Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-

anak guna memimpin jasmani dan rohani mereka ke arah kedewasaan. Dalam

artian, pendidikan adalah suatu proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa

(guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala

hal. Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang

sedang membangun. Upaya perbaikan di bidang pendidikan merupakan suatu

keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan

berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum,

peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan-pelatihan, penataran-

penataran, serta perbaikan-perbaikan di bidang pendidikan. Semua ini

dilaksanakan semata-mata untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan

terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.

Selain pendidikan umum, yang paling penting adalah adalah pendikan

akhlak. Akhlak ini menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan pertama kali oleh

seorang murid dalam proses belajarnya. Sebelum menerima pelajaran lain,

lebih baiknya murid diberi pelajaran tentang akhlak terlebih dahulu. Karna

dengan demikian seorang murid akan bisa fokus dalam menerima pelajaran

yang lain sebab mereka sudah pasti akan mendengarkan gurunya dalam

1
2

menjelaskan pelajaran.

Dalam masa pendidikan, akhlak murid kepada seorang guru sangatlah

penting. Karena hal itu bisa menentukan manfaat atau tidaknya ilmu yang

diperolehnya. Bisa dipastikan apabila seorang murid tidak mempunyai akhlak

kepada gurunya maka ilmunya tidak akan manfaat, sebaliknya apabila seorang

murid mempunyai akhlak kepada gurunya maka ilmunya akan manfaat. Oleh

karena itu sebagai murid seharusnya bisa memposisikan diri sebagai murid

ketika berhadapan dengan guru.

Guru memiliki peran yang begitu penting dalam kehidupan sehari-hari.

Karena guru merupakan pendidik terbaik yang harus dijunjung tinggi seorang

Murid. Bahkan di dalam Islam, guru merupakan orang yang harus benar-

benar dihormati selagi apa yang disampaikannya benar dan sesuai dengan Al-

Qur’an dan sunnah Rasul. Karena dengan keberadaan guru seorang Murid

dapat memperoleh ilmu yang tak terhingga. Murid juga harus menghormati

keluaraga guru terutama keluarga yang senasab seperti ayah, ibu, dan

anaknya. Selain itu, murid juga harus menghormati pelajarannya lebih

tepatnya buku/kitab yang dipelajari.

Akhlak yang ditunjukkan seorang guru harus sesuai dengan syariat

Islam supaya bisa diambil uswah oleh muridnya. Maka dari itu sebagai guru

harus introspeks dirii dulu sebelum mendidik muridnya tentang akhlak. Dan

ini menjadi hal yang paling penting untuk keberhasilan dalam proses

pembinaan akhlak murid. Seorang murid akan bisa menerima pelajaran akhlak
3

dan mempraktekkannya apabila akhlak gurunya sudah sesuai dengan apa yang

diajarkan kepada mereka. Karna sesuai namanya, guru itu bisa diartikan dalam

bahasa Jawa dengan katai “digugu lan ditiru” yang artinya adalah guru itu

harus menjadi orang yang dipatuhi dan diteladani.

Sekolah memiliki peranan penting dalam dalam pembinaan ahklak

anak didik karena di sekolah anak didik senantiasa mendapat pembinaan dan

bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung dari para guru yaitu

dengan memberikan contoh-contoh akhlak yang mulia untuk di teladaninya

sehingga ia dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari di

masyarakat. Ini merupakan tugas yang berat bagi seorang guru dimana dia

harus ahli dalam mendidik sehingga bisa menjadi contoh yang baik terhadap

anak didiknya.

Guru adalah seorang pendidik yang profesional dalam menjalankan

pekerjaannya. Oleh karena itu mereka rela menampung beban orang tua untuk

mendidik seorang anak. Guru dengan serius dan ikhlas mengajari anak

didiknya sebagaimana mereka mengajari anaknya sendiri. Dengan demikian

seharunya seorang murid harus lebih menghormati seorang guru. Karena

selain memberikan ilmu – ilmu umum guru juga mendidik dan membina

akhlak seorang murid yang mana akan digunakan dan dipraktekkan dalam

kehidupan sehari - hari

Dalam memberikan materi akhlak seorang guru bisa memperolehnya

dari buku atau kitab klasik. Banyak sekali buku atau kitab klasik yang

membahas tentang akhlak dan cara mendidik atau membina akhlak murid.
4

Salah satunya adalah kitab Ta’limul Muta’allim. Yang mana dalam hal ini

akan peneliti gunakan sebagai rujukan. Kitab ini sudah teruji secara teoritis

dan praktis siapapun yang sudah mendalami kitab ini maka dia akan bisa

menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam masalah akhlak.

B. Fokus Penelitian

Fokus peneliti dalam penelitian yaitu:

1. Bagaimana profesionalisme Guru dalam pembinaan akhlak murid

merujuk kepada kitab Ta’limul Muta’allim di Madin Allathifiyah

Bayeman Gondang Wetan?

2. Bagaimana pembinaan akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul

Muta’allim di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat guru dalam pembinaan

akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul Muta’allim di Madin

Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan?

C. Tujuan Penelitian

Dari fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui peran Guru dalam pembinaan akhlak murid merujuk

kepada kitab Ta’limul Muta’allim di Madin Allathifiyah Bayeman

Gondang Wetan
5

2. Mengetahui akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul

Muta’allim di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan

3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat profesionalisme

Guru dalam pembinaan akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul

Muta’allim di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagi Lembaga

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi

tambahan pengelola Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan

dalam masalah profesionaliosme Guru dalam pembinaan akhlak murid.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Dalam penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan referensi

dalam ilmu pendidikan terutama pendidikan islam sehingga dapat

memperkaya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.

3. Bagi peneliti

Penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan dikembangakan lebih lanjut dengan dukungan data-

data di lapangan yang berkaitan dalam pembinaan akhlak murid.

