Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM


TATA TERTIB SEKOLAH
Diajukan untuk memenuhi persayaratan tugas pada mata kuliah model
pembelajaran sekolah dasar
Dosen pengampu: Fauzi Fadhliansyah, M.pd

Disusun oleh :
Linda Rohdianti
Ratu miftahurohmah
Piter
Abdul hafid maulana
Muhamad rifki hidayat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PRIMAGRAHA
2024
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi ..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan masalah dan Tujuan.....................................................................4
C. Manfaat Pembahasan..................................................................................5
BAB II PEMBAHSAN
A. Pengertian Reward dan Punishment ...........................................................6
B. Alasan pemberian hukuman ........................................................................15
C.implementasi reward dan punishment...........................................................21
D. Punishment yang di larang dan yang mendidik...........................................27
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................33
B. Saran.............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tata tertib sekolah merupakan salah satu bentuk aturan yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh siswa, sebagai satu perwujudan kehidupan yang
sadar akan hukum dan aturan. Tata tertib sekolah adalah rambu-rambu
kehidupan bagi siswa dalam melaksanakan kehidupan dalam masyarakat
sekolah.
Pembinaan guru di sekolah merupakan bagian integral dari upaya
pembinaan kesadaran hukum atau aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Pembinaan terhadap tata tertib sekolah merupakan salah satu bentuk kegiatan
di sekolah dalam rangka pembinaan generasimuda dan pembentukan manusia
disiplin dan terdidik.
Masalah yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan adalah
bagaimana meningkatkan mutu pendidikan, baik yang bersifat pengetahuan
maupun sikap. Usaha pertama yang dilakukan oleh sekolah dalam pembinaan
sikap yaitu melalui tata tertib sekolah.
Dalam menegakkan tata tertib sekolah sering kali guru yang memberi
hukuman badan (corporal punishment) sebagai respon peneguhan negatif atas
perilaku kurang baik siswa yang melanggar tata tertib di sekolah. Hal tersebut
memberikan dampak fatal bagi fisik dan mental siswa sehingga tidak jarang
membuat guru tersebut dilaporkan ke pihak berwajib dan bahkan sampai ada
yang dipenjara. Hal ini kemungkinan disebabkan kekurangmampuan guru
dalam mengontrol emosi yang membuatnya kehilangan self control atas
tindakannya terhadap murid. Guru tidaklah sepenuhnya salah, di tengah
berbagai masalah pribadi, tuntutan untuk mensejahterakan keluarga dan
problem keluarga yang menumpuk ditambah sikap atau perilaku siswa yang
kurang berkenan akan dengan mudah memancing emosi guru dalam proses
belajar mengajar jika tidak diiringi dengan self control yang baik.

1
Dalam pembelajaran, sikap lain guru yang menuai kontroversi adalah
guru bersikap tidak adil dalam memberikan peneguhan positif atas perilaku
baik yang dilakukan seorang siswa, berupa pemberian ganjaran yang tidak
seimbang atau berlebihan. Dengan kata lain guru memberi reinvorcement
(penguatan) tidak secara proporsional. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya penguasaan guru tentang metode pemberian reinvorcement secara
komprehensif, dan menerapkannya sesuai dengan kaidah ukuran dan
proporsinya. Padahal pemberian reinvorcement sendiri dapat menciptakan
hubungan yang baik antara guru dan siswa karena sikap guru yang
menghargai sikap dan setiap usaha yang dilakukan oleh siswa dalam proses
belajar mengajar, disamping itu pemberian yang sesuai dengan kaidah-
kaidahnya tentu dapat membawa dampak baik dalam pembentukan
kepribadian dan kejiwaan anak dalam belajar. Namun jika pemberiannya
kurang proporsional, hal itu akan menimbulkan kesenjangan antara guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa yang menyebabkan kekurang
harmonisan komunikasi antara guru dan siswa dan persaingan tidak sehat
antar siswa.
Jika hal ini terjadi, tentu akan berdampak buruk dalam pelaksananan
proses belajar mengajar di kelas. Pemberian reward (ganjaran) dan
punishment (hukuman) yang berlebihan juga dapat membuat citra negatif guru
di hadapan para siswa, karena sikap guru yang tidak adil, pilih kasih dan tidak
seimbang dalam memberikan perhatian pada seluruh siswanya. Fuad Asy
Syalhub mengungkapkan bahwa:
Dampak negatif yang akan dihasilkan jika seorang guru tidak
mempunyai sikap adil dan egaliter serta objektif dalam menghadapi peserta
didik akan berakibat perpecahan, ketidak harmonisan, permusuhan dan
kebencian di antara murid yang ada. Selain itu juga mengakibatkan terciptanya
jurang pemisah yang sangat dalam antara seorang guru dengan murid yang
diperlakukan berbeda dengan murid lainnya. Seorang guru harus bersikap adil
terhadap muridnya agar timbul rasa persaudaraan di antara mereka.1

1
Fuad Asy Syalhub, terj. Nashirul Haq. Guruku Muhammad Saw, (Jakarta: Gema lnsani,

2
Sukadi seorang praktisi pendidikan, menjelaskan bahwa pada dasarnya
setiap manusia cenderung termotivasi untuk melakukan sesuatu apabila
dihargai, dihormati dan diakui. Demikian pula siswa atau peserta didik di
dalam kelas. Apabila guru mampu menghargai siswa sebagai sosok manusia
yang memiliki segudang potensi dan kelebihan, niscaya ia akan termotivasi
untuk belajar. Sebaliknya, jika di dalam kelas siswa tidak dihargai, ia akan
merasa jenuh dan bosan bila memasuki kelas. Akibatnya ia tidak bersemangat
untuk belajar.2
Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dalam diri anak di atas
bukanlah lahir dan fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena
kurangnya peringatan sejak dini dari orangtua dan para pendidik. Semakin
dewasa usia anak, semakin sulit pula baginya untuk meninggalkan sifat-sifat
buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari keburukan sifat-sifatnya,
tapi tidak mampu mengubahnya. Merupakan kesalahan besar apabila
menyepelekan kesalahan- kesalahan kecil yang dilakukan anak, karena
kebakaran yang besar terjadi sekalipun berawal dari api yang kecil. Maka bila
orangtua mendapati anaknya melakukan kesalahan, seperti berkata kasar
misalnya, hendaknya langsung memperingatinya.
Setelah mengetahui arti penting peringatan dan perbaikan bagi anak,
maka para orangtua dan pendidik harus mengerti metode dalam memberikan
peringatan dan perbaikan anak. Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut
dengan metode ganjaran (reward) dan hukuman (punishement). Dengan
metode tersebut diharapkan agar anak didik dapat termotivasi untuk
melakukan perbuatan positif dan progresif. Melalui makalah ini selanjutnya
akan dibahas dari berbagai konsep, rujukan dan sumber untuk mengetahui
penerapan reward dan punishment dalam menjalankan tata tertib di sekolah.

2006), cet. ke.1. hlm. 19


2
Sukadi, Guru Powerful Guru Masa Depan, (Bandung: Oolbu, 2006) hlm. 43-44

3
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Reward dan Punishment ?
2. Apa Manfaat Reward dan Punisment ?
3. Apa Tujuan Reward dan Punisment ?
4. Bagaimana penerapan Reward dan Punishment di sekolah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui pengertian Reward dan Punishment.


2. Untuk Mengetahui Manfaat Reward dan Punishment.
3. Untuk Mengetahui Tujuan Reward dan Punishment.
4. Untuk Mengetahui Penerapan Reward dan Punishment di sekolah.

