Anda di halaman 1dari 53

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM PEMBINAAN

AKHLAK SISWA PASCA PEMBELAJARAN JARAK JAUH DI SMP


GIRI TARUNA

PROPOSAL

Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)


dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Oleh:

MUHAMAD NAPIS HAMDANI


NIM : D.201904389

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT UMUL QURO AL ISLAMI BOGOR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah

Rahmat-Nya lah penyusunan proposal ini dapat selesai.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpah kepada baginda

Rasulullah Muhammad Saw. Kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para

pengikutnya serta sampai kepada kita selaku umatnya, semoga kita semua

mendapatkan safaat darinya.

Tak lupa penyusun juga sampaikan rasa terima kasih kepada dosen

pembimbing, kedua orang tua, saudara, sahabat serta kepada semua pihak

yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan proposal ini.

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
E. Penelitian Relevan ......................................................................................... 6
F. Kerangka Teori ............................................................................................... 6
G. Sistematika penulisan .................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
A. Landasan Teori ...............................................................................................
B. Kerangka Berpikir .........................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................
B. Metode Penelitian .........................................................................................
C. Subjek Penelitian ...........................................................................................
D. Sumber Data ....................................................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................
F. Teknik Analisis Data .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akhlak adalah kebiasaan yang sudah melekat pada diri seseorang, yang

mudah dilakukan tanpa proses berfikir, pertimbangan bahkan penelitian.

Dengan kata lain akhlak adalah sikap atau prilaku seseorang yang secara

spontan dilakukan.

Akhlak yang keluar dari diri seseorang terbagi menjadi dua yaitu

akhlak mulia dan akhlak buruk. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai

dengan norma-norma kehidupan dan syari’at Islam.

Akhlak mulia merupakan sesuatu hal yang harus dimiliki setiap orang.

Dalam menjalankan aktivitasnya baik aktivitas dengan manusia ataupun

aktivitas ibadah kepada Tuhan seseorang perlu berakhlak mulia. Orang yang

berakhlak mulia akan melakukan kebaikan secara spontan tanpa pamrih

apapun.

Dalam tujuan pendidikan nasional akhlak mulia menjadi salah satu

aspek yang harus dicapai dalam pelaksanaan pendidikan.

Salah satu bentuk akhlak mulia seorang siswa adalah sikap ta’dzim

terhadap guru.

Sikap ta‟dzim adalah perbuatan atau perilaku yang mencerminkan

kesopanan dan menghormati kepada orang lain terlebih kepada orang yang
3

lebih tua darinya atau pada seorang kyai, guru dan orang yang dianggap

dimuliakan. 1

Guru yang menjadi sosok orang tua kedua seorang anak di sekolah,

maka dari itu posisi guru menjadi hampir sejajar dengan orang tua yang

harus hormati keberadaanya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa orang

guru di SMP Giri Taruna, peneliti mendapatkan informasi bahwa masih

kurangnya sikap ta’dzim siswa terhadap guru. Seperti kurangnya sikap sopan

santun terhadap guru, tidak mendengarkan ketika guru sedang berbicara,

tidak melaksanakan perintah guru, tidak mengerjakan tugas dan lain

sebagainya.

Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan siswa terhadap

sikap ta’dzim terhadap guru serta kurangnya penanaman nilai-nilai sikap

ta’dzim terhadap guru pada diri siswa.

Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan sikap ta’dzim pada diri

siswa, perlu disusun sebuah program yang tepat.

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam kepada siswa diharapkan

mampu untuk meningkatkan sikap ta’dzim siswa terhadap guru.

Salah satu layanan yang dapat diberikan kepada siswa dalam upaya

meningkatkan sikap ya’dzim siswa terhadap guru adalah layanan konseling

kelompok. Dengan pemberian layanan ini diharapkan siswa yang tadinya

tidak memahami tentang sikap ta’dzim terhadap guru menjadi faham tentang
1
Pius A Partando dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta:
Arkola , 1976), hlm. 736.
4

sikap ta’dzim terhadap guru bahkan siswa mampu menerapkan sikap ta’dzim

terhadap guru.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap Efektivitas Layanan Konseling Kelompok

Dalam Meningkatkan Sikap Ta’dzim Siswa Terhadapa Guru di SMP Giri

Taruna.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Dalam

Meningkatkan Sikap Ta’dzim Siswa Terhadap Guru di SMP Giri

Taruna?

2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas Layanan Konseling

Kelompok Dalam Meningkatkan Sikap Ta’dzim Siswa Terhadap Guru

di SMP Giri Taruna?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah?

1. Untuk mengetahui Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Dalam

Meningkatkan Sikap Ta’dzim Siswa Terhadap Guru di SMP Giri

Taruna.
5

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas

Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Sikap Ta’dzim

Siswa Terhadap Guru di SMP Giri Taruna.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dalam BK khususnya dibidang pendidikan tentang

permasalahan siswa terutama berkenaan dengan Efektivitas Layanan

Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Sikap Ta’dzim Siswa

Terhadap Guru di SMP Giri Taruna.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah dapat dijadikan panduan untuk menerapkan

konseling Islami pada siswa yang memiliki masalah yang sama.

b. Bagi guru BK di sekolah dapat menerapkan konseling Islami

dalam mengatasi masalah siswa di sekolah.

c. Bagi calon guru BK untuk dapat dijadikan pedoman dalam

pelaksanaan bimbingan sekolah yang akan datang.


6

E. PENELITIAN RELEVAN

Penelitian yang dirasa cukup relevan yang berhubungan dengan

Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Sikap Ta’dzim

Siswa Terhadap Guru yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti antara

lain :

1. Muchamad Husni Mubarak pada tahun 2018 di Universitas Islam

Negeri Wali Songo Semarang. Penelitiannya berjudul “Implementasi

Sikap Ta’dzim Siswa terhadap Guru Pasca Pembelajaran Ta’lim Al

Muta’allim di SMA Ma’arif NU 04 Kangkung Kabupaten Kendal.

