Anda di halaman 1dari 19

A Note on Translations

This document was originally prepared in English by a working group of the International Bar Association and was
adopted by IBA Council Resolution.

In the event of any inconsistency between the English language versions and the translations into any other language,
the English language version shall prevail.

The IBA would like to acknowledge the work of Hikmahanto Juwana (Universitas Indonesia) and Colin Ong (Eldan
Law LLP) in the translation of these Rules

International Bar Association, 5 Chancery Lane,


London, WC2A 1LG,
United Kingdom
Tel: +44 (0)20 7842 0090
Fax: +44 (0)20 7842 0091

www.ibanet.org
Translated by Professor Dr. Hikmahanto Juwana and Professor Dr. Colin Ong QC

Peraturan IBA tentang


Pengambilan Bukti
di Arbitrase Internasional
Diadopsi oleh resolusi IBA Council
17 Desember 2020 International Bar Association
Kata Pengantar
Peraturan IBA tentang Pengambilan Bukti di Arbitrase Internasional ('Peraturan
Bukti IBA') ini adalah versi revisi dari Peraturan tentang Pengambilan Bukti di
Arbitrase Komersial Internasional, yang disiapkan oleh Kelompok Kerja dari Komite
Arbitrase pada tahun 1999, direvisi oleh Sub-komite Peninjau pada tahun 2009 dan
selanjutnya direvisi oleh Satuan Tugas pada tahun 2020. Anggota Kelompok Kerja,
Sub-komite Peninjau dan Satuan Tugas terdaftar dari halaman 25.
IBA menerbitkan Peraturan ini sebagai sumber daya bagi para pihak dan arbiter
untuk menyediakan proses yang efisien, ekonomis dan adil untuk pengambilan bukti
di arbitrase internasional. Peraturan tersebut mengatur mekanisme penyampaian
dokumen, saksi fakta dan saksi ahli, pemeriksaan, serta pelaksanaan sidang
pembuktian. Peraturan dirancang untuk digunakan sehubungan dengan, dan
diadopsi bersama, institusional, ad hoc atau peraturan atau prosedur lain yang
mengatur arbitrase internasional. Peraturan Pembuktian IBA mencerminkan
prosedur yang digunakan dalam banyak sistem hukum yang berbeda, dan peraturan
tersebut mungkin sangat berguna jika para pihak berasal dari budaya hukum yang
berbeda.
Sejak diterbitkan pada tahun 1999, Peraturan IBA tentang Pengambilan Bukti di
Arbitrase Komersial Internasional telah memperoleh penerimaan luas dalam
komunitas arbitrase internasional. Pada tahun 2008, proses peninjauan dimulai atas
permintaan Sally Harpole dan Pierre Bienvenu, yang saat itu menjabat sebagai
Ketua Bersama Komite Arbitrase. Versi revisi Peraturan Pembuktian IBA
dikembangkan oleh anggota Sub-komite Peninjau Bukti Peraturan IBA, dibantu oleh
anggota Kelompok Kerja 1999. Peraturan yang direvisi menggantikan Peraturan IBA
tentang Pengambilan Bukti di Arbitrase Komersial Internasional, yang dengan
sendirinya menggantikan Peraturan Tambahan IBA yang Mengatur Penyajian dan
Penerimaan Bukti dalam Arbitrase Komersial Internasional, yang dikeluarkan pada
tahun 1983.
Pada tahun 2019, menyusul laporan penerimaan produk soft law IBA, dibentuk
Satuan Tugas Peninjauan untuk meninjau dan merevisi Peraturan sesuai
kebutuhan. Peraturan yang direvisi ini menggantikan Peraturan IBA tentang
Pengambilan Bukti di Arbitrase Internasional seperti yang diadopsi pada tahun
2010.
Jika para pihak ingin mengadopsi Peraturan Pembuktian IBA dalam klausul
arbitrase mereka, disarankan agar mereka menambahkan bahasa berikut ke
klausul, memilih salah satu alternatif yang disediakan di dalamnya:
‘[In addition to the institutional, ad hoc or other rules chosen by the parties,] [t]he
parties agree that the arbitration shall be conducted according to the IBA Rules of
Evidence as current on the date of [this agreement/the commencement of the
arbitration].’
Selain itu, para pihak dan Majelis Arbitrase dapat mengadopsi Peraturan
Pembuktian IBA, secara keseluruhan atau sebagian, pada saat dimulainya
arbitrase, atau kapan saja setelahnya. Mereka juga dapat memvariasikannya atau
menggunakannya sebagai pedoman dalam mengembangkan prosedur mereka
sendiri.
Peraturan Pembuktian IBA yang direvisi diadopsi oleh resolusi Dewan IBA pada 17
Desember 2020. Peraturan Pembuktian IBA tersedia dalam bahasa Inggris, dan
terjemahan dalam bahasa lain direncanakan. Salinan Peraturan Pembuktian IBA
dapat dipesan dari IBA, dan Peraturan tersedia untuk diunduh di tinyurl.com/ iba-
Arbitration-Guidelines. Sebuah Komentar untuk Peraturan Bukti IBA yang bertujuan
untuk membantu pihak dan Majelis Arbitrase dalam menerapkan dan menafsirkan
Peraturan Bukti IBA tersedia untuk diunduh di alamat di atas.
Gaëtan Verhoosel Philippe Pinsolle
Co-Chairs, Arbitration Committee
17 December 2020
Peraturan-peraturan
Pembukaan
1. Peraturan IBA tentang Pengambilan Bukti di Arbitrase Internasional
dimaksudkan untuk memberikan proses yang efisien, ekonomis dan adil dalam
pengambilan bukti di arbitrase internasional antara Para Pihak terutama dari
sistem hukum yang berbeda. Peraturan dirancang untuk melengkapi ketentuan
hukum dan kelembagaan ad hoc atau peraturan lain yang berlaku untuk
pelaksanaan arbitrase.
2. Para Pihak dan Majelis Arbitrase dapat mengadopsi Peraturan Pembuktian IBA,
secara keseluruhan atau sebagian, untuk mengatur prosedur arbitrase, atau
mereka dapat memodifikasi atau menggunakannya sebagai pedoman dalam
mengembangkan prosedur mereka sendiri. Peraturan tidak dimaksudkan untuk
membatasi fleksibilitas yang melekat, dan kelebihan dari, arbitrase internasional,
dan Para Pihak dan Majelis Arbitrase bebas untuk menyesuaikannya dengan
keadaan tertentu dalam setiap arbitrase.
3. Pengambilan bukti harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip bahwa masing-
masing Pihak harus bertindak dengan itikad baik dan berhak untuk mengetahui,
secara wajar sebelum Sidang Pembuktian atau penetapan fakta atau penetapan
pokok perkara, bukti yang digunakan Para Pihak lainnya.

