

Islam.15 Kemudian, inti dari pembiasaan ini adalah berupa kegiatan

pengulangan yang akan semakin nyata manfaatnya apabila didasarkan

kepada pengalaman peserta didik.16

Contoh pembiasaan yang perlu dilakukan oleh pendidik dalam

membentuk perilaku keagamaan peserta didik dengan memberikan contoh

yang baik, selalu mengajak peserta didik untuk melakukan kebaikan-

kebaikan, misalnya dengan mengajak mereka untuk selalu mengikuti

kegiatan shalat berjamaah, membantu teman yang kesusahan, rajin

bersedekah, membiasakan mereka untuk menghormati sesamanya dan

orang yang lebih tua dari mereka.

Jika hal-hal kecil itu dibiasakan, maka bukan tidak mungkin untuk

peserta didik bisa memahami dan melakukan kebiasaan-kebiasaan itu

secara terusmenerus, meski tidak diingatkan lagi. Sebab, kegiatan yang

sudah dilakukan secara berulang akan lebih mudah untuk diingat dan

disimpan dalam memori peserta didik. Adapun untuk melatih kebiasaan-

kebiasaan tersebut, ada beberapa metode yang bisa dipertimbangkan untuk

dipilih dan digunakan oleh seorang pendidik, seperti metode latihan,

resitasi, demonstrasi, dan percobaan. Menanamkan kebiasaan yang baik

14
Halid Hanafi, dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Sleman: Penerbit Deepublish, 2019), h. 198
15
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 110.
16
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoretis-Filosofis & Aplikatif-Normatif (Cet.
II; Jakarta: Amzah, 2016), h. 143.
14

pada anak-anak merupakan hal yang sangat penting. Namun, untuk

melatih kebiasaan tersebut, dibutuhkan waktu yang panjang, latihan yang

sering, dan juga kesabaran yang ekstra agar peserta didik terbiasa untuk

melakukannya dengan baik.

2. Gambaran Perilaku Keagamaan pada anak

a. Pengetahuan anak tentang ajaran Islam

Sejak kecil anak-anak penting diberikan pemahaman untuk

mendirikan shalat. Mendirikan shalat kepada anak harus dilaksanakan

melalui pembiasaan dan pendampingan. Selanjutnya adalah tentang

menyucikan diri dengan berwudhu. Wudhu adalah salah satu ibadah yang

utama. Wudhu merupakan cara yang efektif untuk senantiasa menjada

kebersihan diri. Ilmu kedokteran modern telah membuktikan bahwa

wudhu memberikan manfaat yang besar bagi kesehatan. Bagian-bagian

tubuh yang dibasuh saat wudhu merupakan titik-titik penting untuk

peremajaan tubuh. Oleh karena itu, anakanak sangat tepat sekali untuk

dilatih cara berwudhu agar mereka terbiasa menjaga kebersihan dirinya.17

b. Sikap terhadap sesama makhluk ciptaan Allah

Secara umum, sikap sosial adalah hubungan antara manusia dengan

manusia yang lain, saling kebergantungandengan manusia lain dalam berbagai

kehidupan bermasyarakat. Sikap sosial juga merupakan interaksi di kalangan

manusia. Interaksi adalah komunikasi denagan manusia lain, hubungan yang

menimbulkan perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan antara sesama

individu, perasaan hidup bermsyarakat. Seperti saling tolong menolong, saling

memberi dan menerima, simpati dan antipasti, rasa setia kawan, saling berperilaku

17
Siti Naila Fauzia, Perilaku Keagamaan Islam Pada Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan
Usia Dini, 2 (November, 2015), h. 308-309.
15

dan bertutur kata yang baik dengan sesama teman, guru, orangtua, dan orang-

orang yang ada disekitar kita.

c. Keterampilan dalam beribadah

Perilaku keagamaan Islam pada anak tergambar pula pada keterampilan

anak dalam mengurusi kebutuhannya sendiri, mengusai hafalan doa-doa harian,

dan mengusai pula hafalan dan membaca ayat-ayat Al Qur’an (Juz Amma). Anak-

anak terampil dalam mengurusi kebutuhannya sendiri karena dilatih untuk

mandiri. Kemandirian juga merupakan pembentukan perilaku keagamaan Islam

pada anak, dengan adanya kemandirian anak dapat memiliki keterampilan untuk

terampil beribadah dalam bidang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri18

d. Perkembangan jiwa Agama

Menurut Ernest Harm perkembangan agama pada anak melalui tiga

tahapan, yaitu:

1) The Fairy Tale Stage (tahap dogeng)

Tahap ini dimulai pada anak berusia 3-6 tahun. Pada tahap ini pemahaman

anak tentang Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan 21 Ibid, 309. 19

emosi. Hal ini dikarenakan pemahaman konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat

perkembangan intelektualnya, yang mana kehidupan masa ini masih banyak

dipengaruhi oleh kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama juga masih

menggunakan konsep fantasi itu. Kehidupan pada masa ini banyak dipengaruhi

oleh kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih

menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng yang tidak masuk akal.