E. Orisinalitas Penelitian

Penelitian sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya:


6

1. Skripsi Siti Zuhriah, tahun 2018 dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penelitian

dengan judul Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina

Akhlak Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap 17 Sarolangun.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai upaya untuk

memberikan jawaban atas permasalahan yang telah di bentangkan, karena

sifatnya menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Metode

pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi dan wawancara.

Kemudian untuk mengecek keabsahan data menggunakan trianggulasi

yaitu membandingkan data yang didapati dengan sumber yang ada.

Pengolaan data diambil dari ketika peneliti di lapangan dan setelah

dikumpulkan data dari lapangan. Hasil penelitian ini, dapaat disimpulkan

bahwa upaya Guru Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah

Pertama Satu Atap 17 Sarolangun dalam membina akhlaq siswa dilakukan

dalam bentuk pemahaman teori dan praktik langsung dalam kehidupan

sehari – hari, guru memberikan contoh langsung dengan menjadi uswah

bagi siswa – siswanya dan guru memberikan hukuman kepada murid yang

akhlaqnya kurang baik. Faktor pendukung guru dalam mengatasi kesulitan

dalam membina akhlaq siswa Sekolah Menengah Pertama Satu Atap 17

Sarolangun yaitu sarana prasarana yang baik, metode pembelajaran dan

guru berperan sangat aktif dalam membantu siswa Sekolah Menengah

Pertama Satu Atap 17 Sarolangun dalam membina dan mendidik akhlaq


7

dengan menyampaikan materi dengan baik dan memberikan contoh akhlaq

yang baik.

2. Skripsi Marlina, tahun 2014 dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dengan

judul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak

Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, sebagai upaya untuk memberikan jawaban atas

permasalahan yang telah di bentangkan, karena sifatnya menggunakan

pendekatan analisis deskriptif. Metode pengumpulan data menggunakan

observasi, dokumentasi dan wawancara. Kemudian untuk mengecek

keabsahan data menggunakan trianggulasi yaitu membandingkan data

yang didapati dengan sumber yang ada. Pengolaan data diambil dari ketika

peneliti di lapangan dan setelah dikumpulkan data dari lapangan. Hasil

penelitian ini, dapaat disimpulkan bahwa peranan Guru Pendidikan Agama

Islam SMA Negeri 8 Kab. Tangerang dalam membina akhlaq siswa

dilakukan dalam bentuk pemahaman teori dan praktik langsung dalam

kehidupan sehari – hari, guru memberikan contoh langsung dengan

menjadi uswah bagi siswa – siswanya dan guru memberikan hukuman

kepada murid yang akhlaqnya kurang baik. Faktor pendukung guru dalam

mengatasi kesulitan dalam membina akhlaq siswa SMA Negeri 8 Kab.

Tangerang yaitu sarana prasarana yang baik, metode pembelajaran dan

guru berperan sangat aktif .


8

Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian

No Judul Nama Peneliti, Fokus Penelitian Orisinalitas

Penelitian Institusi,Tahun Penelitian

1 Kompetensi Siti Zuhriah, 1. Bagaimana Persamaannya


strategi yang
Guru Fakultas adalah sama – sama
dilakukan Guru
Pendidikan Tarbiyah dan fokus dalam
Pendidikan
Agama Keguruan Agama Islam pembinaan akhlaq
dalam membina
Islam Universitas siswa.
akhlak kelas
Dalam Islam Negeri
XII di Sekolah Perbedaanya adalah
Membina Sulthan Thaha Menengah Atas
skripsi ini fokus
Negeri 6 di
Akhlak Saifuddin
dalam masalah
Kota Jambi ?
Siswa Di Jambi, tahun
2. Apa saja kompetensi guru
Sekolah 2018 kendala yang di
PAI dalam
hadapi Guru
Menengah
pembinaan siswa di
Pendidikan
Pertama
Agama Islam Sekolah Menengah
Satu Atap 17 dalam Membina
Pertama
Akhlak Siswa
Sarolangun
Kelas IX di
Sekolah
Menengah
pertama Satu
Atap 17
Sarolangun ?
9

No Judul Nama Peneliti, Fokus Penelitian Orisinalitas

Penelitian Institusi,Tahun Penelitian

3. Bagaimana
upaya yang di
lakukan untuk
mengatasi
kendala yang
di hadapi dalam
membina
akhlak siswa
Kelas IX di
Sekolah
Menengah
pertama Satu
Atap 17
Sarolangun ?

Peranan Marlina,
2 1. Bagaimana Persamaannya
Guru Fakultas peranan guru
adalah sama – sama
Agama Islam
Pendidikan Tarbiyah dan
fokus dalam
sebagai pendidik
Agama Keguruan
dalam membina pembinaan akhlaq
Islam Universitas akhlak siswa
siswa.
SMA Negeri 8
dalam Islam Negeri
Kabupaten Perbedaanya adalah
Membina Syarif
Tangerang?
10

No Judul Nama Peneliti, Fokus Penelitian Orisinalitas

Penelitian Institusi,Tahun Penelitian

Akhlak Hidayatullah skripsi ini fokus


2. Apa saja faktor
Siswa di Jakarta, tahun pendukung dan dalam masalah

SMA 2014 penghambat peranan guru PAI


peranan guru
Negeri 8 dalam pembinaan
Agama Islam
Kab. sebagai pendidik siswa di Sekolah

Tangerang dalam membina Menengah Atas


akhlak siswa
SMA Negeri 8
Kabupaten
Tangerang?

F. Definisi Istilah

Penelitian ini berjudul “Profesionalisme Guru dalam pembinaan

akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul Muta’allim di Madin

Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan”. Dari judul tersebut peneliti

perlu memaparkan definisi sebagai berikut :

1. Profesionalisme adalah perilaku seseoang ketika bekerja.


11

Profesionalisme juga diartikan sebagai tingkah laku banyak jenis

perilaku serta sikap seseorang pada lingkungan bisnis atau kerja.1

2. Pembinaan, menurut Yurudik Yahya definisi atau pengertian

pembinaan adalah “suatu bimbingan atau arahan yang dilakukan

secara sadar dari orang dewasa kepada anak yang perlu dewasa

agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang

utuh dan matang kepribadian yang dimaksud mencapai aspek

cipta, rasa dan karsa.2

3. Akhlak adalah kata yang berbentuk mufrad, jamaknya khuluqun

yang berarti perangai, tabiat, adat atau khulqun yang berarti

kejadian, buatan, ciptaan. Sehingga Akhlak secara etimologi

berarti suatu sistem perilaku yang di buat oleh manusia.