Definisi-definisi
Dalam Peraturan Bukti IBA:
'Majelis Arbitrase' adalah arbiter tunggal atau panel arbiter-arbiter;
'Penggugat' adalah Pihak atau Para Pihak yang memulai arbitrase dan Pihak
manapun yang, melalui penggabungan atau sebaliknya, menjadi bergabung dengan
Pihak atau Para Pihak tersebut;
'Dokumen' adalah tulisan, komunikasi, foto, gambar, program atau data dalam jenis
apapun, baik yang direkam atau disimpan dalam kertas atau secara elektronik,
audio, visual atau cara lainnya;
'Sidang Pembuktian' adalah sidang apapun, baik yang diadakan pada hari yang
yang berturut-turut ataupun tidak, dimana Majelis Arbitrase, baik secara langsung,
melalui telekonferensi, konferensi video atau metode lainnya, menerima bukti lisan
atau lainnya;
'Laporan Ahli' adalah pernyataan tertulis dari Ahli Yang Ditunjuk Majelis atau Ahli
Yang Ditunjuk Pihak;
'Peraturan Umum' adalah peraturan institusional, ad hoc atau aturan lain yang
berlaku untuk pelaksanaan arbitrase;
'Peraturan Pembuktian IBA' atau 'Peraturan' adalah Peraturan IBA tentang
Pengambilan Bukti di Arbitrase Internasional, yang dapat direvisi atau diubah dari
waktu ke waktu;
'Pihak' adalah pihak dalam arbitrase;
'Ahli Yang Ditunjuk Pihak' adalah seseorang atau organisasi yang ditunjuk oleh
suatu Pihak untuk memberikan keterangan atas masalah tertentu yang ditentukan
oleh Pihak;
'Sidang Jarak Jauh' adalah pemeriksaan yang dilakukan, secara keseluruhan atau
sebagian, atau yang hanya terkait dengan peserta tertentu, menggunakan
telekonferensi, konferensi video, atau teknologi komunikasi lainnya yang digunakan
oleh orang-orang di lebih dari satu lokasi secara bersamaan;
'Permohonan Pembuatan' adalah permohonan tertulis dari suatu Pihak agar Pihak
lain menghasilkan Dokumen;
'Tergugat' adalah Pihak atau Para Pihak yang dituntut oleh Penggugat, dan Pihak
manapun yang, melalui penggabungan atau sebaliknya, menjadi selaras dengan
Pihak atau Para Pihak tersebut, dan termasuk Tergugat yang membuat tuntutan
balik;
'Ahli Yang Ditunjuk Majelis' adalah seseorang atau organisasi yang ditunjuk oleh
Majelis Arbitrase untuk memberikan keterangan kepadanya tentang masalah-
masalah khusus yang ditentukan oleh Majelis Arbitrase; dan
'Keterangan Saksi' berarti pernyataan tertulis dari kesaksian oleh saksi fakta.