Contoh dari perkembangan pada tingkat dongeng ini adalah mencerikan kartun

dongeng yang bersifat mendidik ke arah yang bersifat untuk mengenal Tuhan

dengan cara menyenangkan sehingga dapat dipahami dengan mudah, seperti

18
Siti Naila Fauzia, Perilaku Keagamaan Islam Pada Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan
Usia Dini, 2 (November, 2015), h. 309.
16

menceritakan kisah dongeng “si kembar upin dan ipin dalam cerita tersebut

terdapat kisah mendidik yang dapat memperkenalkan anak mengenai Tuhan serta

bentuk agama yang diyakininya.19

2) The Realistic Stage (tahap kenyataan)

Tingkatan ini dimulai pada usis 7-12 tahun dan pada umumnya

anak pada usia ini telah pergi ke sekolah sehingga wawasan pengetahuan

baru bisa didapatkan melalui pengajaran guru maupun pengalaman

berteman. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-

konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realistis). Konsep ini timbul

melalui Lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran pada masa ini atas

dorongan emosional, hingga mereka bisa melahirkan konsep Tuhan yang

formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan

senang pada Lembaga keagamaan yang mereka lihat dan dikelola oleh

orang desawa dalam lingkungan mereka. Seperti lembaga Taman

Pendidikan Al Qur’an (TPA). Seorang anak sudah mendapatkan pelajaran-

pelajaran yang dapat merangsang intelelektualisasinya, tetapi untuk

pemahamannya masih belum sempurna atau dikatakan anak sudah dapat

mengetahui pengetahuan yang didapatkan namun belum sempurna untuk

memahaminya.20

3) The Individual Stage (tahap individu)

Anak pada tingkat ini memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi

sejalan dengan perkembangan mereka. Ada beberapa alas an mengenalkan

nilai-nilai agama kepada anak. Yaitu anak mulai punya minat, semua
19
Surawan dan Mazrur, Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan
Agama Manusia (Yogyakarta: K-Media, 2020), h. 28-29.
20
Surawan dan Mazrur, Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan
Agama Manusia (Yogyakarta: K-Media, 2020), h. 29-30.
17

perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah positif diri,

sebagai individu, makhluk social dan hamba Allah. Untuk

mengembangkan pengembangan keagamaan pada anak banyak cara yang

dilakukan salah satunya peran seorang guru untuk mengasah kecerdasan

spiritual anak adalah sebagai berikut memberi contoh (teladan) anak

dengan sifat suka meniru dalam hal yang baik. Seperti anak dicontohkan

untuk bertutur kata yang baik dan sopan santun kepada siapapun, anak

diajak untuk berwudhu dahulu sebelum melaksanakan shalat, anak diajak

untuk membaca Al Qur’an, dan anak diajak untuk membantu teman yang

membutuhkan pertolongan.21

B. Metode Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam

1. Metode Keteladanan

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia “keteladanan” adalah kata

dasar dari “teladan” artinya perbuatan yang pantas menjadi contoh atau

ditiru.22 Secara etimologi setiap kata bahasa arab yang terbentuk dari

ketiga huruf tersebut memiliki persamaan yaitu perbaikan. Ibn Zakaria

mendefinisikan bahwa “uswah” berarti “qudwah” artinya ikutan,

mengikuti dan yang diikitu. Dengan demikian keteladanan adalah

perbuatan atau hal yang dapat dicontoh oleh seseorang dari orang lain.23

Secara bahasa, metode berasal dari kata “method” yang berarti cara

yang digunakan untuk memudahkan dalam melaksanakan kegiatan guna

mencapai tujuan.24 Sedangkan keteladanan secara bahasa berasal dari kata


21
Surawan dan Mazrur, Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan
Agama Manusia (Yogyakarta: K-Media, 2020), h. 30.
22
Imam Taufik, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Ganeca Exact, 2010), h. 1039.
23
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Jakarta Pers,
2002), h. 117
24
Taklimudin dan Febri Saputra, Metode Keteladanan Pendidikan Islam dalam Perspektif
Al Qur’an, Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, 1 (2018), 10
18

“teladan” yang berarti sesuatu yang baik untuk ditiru atau dicontoh.

Sedangkan dalam bahasa Arab teladan disebut dengan uswatun hasanah.

Kalimat uswatun hasanah terdiri dari dua kata yaitu uswatun dan hasanah.

Mahmud Yunus mendefinisikan bahwa kata “uswatun” sama dengan

qudwah yang berarti ikatan. Sedangkan kata hasanah berarti perbuatan

yang baik. Dengan demikian uswatun hasanah adakah suatu perbuatan

baik seseorang yang ditiru atau dicontoh oleh orang lain.25

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang

paling meyakinkan dalam keberhasilan mempersiapkan dan membentuk

anak meliputi moral, spiritual dan sosial. Dalam hal ini pendidikan adalah

contoh yang terbaik dalam pandangan anak, karena segala tindakan, sopan

santunnya, cara berpakaian dan tutur katanya akan selalu diperhatikan oleh

peserta didiknya Keteladanan adalah sesuatu hal yang patut dicontoh

karena kebaikannya. Apabila seorang pendidik mendasarkan pada

keteladanan, maka sudah menjadi kewajiban bahwa ia harus memberikan

teladan pada para peserta didiknya dengan berusaha mencontoh dan

meneladani Rasulullah Muhammad saw. Sebagai teladan, tentunya pribadi

yang dilakukan pendidik akan mendapatkan perhatian penuh oleh peserta

didik dan orang disekitarnya. Peserta didik cenderung akan meneladani

pendidiknya, karena pada dasarnya secara psikologis anak memang senang

meniru, tidak saja yang baik akan tetapi yang jelekpun bisa ditiru.

Kecenderungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan,

menyebabkan keteladanan menjadi sangat penting apalagi dalam proses

belajar mengajar.