D. Manfaat pembahasan
Berangkat dari kedua tujuan tersebut dan keyakinan bahwa segala
sesuatu memiliki manfaat, penulis berharap pembahasan ini bermanfaat,
baik manfaat secara teoritis maupun praktis. Di antara manfaat tersebut
ialah:
a. Manfaat teoretis
pembahasan ini sekiranya dapat memberikan manfaat bagi
kajian dan pengembangan ilmu pendidikan antara lain sebagai
penambahan wawasan yang lebih luas mengenai konsep reward and
punishment serta relevansi dan penerapannya dalam menindak
pelanggaran tata tertib di sekolah
b. Manfaat praktis
1) Bagi Penulis
Untuk menambah dan memperluas wawasan keilmuan bagi
penulis, khusunya dalam hal metode reward and punishment
sebagai salah satu metode yang di terapkan untuk meningkatkan
kedisiplinan di sekolah.
2) Bagi Pendidik

4
a) Agar pendidik mengetahui secara benar tentang penggunaan
reward and punishment sebagai metode dan alat dalam
mendidik.
b) Pendidik dapat menggunakan metode ini secara tepat, baik dari
segi intensitas penggunaan maupun ketentuan penggunaannya.
Sehingga pemberian hukuman atau hadiah dalam mendidik
tidak menjadi boomerang bagi peserta didik.
3) Bagi Peserta didik
Agar peserta didik mengetahui tujuan penggunaan metode
hukuman dan hadiah bukan semata-mata sebagai imbalan atas
perbuatan baik atau buruk akan tetapi sebagai bentuk pembinaan
terhadap individu.
4) Bagi pembaca
a) Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai konsep
reward and punishment.
b) Agar pembaca lebih memahami mengenai konsep reward and
punishment baik dari pandangan teori para ahli maupun
penerapannya dalam tata tertib di sekolah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Reward dan Punishment


1. Pengertian Reward
Reward berasal dari bahasa Inggris yang artinya hadiah, ganjaran,
penghargaan atau imbalan. Reward sebagai alat pendidikan diberikan
ketika siswa melakukan sesuatu yang baik. Menurut Djamarah (2008:182),
reward (hadiah) adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai
penghargaan atau kenang-kenangan/cenderamata. Hadiah yang diberikan
kepada orang lain berupa apa saja, tergantung dari keinginan pemberi.
Bentuk rewardyang lain juga bias disesuaikan dengan prestasi yang
dicapai oleh seseorang.Semua orang berhak menerima hadiah dari
seseorang dengan motif-motif tertentu.3
Menurut Slameto (2010: 171), reward merupakan suatu
penghargaan yang diberikan guru kepada siswa sebagai hadiah karena
siswa tersebut telah berperilaku baik dan sudah berhasil melaksanakan
tugas yang diberikan guru dengan baik.4 Purwanto (2011: 182)
mengatakan reward adalah alat untuk mendidik anak-anak supaya anak
merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat
penghargaan.5 Sejalan dengan itu Hamalik (2009: 184) mengatakan bahwa
reward memiliki tujuan untuk membangkitkan atau mengemban minat,
reward ini hanya berupa alat untuk membangkitkan minat saja bukanlah
sebagai tujuan.6 Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah
bahwa seseorang akan menerima penghargaan setelah melakukan
pembelajaran dengan baik dan akan melakukan pembelajaran sendiri di
luar kelas. Reward juga bisa dikatakan sebagai motivasi yang diberikan
3
Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hlmn 182
4
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
5
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
6
Hamalik, Oemar. (2009). Pendekatan baru Strategi Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru
Algesindo.

6
oleh guru kepada siswanya.7
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
reward adalah segala sesuatu yang berupa penghargaan yang
menyenangkan perasaan yang diberiakan kepada siswa karena telah
berperilaku baik, mendapat hasil atau telah berhasil melaksanakan tugas
yang diberikan guru dengan baik sehingga siswa senantiasa termotivasi
untuk mengulang perbuatannya kembali. Diharapkan dari pemberian
reward tersebut muncul keinginan dari di anak untuk lebih semangat
belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa sendiri.
a. Macam-macam Reward
Reward yang diberikan kepada siswa bentuknya bermacam-
macam, secara garis besar reward dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
1) Pujian
Pujian merupakan salah satu bentuk reward yang paling mudah
dilakukan. Pujian dapat berupa kata-kata, seperti: bagus, baik,
bagus sekali, dan sebagainya. Selain pujian berupa kata-kata,
pujian dapatjuga berupa isyarat atau pertanda, misalnya dengan
menunjukkan ibu jari (jempol), dengan menepuk bahu siswa,
dengan tepuk tangan, dan sabagainya.
2) Penghormatan
Reward berupa penghormatan ada dua macam, yang pertama
berbentuk semacam penobatan, yaitu anak yang mendapat
penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman
sekelas, temas satu sekolah atau mungkin dihadapan orang tua
murid. Penghormatan kedua berbentuk pemberian kekuasaan untuk
melakukan sesuatu, misalnya siswa yang mendapat nilai tertinggi
saat mengerjakan soal latihan dipilih sebagai ketua kelompok
diskusi.

7
A.M. Sardiman, 2007, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Bandung,. Rajawali Pers.
Hlm192

7
3) Hadiah
Hadiah yang dimaksud disini adalah reward yang berbentuk
barang. Hadiah yang diberikan dapat berupa alat-alat keperluan
sekolah, seperti pensil, penggaris, buku, penghapus, dan
sebagainya. Reward berupa hadiah disebut juga reward materiil.
4) Tanda Penghargaan
Reward yang berupa tanda penghargaan disebut juga dengan
reward simbolis. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga
dan kegunaan barang-barang tersebut, melainkan tanda
penghargaan yang dinilai dari segi kesan atau nilai kegunaannya.
Dari keempat macam reward tersebut di atas, dalam
penerapannya seorang guru dapat memilih bentuk macam-macam
reward yang cocok dengan siswa, dan disesuaikan dengan kondisi
dan situasi, baik situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi
keuangan, jika hal itu menyangkut masalah keuangan. Dalam
memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui
siapa yang berhak mendapatkan reward, seorang guru harus selalu
ingat akan maksud reward dari pemberian Reward itu.Seorang
siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil dari biasanya,
mungkin sangat baik diberi reward. Dalam hal ini seorang guru
hendaklah bijaksana jangan sampai reward menimbulkan iri hati
pada siswa yang lain yang merasa dirinya lebih pandai, tetapi tidak
mendapatkan reward.
Menurut Djamarah (2008: 124-134) bentuk-bentuk motivasi
intrinsik yang dapat digunakan sebagai reward kepada siswa
diantaranya sebagai berikut:8
a) Memberi angka
Angka yang dimaksud merupakan simbol atau nilai dari
hasil aktifitas belajar siswa. Angka yang diberikan kepada
setiap siswa bervariasi sesuai dengan hasil ulangan yang

8
Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

8
diperoleh siswa. Alat salah satu alat motivasi yang cukup
memberikan rangsangan kepada siswa untuk mempertahankan
atau bahkan lebih meningkatkan tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas.
b) Hadiah
Hadiah adalah sesutau yang diberikan kepada orang lain
sebagai penghargaan atau kenang-kenangan. Hadiah yang
diberikan dapat berupa apa saja, tergantung dari keinginan
pemberi. Guru dpat memberikan hadiah kepada siswa yang
berprestasi. Pemberian hadiah dapat dilakukan kepada seluruh
siswa, kepada sebagian siswa, maupun kepada siswa
perseorangan. Pemberian hadiah dilakukan setelah siswa
menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini dapat menjadikan
siswa bersemangat dan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya
dengan baik. Persaingan yang terjadi di dalam kelas bersifat
positif, karena semua siswa ingin mendapatkan hadiah dari
guru.
c) Pujian
Pujian adalah salah satu alat motivasi positif. Saat proses
kegiatan belajar mengajar, pujian dapat dimafaatkan sebagai
alat motivasi. Guru dapat menggunakan pujian untuk
menyenangkan hati siswa. Adanya pemberian perhatian
membuat siswa merasa diawasi dan tidak akan dapat berbuat
menurut sekehendak hatinya. Pujian dapat berfungsi untuk
mengarahkan kegiatan siswa pada hal-hal yang menunjang
tercapainya tujuan pengajaran serta sebagai umpan balik.
d) Mengetahui hasil
Mengetahui hasil belajar dapat digunakan untuk
meningkatkan motivasi belajarsiswa, dengan mengetahui hasil
belajarnya siswaakan lebih giat lagi belajarnya.Apalagi jika hsil
belajarnya meningkat atau mengalami kemajuan.