Pasal 1 Lingkup Aplikasi


1. Apabila Para Pihak telah sepakat atau Majelis Arbitrase telah memutuskan untuk
menerapkan Peraturan Pembuktian IBA, Peraturan harus mengatur mengenai
pengambilan bukti, kecuali sejauh mana ketentuan khusus dari mereka dapat
ditemukan bertentangan dengan ketentuan wajib dari hukum yang ditentukan
berlaku untuk kasus ini oleh Para Pihak atau oleh Majelis Arbitrase.
2. Apabila Para Pihak telah setuju untuk menerapkan Peraturan Pembuktian IBA,
secara keseluruhan atau sebagian, mereka akan dianggap telah sepakat,
sepanjang tidak bertentangan, dengan versi terbaru pada tanggal perjanjian
tersebut.
3. Apabila terjadi konflik antara ketentuan apa pun dari Peraturan Pembuktian IBA
dan Peraturan Umum, Majelis Arbitrase akan menerapkan Peraturan
Pembuktian IBA dengan cara yang ditentukan terbaik untuk mencapai, sebisa
mungkin, tujuan dari Peraturan Umum dan Peraturan Pembuktian IBA, kecuali
sebaliknya disepakati Para Pihak.
4. Dalam hal terjadi perselisihan mengenai makna Peraturan Pembuktian IBA,
Majelis Arbitrase harus menafsirkannya sesuai dengan tujuannya dan dengan
pertimbangan yang paling tepat untuk arbitrase tertentu.
5. Sejauh Peraturan Pembuktian IBA dan Peraturan Umum tidak menyebutkan
persoalan apa pun mengenai pengambilan bukti dan Para Pihak belum
menyepakati sebaliknya, Majelis Arbitrase akan melakukan pengambilan bukti
yang dianggap tepat, sesuai dengan prinsip-prinsip umum dari Peraturan
Pembuktian IBA.

Pasal 2 Konsultasi mengenai Masalah Pembuktian


1. Majelis Arbitrase harus berkonsultasi dengan Para Pihak pada waktu tepat yang
paling awal dalam persidangan dan mengundang mereka untuk berkonsultasi
satu sama lain dengan maksud untuk menyepakati proses pengambilan bukti
yang efisien, ekonomis dan adil.
2. Konsultasi tentang masalah pembuktian dapat membahas tentang ruang
lingkup, waktu dan cara pengambilan bukti, termasuk, sejauh dapat diterapkan:
(a) penyusunan dan pengajuan Keterangan Saksi dan Laporan Ahli;
(b) pengambilan kesaksian lisan di setiap Sidang Pembuktian;
(c) persyaratan, prosedur dan format yang berlaku untuk produksi Dokumen;
(d) tingkat perlindungan kerahasiaan yang akan diterapkan untuk bukti di
arbitrase;
(e) penanganan masalah keamanan siber dan perlindungan data apa pun; dan
(f) promosi efisiensi, ekonomi dan konservasi sumber daya sehubungan dengan
pengambilan bukti.
3. Majelis Arbitrase didorong untuk mengidentifikasi kepada Para Pihak, sesegera
setelah dianggap sesuai, isu apa pun:
(a) yang dianggap Majelis Arbitrase relevan dengan kasus dan material untuk
hasilnya; dan/atau
(b) yang mana diperlukan penentuan awal.