Metode keteladanan adalah memberikan teladan atau contoh yang

25
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), h. 93.
19

baik kepada siswa atau peserta didik didalam kehidupan sehari-hari.

Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan

tujuan dari pendidikan. Siswa cenderung meneladani gurunya, ini

hendaknya dilakukan oleh semua ahli pendidikan, dasarnya karena secara

psikologis pelajar memang senang meniru, tidak saja yang baik, tetapi

yang tidak baikpun juga ditiru26

a. Landasan Teologi Keteladanan

Islam menjadikan pribadi Rasul sebagai teladan yang terus

menerus bagi seluruh pendidik bagi generasi, tercantum dalam firman

Allah Q.S. Al-Ahzab (33): 21.

‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُوْ ِل هللاِ َأس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اَأْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬

Terjemahannya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.27
Dari ayat di atas memberikan penjelasan kepada kita bahwa

Rasulullah saw adalah panutan, contoh dari semua hal, perkataan,

perbuatan dan perilakunya Untuk itu Allah swt memerintahkan manusia

untuk meneladani Nabi Muhammad saw dalam kesabaran, keteguhan,

kepahlawanan, perjuangan dan kesabarannya dalam menanti pertolongan

Allah swt.28

Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber

dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia.

26
Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 2011), h. 135
27
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Cordoba Internasional,
2018), h. 418.
28
Abdullah Bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I,
2010), h. 40.
20

Peniruan berawal dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa

bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain

(empati), sehingga dalam peniruan ini peserta didik cenderung meniru

guru.

b. Landasan Yuridis Keteladanan

Dalam pasal 39 ayat 2 Pendidik merupakan tenaga proffesional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajara,

menilai hasil pembelajaran, membimbing, dan melatih, serta melakukan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik.

Penanaman nilai-nilai karakter religius pada siswa juga merupakan

salah satu bentuk perwujudan dari sila pertama Pancasila yang di

dalamnya terkandung makna bahwa moralitas dan spritualitas keagamaan

berperan penting sebagai landasan utama bagi keutuhan dan

keberlangsungan suatu negara. Latif memaparkan bahwasanya ketuhanan

dalam kerangka Pancasila mencerminkan komitmen etis bangsa Indonesia

untuk menyelenggarakan kehidupan publik-politik yang berdasarkan nilai-


nilai moralitas dan budi pekerti yang luhur.29

c. Landasan Psikologis Keteladanan

Sesungguhnya peserta didik itu seperti kaca cermin yang

memantulkan semua perilaku pendidik. Apabila pendidik memperlihatkan

semangat kegembiraan, dan keterbukaan hidup, tentu siswa akan

meresponnya dengan hal yang sama. Sebaliknya, kalau pendidik

memperlihatkan sikap sedih, murung, tegang, tentu hal itu juga yang

didapatkan pada siswa. Demikian pula dengan pendidik yang mengalami

29
Marzuki dan Pratiwi Istifany Haq, Penanaman Nilai-Nilai Karakter Religius Dan
Karakter Kebangsaan Di Madrasah Tsanawiyah, Jurnal Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VIII, Nomor 1, April 2018
21

kekacauan jiwa dan tidak stabil emosinya, maka ia hanya melahirkan

peserta didik yang tidak jauh berbeda. Seorang pendidik yang memiliki

sifat kasar dan keras, akan mendorong para peserta didiknya menjadi anak

yang takut, minder dan pemarah. Dan sifat itulah yang akan mereka bawa

pada pergaulan dengan sesama di lingkungan sekolah dan pada pergaulan

dengan orang lain di lingkungan masyarakat luas.30

Dengan demikian peran seorang pendidik itu pentik dan harus

menjadi teladan yang baik dan mendidik sesuai dengan norma-norma agar

peserta didik dapat meneladani dan menerapkannya di dalam kehidupan

sehari-hari.

a. Guru sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas

kelancaran perjalanan itu.31 Maksud dari perjalanan di sini, tidak hanya

menyangkut fisik tetapi, juga perjalanan mental, emosional, moral dan

spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Jadi, guru sebagai seorang

pembimbing yang baik, guru harus bisa mengarahkan peserta didik kearah

yang baik dan tidak membiarkan peserta didik melakukan perbuatan yang

tidak baik.

b. Guru sebagai Penasehat

Disini guru adalah sebagai penasehat bagi peserta didiknya, baik bagi

mereka yang bermasalah ataupun bagi mereka yang tidak mempunyai

masalah. Karena guru di sini berfungsi sebagai penasehat yang baik dalam

30
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), h. 206
31
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, cet. 08, 2009), h. 40-41
22

mengarahkan tingkah laku anak didik dalam kehidupan sehari-hari.32

c. Guru sebagai teladan

Guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata

anak didik sehingga anak senang untuk mencontoh tingkah lakunya. Dia

harus berjiwa halus, sopan serta berjiwa tasammuh (luas dada) murah hati

dan terpuji.33

Adapun jenis-jenis metode keteladanan perspektif Al Qur’an, yang

didalam Al Qur’an disebut dengan uswatun khasanah. Yang mempunyai

arti mencontoh, meniru dan mengikuti perilaku Rasulullah dan para

sahabatnya. Diantaranya yaitu:

a. Keteladanan dalam kesabaran. Bahwa keutamaan sabar merupakan keutamaan

akhlak yang akan dapat mengangkat derajat seseorang disisi Allah.

b. Keteladanan dalam beribadah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an