Sedangkan secara terminonologis akhlak mempunyai arti ilmu

yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang

terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia

lahir dan batin.3

4. Murid, Menurut Naqawi menyebutkan bahwa kata murid berasal

dari bahasa Arab, yang artinya orang yang menginginkan (the

willer). Menurut Nata, kata murid diartikan sebagai orang yang

menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,

keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai

1
https://adammuiz.com/profesionalisme/
2
http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/definisi-pembinaan-pengertian-pembinaan.html
3
Dr. H. Muhammad Hasbi, M. Ag., 2020, Akhlaq Tasawwuf, Yogyakarta dan Trust Media
12

bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat dengan jalan

belajar sungguh-sungguh. Disamping kata murid dijumpai istilah

lain yang sering digunakan dalam bahasa arab, yaitu tilmidz yang

berarti murid atau pelajar, jamaknya talamidz (dalam Aly, 2008).4

5. Kitab Ta’limul Muta’allim adalah salah satu kitab salaf yang

membahas tentang tata cara mendidik dan tata cara membina

akhlak murid karya Syaikh Azzarnujy.

4
Hasan Alwi, kamus besar bahasa Indonesia, Ed. III (Cet. IV; Jakarta: Balai
Pustaka, 2007)
13

G. Sistematika Penulisan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

B. Fokus Penelitian

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Orisinitas Penelitian

F. Defisi Istilah

G. Sistematika Penelitian

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori Yang Di Gunakan

B. Kajian Teori Dalam Perspektif Islam

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

B. Kehadiran Peneliti

C. Lokasi Penelitian

D. Sumber Data Penelitian

E. Teknik Pengumpulan Data


14

F. Analisa Data

G. Pengecekan Keabsahan Data

H. Tahap-Tahap Penelitian
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori yang digunakan

1. Profesionalisme Guru

a. Sikap Profesional Keguruan

Pada umumnya orang memberi arti sempit terhadap pengertian

profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan

teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya, seorang guru dikatakan

profesional bila guru itu memiliki kulitas pembelajaran yang tinggi.

Padahal profesional mengandung makna yang lebih luas dari

berkualitas tinggi dalam hal teknis. Berkaitan dengan hal diatas,

ditetapkan kemampuan guru dalam beberapa bagian, yaitu:

a) Kemampuan merencanakan pengajaran Sebelum guru

melaksanakan pembelajaran terlebih dahulu membuat rencana

pengajaran. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

merencanakan pengajaran adalah suatu aktivitas merumuskan

sesuatu terlebih dahulu sebelum pembelajaran dilaksanakan.

Banyak ahli yang merumuskan kemampuan merencanakan

pengajaran dengan berbagai jenis rumusan.. 5

b) Kemampuan melaksanakan prosedur mengajar Kemampuan

melaksanakan prosedur mengajar adalah penerapan secara nyata

rencana pengajaran yang telah dibuat pada saat pembelajaran,

5
Heri Susanto, 2020, Profesi Keguruan, Banjarmasin dan Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat

15
16

hal-hal yang direncanakan pada perencanaan pengajaran

diwujudkan dalam bentuk tindakan pembelajaran yang nyata.

c) Kemampuan melaksanakan hubungan pribadi dengan siswa

Sekolah dan kelas dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial.

Sebab, didalamnya terjadi interaksi atau hubungan timbal balik

antara orang-orang yang ada didalamnya, yaitu: guru, dengan

siswa dan siswa dengan siswa. Karena itu, dalam sistem

tersebut guru haruslah mampu dan terampil dalam mengadakan

hubungan pribadi dengan para siswa. 6

b. Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi profesional berasal dari dua kata yaitu kompetensi

dan profesional. Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah

kemampuan atau kecakapan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

kompetensi berarti kewenangan/kekuasaan untuk menentukan

(memutuskan sesuatu). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.

045/4/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan

cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugas

sesuai dengan pekerjaan tertentu. Sedangkan profesional menunjuk

pada dua hal, pertama orang yang menyandang suatu profesi, kedua

penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai

dengan profesinya. Jadi dari berbagai pengertian di atas maka yang

dimaksud dengan kompetensi profesional guru ialah kemampuan dan

6
Heri Susanto, 2020, Profesi Keguruan, Banjarmasin dan Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
17

kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya

guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut

sebagai guru yang kompeten dan profesional. Kompetensi

profesional merupakan pekerjaan yang hanya dapat di lakukan oleh

seorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi dan

sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan

jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi profesional merupakan

kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru. Ada beberapa

pandangan ahli tentang kompetensi profesional guru. Menurut

Cooper (1984:15) terbagi kedalam 4 komponen kompetensi dasar,

yakni:

a) Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku

manusia

b) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang

dibinanya

c) Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah,

teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya

d) Mempunyai keterampilan dalam tekhnik mengajar.7

2. Pembinaan akhlak Murid

a. Pengertian akhlak

1) Perbedaan Akhlak, Etika, Moral dan Budi Pekerti

a) Etika, Asal mula kata etika dari bahasa Yunani “ethos.”