Pasal 3 Dokumen
1. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, masing-masing Pihak
harus menyerahkan kepada Majelis Arbitrase dan kepada Para Pihak lainnya
semua Dokumen tersedia yang digunakannya, termasuk Dokumen publik dan
yang berada pada domain publik, kecuali terhadap setiap Dokumen yang telah
serahkan oleh Pihak lain.
2. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, setiap Pihak dapat
mengajukan kepada Majelis Arbitrase dan Pihak lainnya Permohonan
Pembuatan.
3. Permohonan Pembuatan harus berisikan:
(a) (i) deskripsi dari setiap Dokumen yang diminta cukup untuk
mengidentifikasinya, atau
(ii) uraian rinci (termasuk pokok perkara) dari kategori Dokumen yang sempit
dan spesifik yang dimohonkan yang diyakini ada; dalam hal Dokumen disimpan
dalam bentuk elektronik, Pihak yang meminta dapat, atau Majelis Arbitrase
dapat memerintahkan untuk diminta, mengidentifikasi file tertentu, istilah
pencarian, individu atau cara lain untuk mencari Dokumen tersebut dengan
cara yang efisien dan ekonomis;
(b) pernyataan tentang bagaimana Dokumen yang diminta relevan dengan kasus
dan material untuk hasilnya; dan
(c) (i) pernyataan bahwa Dokumen yang diminta tidak dalam kepemilikan,
pengamanan, atau kendali Pihak peminta atau pernyataan tentang alasan
mengapa hal tersebut secara tidak wajar dapat memberatkan Pihak yang
meminta untuk memproduksi Dokumen tersebut, dan
(ii) pernyataan tentang alasan mengapa Pihak yang meminta menganggap
bahwa Dokumen yang diminta ada dalam kepemilikan, pengamanan, atau
kendali Pihak lain.
4. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, Pihak kepada siapa
Permohonan Pembuatan ditujukan harus memproduksi kepada Pihak lain dan,
jika Majelis Arbitrase memerintahkan kepadanya, semua Dokumen yang diminta
dalam kepemilikan, pengamanan atau kontrolnya dimana ia tidak memberikan
keberatan.
5. Apabila Pihak kepada siapa Permohonan Pembuatan ditujukan memiliki
keberatan terhadap beberapa atau semua Dokumen yang diminta, mereka harus
menyatakan keberatan secara tertulis kepada Majelis Arbitrase dan Para Pihak
lainnya dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase. Alasan keberatan
adalah alasan yang ditetapkan dalam Pasal 9.2 atau 9.3, atau tidak dipenuhinya
persyaratan Pasal 3.3. Jika diarahkan Majelis Arbitrase, dan dalam waktu yang
diperintahkan, pihak yang meminta dapat menanggapi keberatan tersebut.
6. Setelah menerima keberatan dan tanggapan tersebut, Majelis Arbitrase dapat
mengundang Para Pihak terkait untuk berkonsultasi satu sama lain dengan
tujuan untuk menyelesaikan keberatan tersebut.
7. Salah satu Pihak dapat, dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase,
membuat permohonan kepada Majelis Arbitrase untuk memutuskan mengenai
keberatan tersebut. Majelis Arbitrase kemudian akan, secara tepat waktu,
mempertimbangkan Permohonan Pembuatan, keberatan dan tanggapannya.
Majelis Arbitrase dapat memerintahkan Pihak kepada siapa Permohonan
tersebut ditujukan untuk menghasilkan Dokumen apa pun yang diminta dalam
kepemilikan, pengamanan, atau kendali yang mana Majelis Arbitrase
menentukan bahwa (i) masalah yang ingin dibuktikan oleh Pihak pemohon
relevan dengan kasus tersebut dan material untuk hasilnya; (ii) alasan keberatan
tidak diatur dalam Pasal 9.2 atau 9.3; dan (iii) persyaratan Pasal 3.3 telah
dipenuhi. Dokumen tersebut harus diproduksi kepada Pihak lain dan, jika Majelis
Arbitrase memerintahkan untuk itu.
8. Dalam keadaan luar biasa, jika kepatutan atas suatu keberatan dapat ditentukan
hanya dengan meninjau Dokumen, Majelis Arbitrase dapat menentukan bahwa
mereka tidak harus meninjau Dokumen tersebut. Dalam hal ini, Majelis Arbitrase
dapat, setelah berkonsultasi dengan Para Pihak, menunjuk seorang ahli yang
independen dan tidak memihak, yang terikat dalam kerahasiaan, untuk meninjau
Dokumen tersebut dan melaporkan keberatan tersebut. Sejauh mana keberatan
dikuatkan oleh Majelis Arbitrase, ahli tidak boleh mengungkapkan kepada Majelis
Arbitrase dan kepada Pihak lain isi dari Dokumen yang ditinjau.