Penelitian tersebut salah satu variabelnya sama dengan yang penulis

gunakan yaitu, sikap ta’dzim siswa terhadap guru, namun penulis

lebih memfokuskan kepada Efektivitas layanan konseling kelompok

dalam meningkatkan sikap ta’dzim siswa terhadap guru. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Muchamad Husni Mubarak terungkap

bahwa Implementasi Sikap Ta’dzim Siswa terhadap Guru Pasca

Pembelajaran Ta’lim Al Muta’allim di SMA Ma’arif NU 04 Kangkung

Kabupaten Kendal sangat baik hal ini terbukti dengan sikap siswa

terhadap guru sangat menghormati, sebagaimana ketika bertemu

saling mengucap salam dan mencium tangannya tidak seenaknya

sendiri ketika bertemu dengan guru, tidak berani duduk di tempat

duduknya, tidak berani masuk ruang guru sebelum di berikan izin,

tidak berani berbicara sebelum diizinkan untuk bertanya oleh guru.


7

Hal ini karena di SMA Ma’arif NU 04 mempunyai konsep pembiasaan

bersikap baik.

2. Fitri Anisa pada tahun 2020 di Universitas Islan Negeri Walisongo

Semarang, penelitiannya berjudul “Pengaruh Pemahaman Materi

Akhlak Terpuji terhadap sikap Ta’dzim Kepada Guru Siswa kelas VII

MTs Thoriqotul Ulum, Tlogoharum, Wedarijaksa, Pati. Penelitian

tersebut salah satu variabelnya sama dengan yang penulis gunakan

yaitu, sikap ta’dzim siswa terhadap guru, namun penulis lebih

memfokuskan kepada Efektivitas layanan konseling kelompok dalam

meningkatkan sikap ta’dzim siswa terhadap guru. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Fitri Anisa menunjukan bahwa Terdapat

pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemahaman materi

akhlak terpuji (X) terhadap sikap ta‟dzim kepada guru (Y). Hal ini

dibuktikan dengan F hitung = 17,5 lebih besar daripada Ftabel pada

taraf signifikasi 5%= 4,02(fhitung= 17,5>ftabel=4,02), sehingga

hipotesis diterima.

Dengan demikian dapat dikatakan semakin tinggi pemahaman materi

akhlak terpuji siswa maka semakin tinggi pula sikap ta‟dzim kepada

guru siswa kelas VII Mts Thoriqotul Ulum, Tlogoharum, Wedarijaksa,

Pati.

F. KERANGKA TEORI
8

Bimbingan atau guidance memiliki makna menunjukan jalan, memimpin,

menuntun, memberikan petunjuk, menagarahkan, memberikan nasehat.

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang

yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,

remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan

kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan

individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-

norma yang berlaku.

Konseling diartikan pemberi nasihat, pemberi anjuran, dan pembicaraan

dengan bertukar pikiran. Kemudian kemudian orang-orang yang

memberikan nasihat dan informasi yang relevan di berbagai bidang

kehidupan akan menyebut dirinya sebagai konselor.

Secara Umum, tujuan bimbingan dan konseling adalah Untuk membantu

individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap

perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar

dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar

belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan

tuntutan positif lingkungannya. Sedangkan tujuan khusus bimbingan dan

konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan

secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang

bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.


9

Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya disekolah dan madrasah

memiliki beberapa fungsi, yaitu: XXXX

Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling

Adapun Asas-asas dalam Bimbingan dan Konseling adalah: XXXX

Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan

konseling. Konseling kelompok adalah suatu bantuan kepada individu dalam

situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta

diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan

pertumbuhan.

Karakteristik konseling kelompok

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk lebih mudah penulisan, perlu ada sistematika

pembahasan yang terdiri dari 3 bab, antara lain yaitu:

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Penelitian Relevan, Kerangka Teori, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II : Landasan teori yang terdiri dari pengertian peran, bimbingan

dan konseling islam, serta penjelasan Peran Guru Bimbingan

Dan Konseling Dalam Membina Akhlak Siswa Pasca

Pembelajaran Jarak Jauh Di SMP Giri Taruna.


10

BAB III : Membahas tentang Metode Penelitian yang terdiri dari

diskriptif jenis penelitian, lokasi penelitian, responden

penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data,

pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.


2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Bimbingan dan Konseling

a. Definisi Bimbingan dan Konseling

Bimbingan atau dalam bahasa inggris disebut guidance

berasal dari kata guide yang memiliki arti to direct, pilot,

manager, or steer (menunjukan, menentukan, mengatur, atau

mengemudikan).

Bimbingan atau guidance memiliki makna menunjukan

jalan, memimpin, menuntun, memberikan petunjuk,

menagarahkan, memberikan nasehat.

Bimbingan setidaknya memiliki makna mendasar sebagai

berikut:

1) Memberikan informasi, yaitu menyajikan

pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil

suatu keputusan atau memberikan sesuatu sambil

memberikan nasehat.

2) Mengarahkan, menuntun kesuatu tujuan. Tujuan itu

mungkin hanya diketahui oleh pihak yang


3

mengarahkan, mungkin perlu diketahui oleh kedua

belah pihak.2

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang

dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau

beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun

dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan

kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan

memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan

dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. 3

Bimbingan adalah upaya yang dilakukan oleh konselor

dalam upaya mengarahkan klien dalam menjalani sebuah

kondisi agar klien tersebut dapat menjalaninya dengan baik.

Secara umum, bimbingan merupakan rangkaian kegiatan yang

dilakukan sebagai upaya preventif (pencegahan) agar masalah

tidak terjadi.

Konseling dalam bahasa inggris berarti counseling

berasal dari kata counsel yang memiliki arti nasihat, anjuran,

pembicaraan.

Konseling diartikan pemberi nasihat, pemberi anjuran,

dan pembicaraan dengan bertukar pikiran. Kemudian

kemudian orang-orang yang memberikan nasihat dan

2
Ahmad Syarkowi Nasution, Muhammad Kaulan Karima dan Dina Nadira Amelia Siahaan,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Kencana),2020, hlm. 11.
3
ibid., hlm. 11
4