7
Heri Susanto, 2020, Profesi Keguruan, Banjarmasin dan Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
18

Artinya, kebiasaan atau tradisi yang menjadi kebiasaan

masyarakat. Dalam kaitan dengan tingkah laku, etika

termasuk dalam salah satu cabang filsafat. Di dalamnya

membicarakan tentang tingkah laku manusia. Mengukur nilai

perbuatan baik atau buruk melalui etika. Sementara yang

dijadikan ukuran untuk mengukur baik buruk adalah akal

pikiran. Dari itu, akal dalam kaitan dengan filsafat dapat

menentukan baik buruk suatu perilaku manusia

b) Moral, WJS. Poerwadarminto dalam “Kamus Umum Bahasa

Indonesia” menjelaskan moral, “ajaran tentang baik buruk

perbuatan dan kelakuan.” Dalam moral diatur segala

perbuatan dinilai baik yang perlu ditiru dan meninggalkan

perbuatan yang dinilai tidak baik. Kemampuan akal untuk

membedakan baik dan buruk dalam suatu perbuatan adalah

moral. Dari itu, moral merupakan alat pengendalian tingkah

laku menuju kebajikan-kebajian8

c) Budi Pekerti, Secara istilah kata “budi” yang melekat pada

manusia erat kaitan dengan kesadaran. Kesadaran tersebut

terbentuk dari ratio. Sementara kesadaran yang telah

diproses dan dibentuk secara ratio ini apabila telah melekat

pada seseorang dikenal dengan karakter. Dalam kaitan

dengan “pekerti” tumbuh dari perasaan hati. Kondisi ini

8
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia Dini,
Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
19

dikenal dengan istilah behavior. Dari itu, dua kata tersebut

(budi & pekerti) apabila digabungkan keduanya mempunyai

makna karsa dan tingkah laku manusia

d) Akhlak dalam Islam, Akhlak dalam pandangan Islam dibagi

menjadi 2 (dua). Pertama, akhlak mahmudah. Artinya,

akhlak yang mendapat pujian dalam agama. Berlaku baik

terhadap Allah SWT., mentati ajaran Rasulullah SAW.,

berlaku baik antarsesama Muslim, menghargai orang lain

dan lainnya merupan bagian dari mahmudah. Kedua, akhlak

madzmumah. Artinya, perbuatan yang dinilai buruk dalam

Islam. Misalnya, menyekukan Allah SWT. dengan makhluk,

ingkar sunnah dan lainnya. Dalam kaitan dengan penjelasan

akhlak di atas, ulama menyatakan bahwa akhlak mahmudah

merupakan sifat para nabi dan orang-orang shiddiq.

Sedangkan akhlak mazmumah merupakan sifat syaitan yang

tercela. 9

b. Pembinaan Akhlak Karimah di Sekolah Dasar

Pada usia kanak-kanak terakhir, anak telah memasuki Sekolah

Dasar atau sederajat. Anak telah dapat diberikan berbagai mata

pelajaran, seperti belajar-membaca, berhitung dan lain sebagainya.

Usia ini anak mulai tubuh daya fikir. Berkaitan dengan pembinaan

prilaku yang baik pada anak usia ini, guru di sekolah sebagai

9
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia Dini,
Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
20

pendidik harus berusaha keras, karena anak didik merupakan titipan

dari berbagai keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan

berbeda. Sehingga di sekolah terlihat berbagai macam prilaku anak,

ada yang patuh ada yang bandel dan lain sebagainya. 10 Semua itu

merupakan tanggung jawab guru untuk membina anak didiknya ke

arah kebaikan. Sungguh pun anak didik memiliki latar belakang

pendidikan atau pengalaman yang berbeda, namun proses pembinaan

atau internalisasi nilai-nilai akhlak karimah dalam diri anak didik

dapat dilakukan guru dengan berbagai alternatif. Bagi anak didik

tahap awal Sekolah Dasar (kelas I, II dan III yang usia mereka sekitar

7-9 tahun) proses pendidikan anak didik (bahasa Jawa: dinidik) agar

mencapai akhlak mulia tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan

guru di Taman Kanak-kanak, yaitu melalui strategi uswah hasanah

dan tadribat (latihan atau pembiasaan) dari pihak guru, baik guru

bidang studi agama maupun guru bidang studi umum. 11 Cerita, kisah,

sajak, dan pribahasa yang mengandung pesan pembinaan akhlak

karimah masih perlu dikemas khusus bagi anak didik. Selain itu,

dengan tumbuh daya fikir anak, guru di sekolah dapat mendidik anak

agar memperoleh nilai-nilai akhlak mulia dengan menggunakan

strategi instruksional yang umumnya diterapkan dalam dunia

10
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
11
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
21

pendidikan. Melalui strategi instruksional, sang anak diharapkan

dapat mencapai atau memiliki tidak hanya pengetahuan (kognitif)

dan ketrampilan (psikomotor), tetapi yang lebih penting lagi anak

diharapkan memiliki sikap mulia (afektif). Sesuai dengan prinsip

strategi instruksional dalam rangka pendidikan anak untuk

memperoleh pengetahuan sebagai tujuan dalam kawasan kognitif dan

bila dikaitkan dengan pendidikan akhlak karimah pada anak, maka

tentu saja materi yang diajarkan guru harus meliputi bidang akhlak

karimah itu sendiri. Artinya, guru harus mengajarkan mana akhlak

yang baik dan mana akhlak yang buruk agar anak didik dapat

mengetahuinya. Dengan adanya pergetahuan anak tentang nilai-nilai

akhlak karimah diharapkan anak akan memiliki afektif atau

berprilaku sesuai dengan nilai nilai akhlak karimah yang telah

diketahuinya. Materi akhlak karimah yang hendak diajarkan guru di

sekolah tentu aja membutuhkan prosedur dari fasilitas pendukung

yang disesuiakan dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak

didik sebagai bagian dari strategi intruksional.

Berkaitan dengan prosedur misalnya guru perlu menerapkan

berbagai metode instruksional yang dapat menginternalisasikan nilai

akhlak karimah dalam diri anak. Demikian juga halnya dengan

fasilitas pendidikan, seperti kantor atau ruang khusus sebagai tempat

anak mengeluh, minta nasehat283 dan lain sebagainya. Berkaitan

dengan metode yang digunakan guru dalam proses internalisasi-


22

instruksional nilai-nilai akhlak karimah pada anak didik sepertinya

diperlukan ulasan lebih dalam, sebab metode yang digunakan guru

yang sesuai dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak

sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan prilaku anak didik.