9
Kesimpulan dari kedua pendapat di atas bahwa macam-
macam reward dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu reward
berupa pujian (penghormatan, pujian, ucapan, dan gerakkan
tubuh) dan berupa benda (hadiah, memberi angka, dan tanda
penghargaan). Meninjau dari uraian di atas tentang pengertian
reward dan macam-macam reward yang diberikan kepada
siswa, bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa syarat yang
harus diperhatikan seorang guru sebelum memberikan reward
pada siswa, yaitu:
(1) Untuk memberi reward (ganjaran) yang pedagogis guru
harus mengenal betul dan mengetahui cara menghargai
dengan tepat. Reward dan penghargaan yang salah dan tidak
tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.
(2) Reward (ganjaran) yang diberikan sebaiknya tidak
menimbulkan rasa cemburu atau iri pada siswalain yang
merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak
mendapatkan reward (ganjaran).
(3) Memberikan reward hendaklah hemat. Terlalu kerap atau
terus menerus member reward akan menjadi hilang arti
reward (ganjaran) sebagai alat pendidikan.
(4) Jangan memberikan reward (ganjaran) dengan menjajikan
terlebih dahulu sebelum siswa menunjukkan prestasi
kerjanya apalagi bagi reward (ganjaran) yang diberikan
kepada seluruh kelas. Reward (ganjaran) yang telah
dijanjikan lebih dahulu, hanyalah akan membuat anak-anak
terburu-buru dalam bekerja dan akan membawa kesukaran-
kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.

10
b. Tujuan Pemberian Reward
Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah
untuk lebih meningkatkan motivasi intrinsik dari motivasi ektrinsik,
dalam artian siswa harus melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan
itu timbul dari kesadaran siswa itu sendiri. Adanya pemberian reward
itu, juga diharapkandapat membangun suatu hubungan yang positif
antara guru dan siswa, karena reward itu adalah bagian dari pada rasa
penjelmaan dari rasa sayang seorang guru kepada siswanya.

2. Punishment
a. Pengertian Punishment
Punishment berasal dari Bahasa Inggris yang artinya hukuman.
Menurut Baharuddin (2010:74), hukuman adalah menghadirkan atau
memberikan sebuah situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan
tingkah laku. Mengenai hukuman itu, ada beberapa pandangan filsafat
atau kepercayaan yang menganggap bahwa hidup ini termasuk sebagai
suatu hukuman, karena kehidupan ini identik dengan penderitaan.
Pandangan hidup yang demikian menganjurkan agar manusia
menghindari diri dari hukuman atau penderitaan yang ada di dalam
kehidupan ini.9
Hukuman merupakan suatu tindakan yang kurang
menyenangkan, yaitu berupa penderitaan yang diberikan kepada siswa
atau anak secara sadar dan sengaja, sehingga siswa atau anak tidak
mengulagi kesalahannya lagi. Hukuman diberikan sebagai akibat dari
pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan yang dilakukan siswa.Tidak
seperti reward, hukuman atau punishment mengakibatkan penderitaan
atau kedukaan bagi anak didik yang menerimanya (Djamarah,
2010:196).10
Punishment atau hukuman menurut Ahmadi dan Uhbyati
9
Baharuddin dan Wahyuni. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-. Ruzz Media.
10
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

11
(dalam Yanuar, 2012:16) adalah suatu perbuatan, di mana kita secara
sadar dan sengaja, menjatuhkan nestapa kepada orang lain, yang mana
baik dari segi kejasmanian maupun kerohanian, orang lain tersebut
mempunyai kelemahan jika dibandingkan dengan diri kita. Hukuman
hendaknya tidak terlalu berat ataupun terlalu ringan. Hukuman yang
terlalu berat dapat membuat anak menjadi trauma dan tertekan,
sedangkan hukuman yang terlalu ringan dapat disepelekan oleh anak.11
"Hukuman yang diberikan kepada anak oleh guru seharusnya
bersifat pedagogisdan bukan karena factor balas dendam, dan bukan
juga dilandasi untuk menyakiti anak, Karena pada dasarnya tidak ada
pakar pendidikan yang menghendaki digunakannya hukuman sebagai
alat mendidik anak. Sebab pemberian hukuman, terlebih hukuman fisik
hanya akan menyakiti anak" (Yanuar A, 2012: 19).12
Dari pernyataan berikut guru diharus lebih cerdas dan bijaksana
dalam memilih hukuman yang akan diberikan kepada anak yang
melakukan kesalahan, sehingga guru mampu memberikan hukuman
yang efektif untuk anak yang melakukan kesalahan dengan
tepat.Hukuman tersebut dapat dikatakan efektif jika, hukuman tersebut
mampu memberikan perasaan menyesal atau mampu membuat anak
menyesali atas perbuatannya yang salah, mampu memotivasi anak
tersebut untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan, serta
hukuman tersebut tidak meninggalkan luka atau membuat trauma bagi
anak yang mendapat hukuman tersebut.
Dari beberapa pendapat yang diutarakan oleh para ahli dapat
disimpukan bahwa punishment atau hukuman adalah suatu tindakan
kurang menyenangkan yang dilakukan terhadap seseorang secara sadar
dan sengaja untuk menurunkan atau mengurangi terjadinya
pelanggaran atau kesalahan. Punishment juga dapat dikatakan sebagai
penguat yang negatif, tetapi kalau hukuman itu diberikan secara tepat

11
Ikbar, Yanuar. (2012). Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: Refika. Hlmn 16
12
Ibid hlmn 19

12
dan bijak bisa menjadi alat motivasi.

b. Tujuan Punishment
Dalam dunia pendidikan, tujuan pemberian hukuman dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu tujuan jangka pendek dan
jangka panjang.Pengertian dari tujuan jangka pendek pemberian
hukuman adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah,
sedangkan tujuan jangka panjang hukuman yaitu untuk mengajar dan
mendorong anak agar dapat menghentikan sendiri tingkah laku yang
salah.13 Tujuan dari pemberian sanksi atau hukuman kepada anak dari
guru atau orang tua itu ada tujuan yang bermacam-macam.
Guru memberikan hukuman pada anak sejatinya hanya untuk
memberikan efek jera pada anak agar tidak mengulangi kesalahan yang
telah dilakukaknnya. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan teori-teori
hukuman yang telah banyak dikemukakan oleh beberapa pakar
pendidikan. Tujuan hukuman berdasarkan teori-teori hukuman tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Teori pembalasan
Berdasarkan teori ini, hukuman dilakukan sebagai
pembalasan dendam terhadap pelaku pelanggaran, adanya
pembalas dendam itu muncul karena adanya luka yang mendalam
yang telah diterimanya karena hukuman. Teori ini tidak baik
digunakan karena sikap balas dendam itu cenderung pada sikap
yang negatif. Pada konteks pendidikan anak, teori ini biasanya
digunakan untuk menghukum anak yang melakukan pelanggaran
dan mengecewakan. Sebenarnya teori dengan tujuan pembalasan
ini tidak baik digunakan dalam dunia pendidikan.Karena penerapan
teori ini berlandaskan pada pembalasan dendam kepada pelaku
pelanggaran yang melakukan kesalahan dan tidak dapat
dipertangguang jawabkan efek dari hukuman tersebut. Malah dapat