Surat Luqman ayat 17, yang berbunyi:

‫ك اِ َّن ٰذلِكَ ِم ْن ع َْز ِم‬ †ِ ْ‫ي اَقِ ِم الص َّٰلوةَ َوْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعرُو‬
َ َ‫ف َوا ْنهَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َواصْ بِرْ ع َٰلى َمٓا ا‬
َ ۗ َ‫صاب‬ َّ َ‫ٰيبُن‬
‫ااْل ُ ُموْ ِ†ر‬
Terjemahannya:
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang
makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara
yang penting. (QS. Luqman : 17).
c. Keteladanan dalam tawadhu. Bahwa bersikap rendah hati pada orang lain

adalah memiliki rasa hormat kepada orang lain dengan ikhlas. Seperti halnya

memberlakukan orang lain dengan rasa hormat, menghargai pembicaraan

orang lain, menjaga perasaan orang lain, tidak merendahkan martabat orang

32
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2012), h. 129
33
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 5, 2010), h.
94
23

lain dihadapan banyak orang dan bisa menempatkan dengan baik perilakunya

pada setiap orang. Sebagaimana yang Rasulullah pratikkan dalam kehidupan

seharihari semasa Rasulullah masih hidup. Rasulullah tidak memiliki sifat

pemarah kepada orang-orang yang menghina, namun beliau tetap

menghormatinya dan tidak marah. Tidak lupa memberi salam dahulu pada saat

bertemu dengan para sahabat. Akhlak yang ada pada diri Rasulullah tersebut

merupakan suri tauladan bagi umat muslim.34

Salah satu contoh nyatanya seorang guru dapat mengajarkan sikap tawadhu

pada diri anak didik, seperti guru mengajarkan anak untuk selalu mengucapkan

salam ketika bertemu dengan siapapun, mengajarkan anak untuk bersalaman

kepada orang yang lebih tua baik itu orangtua maupun guru. Namun sebelum

seorang guru mengajarkan pada anak didiknya, alangkah baiknya guru lebih

dahulu mengerjakannya. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa

mempengaruhi anak didiknya untuk meniru hal-hal yang baik pada diri seorang

guru, baik itu dari perkataan, perbuatan, tingkah lakunya.

Adapun kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan metode

keteladanan, sebagai berikut:

a. Kelebihan metode keteladanan

1) Akan memudahkan peserta didik dalam menerapkan ilmu yang

dipelajarinya di sekolah

2) Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya

3) Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik

maka akan tercipta situasi yang baik

4) Tercipta hubungan harmonis antara guru dan murid

5) Secara tidak langsung guru menerapkan ilmu yang di ajarkannya

34
Taklimudin dan Febri Saputra, Metode Keteladanan Pendidikan Islam dalam Perspektif
Al Qur’an, Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, 1 (2018), h. 16
24

6) Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh

siswanya

b. Kekurangan metode keteladanan

1) Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk

mengikuti yang tidak baik

2) Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.35

2. Guru Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Guru adalah sosok yang menjadi teladan, baik dari segi

pengetahuan maupun kepribadian bagi peserta didiknya. Oleh karena itu,

seorang guru harus berhati-hati dalam bertutur kata dan bertingkah laku.

Tutur kata dan tingkah laku yang tidak tepat pada tempatnya akan

berakibat buruk pada tumbuh kembang peserta didik. Karena mereka dapat

meniru tutur kata dan tingkah laku guru tanpa memperhitungkan benar

atau salah.36

Guru dikenal dengan al-mu’alim dalam bahasa Arab, yang bertugas

memberikan ilmu. Namun, pada dinamika selanjutnya definisi guru

berkembang secara luas. Guru disebut pendidik profesional karena guru itu

telah menjadi peran pengganti orang tua di sekolah untuk mendidik anak.37

Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan peserta

didik, untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha

membimbing dan menerima peserta didik agar dimasa mendatang menjadi

35
Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: CIputat Pers,
2002), h.123.
36
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya Secara Terpadu
Dilingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi & Masyarakat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2014), h. 134
37
Jamil suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi Dan
Kompetensi Guru (Yogyakarta: Ar – ruzz Media, 2014), h. 23
25

orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.38

Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka

yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh dari

bangku sekolah perguruan tinggi, melainkan yang terpenting adalah

mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat

menjadikan orang lain pandai dalam aspek kognitif afektif dan

psikomotorik. Aspek kognitif menjadikan peserta didik cerdas

intelektualnya, aspek afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan

perilaku yang sopan, dan aspek psikomotorik menjadikan siswa terampil

dalam melaksanakan aktivitas secara efektif dan efisien, serta tepat guna.39

Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas bahwa guru sebagai

yang ditiru dan digugu. Pendidik adalah salah satu yang dapat memberikan

respon positif bagi peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru/pendidik adalah orang memiliki tugas untuk mendidik dan

membimbing peserta didik dengan ilmu yang baik. Guru selain sebagai

pendidik dan pembimbing juga memiliki tanggung jawab atas

perkembangan peserta didik. Oleh karena itu sebagai guru disamping

mengajarkan ilmu akademik guru juga mencontohkan teladan yang baik

agar dapat menjadi panutan dan .dapat membantu membangun

pembentukan karakter bagi peserta didik.