9. Jika suatu Pihak berkeinginan untuk mendapatkan Dokumen dari seseorang
atau organisasi yang bukan merupakan Pihak dalam arbitrase dan dari mana
Pihak tersebut tidak dapat memperoleh Dokumen itu sendiri, Pihak tersebut
dapat, dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, memohon untuk
mengambil langkah apa pun yang tersedia secara hukum untuk mendapatkan
Dokumen yang dimohonkan, atau memohon izin dari Majelis Arbitrase untuk
mengambil sendiri langkah-langkah tersebut. Pihak tersebut harus mengajukan
permohonan ke Majelis Arbitrase dan Pihak lainnya secara tertulis, dan
permohonan tersebut harus berisi keterangan yang diatur dalam Pasal 3.3,
sebagaimana berlaku. Majelis Arbitrase harus memutuskan permohonan ini dan
harus mengambil, memberi wewenang kepada Pihak yang memohon, atau
memerintahkan Pihak lain untuk mengambil, langkah-langkah yang dianggap
tepat oleh Majelis Arbitrase jika, dalam pertimbangannya, ditemukan bahwa (i)
Dokumen dianggap relevan dengan kasus dan material terhadap hasilnya, (ii)
persyaratan Pasal 3.3, sebagaimana berlaku, telah dipenuhi dan (iii) tidak ada
alasan keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9.2 atau 9.3 yang
berlaku.
10. Kapan pun sebelum penyelesaian arbitrase, Majelis Arbitrase dapat (i) meminta
Pihak mana pun untuk menghasilkan Dokumen, (ii) meminta Pihak mana pun
untuk menggunakan upaya terbaik untuk mengambil atau (iii) mengambil sendiri,
langkah apa pun yang dianggap sesuai untuk mendapatkan Dokumen dari orang
atau organisasi mana pun. Setiap Pihak dapat menolak permohonan karena
alasan yang ditetapkan dalam Pasal 9.2 atau 9.3. Dalam kasus itu, Pasal 3.4
hingga Pasal 3.8 harus berlaku.
11. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, Para Pihak dapat
menyerahkan kepada Majelis Arbitrase dan kepada Para Pihak lainnya Dokumen
tambahan apa pun yang akan digunakan atau yang diyakini relevan dengan
kasus dan hasilnya sebagai konsekuensi dari isu-isu yang diangkat dalam
Dokumen, Keterangan Saksi atau Laporan Ahli yang diserahkan atau diproduksi,
atau dalam pengajuan lain dari Para Pihak.
12. Sehubungan dengan pengajuan atau pembuatan Dokumen, kecuali Para Pihak
menyetujui sebaliknya atau, jika tidak ada kesepakatan, Majelis Arbitrase
memutuskan sebaliknya:
(a) salinan Dokumen harus sesuai dengan aslinya dan, atas permohonan Majelis
Arbitrase, setiap dokumen asli harus ditunjukkan untuk pemeriksaan;
(b) Dokumen yang dimiliki suatu Pihak dalam bentuk elektronik harus diserahkan
atau dibuat dalam bentuk yang paling baik atau ekonomis yang secara wajar
dapat digunakan oleh penerima;
(c) suatu Pihak tidak diwajibkan untuk menghasilkan banyak salinan Dokumen
yang pada dasarnya identik;
(d) Dokumen yang akan dibuat sebagai tanggapan atas Permohonan
Pembuatan tidak perlu diterjemahkan; dan
(e) Dokumen dalam bahasa selain bahasa yang digunakan arbitrase yang
diserahkan ke Majelis Arbitrase harus disertai dengan terjemahan yang
ditandai sebagai demikian.
13. Setiap Dokumen yang diserahkan atau dibuat oleh suatu Pihak atau non-Pihak
dalam arbitrase dan tidak dalam domain publik harus dirahasiakan oleh Majelis
Arbitrase dan Para Pihak lainnya, dan harus digunakan hanya dalam kaitannya
dengan arbitrase. Persyaratan ini harus berlaku kecuali pada dan sejauh mana
pengungkapan mungkin diperlukan dari suatu Pihak untuk memenuhi kewajiban
hukum, melindungi atau menjalankan hak hukum, atau menegakkan atau
menggugat putusan dalam proses hukum yang bona fide di hadapan pengadilan
negara atau otoritas yudisial lainnya. Majelis Arbitrase dapat mengeluarkan
perintah untuk menetapkan ketentuan kerahasiaan ini. Persyaratan ini tidak
mengurangi semua kewajiban kerahasiaan lainnya dalam arbitrase.
14. Jika arbitrase diselenggarakan dalam isu atau fase terpisah (seperti yurisdiksi,
penentuan awal, kewajiban atau kerugian), Majelis Arbitrase dapat, setelah
berkonsultasi dengan Para Pihak, menjadwalkan pengajuan Dokumen dan
Permohonan Pembuatan secara terpisah untuk setiap isu atau fase.