informasi yang relevan di berbagai bidang kehidupan akan

menyebut dirinya sebagai konselor.4

Konseling adalah pertemuan empat mata antara konseli

dan konselor yang berisi usaha yang lurus, unik, dan humanis

yang dilakukan dalam hubungan dengan masalah-masalah yang

dihadapinya pada waktu yang akan datang. Suasana keahlian

didasarkan atas norma-norma yang berlaku.5

Pendapat lain juga disampaikan bahwasanya kegiatan

layanan konseling adalah bantuan psikologis yang dilakukan

oleh tim konselor (guru bimbingan konseling) kepada klien

yang sedang mengalami masalah kejiwaan tingkat rendah, baik

untuk peserta didik maupun anggota masyarakat lainnya.6

Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang

integral yang tidak dapat dipisahkan. Perkataan guidance

(bimbingan) selalu dirangkaikan dengan konseling sebagai kata

majemuk. Konseling yang merupakan salah satu teknik

bimbingan sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan

pelayanan dan bimbingan. Berdasarkan dari berbagai pendapat

di atas, menunjukan bahwa proses konseling merupakan

rangkaian yang panjang dan penuh dengan syarat demi

4
ibid., hlm. 12
5
Nurodin dan Aep Kusnawan, Bimbingan dan Konseling Populasi Khusus, (Bandung: Refika
Aditama), 2021, hlm.3.
6
Ahmad Syarkowi Nasution, Muhammad Kaulan Karima dan Dina Nadira Amelia Siahaan,
0p.Cit., hl. 13.
5

tercapainya jalan menuju bahagia bagi seorang konseli dalam

menyelesaikan masalahnya.7

b. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling

Secara Umum, tujuan bimbingan dan konseling adalah

Untuk membantu individu memperkembangkan diri secara

optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi

yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-

bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar

belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta

sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Sedangkan

tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan

penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara

langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu

yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas

permasalahannya itu.8

Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah

ialah agar peserta didik, dapat:

1) mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin;

2) mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri;

7
Nurodin dan Aep Kusnawan, Op.Cit., hal.3.
8
Prayitno dan Erman Amti, (2008), Dasar –dasar Bimbingan dan
Konseling, Jakarta : Rineka Cipta, hal. 112
6

3) mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya,

yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan,

sosial-ekonomi, dan kebudayaan;

4) mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan

memecahkan masalahnya;

5) mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan,

minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan

pekerjaan;

6) memperoleh bantuan secara tepat dari pihak- pihak di

luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang

tidak dapat dipecahkan di sekolah tersebut.9

Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya disekolah

dan madrasah memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1) Fungsi Pencegahan. Melalui fungsi ini, pelayanan

bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk mencegah

timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka

terhindar dari masalah yang dapat menghambat

perkembangannya.

2) Fungsi Pemahaman, Melalui fungsi ini, pelayanan

bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam rangka

memberikan pemahaman tentang diri klien atau siswa

9
Ditjen PMPTT Diknas, Bimbingan dan Konseling di sekolah (Direktur
Tenaga Kependidikan 2008), h. 7
7

beserta permasalahannya dan juga lingkungannya oleh

pihak–pihak yang membantunya (pembimbing).

3) Fungsi Pengentasan, Apabila seorang siswa mengalami

suatu permasalahan dan ia tidak dapat memecahkannya

sendiri lalu ia pergi ke pembimbing atau konselor, maka

yang diharapkan oleh siswa yang bersangkutan adalah

teratasinya masalah yang dihadapinya. Siswa yang

mengalami masalah dianggap berada dalam suatu kondisi

atau keadaan yang tidak mengenakkan sehingga perlu

diangkat atau dikeluarkan dari kondisi atau keadaan

tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

permasalahan melalui pelayanan bimbingan dan

konseling, pada hakikatnya merupakan upaya

pengentasan.

4) Fungsi Pemeliharaan, Menurut Prayitno dan Erman Amti,

fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu

yang baik (positif) yang ada pada diri individu (siswa),

baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil

perkembangan yang telah dicapai selama ini.

5) Fungsi Penyaluran, Setiap siswa hendaknya memperoleh

kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan

keadaan pribadinya masing-masing yang meliputi bakat,

minat, kecakapan, cita-cita, dan lain sebagainya. Bentuk


8

kegiatan bimbingan dan konseling berkaitan dengan

fungsi ini adalah : (1) Pemilihan sekolah lanjutan, (2)

Memperoleh jurusan yang tepat, (3) Penyesuaian

program belajar, (4) Pengembangan bakat dan minat, (5)

Perencanaan Karier.

6) Fungsi Penyesuaian, Melalui fungsi ini, pelayanan

bimbingan dan konseling membantu terciptanya

penyesuaian antara siswa dengan lingkungannya. Dengan

kata lain, melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan

konseling membantu siswa memperoleh penyesuaian diri

secara baik dengan lingkungannya (terutama lingkungan

sekolah dan madrasah bagi para siswa).

7) Fungsi Pengembangan, Melalui fungsi ini, pelayanan

bimbingan dan konseling diberikan kepada para siswa

untuk membantu para siswa dalam mengembangkan

keseluruhan potensinya secara lebih terarah. 8) Fungsi

Perbaikan, Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan

konseling diberikan kepada siswa untuk memecahkan

masalah–masalah yang dihadapi siswa. Bantuan yang

diberikan tergantung kepada masalah yang dihadapi

siswa. Dengan perkataan lain, program bimbingan dan

konseling dirumuskan berdasarkan masalah yang terjadi

pada siswa.
9

8) Fungsi Advokasi, Layanan bimbingan dan konseling

melalui fungsi ini adalah membantu peserta didik

memperoleh pembelaan atas hak atau kepentingannya

yang kurang mendapat perhatian.10

c. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling

1) Konselor

Konselor adalah seorang yang memiliki keahlian dalam

memberi bantuan yang bersifat psikologis. 11


Sedangkan

menurut Aswadi konselor adalah “orang yang sangat

bermakna bagi konseli, konselor menerima apa adanya,

bersedia sepenuh hati membantu konseli dalam mengatasi

masalahnya, agar konseli dapat hidup sejahtera baik

kesejahteraan dalam jangka pendek maupun jangka

panjang.”12

Dari dua pendapat diatas dapat diketahui bahwa konselor

adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas serta

memiliki kewenangan untuk melakukan Bimbingan dan

Konseling dalam rangka membantu konseli mengatasi

masalah yang sedang di hadapinya supaya konseli dapat

10
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2013), h. 36-47
11
Nurodin dan Aep Kusnawan, Op.Cit., hal. 29.
12
Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah, perspektif Bimbingan dan Konseling Islam
(Surabaya:Dakwah Digital Press, 2009), hal.22.
10

hidup sejahtera baik dunia maupun akhirat. Adapun

syarat-syarat sebagai konselor adalah sebagai berikut:

a) Telah lulus S1 dalam bidang konseling atau yang

memiliki kemampuan mengatasi suatu masalah.

b) Memiliki kepribadian yang baik (akhlakul karimah);

c) Berpengalaman;

d) Sehat jasmani dan rohani.13

Carl Rogers, pelopor konseling humanistik,

memaparkan tiga karakteristik yang perlu dimiliki oleh

seorang konselor, yaitu: 1) congruence; 2) unconditional

positive regard; 3) Empathy. 14

a) Kongruensi (congruence)

Dapat diartikan sebagai “menunjukkan diri sendiri”

sebagaimana adanya dan yang sesungguhnya,

berpenampilan secara terus terang, ada kesesuaian

antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan

yang non verbal. (Dimick dan Huff diacu dalam Latipun).