Bentuk-bentuk metode pendidikan Islam yang relevan dengan

pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak terakhir,

khususnya ketika anak telah tumbuh daya fikir logis (abstraks) dan

dipandang lebih efektif dalam proses internalisasi-instruksianal nilai-

nilai akhlak karimah dalam diri anak didik antara lain:

1) Metode Ceramah Metode. Ceramah salah satu pendekatan

penting yang sering digunakan dalam kegiatan instruksional. 12

Melalui metode ini guru dapat memberikan berbagai informasi

yang berkaitan dengan pembinaan akhlak karimah pada anak

didik. Apalagi dalam pelaksanaan kependidikan di Indonesia

umumnya jumlah siswa dalam satu kelas berkisar antara 30-40

siswa (jumlah ini bukan hasil penelitian ilmiah, tapi hasil

pengamatan sekilas terhadap kenyataan yang ada), tentu saja

metode ceramah tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan

instuksional. Aplikasi metode ini, misalnya, guru mampu

menyampaikan materi tentang bagaimana seharusnya anak

bersikap mulia terhadap Allah, diri sendiri, sesama manusia dan

alam lingkungan. Pelaksanaan metode ceramah dalam kegiatan

12
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
23

instruksional agar berhasil dengan baik dituntut adanya gaya

yang menarik, suara yang mantap, bahasa yang benar dan halus,

bahasa yang bermakna, bahasa yang jelas, serta bahasa yang

menarik dan menyenangkan audience (siswa). Pembinaan akhlak

karimah dalam kegiatan instruksional dengan menggunakan

metode ceramah sema-mata tidaklah cukup. Karena, apapun

metode yang diperkenalkan pasti ada kelemahannya. Misalnya,

guru dalam metode ini sulit mengetahui apakah siswa telah

memahami atau tidak terhadap materi akhlak karimah yang

disampaikannya.Karena itu, guru perlu menambahkan dengan

metode-metode lain. 13

2) Metode Tanya Jawab. Dengan tumbuhnya daya fikir anak-anak,

guru telah dapat melaksanakan tanya jawab dengan siswanya.

Metode tanya jawab dalam lingkungan pendidikan Islam sering

disebut dengan metode dialogis (dalam bahasa Arab: hiwar).

Artinya, pendidik (guru) mengajukan pertanyaanpertanyaan

kepada siswa dan membimbingnya supaya ia dapat menentukan

sendiri kebenaran yang dimaksud, dan sebaliknya siswa dituntut

agar ia mau bertanya tentang halhal yang belum diketahui atau

sesuatu yang ia ragu-ragu terhadapnya. Dalam konteks ini

pertanyaan-pertanyan yang diajukan guru adalah berkaitan

dengan nilai-nilai akhlak karimah. Melalui metode ini situasi

13
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
24

kegiatan instruksional akan hidup, para siswa akan aktif. Bila

proses tanya jawab terjadi kesalahan jawaban dari siswa atau

munculnya berbagai jawaban, guru harus meluruskan dan

menyimpulkan dengan sikap yang penuh bijaksana. Hal ini

sangat diperlukan agar siswa tidak terjebak dalam kesalahan, dan

siswa yang tidak benar jawabannya tidak tersinggung, tapi berada

dalam kebenaran dan pada gilirannya nilai-nilai akhlak karimah

hasil dari tanya jawab itu akan menjadi pengetahuannya. 14

3) Metode Demonstrasi. Metode demonstrasi adalah kegiatan

belajar mengajar atau instruksional yang dilakukan guru yang

secara khusus siswa diminta untuk memperlihatkan suatu proses

pada sejumlah siswa di dalam kelas. Aplikasi metode ini dalam

kaitannya dengan pembinaan akhlak karimah dalam diri anak,

misalnya guru meminta salah seorang siswa untuk

memperlihatkan bagaimana mengerjakan wudhu’, proses gerakan

shalat sunnah tasbih, atau shalat magrib, shalat isya’, shalat

subuh dan lain sebagainya. Demikianlah penyajian beberapa

metode dalam kegiatan instruksional yang berkaitan dengan

pendidikan akhlak karimah terhadap diri anak. Masih banyak

metodemetode lain yang memungkinkan bagi seorang guru untuk

menggunakannya. Misalnya, metode sosio-drama, karyawisata

dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga strategistrategi yang

14
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
25

sering dipakai oleh seorang guru, lazimnya dilakukan orang tua

di rumah tangga saat ini. 15

Selain dari kegiatan instruksional berkaitan dengan usaha

sekolah dalam proses pembinaan atau pendidikan nilai-nilai

akhlak karimah dalam diri anak, ada beberapa point yang perlu

dilaksanakan guru atau pimpinan sekolah, yaitu:

a) Perlu diusahakan agar sekolah menjadi badan yang baik bagi

pertumbuhan dan perkembangan mental akhlak karimah anak

didik, disamping tempat pemberian ilmu pengetahuan,

ketrampilan, pengembangan bakat dan kecerdasan;

b) Pendidikan agama atau nilai-nilai akhlak karimah hendaknya

dilakukan secara intensif, ilmu dan amal supaya dapat

dirasakan oleh anak didik di sekolah. Bila tidak nilai-nilai

akhlak karimah yang diterima anak di rumah tidak

berkembang, bahkan mungkin hilang;

c) Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan

pendidikan dan pengajaran (guru, pegawai, buku, peraturan

dan alat-alat kependidikan) dapat membawa anak didik

kepada pembinaan akhlak karimah, disamping

pengembangan bakat agar anak tidak mudah terpenganuh

oleh tingkah laku tidak baik;

d) Sekolah pendidikan dibersihkan dari tenaga yang kurang baik

15
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
26

akhlaknya, kurang mempunyai keyakinan beragama serta

diusahakan menutup segala kemungkinan penyelewengan;

e) Pelajaran-pelajaran umum, seperti kesenian, olah raga dan

rekreasi haruslah mengindahkan nilai- nilai akhlak karimah

sehingga dalam pelaksanaan pelajaran tersebut, baik teori

maupun prakteknya mencerminkan akhlak karimah anak

didik.16

f) Sekolah harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian

waktu luang anak dengan mengarahkannya pada aktivitas

yang menyenangkan dan tidak berlawanan dengan nilai-nilai

akhlak karimah;

g) Setiap pendidik di sekolah sedapat mungkin harus

memberikan bimbingan, penyuluhan dan mengawasi

pergaulan anak didik dengan teman-temannya agar tidak

terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan

kepribadian. Berdasarkan di atas disimpulkan bahwa proses

pembinaan atau pendidikan akhlak karimah dalam diri anak

ketika ia berada di sekolah dasar atau sederajat.17

B. Kajian Teori dalam Perspektif Islam

16
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
17
Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak Mulia Anak Usia
Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
27

Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia

(al-akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-

madzmumah/al-qabihah). Akhlak mulia harus diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela harus dijauhi jangan sampai

dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua

bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap

makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi

menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia,

akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan

binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat,

berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga

kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash

(112): 1–4; QS. al-Dzariyat (51): 56), menaati perintah Allah atau bertakwa

(QS. Ali ‘Imran (3): 132), ikhlas dalam semua amal (QS. al-Bayyinah (98):

5), cinta kepada Allah (QS. al-Baqarah (2): 165), takut kepada Allah (QS.

Fathir (35): 28), berdoa dan penuh harapan (raja') kepada Allah Swt. (QS.

al-Zumar (39): 53), berdzikir (QS. al-Ra'd (13): 28), bertawakal setelah

memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali ‘Imran (3): 159, QS. Hud

(11): 123), bersyukur

(QS. al-Baqarah (2): 152 dan QS. Ibrahim (14): 7), bertaubat serta istighfar

bila berbuat kesalahan (QS. al-Nur (24): 31 dan QS. al-Tahrim (66): 8), rido
28

atas semua ketetapan Allah (QS. al-Bayyinah (98): 8), dan berbaik sangka

pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali ‘Imran (3): 154).18

18
Marzuki, 2009, Pembinaan Akhlak Mulia Dalam Berhubungan Antar Sesama
ManusiaDalam Perspektif Islam, Humanika
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Di dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggunakan

beberapa pendekatan yaitu pendekatan pedagogis, psikologis dan

administratif. Ketiga jenis pendekatan tersebut merupakan

pendekatan-pendekatan utama, sehingga dalam beberapa hal tidak

menutup kemungkinan beberapa jenis pendekatan lain dapat pula

digunakan.

Jenis penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif, pengumpulan

data dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian kualitatif

(Qualitatif research) merupakan suatu penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa,

aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara

individual meupun kelompok. Kebanyakan penelitian kualitatif

bersifat deskriptif, penelitian yang memberikan deskripsi atau

gambaran tentang situasi yang kompleks dan arah bagi penelitian

selanjutnya.19

19
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Cet. III; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hal. 60.

29
30

2. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenis penelitian, maka penulis menggunakan

jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu sebuah data yang diperoleh

yang bersifat uraian, argumentasi,dan pemaparan. Peneliti akan

melakuakan analisis data mengenai Profesionalisme dalam

pembinaan akhlak murid merujuk kepada kitab Ta’limul Muta’allim

di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan. dengan

memberikan pemaparan dari situasi dalam bentuk uraian. Oleh karena

itu, upaya guru dalam pembinaan akhlak murid merujuk kepada kitab

Ta’limul Muta’allim Peneliti akan menggunakan penelitian

kualiatatif.

Menurut keirl Miller penelitian kualitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung pada manusia pada kawasannyan sendiri, dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan

peristilahannya. Metode penelitian adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data

yang dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi. Pertimbangan penulis menggunakan penelitian kualitatif


31

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh lexy moelong :

a . Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenataan ganda.

b . Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara

peneliti dan responden .

c . Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen

pengaruh bersama terhadap pola pola yang dihadapi.20

ini merupakan penelitian lapangan dengan maksud menemukan

fakta-fakta konkrit terkait dengan upaya guru dalam pembinaan

akhlak murid.

B. Kehadiran Peneliti

Kehadiran Peneliti sangat diperlukan dalam penelitian ini karens

peneliti merupakan instrument utama yang betindak sebagai pemberi tes,

pengamat, pewawancara, pengumpul data, dan pembuat laporan dari hasil

penelitian. Dan ini merupakan alat pengumpul data utama.Tempat

penelitian dapat dilakukan disekolah, dikeluarga, dimasyarakat, asal semua

tujuan penelitian dapat tercapai.

Penelitian diperlukan adanya pengumpulan data maka perlu adaya

catatan lapangan. Catatan lapangan adalah alat yang sangat penting dalam

penelitian Kualitatif, karena fokus pada pengamatan dan wawancara dalam

mengumpulkan data lapangan. Peneliti bertindak sebagai pengumpul

20
Muh.Nasir, Metode Penelitian ( Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2003) hal .23
32

data,penganalisis, dan pelapor hasil. Peneliti berkolaborasi dengan guru

pendidikan agama islam, Kemudian berupaya sebagai pengamat

(observasi) yang bertugas mengunmpulkan data dalam upaya

meningkatkan minat baca Alqur’an siswa. Peneliti sebagai instrument

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Responsif

2. Dapat menyesuaikan diri

3. Menekankan keutuhan

4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan

5. Memproses data secepatnya

6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan

mengikhtisarkan

7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim dan

idiosinkratik.21

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang

Wetan Kabupaten Pasuruan, Madin Allathifiyah merupakan sekolah yg

lokasinya berada di kawasan pondok pesantren di dusun Podokaton

Bayeman Gondang Wetan.

D. Sumber Data Penelitian

21
Ibid, n.d. hal. 168-170.
33

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

macam, yaitu: sumber primer dan sumber sekunder. Pembagian

sumber data tersebut bermanfaat sebagai acuan untuk memilih data

yang seharusnya menjadi prioritas dalam penelitian.