b. Kriteria-kriteria Keteladanan Guru

Metode keteladanan sebagai metode yang digunakan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan melalui pemberian contoh keteladanan yang baik dan

patut untuk ditiru untuk anak didik supaya mereka dapat berkembang baik

38
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Rajawali Pers: 2014)
h. 12
39
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator (Semarang: Rasail Media Group, 2007), h.3
26

fisik, mental, dan memiliki perilaku dan akhlak yang baik sesuai dengan

ajaran Islam. Keteladanan tidak bisa lepas dalam dunia pendidikan, karena

memberikan kontribusi yang sangat besar baik itu dalam pendidikan

ibadah, agama, akhlak, dan lain-lain. Sungguh tercela bagi seorang guru

mengajarkan hal kebaikan kepada anak didiknya, sedangkan dia sendiri

tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah ini beberapa

kriteriakriteria keteladanan guru antara lain:

1) Bersikap adil terhadap semua anak didik

Seorang guru harus mampu memperlakukan anak didik tanpa

membedakan satu sama lain, karena anak didik dapat mengetahui dengan

cepat terhadap perlakuan yang tidak adil. Dengan begitu seorang guru

harus terbiasa untuk memperhatikan semua anak didiknya, tidak boleh ada

rasa pilih kasih, seperti guru lebih memberikan perhatian kepada anak

yang lebih pandai. Hal demikian merupakan sikap yang tidak adil terhadap

anak didik lainnya. Sikap guru tersebut dapat menimbulkan kecemburuan

dan kesedihan antar anak didik.

2) Bersikap sabar

Sikap sabar penting untuk selalu ditamankan pada diri seorang

guru, karena profesi guru dalam mendidik anak tidak dapat ditunjukan dan

tidak dapat dilihat hasilnya secara langsung di dalam memberikan uswah.

Akan tetapi hasil guru dalam memberikan didikan dapat dilihat di

kemudian. Seorang guru juga harus sabar dalam menghadapi watak yang

berbedabeda dari setiap anak didiknya, maka tentu saja setiap anak pasti

mempunyai kemauan yang berbeda pula. Oleh karena itu, sikap sabar

sangat penting dan harus selalu ditanamkan pada diri seorang guru dalam

mendidik, mengajar dan membimbing anak.


27

3) Bersifat kasih sayang

Sebagai seorang guru sifat terpenting yang harus dimiliki oleh guru

adalah kasih sayang terhadap anak didiknya. Ketika anak didik merasa

diperlakukan dengan kasih sayang oleh gurunya, maka mereka akan

merasa tenang, percaya diri dan tenteram bersanding dengan gurunya.

Untuk itu seorang guru harus menghindarikan diri dari menggunakan

kekerasan, kekejaman dalam memperhalus tingkah laku anak didik.

4) Sikap berwibawa

Sebagai seorang guru harus memiliki sikap kewibawaan,

maksudnya adalah apa yang dituturkan oleg guru baik itu berupa perintah,

larangan maupun nasihat yang diberikan kepada anak didik dilaksanakan

dan dipatuhi, dengan begitu semua anak didik memiliki rasa hormat dan

segan kepada guru. Sikap kewibawaan yang dimiliki guru bukan semata-

mata untuk ditakuti oleh anak didik namun untuk menjaga kehormatan

seorang guru.

5) Menjauhkan diri dari perbuatan tercela

Hal yang sangat penting untuk dijaga oleh seorang guru adalah

perilaku dan perbuatannya, mengingat bahwa guru adalah orang yang

digugu dan ditiru, maksudnya guru itu sebagai panutan dan teladan bagi

anak didiknya, maka seorang guru harus senantiasa menjadi teladan yang

baik.

6) Memiliki pengetahuan dan keterampilan

Sebagai seorang guru harus membekali diri dengan berbagai ilmu

pengetahuan disertai keterampilan keguruan. Pengetahuan, sikap,

keterampilan keguruan dan penguasaan ilmu pengetahuan yang akan

diberikan kepada anak didik, sehingga mampu membawa perubahan pada


28

perilaku anak didik.

7) Mendidik dan membimbing

Sebagai seorang guru tidak hanya menjadi pendidik namun

sekaligus pembimbing. Sebagai seorang pendidik guru harus berlaku

membimbing, maksudnya menuntun sesuai dengan ajaran yang baik dan

mengarahkan perkembangan anak didik, termasuk dalam memecahkan

permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh anak didik.40

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Keagamaan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia.

Di antara lingkungan tersebut terdapat pengaruh besar bagi perkembangan

peserta didik, yaitu lingkungan keluarga (orang tua), lingkungan

masyarakat, lingkungan sekolah sebagai tempat mereka belajar.

Lingkungan juga mempunyai pengaruh besar terhadap kepercayaan anak

terhadap agama.

Menurut Bambang Syamsul Arifin dalam bukunya menyebutkan

faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku keagamaan

seseorang meliputi.

1. Faktor Intern

Faktor dalam diri seseorang yang berpengaruh dalam pembentukan

perilaku keagamaan antara lain:

a) Faktor hereditas

Jiwa keagamaan yang dimiliki seseorang bukan secara langsung

merupakan sifat bawaan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari

berbagai unsur kejiwaan lainnya yang meliputi kognitif, afektif, dan

konatif.