Congruence memiliki arti yang sejalan dengan

genuine, transparency, consistency, authenticity, honesty,

openness, dan realness. Kongruensi artinya tidak ada

kepura-puraan dan kebohongan. Sangat penting dalam

13
Nurodin dan Aep Kusnawan, Op.Cit., hal.29.
14
DR. Namora Lumongga Lubis, MSc . Memahami Dasar-dasar
Konseling :dalam teori dan praktik, (Jakarta. Kencana , 2011). Hal 22 12
11

proses konseling, terkait dengan upaya menumbuhkan

kepercayaan klien kepada konselor. Konselor yang

menunjukan sikap kongruen diharapkan akan

mendorong klien untuk bersikap yang sama, sehingga

penggalian masalah dapat dilakukan secara efektif.

b) Penghargaan positif tanpa syarat (Unconditional

positive regard)

Latipun mendefinisikan karakter ini sebagai sikap

hangat, positif menerima serta menghargai orang lain

sebagai pribadi, tanpa mengharapkan adanya pujian bagi

dirinya sendiri. Penghargaan positif memiliki makan

yang sama dengan warmth, respect, positive affection, dan

altruistic love.

Konselor yang menunjukkan sikap menghargai

secara positif tanpa syarat artinya tidak mengharapkan

simpati dari apa yang dilakukannya. Selain itu juga

konselor bersikap toleran atau menyetujui tentang apa

yang dilakukan dan diungkapkan oleh orang lain.

c) Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan untuk memahami cara

pandang dan perasaan orang lain. Empati tidak berarti

memahami orang lain secara objektif, tetapi sebaliknya

berusaha memahami pikiran dan perasaan orang lain


12

dengan cara orang lain tersebut berpikir dan merasakan

atau melihat dirinya sendiri. Carl Rogers menjelaskan

konsep empati ini dengan istilah internal frame of

reference, artinya memahami orang lain berdasarkan

kerangka persepsi dan perasaan orang lain tersebut.

Rogers juga menambahkan bahwa melalui empati

seseorang mampu merasakan dan memahami dunia

pribadi orang lain, namun tanpa kehilangan kesadaran

terhadap dirinya sendiri atau terhanyut oleh pikiran dan perasaan

orang lain tersebut.

2) Konseli

Seseorang bisa dikatakan sebagai konseli bila orang

tersebut datang kepada konselor untuk meminta bantuan

guna memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Masalah

tersebut berupa masalah psikologi bukan masalah fisik

(Finansial,medis). Dan konseli harus normal, artinya

masalah-masalahnya bersifat psikologis bukan penyakit

jiwa (kecemasan, depresi, frustasi).15

3) Masalah

Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara

yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi,

antara teori dengan praktek, antara aturan dengan

15
Nurodin dan Aep Kusnawan, Op.Cit., hlm.,43
13

pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Stormer

(1982) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat

diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan

antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang

direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan

kompetisi. 16

d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling

Penyelanggaraan layanan dan kegiatan bimbingan dan

konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada

prinsip-prinsip bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi

sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan atas asa-asas itu akan

memperlancar pelakasanaan dan lebih menjamin keberhasilan

layanan/kegiatan. Asas-asas itu sendiri ialah :

1) Asas kerahasiaan yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menuntut dirahasiakannya sejumlah data dan

keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran

layanan yaitu data atau keterangannya yang tidak boleh

dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru

pembimbing berkewajiban penuh memiliki dan menjaga

semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya

benar-benar tejamin.

16
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
PT. Alfabeta. Bandung.
14

2) Asas kesukarelaan yaitu asas bimbingan dan konseling

yang mengkehendaki adanya kesukarelaaan dan kerelaan

peserta didik (klien) mengikuti/menjalani

layanan/kegiatan yang diperuntukan baginya. Dalam hal

ini guru pembimbing berkewajiban membina dan

mengembangkan kesukarelaan seperti itu.

3) Asas keterbukaan Yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang

menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan

tidak berpura-pura, baik di dalam keterangan tentang

dirinya sendiri maupun berbagai informasi dan materi

dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.

Dalam hal ini Guru Pembimbing berkewajiban

mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien).

Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas

kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta

didik yang menjadi sasaran/layanan kegiatan. Agar

peserta didik dapat terbuka, Guru Pembimbing terlabih

dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.

4) Asas kegiatan, yatiu asas bimbingan dan konseling yang

menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi

sasaran berpatrisipasi secara aktif di dalam

penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal


15

ini Guru Pembimbing perlu mendorong peserta didik

untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan

konseling yang diperuntukan baginya.

5) Asas kemandirian, yaitu bimbingan dan konseling yang

menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling,

yaitu : peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan

bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-

individu yagn mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan

menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu

mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan

diri sendiri sebagaimana telah diutarakan terdahulu. Guru

Pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap

layanan bimbingan dan konseling yang

diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian

peserta didik.

6) Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang

menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan

konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam

kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan

”masa depan atau kondisi masa lampaupun” dilihat

dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan

apa yang dapat diperbuat sekarang.


16

7) Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran

layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak

maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta

berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap

perkembangannya dari waktu ke waktu.

8) Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh Guru

Pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,

harmonis dan terpadukan. Untuk ini kerjasama antara

Guru Pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam

penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling

perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap

layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

9) Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menghendaki agar segenap layanan dan bimbingan

dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang

ada, yaitu norma-norma agama, hukum dan peraturan,

adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang

berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan


17

konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi

dan dan pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma

yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling justru harus dapat

meningkatkan kemampuan peserta didik (klien)

memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma

tersebut.

10) Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang

menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan

konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah

professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan

kegiatan bimbingan dan konseling hendklah tenaga yang

benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.

Keprofesionalan Guru Pembimbing harus terwujud baik

dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode

etik bimbingan dan konseling.

11) Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling

yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu

menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling

secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta

didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu

kepada pihak yang lebih ahli. Guru Pembimbing dapat


18

menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru

lain, atau ahli lain dan demikian pula Guru Pembimbing

dapat mengalihtangankan kasus kepada Guru Mata

Pelajaran/Praktik dan ahli-ahli lain.

12) Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan

konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan

dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan

suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),

mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan

dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya

kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga

segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang

diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat

membangun suasana pengayoman, keteladanan dan

dorongan seperti itu. Selain asas-asas tersebut saling

terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu

diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang

satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari

yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut sehingga

dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan

nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan

konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan

baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan


19

konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti

sama sekali.17

2. Layanan Konseling Kelompok

a. Definisi Layanan Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan

dan konseling. Menurut Kurnanto (2014), konseling kelompok

adalah suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok

yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan

pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan

pertumbuhan. Sementara Menurut Lumongga (2011),

konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang

dinamis dan terfokus pada pikiran dan tingkah laku yang

disadari serta dibina dalam suatu kelompok yang

dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan

penerimaan diri menuju perilaku yang lebih baik dari

sebelumnya.

Menurut Prayitno (2017), konseling kelompok adalah usaha

pemberian bantuan yang diberikan oleh seorang konselor

kepada orang-orang yang membutuhkan untuk

mengentaskan masalah yang sedang dihadapinya dalam

suasana kelompok. Menurut Adhiputra (2015), konseling

kelompok adalah suatu proses antara pribadi yang dinamis,


17
Direktorat Tenaga Kependidikan, Bimbingan dan konseling di sekolah, (Jakarta: Ditjen PMTK,
2008), hlm. 10.
20

terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar dan

melibatkan fungsi-fungsi seperti berorientasi pada kenyataan,

saling mempercayai, saling pengertian, saling menerima, dan

saling mendukung. 

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli maka dapat

disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan layanan

yang memungkinkan individu dalam suatu kelompok

menempatkan kesempatan untuk pembahasan dan

pengentasan permasalahan masing-masing anggota kelompok

dengan bantuan konselor sebagai pemimpin kelompok.

b. Tujuan Konseling Kelompok

Menurut Winkel dan Hastuti (2004), tujuan konseling

kelompok adalah sebagai berikut: 

1) Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya

dengan baik dan menemukan dirinya sendiri.

Berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima

dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek

positif dalam kepribadiannya. 

2) Para anggota kelompok mengembangkan kemampuan

berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat

saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-


21

tugas perkembangan yang khas pada fase perkembangan

mereka.

3) Para anggota kelompok memperoleh kemampuan

pengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya

sendiri, mula-mula dalam kontra antar pribadi di dalam

kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-

hari di luar kehidupan kelompoknya.

4) Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap

kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati

perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan

lebih membuat mereka lebih sensitif juga terhadap

kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan sendiri.

5) Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu

sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam

sikap dan perilaku yang lebih konstruktif. 

6) Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan

menerima risiko yang wajar dalam bertindak, dari pada

tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa. 

7) Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati

makna dan kehidupan manusia sebagai kehidupan

bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang

lain dan harapan akan diterima orang.


22

8) Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari

bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya sendiri

kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang

lain. Dengan demikian dia tidak merasa terisolir, atau

seolah-olah hanya dialah yang mengalami ini dan itu.

9) Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan

anggota-anggota yang lain secara terbuka, dengan saling

menghargai dan menaruh perhatian. Pengalaman bahwa

komunikasi demikian dimungkinkan akan membawa

dampak positif dalam kehidupan dengan orang-orang

yang dekat di kemudian hari.

c. Karakteristik Konseling Kelompok

Menurut Latipun (2001), karakteristik konseling kelompok

adalah sebagai berikut:

1) Pemimpin dan Anggota Konseling 

Pemimpin kelompok adalah konselor yang berwenang

menyelenggarakan praktik konseling secara profesional.

Para anggota konseling dapat beraktivitas langsung dan

mandiri dalam bentuk mendengarkan, memahami, dan

merespon kegiatan konseling. Setiap anggota dapat

menumbuhkan kebersamaan yang diwujudkan dalam

sikap antara lain pembinaan keakraban dan keterlibatan


23

emosi, kepatuhan terhadap aturan kelompok, saling

memahami, memberikan kesempatan dan bertata-krama

untuk menyukseskan kegiatan kelompok.

2) Jumlah Anggota Kelompok 

Konseling kelompok umumnya beranggota berkisar 4

sampai 12 orang. Jumlah anggota kelompok yang kurang

dari 4 orang tidak efektif karena dinamika jadi kurang

hidup. Sebaliknya jika jumlah konseli melebihi 12 orang

terlalu besar untuk konseling karena terlalu berat dalam

mengelola kelompok. Untuk menetapkan jumlah konseli

yang dapat berpartisipasi dalam proses konseling

kelompok ini, dapat ditetapkan berdasarkan kemampuan

seorang konselor dan mempertimbangkan efektivitas

proses konseling. Jika jumlah konseli dipandang besar

dan membutuhkan pengelolaan yang lebih baik, konselor

dapat dibantu oleh pendamping konselor.

3) Homogenitas Kelompok 

Dalam konseling kelompok tidak ada ketentuan yang

pasti soal homogenitas keanggotaan suatu konseling

kelompok. Sebagian konseling kelompok dibuat homogen

dari segi jenis kelamin, jenis masalah, kelompok usia dan

sebagainya. Penentuan homogenitas keanggotaan ini


24

disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan konselor

dalam mengelola konseling kelompok.

d. Teknik Konseling Kelompok

Menurut Salahudin (2010), terdapat beberapa teknik yang

dapat digunakan dalam pelaksanaan konseling kelompok,

antara lain yaitu sebagai berikut:

1) Home Room Program 

Home room program yaitu suatu program kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan agar pemimpin kelompok

mengenal peserta kelompok lebih baik sehingga dapat

membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan di

dalam kelas dengan bentuk pertemuan antara konselor

dan klien di luar jam-jam pelajaran untuk membicarakan

beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam program home

room ini, hendaknya diciptakan suasana yang bebas dan

menyenangkan sehingga klien dapat mengutarakan

perasaannya seperti di rumah. Dengan kata lain, home

room adalah membuat suasana kelas seperti rumah.

Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab,

menampung pendapat, merencanakan suatu kegiatan,

dan sebagainya. Program home room dapat diadakan

secara berencana ataupun dapat dilakukan sewaktu-

waktu.
25

2) Karyawisata 

Di samping berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau

sebagai metode mengajar, karyawisata dapat berfungsi

sebagai salah satu cara dalam konseling kelompok.

Dengan karyawisata, siswa meninjau objek-objek

menarik dan mereka mendapat informasi yang lebih baik

dari objek itu. Siswa-siswa juga dapat kesempatan untuk

memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok,

misalnya pada diri sendiri. Juga dapat mengembangkan

bakat dan cita-cita yang ada.

3) Diskusi kelompok 

Diskusi kelompok merupakan suatu cara yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk

memecahkan masalah bersama-sama. Setiap siswa

mendapat kesamaan untuk menyumbangkan pikiran

masing-masing dalam memecahkan suatu masalah.

Dalam diskusi tertanam pula rasa tanggung jawab dari

harga diri. Masalah-masalah yang dapat didiskusikan

seperti; perencanaan suatu kegiatan, masalah-masalah

belajar, dan masalah penggunaan waktu senggang dan

sebagainya.

4) Kegiatan kelompok 
26

Kegiatan kelompok merupakan cara yang baik dalam

konseling karena individu mendapat kesempatan untuk

berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan

tentu lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok.

Dengan kegiatan ini, individu dapat menyumbangkan

pikirannya dan dapat pula mengembangkan rasa

tanggung jawab.

5) Organisasi siswa 

Organisasi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun

di luar sekolah adalah salah satu cara dalam bimbingan

kelompok. Melalui organisasi banyak masalah yang

sifatnya individual maupun kelompok dapat diselesaikan.

Dalam organisasi, siswa mendapat kesempatan untuk

belajar mengenai berbagai aspek kehidupan sosial. Klien

dapat mengembangkan bakat kepemimpinannya, di

samping memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri.

e. Tahapan Konseling Kelompok

Menurut Lumongga (2011), tahapan atau langkah-langkah

yang dilalui dalam pelaksanaan konseling kelompok adalah

sebagai berikut:

1) Prakonseling 
27

Tahap prakoseling dianggap sebagai tahap awal

pembentukan kelompok. Adapun hal-hal yang mendasar

dibahas pada tahap ini yaitu para anggota kelompok yang

telah diseleksi akan dimasukkan dalam keanggotaan yang

sesuai dengan pertimbangan homogenitas.

2) Tahap Permulaan 

Tahap ini ditandai dengan dibentuknya struktur

kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota

mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai

menegaskan tujuan kelompok. Setiap anggota kelompok

mulai mengenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan dan

harapannya. Kelompok mulai membangun norma untuk

mengontrol aturan-aturan kelompok dan menyadari

makna kelompok untuk mencapai tujuan. Peran konselor

pada tahap ini membantu menegaskan tujuan

3) Tahap Transisi 

Tahap ini dikenal sebagai tahap peralihan. Pada tahap ini

diharapkan masalah yang dihadapi masing-masing

anggota kelompok dirumuskan dan diketahui apa sebab-

sebabnya. Tugas pemimpin kelompok adalah

mempersiapkan anggota kelompok untuk dapat merasa

memiliki kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok

akan di arahkan memasuki tahap inti atau tahap kegiatan.


28

4) Tahap Kerja 

Pada tahan keempat ini adalah menyusun rencana-

rencana tindakan. Penyusunan tindakan ini disebut pula

produktivitas (produktivity). Anggota kelompok merasa

berada di dalam kelompok, mendengar yang lain dan

terpuaskan dengan kegiatan kelompok.

5) Tahap Akhir 

Tahap ini merupakan tahap penutupan. Anggota

kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-

perubahan tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota

kelompok memberi umpan balik terhadap yang dilakukan

oleh anggota yang lain. Umpan balik ini sangat berguna

untuk perbaikan dan dilanjutkan atau diterapkan dalam

kehidupan anggota kelompok jika dipandang telah

memadai.

6) Pascakonseling 

Setelah proses konseling berakhir, sebaiknya konselor

menetapkan adanya evaluasi sebagai bentuk tindak lanjut

dari konseling kelompok. Evaluasi sangat diperlukan

apabila terdapat hambatan yang terjadi dalam proses

pelaksanaan kegiatan dan evaluasi dibutuhkan untuk

mengetahui perilaku anggota kelompok setelah proses

konseling berakhir.
29

Adapun menurut Prayitno (2017), kegiatan yang dilakukan

dalam tahapan konseling kelompok adalah sebagai berikut:

1) Kegiatan Awal 

Tahap awal berjalan hingga berkumpulnya para (calon)

anggota kelompok dan dimulainya tahap pembentukan.

Dalam tahap awal ini dilakukannya upaya untuk

menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok, yang

meliputi pemberian penjelasan tentang kelompok yang

dimaksud, tujuan dan manfaat adanya kelompok, ajakan

untuk memasuki dan mengikuti kegiatan konseling

kelompok dan memungkinkan adanya kesempatan dan

kemudahan bagi penyelenggara kelompok yang

dimaksud.

2) Kegiatan Peralihan 

Setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamika

kelompok sudah mulai tumbuh, kegiatan kelompok

hendaknya dilanjutkan ke arah lebih jauh oleh pemimpin

kelompok menuju kegiatan kelompok yang sebenarnya.

Oleh karena itu, perlu dilakukannya tahap peralihan.

3) Kegiatan Pokok 

Tahap ketiga ini merupakan inti dari kegiatan kelompok,

maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya

cukup banyak, serta masing-masing aspek tersebut perlu


30

mendapatkan perhatian yang saksama dari pemimpin

kelompok. Pada tahap inti mendapatkan alokasi waktu

yang cukup lama dalam keseluruhan kegiatan kelompok.

4) Kegiatan Pengakhiran 

Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap ketiga,

maka dalam tahap pengakhiran ini kegiatan kelompok

lebih menurun dan selanjutnya pemimpin kelompok

akan mengakhiri kegiatan pada saat yang dianggap tepat.