Pasal 4 Saksi Fakta


1. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, masing-masing Pihak
harus mengidentifikasi para saksi yang kesaksiannya akan digunakan dan pokok
bahasan dari kesaksian itu.
2. Setiap orang dapat mengajukan bukti sebagai saksi, termasuk salah satu Pihak
atau petugas dari Pihak, karyawan atau perwakilan lainnya.
3. Tidak menjadi tidak patut bagi suatu Pihak, para petugas, para karyawan, para
penasihat hukum, atau para perwakilan lainnya untuk mewawancarai saksi atau
calon saksi dan mendiskusikan kesaksian mereka yang prospektif.
4. Majelis Arbitrase dapat memerintahkan masing-masing Pihak untuk
menyerahkan dalam waktu tertentu kepada Majelis Arbitrase dan Para Pihak
lainnya Keterangan Saksi oleh masing-masing saksi yang kesaksiannya akan
digunakan, kecuali untuk saksi yang kesaksiannya sesuai dengan Pasal 4.9 atau
4.10. Jika Sidang Pembuktian diselenggarakan dalam isu atau fase terpisah
(seperti yurisdiksi, penentuan awal, pertanggungjawaban atau kerugian), Majelis
Arbitrase atau Para Pihak dengan kesepakatan dapat menjadwalkan pengajuan
Keterangan Saksi secara terpisah untuk setiap isu atau fase.
5. Setiap Keterangan Saksi harus memuat:
(a) nama lengkap dan alamat saksi, pernyataan mengenai hubungan sekarang
dan masa lalu (jika ada) dengan salah satu Pihak, dan uraian tentang latar
belakang, kualifikasi, pelatihan dan pengalamannya, jika uraian seperti itu
mungkin relevan dengan sengketa atau isi pernyataan;
(b) uraian fakta secara lengkap dan rinci, serta sumber keterangan saksi tentang
fakta tersebut, cukup untuk dijadikan sebagai alat bukti saksi dalam perkara
yang dipersengketakan. Dokumen yang digunakan saksi yang belum
diserahkan harus disediakan;
(c) pernyataan tentang bahasa orisinil yang digunakan untuk membuat
Pernyataan Saksi dan bahasa yang diantisipasi saksi dalam memberikan
keterangan di Sidang Pembuktian;
(d) afirmasi kebenaran Pernyataan Saksi; dan
(e) tanda tangan saksi beserta tanggal dan tempatnya.
6. Jika Keterangan Saksi diajukan, Pihak mana pun dapat, dalam waktu yang
diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, mengajukan kepada Majelis Arbitrase dan
kepada Pihak lain Keterangan Saksi yang direvisi atau tambahan Keterangan
Saksi, termasuk pernyataan dari orang-orang yang sebelumnya tidak disebut
sebagai saksi, selama revisi atau penambahan hanya menanggapi:
(a) hal-hal yang terkandung dalam Keterangan Saksi dari Pihak lain, Laporan
Ahli, atau pengajuan lain yang belum pernah disampaikan sebelumnya dalam
arbitrase; atau
(b) perkembangan faktual baru yang tidak bisa dibahas dalam Keterangan Saksi
sebelumnya.
7. Jika seorang saksi yang dimintakan kehadirannya sesuai dengan Pasal 8.1 gagal
tanpa alasan yang sah untuk hadir dalam kesaksian pada Sidang Pembuktian,
Majelis Arbitrase harus mengabaikan Keterangan Saksi yang terkait dengan
Sidang Pembuktian oleh saksi tersebut kecuali, dalam keadaan luar biasa,
Majelis Arbitrase memutuskan sebaliknya.
8. Jika kehadiran seorang saksi belum dimintakan sesuai dengan Pasal 8.1, Pihak
lain tidak dianggap telah menyetujui kebenaran isi Keterangan Saksi.
9. Jika suatu Pihak ingin memberikan bukti dari seseorang yang tidak akan muncul
secara sukarela atas permintaannya, Pihak tersebut dapat, dalam waktu yang
diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, memintanya untuk mengambil langkah apa
pun yang tersedia secara hukum untuk mendapatkan kesaksian dari orang
tersebut, atau meminta izin dari Majelis Arbitrase untuk mengambil langkah-
langkah sendiri. Dalam kasus permintaan ke Majelis Arbitrase, Pihak tersebut
harus mengidentifikasi saksi yang dimaksud, harus menjelaskan subjek yang
mana keterangan saksi tersebut dimintakan dan harus menyatakan mengapa
subjek tersebut relevan dengan kasus dan materi untuk hasilnya. Majelis
Arbitrase akan memutuskan permintaan ini dan akan mengambil, memberi
wewenang kepada Pihak yang meminta untuk mengambil atau memerintahkan
Pihak lain untuk mengambil, langkah-langkah yang dianggap tepat oleh Majelis
Arbitrase jika, dalam kebijakannya, memutuskan bahwa kesaksian dari saksi itu
adalah relevan dengan kasus dan material untuk hasilnya.
10. Kapan pun sebelum arbitrase selesai, Majelis Arbitrase dapat memerintahkan
Pihak manapun untuk membantu, atau menggunakan upaya terbaiknya untuk
membantu, kehadiran kesaksian pada Sidang Pembuktian dari siapa pun,
termasuk orang yang kesaksiannya belum diminta. Setiap Pihak dapat
mengajukan keberatan karena alasan apa pun yang ditetapkan dalam Pasal 9.2
atau 9.3.