40
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), h. 95-97.
29

b) Tingkat usia

Hubungan antara tingkatan usia dengan perkembangan jiwa

keagamaan seseorang tidak dapat dipungkiri begitu saja. Berbagai

penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan antara usia

dengan keagamaan seseorang. Hal ini dapat dilihat jelas melalui adanya

bermacam-macam cara pembagian umur pertumbuhan keagamaan

seseorang berdasarkan tingkat usianya yang dibuat oleh para ahli jiwa di

dalam buku psikologi agama.

c) Kepribadian

Kepribadian bisa menunjukkan identitas seseorang dengan sedikit

banyaknya menampilkan ciri khas dari individu lain ketika adanya

interaksi. Dengan adanya perbedaan kepribadian antara individu lain

dengan individu lainnya dinilai memiliki pengaruh perkembangan aspek-

aspek kejiwaan dalam membentuk keagamaan seseorang.

d) Kondisi kejiwaan

Berbagai pendekatan psikologi kepribadian mengatakan

bahwasanya kondisi kejiwaan seseorang mempunyai kaitan yang erat

dengan kepribadian.

2. Faktor ekstern

a) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi seorang anak.

Kehidupan keluarga juga menjadi fase awal dari proses pembentukan jiwa

keagamaannya, karena keluarga dinilai sebagai faktor yang paling

dominan dalam meletakkan dasar perkembangan jiwa keagamaan.

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak

dalam pandangan islam telah disadari sejak lama. Oleh karena itu kedua
30

orangtua mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan anak.

b) Lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan tempat yang paling sering menjadi tempat

untuk bersosialisasi oleh seorang anak setelah keluarga dan lingkungan

sekolah. Bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi atau

menyesuaikan sikap dan tingkah laku seseorang. Dengan demikian, tidak

dapat dipungkiri pula bahwa lingkungan masyarakat terkadang memiliki

pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa keagamaan serta perilaku

keagamaan seseorang.
BAB III

METODOLOGI PENELTIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif

kualitatif. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus (lapangan)

penelitian studi kasus lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan secara

terperinci dan mendalam, terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala

tertentu.41

2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah di tingkatan

Sekolah Dasar (SD). Penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres Kampus IKIP Kota

Makassar guna memperoleh data atau informasi. Peneliti mengambil lokasi

tersebut karena penulis menemukan beberapa subjek penelitian yang sesuai

dengan karakteristik atau fokus dari penelitian yang ingin diteliti.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan berarti cara pandang atau paradigma dalam suatu ilmu yang

digunakan dalam memahami sesuatu.42 Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan fenomenologis, yaitu studi tentang pengetahuan yang berasal

dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau peristiwa dengan

mengalaminya secara sadar.43 Fenomenologi bermakna metode pemikiran

untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan

41
Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif, untuk Psikologi dan Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 167
42
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet, IX; Jakarta: Rajagfindo Persada, 2004), h. 28
43
Stephen W Littlejohn, Theoriesof Human Communication, 7th ed. (USA:Thomson
Learning Academic Resource Center, 2002), h. 184

30
31

pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis,

tidak berdasarkan apriori/prasangka dan tidak dogmatis. Penelitian

fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialamidalam kesadaran individu,

yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas, menggambarkan

hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek yang

menjadi perhatianpada proses itu.

2. Pendekatan pedagogis

Pedagodis adalah praktek cara seseorang mengajar dan ilmu pengetahuan

mengenai prinsip dan metode-metode membimbing dan mengawasi

pelajaran dan dengan satu perkataan yang disebut juga pendidikan. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pedagogis karena salah

satu tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan metode keteladanan guru

Pendidikan Agama Islam dalam membentuk perilaku keagamaan peserta

didik di SD Inpres Kampus IKIP.

3. Pendekatan psikologis

Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang bertujuan untuk

melihat keadaan jiwa pribadi-pribadi yang beragama. Dalam pendekatan

ini, yang menarik bagi peneliti adalah keadaan jiwa manusia dalam

hubungannya dengan agama.

C. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana asal data penelitian itu diperoleh.

Misalnya apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan baik tertulis maupun lisan. Sumber data

dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data yaitu data primer dan
32

data sekunder.44

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yang erat

kaitannya dengan masalah yang akan diteliti yaitu pendidik dan peserta

didik yang berkaitan dengan keteladanan pendidik dalam membentuk

perilaku keagamaan peserta didik di SD Inpres Kampus IKIP.

2. Data sekunder adalah sumber data yang tidak secara langsung dari

responden melainkan melalui penelusuran berupa data peserta didik,

dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berhubungan dengan

penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk

mengungkapkan atau menjaring informasi kuantitatif dari responden sesuai

lingkup penelian. Dalam hal ini menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pendataan secara sistematik terhadap

gejala yang tampak pada objek penelitian.45 Objek yang diteliti yaitu pendidik dan
peserta didik.

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk menggali

data secara lisan. Hal ini harus dilakukan secara mendalam agar mendapatkan data

yang valid dan detail.46 Peneliti melakukan wawancara langsung kepada pendidik

dan peserta didik.

3. Dokumentasi

44
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: PT. Pustaka baru), h. 32
45
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, h. 31
46
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, h. 33
33

Peneliti mengumpulkan data-data yang telah ada seperti dokumen-

dokumen serta dokumentasi berupa foto pada saat penelitian berlangsung.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti itu sendirilah yang menjadi instrumen

utamanya yang kemudian akan ada pengembangan dari instrumen penelitiannya

setelah fokus penelitian sudah jelas. Hal ini diharapkan agar dapat melengkapi

data, dan data yang diperoleh saat observasi memiliki pembanding.47

Adapun instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah pedoman

observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.