3. Sikap Ta’dzim

a. Definisi Sikap Ta’dzim

Sikap berasal dari bahasa latin yaitu “Aptitudo” yang berarti

kemampuan, sehingga sikap di jadikan acuan apakah

seseorang mampu atau tidak mampu pada pekerjaan

tertentu.18 Charles Bird mengartikan sikap sebagai suatu yang

berhubungan dengan penyesuaian diri seseorang kepada

aspek-aspek lingkungan sekitar yang dipilih atau kepada

tindakannya sendiri.19

Kata ta‟zim berasal dari bahasa Arab dengan tafsirnya ,

Addzama-Yu‟addzimu-Ta‟dziiman.20 Ta’dzim adalah mengikuti

dan mengamalkan segala perbuatan yang diperintahkan oleh

18
Harson Anwar,”Penilaian Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains”, jurnal pelangi ilmu, Vol 2
No 5 (Mei 2009),h.103
19
M.Arifin,Psikologi Dakwah Suatau Pengantar Studi, (Bumi Aksara:jakarta ), h.104
20
Muhtarom Busyro, Shorof Praktis Metode Krapyak,(yogyakarta: Putra
Menara,2012),h.82
31

guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan

ajaran agama. 21

Sikap ta‟dzim tentunya sangat erat kaitannya dengan proses

belajar pada santri. Sikap ta‟dzim pada santri bukan dimaknai

dengan membatasi untuk berpikir kritis dalam hal

menanyakan persoaalan secara bebas kepada gurunya, sikap

ta‟dzim disini lebih mengarah kepada penataan sebagaimana

etika santri ketika berbicara dan bersikap di hadapan

gurunya. Berbicara tentang sikap ta‟zim hal tersebut tidak

terlepas dari kata akhlak dikarenakan ta‟zim adalah salah

satu dari akhlak.

Akhlak menurut Imam Al-Ghazali yang di kutip oleh Yoke

Suryadarma dan Ahmad Hifdzil Haq adalah hasil dari

ungkapan yang berisi tentang suatu keadaan yang menetap di

dalam jiwa, dan pada saat melakukannya tidak membutuhkan

pemikiran dan langsung sepontan mengerjakannya karna

sudah tertanam di dalam dirinya, lalu apabila muncul

perbuatan-perbuatan yang yang terpuji itu di namakan

akhlak yang baik, dan jika yang terjadi adalah berbuatan yang

tercela maka dinamakan aklak yang tercela. 22

b. Sikap Ta’dzim Siswa Terhadap Guru


21
Al-zarnuji, Ta’lim Al muta’allim, (Semarang: Toha Putra) hal. 17.
22
Yoke Suryadarma,Ahmad Hifdzil Haq,”Pendidikan Akhlak Menurut Imam AlGhazali”, junal
at-ta‟dib,vol.10 No 2( 2015).h. 369
32

Didalam kitab Bidayah Al-Hidayah di jelaskan bentuk-bentuk

sikap murid kepada gurunya.

1) Bila menghadap atau berjumpa dengan guru, berilah

hormat dengan memberi salam terlebih dahulu;

2) Jangan bicara hal hal yang tak berguna di hadapan guru,

apalagi bila pembicaraan itu tak berkenan di hati guru;

7) Jangan mengajak guru bercakap-cakap di tengah jalan atau

bertanya suatu pelajaran di tempat yang kurang sopandi

pandang umum. Datanglah menemuinya di rumahnya atau

dimana saja yang paling baik;

8) Jangan berburuk sangka terhadap gurumu. Mungkin ada

perbuatan gurumu yang menurutmu salah, bersabarlah

kamu untuk

memperoleh penjelasannya. Jangan buru-buru

menyangkal;

9) Jangan menghentikan langkah gurumu di tengah jalan

hanya untuk hal yang tidak ada artinya.23

Dalam kitab Ta’limul muta’alim juga di jelaskan bagaiman

bentuk-bentuk menghormati guru.

1) Hendaklah seorang murid tidak berjalan di depannya,

artinya seorang murid tidak di perbolehkan berjalan di

depan gurunya jika tidak dalam keadaan penting


23
Al Ghazali, Bidayah Al Hidayah Bimbingan Menuju Takwa,terjemah Samsul Hadi Zulkarnain,
Hasanuddin Z. Arifin, (Lampung Tengah: Pesantren Al Asna), h.98-99
33

2) Tidak duduk di tempatnya, artinya murid dilarang untuk

duduk di tempat duduk gurunya karena bukan adab yang

baik.

3) Tidak memulai berbicara kepadanya kecuali dengan

ijinnya, artinya seorang murid tidak di perbolehkan

memulai percakapan kepada gurunya kecuali sudah

mendapatkan ijin

4) Hendaknya tidak banyak berbicara di depan guru, artinya

jangan banyak berbicara hal hal yang tidak penting di

hadapan guru dan mengganggunya.

5) Tidak bertanya sesutau jika guru sedang capek atau bosan.

Artinya di saat guru sedang capek kita tidak boleh bertanya

hal-hal yang dapat mengganggunya untuk istirahat.

6) Harus menjaga waktu jangan mengetuk pintunya, artinya

ketika akan berkunjung kerumah guru jangan mengetuk

pintunya tetapi tungu sampai dia keluar dari rumahnya. 24

Dengan demikian murid di tuntut untuk mencari

keridhaan atau kerelaan hati dari gurunya. Dengan cara

murid harus menjauhi hal-hal yang membuat gurunya murka

dan juga mematuhi perintahnya asalkan hal tersebut tidak

bertentangan dengan agama, karena tidak boleh taat kepada

makhluk untuk bermaksiat kepada Allah. Termasuk dengan

24
Al-Zarnuji, Ta‟lim Muta‟alim,Terjemah,Abdul Kadir Aljufri, (Surabaya: Mutiara
Ilmu, ),h.29
34

menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan

orang yang ada hubungan kerabat dengannya.25

c. Sikap Ta’dzim Siswa Terhadap Orang Tua

1) Jika orang tua sedang berbicara atau memberikan nasihat

dengarkan dan perhatikanlah terlebih dahulu, jika

menolak nasihatnya atau petunjuk dari orang tua

gunakan cara yang baik agar tidak membuatnya

tersinggung.

2) Usahakan selalu berlaku hormat kepada mereka.

3) Mengikuti perintah mereka yang benar menurut syariat

agama.