13
Ibid hlmn 59

13
mengakibatkan ketraumaan dan kebencian yang dialami oleh anak.
2) Teori perbaikan
Berdasarkan teori ini, jika dikaitkan dengan dunia
pendidikan. Hukuman diberikan untuk memperbaiki anak yang
berbuat salah dengan harapan agar selanjutnya tidak mengulangi
kesalahannya lagi dan sadar atas kesalahannya. 14 Teori ini bagus
untuk membentuk sikap disiplin anak, karena berlandaskan pada
perbaikan perbuatan yang salah dan menyadarkannya, sehingga
guru dapat memberikan hukuman dengan jenis hukuman yang
berlandaskan teori ini.Teori perbaikan ini tidak merugikan anak
atau membuat anak menjadi trauma, sehingga sangat cocok untuk
diterapkan.
3) Teori perlindungan
Teori perlindungan ini, hukuman diadakan untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan tidak wajar yang
dilakukan oleh seseorang. Dengan adanya hukuman yang
berlandaskan pada teori ini,maka masyarakat dapat dilindungi dari
kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh pelanggar atau
terhukum. Jika dilihat dari teori tersebut, pelanggar seharusnya
akan lebih dilindungi. Teori tersebut agar membuat si pelanggar
tidak melakukan kesalahannya lagi, tetapi penerapan teori ini guru
harus benar-benar bijaksana dan arif dalam memilihkan jenis
hukum yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan oleh
pelanggar tata tertib.
4) Teori ganti kerugian
Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk mengganti
kerugian- kerugian yang telah diakhibatkan oleh kejahatan-
kejahatan yang telah dilakukan pelanggar atau terhukum. Hukuman
ini lebih banyak diterapkan dalam pemerintahan atau masyarakat,
sedangkan dalam dunia pendidikan teori ini dapat diterapkan

14
Ibid hlmn 60

14
sebagai salah satu teori menghukum akan tetapi skala yang
diberikan dalam skala yang kecil. Contohnya seperti seorang siswa
yang merusak barang milik temannya, maka guru dapat
menghukum siswa tersebut dengan hukuman ganti rugi.Salah satu
bentuknya yaitu dengan mengganti barang yang telah dirusaknya
atau dengan memperbaiki barang tersebut jika masih dapat
diperbaiki.
5) Teori menakut-nakuti
Berdasarkan teori ini, hukuman ini diberikan untuk
menimbulkan perasaan takut kepada anak yang melakukan
pelanggaran akan akibat pelanggaran yang telah diperbuatnya,
sehingga menimbulkan perasaan takut untuk mengulanginya
kembali dan mau meninggalkan perbuatan yang salah.15 Teori ini
dapat diterapkan dalam pelaksanaan hukuman pada anak, karena
menakuti sebagai alat yang ampuh agar anak tidak mau
mengulangi melakukan perbuatan yang salah. Ada berbagai cara
penyampaian untuk melakukan teori menakut-nakuti kepada anak.
Penyampaian hukuman dengan teori ini dapat dengan tuturan atau
nasehat yang memberikan rasa takut pada anak yang melakukan
kesalahan agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Pada dasarnya
seorang guru harus mampu bersikap bijak dalam memberikan
hukuman agar siswa memiliki kedisiplinan yang dapat
dipertanggung jawabkan.

B. Alasan Pemberian Hukuman\Manfaat


Pemberian hukuman kepada anak, yang dilakukan orang tua

15
Ibid hlmn 62

15
atau guru mempunyai alasan yang tepat. Apapun alasannya tujuannya
hanya satu, yaitu agar anak bisa menjadi lebih baik dan berguna bagi
teman dan lingkungannya, bukan membuat anak semakin terpuruk,
sedih, atau depresi. Adapun beberapa alasan pemberian hukuman
menurut Yanuar yaitu:16
1) Agar anak tidak mengulangi kejadian yang sama
Kesalahan yang dilakukan anak pada sekali waktu,
mungkin anda bisa memakluminya dan memberikan pengertian.
Akan tetapi, jika anak berulang kali melakukan kesalahan yang
sama, maka sebagai orang tua yang mendidiknya, tentu anda akan
merasa jengkel bahkan marah padanya.
2) Agar anak dapat mengambil pelajaran
Pemberian hukuman kepada anak memiliki tujuan, yaitu
untuk menimbulkan efek jera, pemberian hukuman kepada anak
juga diharapkan mampu membuat anak mengambil pelajaran dan
hikmah dari kesalahan yang telah diperbuat. Sebuah hukuman yang
diterima anak akan membuat anak menjadi jera dan tidak akan
mengulangi kesalahannya kembali serta menjadikan hukuman itu
sebagai sebuah pelajaran yang berharga.
3) Agar anak memiliki konsistensi atas janjinya
Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah
konsekuensi dari perjanjian yang anda buat bersama anak, yang
menghendaki konsistensi dan sikap teguh, baik dari diri anda
maupun si anak. Anak yang konsisten dengan janji yang mereka
buat pasti akan merasa takut dengan konsekuensi yang akan
diterima atas pelanggaran janji tersebut.

a. Macam-macam Punishment
Menurut Yanuar (2012: 31), Hukuman sebagai alat pendidikan
diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Klasifikasi ini didasarkan

16
Ibid hlmn 34

16
pada beberapa hal, antara lain:17
 Berdasarkan Alasan Diterapkannya Hukuman
Berdasarkan pada alsan di balik diterapkannya hukuman keapada
anak, maka hukum dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a) Hukuman Preventif
Hukuman preventif adalah hukuman yang diilaukan
dengan maksud agar tudak atau jangan terjadi
pelanggaran.Hukuman ini bettujuan untuk mencegah jangan
sampai terjadi pelanggaran sehinga hal itu dilakukan sebelum
pelanggaran itu dilakukan.
Menurut Indrakusuma (dalam Yanuar, 2012:32), yang
termasuk dalam hukuman preventif adalah sebagai berikut:
(1) Tata tertib
Tata tertib adalah sederetan peraturan yang harus
ditaati dalam situasi atau suatu tata kehidupan, misalnya
tata tertib di kelas, tata tertib ujuan sekolah, dan tata tertib.
(2) Anjuran dan perintah
Anjuran atau perintah adalah suatu saran atau ajakan
untuk berbuat atau melakukan sesuatu yang berguna.
contohnya anjuran untuk belajar setiap hari, anjuran untuk
selalu menepati waktu dan anjuran untuk tidak mencontek.
(3) Larangan
Larangan merupakan suatu keharusan untuk tidak
melakukan sesuatu yang merugikan. Contohnya larangan
untuk bercakap-cakap di dalam kelas dan laranganuntuk
berkawan dengan anak malas.
(4) Paksaan
Paksaan ialah suatu peintah dengan kekkerasan
terhadap anak untuk melakukan sesuatu dengan tujuan agar
jalannya proses pendidikan tidak terganggu atau terhambat.