Pasal 5 Ahli yang Ditunjuk Pihak


1. Suatu Pihak dapat menggunakan Ahli Yang Ditunjuk Pihak sebagai alat bukti
tentang isu tertentu. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, (i)
masing-masing Pihak harus mengidentifikasi Ahli Yang Ditunjuk Pihak yang
kesaksiannya akan digunakan dan pokok perkara dari kesaksian tersebut; dan
(ii) Ahli Yang Ditunjuk Pihak harus menyerahkan Laporan Ahli.
2. Laporan Ahli harus berisi:
(a) nama lengkap dan alamat Ahli Yang Ditunjuk Pihak, pernyataan mengenai
hubungannya sekarang dan masa lalu (jika ada) dengan salah satu Pihak,
penasihat hukum mereka dan Majelis Arbitrase, dan deskripsi latar belakang,
kualifikasinya, pelatihan dan pengalaman;
(b) deskripsi dari instruksi yang mana ia memberikan pendapat dan
kesimpulannya;
(c) pernyataan independensi Para Pihak, penasihat hukum mereka dan Majelis
Arbitrase;
(d) pernyataan tentang fakta yang mendasari pendapat dan kesimpulan ahli;
(e) pendapat ahli dan kesimpulannya, termasuk uraian tentang metode, bukti,
dan informasi yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Dokumen yang
digunakan oleh Pihak Yang Ditunjuk dan belum diserahkan harus disediakan;
(f) jika Laporan Ahli telah diterjemahkan, pernyataan tentang bahasa aslinya,
dan bahasa yang digunakan oleh Ahli Yang Ditunjuk Pihak untuk memberikan
kesaksian di Sidang Pembuktian;
(g) penegasan atas keyakinannya yang benar terhadap pendapat yang
diungkapkan dalam Laporan Ahli;
(h) tanda tangan Ahli Yang Ditunjuk Pihak serta tanggal dan tempatnya; dan
(i) Jika Laporan Ahli telah ditandatangani oleh lebih dari satu orang, atribusi dari
keseluruhan atau bagian tertentu Laporan Ahli untuk setiap penulis.
3. Jika Laporan Ahli diajukan, Pihak manapun dapat, dalam waktu yang
diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, menyerahkan kepada Majelis Arbitrase dan
kepada Para Pihak lain Laporan Ahli yang direvisi atau tambahan Laporan Ahli,
termasuk laporan atau pernyataan dari orang-orang yang sebelumnya tidak
diidentifikasi sebagai Ahli Yang Ditunjuk Pihak, selama revisi atau penambahan
tersebut hanya menanggapi:
(a) hal-hal yang terkandung dalam Keterangan Saksi Pihak lain, Laporan Ahli,
atau pengajuan lain yang belum pernah disampaikan sebelumnya dalam
arbitrase; atau
(b)perkembangan baru yang tidak dapat dibahas dalam Laporan Ahli
sebelumnya.
4. Majelis Arbitrase atas kebijakannya dapat memerintahkan agar Ahli Yang
Ditunjuk Pihak yang akan menyerahkan atau yang telah menyerahkan Laporan
Ahli tentang isu yang sama atau terkait bertemu dan berunding tentang isu-isu
tersebut. Pada pertemuan tersebut, Para Ahli Yang Ditunjuk Pihak harus
berusaha untuk mencapai kesepakatan tentang isu-isu dalam ruang lingkup
Laporan Ahli mereka, dan mereka harus mencatat secara tertulis setiap isu yang
mereka sepakati, setiap area perselisihan yang tersisa dan alasannya.
5. Jika Ahli Yang Ditunjuk Pihak yang kehadirannya telah diminta sesuai dengan
Pasal 8.1 gagal tanpa alasan yang sah untuk hadir dalam kesaksian di Sidang
Pembuktian, Majelis Arbitrase akan mengabaikan Laporan Ahli apa pun oleh Ahli
Yang Ditunjuk Pihak terkait dengan Sidang Pembuktian kecuali, dalam keadaan
luar biasa, Majelis Arbitrase memutuskan sebaliknya.
6. Jika kehadiran seorang Ahli Yang Ditunjuk Pihak belum dimintakan sesuai
dengan Pasal 8.1, Pihak lain tidak dianggap telah menyetujui kebenaran isi
Laporan Ahli.