4) Jangan ber lalu-lalang di hadapan mereka

5) Jangan bicara yang lebih kerasa dari suara mereka

6) Minta dan carilah keridhaan dari mereka

7) Jangan sekalipun memaki atau menghardik

8) Jangan memandang mereka dengan pandangan yang sinis

dan benci

9) Jangan menampakkan muka masam di hadapan mereka

10) Jangan pergi dari rumah yang tanpa izin dari mereka.26

B. Kerangka Berfikir

25
Ibid,h.30
26
Al Ghazali,Bidayah Al Hidayah Bimbingan Menuju Takwa,terjemah Samsul Hadi Zulkarnain,
Hasanuddin Z. Arifin, (Lampung Tengah: Pesantren Al Asna), hlm.99
35

Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi awal siswa di SMP Giri

Taruna yang kurang disiplin dan memiliki akhlak atau prilaku yang

kurang baik. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang disiplin dan

memiliki akhlak atau prilaku yang kurang baik adalah akibat dari

pembelajaran jarak jauh, kurangnya bimbingan orang tua, tidak

terpantau oleh guru, dan pengaruh penyalahgunaan smartphone.

Maka dalam rangka menumbuhkan prilaku atau akhlak yang baik

pada diri siswa diperlukan upaya pembinaan akhlak yang dilakukan

oleh guru BK.

C. Berikut adalah kerangka teori dalam penelitian.

Kurang bimbingan dari orang


Kurang disiplin,
tua, Cara pembelajaran jarak
Kondisi Awal motivasi belajar
jauh, tidak terpantau oleh
menurun,
guru dan penyalahgunaan
berprilaku kurang
smartphone
baik , tidak
melaksanakan
tugas, kecanduan
gadget atau
smartphone

Preventif,
Melakukan pembinaan akhlak
preservasif dan
Tindakan siswa
korektif

Diharapkan dengan
Kondisi Akhir melakukakan pembinaan
akhlak siswa dapat
menumbuhkan sikap dan
prilaku yang baik.
36
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMP Giri Taruna Jasinga Kabupaten Bogor dan

waktu penelitiannya peneliti lakukan pada bulan Oktober 2022 sampai

dengan November 2022, dengan alasan keterbatasan waktu, dana, serta

pikiran peneliti.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan Experimental Design yaitu metode

penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan yang dapat

mempengaruhi hasil eksperimen. 27


Pilihan metode ini didasarkan ranah

masalah penelitian dan tujuan penelitian yang ingin memperoleh temuan

tentang efektifitas layanan konseling kelompok dalam meningkatkan

sikap ta’dzim siswa terhadap guru. Karena itu, dilakukan uji coba

eksperimen kepada satu kelompok siswa.

Sesuai dengan tujuan penelitian, pendekatan penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif dan jenis penelitian ini dikategorikan penelitian

eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan kegiatan penelitian untuk

mengontrol, memanipulasi dan mengobservasi subyek penelitian.

27
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Hlm.
72
Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperiment yaitu desain one

group pretest-posttest design. pada desain ini terdapat pretest, sebelum

diberi perlakuan, dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih

akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi

perlakuan.28

C. Subjek Penelitian

Penentuan subjek dalam penelitian ini dilakukan secara acak, karena

karakteristik dari setiap kelas hampir sama. Pembagian kelas di SMP Giri

Taruna Jasinga Kab. Bogor dilakukan secara acak, tidak berdasarkan

peringkat nilai sehingga tidak ada kelas yang lebih unggul atau yang lebih

rendah tingkat kecerdasannya.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Giri Taruna Jasinga

Kab. Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelas yakni kelas 9.1, 9.2, dan 9.3.

Adapun cara dalam pengambilan subjek nya yaitu dengan cara

menyebarkan kuesioner dan diurutkan hasilnya. Kemudian dari hasil

kuesioner tersebut akan diambil sebanyak 12 siswa yang nilai

kuesionernya terrendah.

D. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek

darimana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau

wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut

28
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. PT. Alfabeta. Bandung.
responden, yaitu orang-orang yang merespon atau menjawa pertanyaan

peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. 29

Sumber data penelitian adalah segala sesuatu yang dapat memberikan

informasi mengenai data berdasarkan sumbernya, data dapat dibedakan

menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud

khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya.

Data dikumpukan sendiri oleh peneliti lansung dari sumber

pertama atau objek penelitian yang dilakukan.

2. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dan maksud

selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini

dapat ditemukan dengan cepat .dalam penelitian ini yang menjadi

sumber data sekunder adalah literature, artikel, jurnal serta situs

diinternet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. 30

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah guru Bimbingan dan

Konseling, Wakasek Kesiswaan, Guru Pendidikan Agama Islam serta

siswa SMP Giri Taruna.

Adapun sumber data sekundernya adalah berupa dokumen-dokumen,

catatan-catatan yang diperoleh dari bagian Kesiswaan dan guru

Bimbingan dan Konseling, serta dari pihak-pihak yang terkait dalam

penelitian ini.
29
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: rineka cipta,
2006), hal. 172
30
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 205
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Terdapat tiga teknik pengumpulan data, yaitu: (1)

wawancara, (2) kuesioner/angket, (3) observasi. 31

1. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennya sedikit/kecil. 32

Menurut Moleong, wawancara adalah kegiatan percakapan dengan maksud

tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak. 33

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti

variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari

responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah

responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner


31
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 137
32
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 137
33
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Penelitian memberikan
deskripsi, eksplanasi, prediksi, inovasi, dan juga dasar-dasar teoritis bagi pengembangan
pendidikan), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 108.
dapat berupa pertanyaanlpernyataan tertutup atau terbuka, dapat

diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui

pos, atau internet.34

3. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,

penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gej ala-

gej ala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 35

Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan

suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai

proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah

proses-proses pengamatan dan ingatan. 36

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian Kuantitatif analisis data merupakan kegiatan setelah

data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan

dalam analisis data adalah : mengelompokkan data berdasarkan variabel

dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. 37

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti

adalah teknik Statistik deskriptif. Teknik statistik deskriptif adalah

34
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 142
35
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 145
36
Sugiyono, Op.Cit., Hlm 145
37
Sugiyono, Op.Cit., hlm 199
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi. 38

38
Sugiyono, Op.Cit., hlm 147

Anda mungkin juga menyukai