1. Pedoman observasi, yaitu berupa lembaran berisi petunjuk dan gambaran

mengenai pembentukan perilaku keagamaan peserta didik melalui

keteladanan guru pendidikan agama Islam.

2. Pedoman wawancara, yaitu berupa lembaran berisi pedoman pertanyaan

seputar pembentukan perilaku keagamaan peserta didik melalui

keteladanan guru pendidikan agama Islam.

3. Dokumentasi, yaitu berupa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data


berupa gambar atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian

ini.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan model analisis

Miles dan Huberman:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan dengan memilih data

yang utama, fokus pada data-data yang penting, kemudian mencari tema dan

polanya.48 Menurut Miles dan Huberman, reduksi kata merupakan bentuk analisis
47
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. III (Bandung: Alfabeta, 2020), h. 103.
48
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 134
34

yang fokus untuk menajamkan, menggolongkan, memberi arahan, membuang

yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sampai bisa ditarik kesimpulan dan

diverifikasi. 49

Mereduksi data berarti peneliti memilah data yang ditemukan ketika

berada di lapangan untuk mendapatkan data yang benar-benar dibutuhkan dan

dapat dijadikan sebagai data temuan yang akan peneliti sajikan untuk dianalisis

sebelum menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi. Sehingga, pada proses ini

peneliti memilah data yang peneliti dapatkan saat mengumpulkan data di lokasi

penelitian, kemudian mengambil poin-poin penting yang sesuai dengan penelitian

untuk menarik kesimpulan.

2. Penyajian Data

Setelah data yang ditemukan pada reduksi data, selanjutnya peneliti harus

menyajikan data tersebut. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel,

grafik, diagram, dan sejenisnya. Diharapkan dengan menyajikan data, maka

peneliti akan memperoleh data yang tersturktur, terorganisasi, dan berpola,

sehingga hal tersebut memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan dan

memberikan tindakan berikutnya terhadap hasil temuan.50

Dalam hal ini, peneliti menyajikan data ke dalam bentuk yang mudah

dipahami seperti membuat catatan mengenai poin-poin utama dari data yang

diperoleh sehingga peneliti lebih mudah untuk memberikan tindakan lanjutan

sebelum menarik kesimpulan.

3. Penarikan Kesimpulan

Pada proses penelitian di lapangan, terkadang kesimpulan dibuat oleh

49
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Sukabumi: Jejak
Publisher, 2018), h. 103.
50
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 137
35

peneliti berdasarkan penemuan literatur dan terkadang juga berdasarkan dari data

hasil pengamatan di lapangan, wawancara dengan narasumber, dan pengamatan

terhadap dokumen-dokumen yang ditemukan.51 Kesimpulan pada penelitian

kualitatif memungkinkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat

sejak awal, namun bisa juga tidak menjawab karena masalah yang ada pada

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang jika peneliti

telah berada di lapangan.52 Menarik kesimpulan adalah langkah akhir dan paling

penting dalam menganalisis data kualitatif.

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan data yang didapatkan

saat melakukan pengamatan di lapangan. Selain itu, peneliti dapat menarik

kesimpulan dari jawaban mengenai rumusan masalah yang telah ditentukan

sebelumnya. Meskipun hasil bacaan dan jawaban dari rumusan masalah tersebut

dapat berubah seiring dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti saat

berada di lapangan. Sehingga kesimpulan yang diambil oleh peneliti harus diuji

kebenarannya agar hasil yang didapatkan bisa sesuai dengan kondisi sebenarnya

yang ada di lapangan


G. Teknik Keabsahan Data

Adapun langkah untuk menguji keabsahan data yang peneliti peroleh

selama melaksanakan penelitian di SD Inpres Kampus IKIP adalah dengan

ketekunan pengamatan, perpanjangan pengamatan, dan triangulasi.

1. Ketekunan Pengamatan

Dalam hal ini, peneliti harus melakukan penelitian secara tekun dan

terusmenerus, berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat menemukan

data secara lebih rinci dan akurat.53 Meningkatkan ketekunan juga dapat

51
Mayang Sari Lubis, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 45.
52
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 142
53
Mayang Sari Lubis, Metodologi Penelitian, h. 45-46.
36

membantu peneliti untuk melakukan pengecekan ulang terhadap data temuan

sebelumnya. Adapun bekal yang harus dimiliki seorang peneliti dalam

meningkatkan ketekunannya adalah dengan memperbanyak membaca buku

referensi dan hasil penelitian terkait apa yang sedang ia teliti. Hal ini guna untuk

meningkatkan wawasan peneliti, sehingga ia dapat memeriksa dan menentukan,

apakah data yang ia peroleh itu benar dan dapat dipercaya atau tidak.54

Peneliti melakukan pencarian referensi yang berkaitan dengan penelitian

ini sehingga peneliti dalam melakukan penelitian dapat mengetahui mengenai

yang akan diteliti di lapangan. Kemudian, pengamatan yang dilakukan secara

terus-menerus dapat membantu peneliti untuk menemukan data secara lebih rinci

dan akurat, sehingga dapat digunakan sebagai penentu bahwa data yang

didapatkan itu benar karena penelitian ini berkaitan dengan perilaku, peneliti tidak

berpatokan pada hasil penelitian awal yang bisa saja perilaku peserta didik

berubah-ubah seiring dengan keberadaan peneliti di lapangan. Selain itu, peneliti

juga bisa menemukan ide-ide baru yang dapat digunakan untuk menemukan solusi

dari permasalahan yang ditemukan selama masa penelitian.


2. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan di lapangan dapat membantu peneliti untuk

memperoleh informasi secara lengkap dan lebih mendalam. Perpanjangan

pengamatan ini juga berguna untuk peneliti melakukan pengecekan kembali

terhadap data yang didapatkan dari sumber sebelumnya, apakah data tersebut

memang benar adanya, ataukah ada data yang dirahasiakan kepada peneliti.

Sehingga, apabila terjadi perbedaan dari data yang lama dengan yang baru,

peneliti dapat melakukan pengamatan secara lebih mendalam dan lebih luas, agar

data yang diperoleh sudah pasti kebenarannya.55


54
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 189.
55
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 187
37

Peneliti melakukan perpanjangan pengamatan karena merasa bahwa data

yang akan dikumpulkan harus sesuai dan lengkap sehingga membutuhkan waktu

untuk mendapatkan data-data. Dalam hal ini, peneliti melakukan perpanjangan

pengamatan agar peneliti mendapatkan hasil yang sesuai dengan data di lapangan

sebelum penelitian benar-benar diakhiri dan menarik sebuah kesimpulan.

3. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian, terdapat triangulasi

sember, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.56

1. Triangulasi sumber, yakni menguji kredibilitas data dengan cara mengecek

data yang sudah didapatkan melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi teknik, yaitu menguji kredibilitas data dengan cara mengecek

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi waktu, yaitu menguji kredibilitas data dengan melakukan

pengecekan melalui wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu

dan situasi yang berbeda.


Adapun triangulasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

triangulasi sumber, yaitu peneliti melakukan wawancara kepada beberapa sumber

yang berbeda untuk mengetahui apakah data yang diberikan oleh sumber A sama

dengan informasi yang diberikan oleh sumber lain.

56
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 191
38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya.

Albi Anggito dan Johan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Sukabumi: Jejak Publisher.

Amos Neolaka dan Grace Amialia A. Neolaka. 2017. Landasan Pendidikan:

Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Jakarta:

Kencana.

Ansyori, Miftahol. 2018. Pembentukan Perilaku Keagamaan melalui Budaya

Sekolah (Studi Kasus pada SD Plus Nurul Hikmah Pemekasan dan MI

Sirojut Tholibin 1 Pemekasan). Pascasarjana, UIN Sunan Ampel,

Surabaya.

Arief, Armei. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:

Ciputat Pers.

Arifin, Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara,

cet. 5.

Aziz, Abdul. 2018. Pembentukan Perilaku Keagamaan Anak. Jurnal Pemikiran


dan Ilmu KeIslaman, 1.

Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), h. 206

E. Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional Menciptakan pembelajaran Kreatif

dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, cet. 08.

E. Mulyasa. 2012. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya.

Fauzia, Siti Naila. 2015, Perilaku Keagamaan Islam Pada Anak Usia Dini. Jurnal

Pendidikan Usia Dini, No.2.

Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hanafi, Halid. dkk. 2019 Ilmu Pendidikan Islam. Sleman: Penerbit Deepublish.
39

Hawi, Akmal. 2014. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Herlinda. Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan

Akhlakul Karimah Siswa di SMP Negeri 1 Bontonompo Selatan

Kabupaten Gowa.

Jalaluddin. 2019. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan

Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi (Cet. XIX; Depok: Rajawali

Pers.

Kementrian Agama RI. 2018. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Cordoba

Internasional .

Khasanah, Miftakhul. 2017. Pembentukan Perilaku Keagamaan Peserta Didik

Boarding School di SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Skripsi, PAI UIN

Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Kurniawan, Syamsul. 2014. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya

Secara Terpadu Dilingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi &

Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Littlejohn, Stephen W. 2002. Theoriesof Human Communication, 7th ed.

USA:Thomson Learning Academic Resource Center.

Lubis, Mayang Sari. 2018. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Deepublish.

Marzuki dan Pratiwi Istifany Haq. 2018. Penanaman Nilai-Nilai Karakter

Religius Dan Karakter Kebangsaan Di Madrasah Tsanawiyah. Jurnal

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, Jurnal Pendidikan

Karakter, Tahun VIII, Nomor 1.

Minarti, Sri. 2016. Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoretis-Filosofis & Aplikatif-

Normatif. Cet. II; Jakarta: Amzah.


40

Muhibbinsyah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi

Revisi, Cet XV, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nata, Abudin. 2004. Metodologi Studi Islam. (Cet, IX; Jakarta: Rajagfindo

Persada.

Purwanto. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif, untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Cet.IV; Jakarta: Kalam

Mulia.

Rozi, Muhammad. 2018. Pembinaan Perilaku Keagamaan Anak di Kelurahan

Sukajaya Kelurahan Sukarami Palembang. Skripsi, PAI UIN Raden

Fatah, Palembang.

Sugiyono. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. III. Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka baru.

Suprihatiningrum, Jamil. 2014. Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi

Dan Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar – ruzz Media.

Surawan dan Mazrur. 2020. Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan

Perkembangan Agama Manusia. Yogyakarta: K-Media.

Syaikh, Abdullah Bin Muhammad Alu. 2010. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka

Imam Syafi’I.

Taklimudin dan Febri Saputra. 2014. Metode Keteladanan Pendidikan Islam

dalam Perspektif Al Qur’an, Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, 1.

Taufik, Imam. 2010. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Ganeca Exact

Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: Rasail Media Group.

Anda mungkin juga menyukai