1. sumber Primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data. Data primer merupakan

data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau

perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner

yang dilakukan oleh peneliti. 22Penentuan informan sebagai sumber

primer, menggunakan teknik purposive sampling, yaitu: “teknik

pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling

tahu tentang apa yang kita harapkan. Sumber primer dalam penelitian

ini adalah guru di Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan.

2. Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen.23 Sumber sekunder ini peneliti gunakan sebagai

bahan referensi tambahan untuk memperkaya isi penelitian, dan

sebagai bahan pelengkap dalam pembuatan penelitian ini. Adapun


22
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), h. 42
23
Ibid, h. 62
34

sumber pendukung dalam penelitian ini adalah siswa di Madin

Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan.

E. Tehnik Pengumpulan data

berikut ini teknik yang peneliti lakukan dalam pengumpulan data

yang peneliti lakukan:

1. Pengamatan ( Observasi)

Matthews and Ross mendefinisikan observasi sebagai

berikut “Observation is the collection of data through the use of

human senses. In some natural conditions; observation is the act of

watching social phenomenan in the real world and recording events

as they happen”. Observasi adalah metode pengumpulan data

melalui indra manusia. Berdasarkan pernyataan ini, indra manusia

menjadi alat utama dalam melakukan observasi. Tentu saja indra

yang terlibat bukan hanya indra penglihatan saja, tetapi indra lainnya

pun dapat dilibatkan seperti indra pendengaran, indra penciuman,

indra perasa, dan lain sebagainya. 24 Observasi ini mengadakan

pengamatan dengan mencatat data atau informasi yang diperlukan

dan dibutuhkan sesuai dengan masalah yang diikuti. Observasi ini

dilakukan dengan mengamati instrumen-instrumen dalam proses

evaluasi serta data yang dapat menunjang kelengkapan penelitian ini.

2. Wawancara

24
Haris Hediansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif, Ed. I (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 129.
35

Wawancara adalah proses mendapatkan keterangan untuk

tujuan penelitian melalui tanya jawab, sambil bertatap muka antara

pewawancara dan responden dengan menggunakan alat yang

dinamakan interview guide (panduan wawancara). Wawancara

(interview) merupakan cara menghimpun bahan-bahan keterangan

yang dilaksanakan dengan tanya jawab baik secara lisan, sepihak,

berhadapan muka, maupun dengan arah serta tujuan yang telah

ditentukan. Wawancara juga dipandang sebagai percakapan di mana

pewawancara mengajukan pertanyaan kepada partisipan. Wawancara

dapat dilakukan secara individu, satu-satu, kelompok, dan Focus

Group Discussion (FGD), yaitu suatu kelompok partisipan diminta

untuk mendiskusikan suatu topik tertentu, kemudian dilakukan

wawancara dalam kelompok itu yang dibarengi dengan alat perekam

audio atau video.25 Adapun sasaran yang di wawancarai adalah

Kepala Sekolah, Guru Madin dan 20 orang peserta didik.

3. Dokumentasi

Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata “dokumen”

yang artinya barang-barang tertulis seperti catatan, transkip, buku-

buku, surat kabar, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya. Teknik

dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-

data yang sudah ada.26Teknik ini digunakan untuk menggali data

25
Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii, Action Research: Teori, Model, & Aplikasi, Ed.I
(Cet. I; Jakarta: Kencana, 2014), h. 101
26
Amirul Hadi Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, (Bandung: Pustaka Setia,
36

dengan cara mempelajari arsip-arsip siswa catatan maupun sumber

tertulis lainnya yang meliputi keadaan sekolah, jumlah siswa, dan

jumlah guru tak kalah penting dengan teknik lain.

F. Analisi data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori,

menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami orang lain. 27 Maksudnya agar

peneliti dapat meyempurnakan pemahaman terhadap data tersebut untuk

kemudian menyajikannya kepada orang lain dengan lebih jelas tentang apa

yang telah ditemukan atau didapatkan di lapangan. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan dasar analisis deskriptif maksudnya analisis data

bukan dengan angka-angka tapi melalui kata-kata,kalimat, atau paragraph

yang dinyatakan dalam bentuk deskriptif dengan tahapan berikut ini:

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang

1998), hal. 83.


27
Sugiono, metode Penelitian Pendidikan, n.d hal.317
37

terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Sebagaimana kita

ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu

proyek yang diorientasikan secara kualitatif. Melihat sebuah tayangan

membantu kita memahami apa yang terjadi dan melakukan sesuatu-

analisis lanjutan atau tindakan-didasarkan pada pemahaman tersebut.

2. Model Data (Data Display)

Langkah utama kedua dari kegiatan analisis data adalah model

data. Kita mendefinisikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi

yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Model (displays) dalam kehidupan sehari-hari

berbeda-beda dari pengukur bensin, surat kabar, sampai layar

komputer.

3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan

Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan

verifikasi kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti

kualitatif mulai memutuskan apakah “makna” sesuatu, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur

kausal, dan proposisi-proposisi. Peneliti yang kompeten dapat

menangani kesimpulan-kesimpulan ini secara jelas, memelihara

kejujuran dan kejujuran (skeptisme), tetapi kesimpulan masih jauh,

baru mulai dan pertama masih samar, kemudian meningkat menjadi


38

eksplisit dan mendasar, menggunakan istilah klasik Glasser dan

Strauss (967).28

G. Pengecekan Keabsahan Data

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenaranya karena

berbagai macam alasan, diantaranya subjektivitas peneliti merupakan hal

yang dominan dalam penelitian kualitatif , alat penelitian yang jadi andalan

yaitu wawancara dan observasi memiliki banyak kekurangan ketika

dilakukan secara terbuka terutama jika tanpa ada control, dan sumber data

kualitatif yang kurang credible akan berpengaruh pada hasil penelitian

yang akurat. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan

keabsahan data, yaitu;

1. Kredibilitas

kredibilitas merupakan istilah yang di pilih untuk mengganti

konsep validitas, bertujuan untuk merangkum bahasan yang

menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kreadibilitas terletak pada

keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau

mendeskripsikan setting, proses, kelompok social atau pola interaksi

yang kompleks. Konsep kredibilitas juga harus mampu

mendemonstrasikan bahwa untuk memotret komplesitas hubungan

antar aspek, penelitian dilakukan dengan cara tertentu yang menjamin

28
Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Ed. I (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 129-133
39

bahwa subjek penelitian dan dideskripkan secara akurat.