17
Ibid hlmn 31

17
(5) Disiplin
Disiplin merupakan adanya kesediaan untuk
mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan.
b) Hukuman Represif
Hukuman represif adalah hukuman yang dilakuka
karena adanya pelanggaran atau kesalahan. Sifat dari hukuman
represif adalah menekan atau menghambat, sehimgga seorang
yang sudah terlanjur melakukan suatu pelanggaran atau
kesalahan akan merasa jera.
Yang termasuk hukuman represif dalam konteks
pendidikan, adalah sebagai berikut:
(2) Pemberitahuan
Pemberitahuan yang dimaksud disini ialah
pemberitahuan kepada anak yang telah melakukan sesuatu
yang dapat mengganggu atau menghambat jalannya proses
pendidikan.
(3) Teguran
Jika pemberitahuan diberikan kepada siswa yang
mungkin belum mengetahui tentang suatu hal, maka
teguran berlaku bagi siswa yang telah mengetahuinya.
(4) Peringatan
Setelah teguran diberikan kepada anak, namun anak
tidak menggubrisnya, maka dalam hal ini anda wajib
memberikan peringatan terhadapnya.
(5) Hukuman
Setelah melewati tahapan pemberitahuan, teguran,
dan peringatan, seorang guru atau orang tua yang
mendapati anak tetap melakukan suatu kesalahan, maka ia
memiliki kewajiban untuk memberikan hukuman kepada
anak tersebut.

18
 Berdasarkan Tingkat Perkembangan anak
William Stren (dalam Purwanto, 2011:190) membedakan
hukuman menjadi tiga bentuk yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak yang menerima hukuman, yaitu:18
a) Hukuman Asosiatif
Umumnya orang mengasosiasikan antara hukuman dan
kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang
diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang
dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak akibat
hukuman, biasanya orang atau anak menjauhi perbuatan yang
tidak baik atau yang dilarang.Hukuman asosiasif dipergunakan
bagi anak kecil.
b) Hukuman Logis
Hukuman logis diterapkan terhadap anak yang sudah
besar, dengan tujuan agar anak menegerti bahwa hukuman
adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatan mereka
yang tidak baik. Pemberian hukuman harus seimbang dengan
kesalahan yang siswa lakukan, hukuman yang diterima siswa
harus lah yang masuk akan sehingga tidak menjadi beban anak.
c) Hukuman Normatif
Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud
memperbaiki moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan
terhadap pelanggran-pelanggran mengenai norma-norma etika,
seperti berdusta, menipu, menCuri, dan sebagainya. Hukuman
normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukkan
watak anak- anak.Hukuman yang diberikan atas kesalahan
yang diperbuat siswa, guru berusaha mempengaruhi kata hati
anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah,
dan memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik dan
menghindari kejahatan.

18
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

19
 Berdasarkan Sifat dan Bentuknya
 Hukuman Alam
Hukuman alam dianjurkan oleh J.J. Rousseau. Menurut
Rouseau, anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari
segala noda dan kejahatan. Penyebab rusaknya anak itu ialah
masyarakat manusia itu sendiri. Rousseau juga menganjurkan
supaya anak-anak dididik menurut alamnya.19
Ditinjau secara pedagogis, hukuman alam ini tidaklah
mendidik.Anak tidak dapat mengetahui norma-norma atau etika
mana yang baik dan mana yang buruk jika dengan hukuman alam
saja, serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
 Hukuman yang Disengaja
Hukuman yang disengaja merupakan kebalikan dari
hukuman alam. Hukuman yang disengaja bermakna bahwa
hukuman yang diterapkan adalah hukuman yang dilakukan seCara
sengaja dan bertujuan.

b. Berdasarkan Metodenya
i. Hukuman dengan Isyarat
Hukuman dengan isyarat ini biasanya dijatuhkan kepada
anak dengan cara memberi isyarat melalui mimik dan pantomimik,
misalnya dengan mata, raut muka, atau bahkan ganjaran anggota
tubuh. Hukuman dengan isyarat biasanya digunakan untuk
pelanggaran-pelanggaran ringan yang sifatnya preventif tehadap
perbuatan atau tingkah laku anak.
ii. Hukuman dengan Perkataan
Hukuman dengan perkataan adalah hukuman yang

19
Anon, 2008. The Basics of Philosophy: Jean-Jacques Rousseau [online]

20
dijatuhkan kepada anak dengan menggunakan perkataan. Adapun
bentuk hukuman dengan perkataan adalah sebagai berikut:
b) Nasihat dan kata-kata yang bersifat konstruktif
Nasihat merupakan jenis hukuman yang diberikan
kepada anak yang melakukan pelanggaran. Cara memberikan
nasihat yaitu apabila anak melakukan pelanggaran diberi tahu,
di samping itu juga diberi peringatan atau dituangkan benih-
benih kesadaran agar si anak tidak mengulangi lagi
perbuatannya yang buruk itu.
c) Teguran dan peringatan
Hukuman ini diberikan kepada anak yang masih sekali
atau dua kali melakukan kesalahan atau pelanggaran.
d) Ancaman
Ancaman adalah jenis hukuman berupa ultimatum yang
dapat menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi,
dengan maksud agar siswa merasa takut dan berhenti dari
perbuatannya yang salah.

B. Implementasi Reward dan Punishment


a. Proses Implementasi Reward dan Punishment dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa
Dalam menanamkan sikap disiplin perlu adanya suatu penerapan
dan usaha dari para guru yang dapat memberikan motivasi (karena
motivasi secara sederhana adalah hasil dari reinforcement), peserta didik
yang disiplin akan menjadi bagian yang penting dalam dirinya.
Penerapan dalam penanaman dan peningkatan kedisiplinan dapat berupa
adanya tata tertib, reward dan punishment.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik, para
guru membuat penerapan yang nantinya dapat menjadikan peserta didik
bertindak sebagaimana mestinya berlaku di sekolah. Tidak hanya di

21
sekolah, melainkan di luar sekolah pun mereka akan dapat berperilaku
baik. Dengan penerapan reward dan punishment akan membuat mereka
bisa bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan.
Penerapan reward dan punishment yang dibuat senantiasa untuk
memberikan pengarahan terhadap peserta didik bahwa perbuatan yang
salah akan mendapat punishment dan begitu juga jika peserta didik
mentaati peraturan, maka mereka akan berhasil melewati peraturan-
peraturan yang dirasa berat. Sehingga akan membuat peserta didik mudah
untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh oleh penulis di
lapangan, proses dari implemetasi reward dan punishment untuk
meningkatkan kedisipilnan peserta didik, yang dilakukan guru yaitu: guru
memperkenalkan tata tertib peserta didik yang ada di sekolah untuk
dilaksanakan oleh peserta didik. Kemudian memberi motivasi kepada
peserta didik, agar selalu menaati peraturan dan juga para peserta didik
tidak merasa terbebani akan peraturan yang dibuat
Peranan reward dalam meningkatkan kedisiplinan cukup penting
terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan
perilaku peserta didik . Untuk itu, reward dalam suatu proses kedisiplinan
juga dapat menimbulkan motivasi belajar peserta didik dan dapat
mempengaruhi perilaku positif dalam merubah perilaku peserta didik. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang harus diperhatikan
oleh guru dalam memberikan reward kepada siswa yaitu reward diberikan
harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa, sehingga ketika guru
memberikan reward tidak sembarang siswa yang diberi.20
Pemberian reward terhadap peserta didik sangat berpengaruh sekali.
Mereka peserta didik akan menjadi termotivasi, sehingga mereka yang
belum pernah mendapatkan reward akan berlomba-lomba dan bersaing
dalam hal yang positif. Maka tidak salah jika para guru memberikan

20
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Yogyakarta : Rieneka Cipta.
1980, hal. 16

22
reward kepada peserta didik untuk menumbuhkan rasa tanggung Jawab
mereka kepada peraturan sekolah.
Proses penerapan punishment dalam meningkatkan kedisiplinan, hal
tersebut dilakukan oleh para guru untuk memberikan jera bagi mereka
agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan dari pemberian
punishment Juga dapat meningkatkan stimulus untuk melakukan
kedisiplinan.
Hal ini didukung oleh H.M. Arifin mengutip dari Abu Hasan Al-
Qabisyi Al- Qaeruwany, menganjurkan agar para pendidik tidak
memukul anak lebih dari 10 kali, dan sebaiknya 3 kali pukulan. Pukulan
lebih dari 3 kali didasarkan atas kadar pengetahuan anak yang paling
penting tujuan punishment dengan pukulan itu dapat menimbulkan rasa
Jera dari perbuatan negatif. Menghukum anak tidak benar Jika didasarkan
pada kemarahan.21
Jadi, dengan penerapan punishment diharapkan oleh para pendidik
untuk tidak memberikan punishment yang terlalu keras, agar dampak yang
ditimbulkannya tidak akan menjadikan peserta didik merasa takut.

b. Kelebihan dan Kekurangan Implementasi Reward dan


Punishment untuk Meningkatkan Kedisiplinan peserta didik
Dalam penerapan reward dan punishment perlu kita ketahui bahwa
terdapat kelebihan dan juga kekurangan. Pemberian reward pada peserta
didik bisa terdapat kelebihan apabila kita seorang pendidik memberikan
reward kepada peserta didik yang memang mereka dapat berperilaku baik,
sehingga dapat memotivasi mereka untuk tetap berperilaku sesuai dengan
harapan pendidik. Pemberian reward pun harus sesuai dengan kondisi dan
situasi peserta didik. Seorang pendidik harus mengetahui reward apa yang
memang pantas untuk diberikan kepada peserta didik, sehingga reward itu
akan bermanfaat bagi dirinya kelak.

21
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hal. 159

23
Suharsimi Arikunto berpendapat pada implikasi pemberian reward
dapat berpengaruh lebih baik apabila berpengaruh pada peserta didik yang
mampu untuk berusaha mempertahankan prestasinya, selain itu dapat
berpengaruh terhadap jiwa anak yang dididik untuk melakukan hal yang
positif dan juga berpengaruh terhadap peserta didik yang lain untuk dapat
meraih reward.
Selain dari kelebihan, reward juga terdapat kekurangan.
Pemberian reward tidak semata-mata hanya karena hasil yang dicapai
peserta didik, melainkan dengan hasil yang telah dicapai oleh peserta
didik, juga mampu membentuk karakter dan kemauan peserta didik lebih
baik dan lebih keras. Hal tersebut didukung oleh Armai Arief yang
berpendapat bahwa pemberian reward yang bernilai negatif apabila
kemampuan peserta didik itu Jauh lebih baik dari peserta didik yang
lain.22
Jadi, reward adalah penghargaan yang diberikan kepada peserta
didik atas prestasi, ucapan dan tingkah laku positif dari peserta didik.
Reward dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa
peserta didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap
progresif. Disamping itu juga dapat menJadi pendorong bagi peserta
didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh puJian dari
gurunya, baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan
motivasinya dalam berbuat yang lebih baik.
Namun tidak dapat dihindari bahwa metode ini juga memiliki
kelemahan diantaranya dapat menimbulkan nilai negatif apabila guru
melakukannya tidak secara professional, sehingga mungkin bisa
mengakibatkan murid merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-
temannya (sombong). Oleh karena itu, aplikasi reward haruslah
berdasarkan kepada beberapa ketentuan yang telah ditentukan.
Dari hasil wawancara yang diperoleh penulis di lapangan, kelebihan
dan kekurangan dari pemberian reward yaitu, ketika guru memberikan

22
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: 2002), hal 133

24
reward kepada peserta didik yang berdisiplin pasti akan mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Dari kelebihannya mereka menJadi lebih
bersemangat dan termotivasi untuk selalu berdisiplin. Kemudian dari
kekurangannya yaitu, kesombongan akan muncul bagi mereka yang
mendapatkan suatu reward yang memang mereka hanya memanfaatkan
kepintarannya, dan tidak sama sekali menggunakan adabnya. Seperti yang

terdapat dalam kata mutiara yang berbunyi " ".


Jadi, haruslah kita mengikutsertakan adab untuk segala sesuatu
yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Kemudian selain reward ada
punishment, dimana punishment juga mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Peserta didik akan lebih berhati-hati dalam bertindak.
Karena segala perbuatan pasti ada hikmahnya dan akibatnya. Jika
menanamkan sesuatu yang baik maka akan membuahkan hasil yang
baik pula dan begitu sebaliknya. Dalam pemberian punishment memiliki
yang berbeda pada setiap individu yang menJadikan punishment sebagai
pembelaJaran, akan tetapi ada pula yang menJadikannya sebagai model
yang bedampak pada perilakunya di masa yang akan datang. Punishment
yang bernilai posiif dapat memperbaiki watak dan kepribadian peserta
didik, meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan.

Penjelasan di atas dikemukakan oleh Armai Arief yang


menjelaskan bahwa punishment dapat menjadikan perbaikan-perbaikan
terhadap kesalahan peserta didik, kemudian peserta didik tidak lagi
melakukan kesalahan yang sama dan akan merasa bersalah, sehingga
peserta didik akan menghormati dirinya.
Selanjutnya dari dampak positif ada juga kekurangan dari pemberian
punishment. Yaitu, ketika seorang peserta didik mendapatkan punishment
pasti di benak mereka merasa malu terhadap teman-temannya dan
akhirnya di kucilkan. Ketika mereka sudah tidak tahan dengan keadaan
di sekolah mereka berfikir untuk kabur, yang demikian itu adalah salah
satu dari kekurangannya.

25
Penjelasan di atas di dukung oleh M. Ngalim Purwanto yang
mengatakan bahwa punishment dapat menimbulkan perasaan dendam
pada orang yang dihukum. Akibat ini harus di hindari karena hal ini akibat
dari punishment yang sewenang-wenang tanpa tanggung Jawab, kemudian
menJadikan peserta didik pandai untuk menyembunyikan kesalahannya.
Pemberian punishment haruslah ditempuh sebagai jalan terakhir
dalam proses pendidikan. Seorang pendidik yang biJaksana tidak
seenaknya mengaplikasikan punishment fisik kepada anak didiknya
kecuali hanya sekedarnya saJa dan sesuai dengan kebutuhan. Selamanya
ia lebih mendahulukan pendekatan reward yang dapat mendorong
semangat dan motivasi anak didik untuk belajar. Sebaliknya punishment
Justru akan meninggalkan pengaruh buruk pada jiwa anak sehingga
mengahalanginya untuk paham dan mengerti, bahkan dapat mematikan
semangatnya untuk berlaku disiplin dan progresif.

c. Hasil Implementasi Reward dan Punishment untuk Meningkatkan


Kedisiplinan Peserta Didik
Dalam penerapan reward dan punishment untuk meningkatkan
kedisiplinan santri di sekolah, para guru sangat mengupayakan sekali,
sehingga peserta didik akan lebih termotivasi dan juga bertanggung jawab
atas perbuatan yang dilakukan sewaktu kegiatan di sekolah berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa penerapan reward
dan punishmnet yang telah penulis ketahui melalui implementasi reward
dan punishment, yaitu sudah berjalan dengan baik, akan tetapi belum
maksimal. Dikarenakan masih ada beberapa peserta didik yang melanggar
tata tertib kedisiplinan sekolah, dan juga para peserta didik belum
menyadari akan arti dari kedisiplinan. Mereka yang mengetahui akan
pentingnya kedisiplinan akan berusaha untuk selalu mematuhi tata tertib
yang di buat sekolah, sehingga dengan adanya reward dan punishment
itu akan merubah perilaku para peserta didik. Agar peserta didik dapat
berperilaku baik sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pihak