2. Transferabilitas

Transferabilitas bisa diartikan apakah hasil penelitian ini dapat

diterapkan pada situasi yang lain.

3. Dependability

Dependability berarti apakah hasil penelitian mengacu pada

kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk dan

menggunakan konsep-konsep ketka membuat interpretasi untuk menarik

kesimpulan.

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas berarti apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang

dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini

dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang

tidak ikut dan tidakberkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar

hasil dapat lebih objektif. 29

Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini adalah

menggunakan Teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan Teknik

pemeriksaan data y a n g memanfaatkan pihak ketiga dari data

tersebut sebagai pengecek atau pembanding atau pengecek untuk

meningkatkan pemahaman peneliti pada fakta dan data yang dimiliki.

1. Triangulasi sumber

29
http:/tugasavan.blogspot.com/2013/08/teknik pemeriksaan-keabsahandata.hmtl tgl
15
40

Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa

sumber. Singkatnya, triangulasi sumber adalah mendapatkan data

dari sumber yang berbeda dengan Teknik yang sama. 30 Peneliti

melakukan wawancara dengan pertanyaan yang sama namun

informan yang berbeda. Informasi yang diperoleh dari para

informan tersebut nantinya akan dikumpulkan kemudian

dibandingkan antara satu sama lain untuk kemudian ditemukan

persamaannya. Apabila kemudian ditemukan perbedaan, maka

peneliti mencari alasan perbedaan informasi tersebut melalui

informan yang dinilai lebih kuat.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi Teknik adalah peneliti menggunakan Teknik

pengum pulan data yang sama dengan sumber data yang berbeda.31

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Teknik

wawancara dan Teknik observasi.

H. Tahap-tahap Penelitian

30
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015),
hlm. 330.
31
Ibid, hlm. 332
41

Ada tiga tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

Pra-lapangan, kegiatan lapangan, analisis intensif. 32

1. Pra-lapangan

a. Menentukan objek dan tempat yang akan diteliti. Disini objek peneliti

harus jelas dan tempat yang diteliti harus memang tepat untuk

dilakukan penelitian tersebut.

b. Menyusun proposal penelitian, dimana setelah disetujui oleh dosen

pembimbing setelah itu mendaftar untuk seminar proposal.

c. Mengurus perizinan. Dalam hal ini peneliti mengurus perizinan ke

Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan.

d. Menyiapkan kebutuhan. Disini peneliti menyiapkan berbagai

kebutuhan yang diperlukan dalam penelitian seperti: bulpoin, kamera,

buku yang menunjang penelitian.

e. Terjun langsung ke lapangan. Peneliti terjun langsung ke lapangan

dengan melihat kegiatan murid Madin Allathifiyah Bayeman Gondang

Wetan Kabupaten Pasuruan dan mewancarai guru Madin. Hal ini

dilakukan agar peneliti mengetahui secara langsung proses keseharian

kegiatan murid Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan di

sekolah.

f. Memilih narasumber atau informan. untuk melengkapi data- data yang

32
Farid Zainul Mustofa, “Peran Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Malang”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Malang 2010, hlm. 50-51.
42

dilaksanakan.

2. Kegiatan Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan survey secara langsung ke

lokasi penelitian yaitu Madin Allathifiyah Bayeman Gondang Wetan dan

mengamati kegiatan yang ada disekolah. Objek dalam penelitian ini

adalah tentang Profesionalisme guru dalam pembinaan akhlak murid dan

peran guru dalam pembinaan akhlak murid.

3. Analisis intensif

a. Menyajikan data dalam bentuk deskripsi, setelah semua data

diidentifikasi peneliti akan mengubah dalam bentuk deskripsi.

b. Menganalisa sesuai tujuan yang ingin peneliti capai, pada tahap ini

peneliti menunjukkan tujuan akhir penelitian dan data yang

diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet.1

Siti Zuhriah, tahun 2018 dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penelitian dengan judul Kompetensi

Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa Di Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap 17 Sarolangun

Marlina, tahun 2014 dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dengan judul Peranan Guru

Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab.

Tangerang

Dr. H. Muhammad Hasbi, M. Ag., 2020, Akhlaq Tasawwuf, Yogyakarta dan

Trust Media

Hasan Alwi, kamus besar bahasa Indonesia, Ed. III (Cet. IV; Jakarta: Balai

Pustaka, 2007)

Heri Susanto, 2020, Profesi Keguruan, Banjarmasin dan Program Studi

Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lambung Mangkurat

Dr. Tgk. H. Syabuddin Gade, M.Ag., 2019, Membumikan Pendidikan Akhlak

Mulia Anak Usia Dini, Banda Aceh dan Percetakan Universitas Islam Negeri

(UIN) Ar-Raniry

Marzuki, 2009, Pembinaan Akhlak Mulia Dalam Berhubungan Antar Sesama

ManusiaDalam Perspektif Islam, Humanika


Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Cet. III; Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2007),

Muh.Nasir, Metode Penelitian ( Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2003)

Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009)

Haris Hediansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai

Instrumen Penggalian Data Kualitatif, Ed. I (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers,

2013)

Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii, Action Research: Teori, Model, &

Aplikasi, Ed.I (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2014)

Amirul Hadi Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, (Bandung: Pustaka

Setia, 1998)

Sugiono, metode Penelitian Pendidikan

Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Ed. I (Cet. II; Jakarta:

Rajawali Pers, 2011)

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2015)

Farid Zainul Mustofa, “Peran Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan

Akhlak Siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Malang”, Skripsi,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang 2010

Anda mungkin juga menyukai