26
sekolah dan juga pihak orang tua. Punishment dikatakan berhasil,
bilamana dapat membangkitkan perasaan bertobat, penyesalan akan
perbuatannya, di samping hal di atas, punishment dapat pula menimbulkan
hubungan dengan orang dewasa terputus, tidak wajar, karena dengan
punishment itu anak merasa dirinya tidak dicintai oleh pendidiknya,
maka merasa bahwa hubungan cinta itu terputus, dan diterimanya
punishment itu, anak didik merasa bahwa harga dirinya atau martabat
pribadinya terlanggar, anak merasa mendapatkan penilaian yang tidak
wajar.23
Dengan demikian, harus diperhatikan oleh pendidik karena dari segi
psikologis. Punishment di atas ini sangat berbeda dengan punishment yang
menimbulkan rasa penyesalan itu. Punishment yang menyebabkan
retaknya hubungan anak didik dengan pendidik harus dihindarkan,
sedangkan punishment yang diberikan harus dapat membangkitkan rasa
kesusilaan.

C. Punishment yang Dilarang dan yang Mendidik


Seorang guru yang sukses tidak dibenarkan memberikan sanksi fisik.
Walaupun itu terpaksa dilakukan, tidak boleh terlalu keras dan baru boleh
dilakukan jika memang benar-benar diperlukan. Dia juga diharapkan untuk
selalu mendahulukan memberi hadiah daripada memberi sanksi. Ini penting
untuk selalu memberi pengaruh yang buruk bagi jiwa siswa. Hal ini juga dapat
membunuh semangat berprestasi dan maju dalam jiwa siswa. Banyak siswa
yang akhirnya meninggalkan bangku sekolah lantaran melihat keras hati dan
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh sebahagian gurunya. Para siswa
telah terbiasa memberi label seorang guru yang keras hati sebagai guru yang
sewenang-wenang.
23
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2001), hal. 152

27
Seorang guru yang bijaksana sudah sepatasnya menghindari
memberikan banyak sanksi atau hukuman apalagi yang berupa sanksi fisik.
Ada beberapa resiko yang mungkin akan didapat oleh seorang guru pada saat
ia memberikan sanksi kepada anak didiknya. Antara resiko tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Proses belajar mengajar mengalami kendala, tidak hanya bagi siswa yang
bersangkutan, tetapi juga menghambat proses belajar bagi siswa yang lain.
2. Hubungan si guru dan siswa yang mendapat sanksi pastilah akan
berdampak buruk pada semua
3. Pemahaman pelajaran tidak bisa diterima sepenuhnya oleh siswa yang
mendapat sanksi
4. Pemikiran guru tidak berkembang lagi pada saat melaksanakan sanksi itu
5. Hal ini juga berimbas pada siswa yang lain pada saat menerima pelajaran
6. Guru sudah terlihat tidak terhormat dan tidak terhargai di depan para
muridnya.
Memberikan sanksi atau punishment kepada siswa memang diperlukan
untuk membuat efek jera sehingga siswa tidak melakukan pelanggaran yang
terulang kembali. Namun ada hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
punishment, ada punishment yang dilarang da nada pula punishment yang
mendidik. Kedua hal tersebut akan dibahas sebagai berikut :
1. Punishment yang Dilarang
Satu peraturan atau tata tertib mungkin akan dilanggar anak, dan
pelanggaran menyebabkan adanya hukuman yang merupakan akibat atau
konsekuensi dari suatu kesalahan. Namun perlu diingat bahwa hukuman
harus bersifat mendidik, dan memberitahu kesalahannya serta
menyadarkan dan melatih anak-anak untuk tunduk serta patuh para
peraturan yang telah ditetapkan.
Hukuman diberikan dengan maksud memperbaiki dan mendidik ke
arah yang baik, Abdullah Nashih Ulwan menyatakan “ diberikan
kesempatan kepada anak didik untuk bertobat dari apa yang dilakukannya,

28
memberi kesempatan untuk minta maaf dan untuk memperbaiki
kesalahannya.24
a. Memperbaiki tingkah laku dan perbuatan anak
b. Menimbulkan koreksi terhadap dirinya sendiri
c. Mengarahkan anak agar dapat mengendalikan dan menginsyafi bahwa
setiap perbuatan yang menyebabkan dia terhukum itu tidak baik
Agar hukuman itu bersifat sebagai satu perbuatan paedagogik,
hendaknya mempunyai tujuan sebagai berikut : Hukuman tidak boleh
dilakukan dengan memperlihatkan kekerasan dan sebagai tindakan balas
dendam. Hukuman yang semacam itu menurut Djaka Cs tidak
memperbaiki, tetapi menyakiti hati anak, jadi tidak mendidik. Oleh karena
itu pendidik, harus dapat menahan hati dan bersabar. Dalam dunia
pendidikan ada beberapa syarat dalam memberikan hukuman, yaitu : 25
a. Hukuman harus sesuai dengan kesalahan anak didik
b. hukuman harus adil
c. Hukuman harus diberikan agar anak didik mengerti benar apa
sebabnya ia dihukum dan apa maksud hukuman itu
d. Hukuman diberikan harus dalam keadaan tenang
e. Hukuman harus disertai dengan penjelasan, sebab bertujuan untuk
memperbaiki akhlak
f. Hukuman harus diakhiri dengan pemberian ampunan
g. Hukuman diberikan jika terpaksa atau sebagai alat pendidikan terakhir
h. Yang berhak memberikan hukuman hanyalah orang yang cinta pada
anak saja, kalau tidak berdasarkan cinta maka hukuman atau bersifat
balas dendam.
Untuk memperkuat uraian di atas, akan dikemukakan pendapat
beberapa ahli pendidikan tentang syarat-syarat dalam memberikan
hukuman. Menurut Ngalim Purwanto, ada empat syarat dalam
memberikan hukuman :

24
Abdullah Nashih Ulwan. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka. Amani.
25
Djaka, Cs. 1978. Rangkuman Ilmu Pendidikan. Mutiara: Jakarta.

29
a. Hukuman harus ada hubungannya dengan kesalahan
b. Hukuman harus disesuaikan dengan kepribadian dan usia anak
c. Hukuman harus diberikan dengan adil
d. Guru harus sanggup memberikan maaf setelah hukuman itu
dijalankan.
Djaka Cs mengemukan beberapa syarat dalam memberikan
hukuman yaitu :
a. Memberikan hukuman hendaknya dalam keadaan tenang, supaya
dapat mempertimbangkannya.
b. Motif manakah yang mendorong anak itu melakukan perbuatan salah
itu.
c. Masuk tipe manakah anak itu? Adakah hukuman itu berkesesuaian
d. Adakah setimpal dengan pelanggarannya?
e. Adakah adil hukuman itu ?
f. Adakah hubungan antara pelanggaran dengan hukuman?

Muhammad Jameel Zeeno mengungkapkan, pada saat guru atau


pendidik terpaksa memberikan sanksi atau hukuman, ia sebaiknya dapat
menghindari beberapa hal sebagai berikut : 26
a. Memukul wajah anak. Hal ini tidak jarang kita temui di masyarakat
atau di rumah-rumah tangga, juga di sekolah-sekolah, bahkan ada
yang sampai pukulan tersebut mengenai mata ada telinga dan
mengakibatkan indra anak terganggu. Oleh itu oleh para pemerhati
pendidikan dan kesehatan ini satu hal yang sangat dilarang dan harus
dihindari.
b. Terlalu keras, seorang pendidik yang keras pada saat memukul akan
disebut oleh murid-muridnya sebagai seorang yang kasar dan zalim.
Sebutan dan gelar demikian suatu tanda buruk dan ketidak senangan
anak terhadap si guru. Nabi Muhammad SAW mengatakan

26
Muhammad Jameel Zeeno. 2005. Resep Menjadi Pendidik Sukses: Berdasarkan. Petunjuk Al-
Qur`an dan Teladan Nabi Muhammad. Jakarta: Penerbit. Hikmah (PT Mizan Publika).

30
sesungguhnya pada kelemah lembutan ada kebajikan, inilah yang
mestinya ditampilkan.
c. Kata-kata yang tidak pantas. Kata-kata yang tidak pantas adalah kata-
kata yang buruk dan sangat menyakitkan psikologi seorang anak,
bahkan ada anak yang mengatakan ia lebih baik dipukul daripada
dikatakan dengan bahasa-bahasa yang buruk serta menyinggung
perasaan
Bila guru mengucapkan kata-kata yang tidak baik akan
mengakibatkan si anak tidak mau lagi mengikuti pelajaran, atau berlaku
menyimpang dan menyeleweng sebagai reaksi dari kekesalannya. Ada
sebagian guru yang suka mencela, mencaci dan mengatakan anak dengan
kata-kata yang kasar pada seorang siswa yang berbuat salah. Para siswa
yang lain merasa iba melihatnya, pastilah semua itu akan berpengaruh
pada jiwa siswa-siswanya. Kebiasaan itupun pada gilirannya akan
tertanam dalam jiwa si murid. Merekapun menginguti apa yang sering
dilakukan oleh gurunya itu dalam perilaku dan tindakan mereka.
Merekapun menjadi orang yang serng marah, mencela, mencaci dan
semacamnya.

2. Punishment yang Mendidik


Ada beberapa sanksi mendidik yang sekaligus dapat dipergunakan
oleh para pendidik untuk menghukum siswa-siswa yang melanggar
peraturan dan disiplin belajar. Sanksi-sanksi ini merupakan sanksi
mendidik yang tidak beresiko.
a. Bermuka masam seorang guru dapat saja kadang-kadang bermuka
masam di hadapan anak didiknya jika mereka berbuat kegaduhan,
atau terhadap anak yang melakukan kesalahan dan melanggar
peraturan. Tentu ini lebih baik daripada memukul atau menendang si
anak, dengan cemberut atau bermuka masam secara psikologis sudah
memukul perasaannya dan membuatnya malu dengan kawan-
kawannya yang lain.

31
b. Membentak pada waktu anak melakukan suatu pelanggaran atau
kesalahan alangkah lebih mendidiknya bila seorang guru
menghukumnya dengan bentakan. Bentakan dimaksud adalah dengan
kata-kata keras dan mengejutkan dan tertuju kepada dia yang
melakukan kesalahan, bisa juga berbentuk kata-kata teguran akan
kelakuan yang salah yang dilakukannya.
c. Melarang melakukan sesuatu
Melarang melakukan sesuatu adalah hukuman yang ringan dan
mendidik, misalnya ada anak yang terlambat datang ke sekolah, dia
dihukum untuk tidak boleh ikut belajar pada jam pertama. Ini bentuk
hukuman yang lebih menyentuh dan memberikan kesadaran jika ini
tetap dilakukan dia akan rugi dengan sendirinya.
d. Berpaling dan tidak menyapa dengan segala kemungkinan yang
dimiliki seorang pendidik, ia hendaknya berpaling dari anak atau
muridnya pada saat ia mengetahui anak atau muridnya itu berdusta
atau melakukan kesalahan. Dengan guru berpaling, siswa akan merasa
ia telah melakukan kesalahan.

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari pembahasan tersebut didapatkan hasil bahwa reinforcement (reward and
punishment) dapat digunakan dalam pembelajaran. Jika diterapkan secara tepat,
profesional dan proporsional atau secara seimbang, maka hal tersebut dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dan melatih mereka memiliki rasa tanggung
jawab atas segala hal yang mereka lakukan.
2. Walaupun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
belajar mengajar di sekolah, pemberian peneguhan (reinforcement ) positif
(reward. ganjaran) dan negatif (punishment/ hukuman) secara proporsional akan
berpengaruh pada kondisi psikologis dan motivasi belajar siswa di kelas, sebab
dengannya siswa merasa bahwa segala usaha dan kerja kerasnya begitu dihargai
oleh guru dan mereka pun mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang mereka
butuhkan guna menumbuhkan semangat belajarnya di kelas, sehingga tujuan
pendidikan yang telah ditentukan dapat tercapai
3. manfaat yaitu agar anak bisa menjadi lebih baik dan berguna bagi teman
dan lingkungannya, bukan membuat anak semakin terpuruk, sedih, atau
depresi.
4. Dalam menanamkan sikap disiplin perlu adanya sutau penerapan usaha
dari para guru yang dapat memberikan motivasi.

B. Saran
Saran–saran penulis tujukan kepada pendidik yang bertugas mendidik serta
mengarahkan tingkah laku anak dan membentuk kepribadiannya yang
sempurna dan berakhlak mulia. Pendidik yang selama ini kurang memahami
akan pentingnya hukuman dan ganjaran seyogyanya harus lebih berhati-hati
dalam menerapkan metode ini. Hukuman dan ganjaran tetap penting untuk
diterapkan dengan catatan harus memperhatikan syarat-syarat dalam
menerapkannya. Sehingga, dampak negatif dari juga ganjaran (reward) dan
hukuman (punishment) dapat dihindari.

33
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pemahaman pendidik terhadap
metode pendidikan khususnya metode reward dan punishment akan
meningkat. Sehingga tidak ada lagi kita dengar banyaknya kasus yang
memberitakan tentang penyalahgunaan hukuman khususnya dalam dunia
pendidikan.

34
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.


Bandung:Rajawali Pers.
Abdullah Nashih Ulwan. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka.
Amani.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Anon, 2008. The Basics of Philosophy: Jean-Jacques Rousseau [online]
Armai Arief, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta
Baharuddin dan Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta:
Ar-. Ruzz Media.
Dalyono. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta hlmn 30
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Depdikbud. 1993. Wawasan Wiyatamandala. Depdikbud.
Djahiri, A.Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran, Afektif, Nilai Moral VCT dan.
Games dalam VCT. Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.
Djaka, Cs. 1978. Rangkuman Ilmu Pendidikan. Mutiara: Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Durkheim, E. 1990. Pendidikan Moral “Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi.
Pendidikan”. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
E.B.Hurlock, 1990. Psikologi Perkembangan Edisi 5.Jakarta:Erlangga.
Fuad Asy Syalhub, terj. Nashirul Haq. 2006. Guruku Muhammad Saw. Jakarta:
Gema lnsani,
H.M. Arifin, 2011. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara
Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: Refika.
Lawang, Robert M.Z. 1985. Pengantar Sosiologi. Karunika. Jakarta
Melchaty, Siti. 1990. Pengantar dan Pendekatan Praktik. Jakarta: Ganeca Exact.

35
Muhammad Jameel Zeeno. 2005. Resep Menjadi Pendidik Sukses: Berdasarkan.
Petunjuk Al-Qur`an dan Teladan Nabi Muhammad. Jakarta: Penerbit.
Hikmah (PT Mizan Publika).
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Yogyakarta :
Rieneka Cipta. 1980, hal. 16
Sukadi, 2006. Guru Powerful Guru Masa Depan, Bandung: Qolbu
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). Jakarta : Lembaga.
Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Suryosubroto. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta.
Zanden, James W. Vander. 1988. The Social Experience: An Introduction to.
Sociology. New York: Random House.

36

Anda mungkin juga menyukai