Pasal 6 Ahli Yang Ditunjuk Majelis


1. Majelis Arbitrase, setelah berkonsultasi dengan Para Pihak, dapat menunjuk satu
atau lebih Ahli Yang Ditunjuk Majelis untuk melaporkan kepadanya tentang isu-
isu khusus yang ditentukan oleh Majelis Arbitrase. Majelis Arbitrase akan
menetapkan kerangka acuan kerja untuk Laporan Ahli yang Ditunjuk oleh Majelis
setelah berkonsultasi dengan Para Pihak. Salinan kerangka acuan akhir akan
dikirim oleh Majelis Arbitrase kepada Para Pihak.
2. Ahli Yang Ditunjuk Majelis harus, sebelum menerima penunjukan, menyerahkan
kepada Majelis Arbitrase dan Para Pihak deskripsi tentang kualifikasinya dan
pernyataan independensi dari Para Pihak, penasehat hukum mereka dan Majelis
Arbitrase. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, Para Pihak
harus menginformasikan kepada Majelis Arbitrase apakah mereka memiliki
keberatan atas kualifikasi dan independensi Ahli Yang Ditunjuk Majelis. Majelis
Arbitrase akan segera memutuskan apakah akan menerima keberatan tersebut.
Setelah penunjukan Ahli Yang Ditunjuk Majelis, suatu Pihak dapat menolak
kualifikasi atau independensi ahli hanya jika keberatan tersebut karena alasan-
alasan yang diketahui Pihak setelah penunjukan tersebut dibuat. Majelis
Arbitrase akan segera memutuskan apa, jika ada, tindakan yang akan diambil.
3. Tunduk pada ketentuan Pasal 9.2 dan 9.3, Ahli Yang Ditunjuk Majelis dapat
meminta suatu Pihak untuk memberikan informasi apa pun atau untuk
memberikan akses ke Dokumen, barang, sampel, properti, mesin, sistem,
proses, atau situs apa pun untuk pemeriksaan, sejauh relevan dengan kasus dan
material untuk hasilnya. Para Pihak dan perwakilannya berhak untuk menerima
informasi tersebut dan menghadiri pemeriksaan tersebut. Setiap
ketidaksepakatan antara Ahli Yang Ditunjuk Majelis dan Para Pihak terkait
relevansi, materialitas atau kesesuaian permintaan tersebut harus diputuskan
oleh Majelis Arbitrase, dengan cara yang diatur dalam Pasal 3.5 sampai 3.8. Ahli
Yang Ditunjuk Majelis harus mencatat dalam Laporan Ahli setiap ketidakpatuhan
oleh suatu Pihak dengan permintaan atau keputusan yang sesuai oleh Majelis
Arbitrase dan harus menjelaskan dampaknya terhadap penentuan masalah
tertentu.
4. Ahli Yang Ditunjuk Majelis harus melaporkan secara tertulis kepada Majelis
Arbitrase dalam Laporan Ahli. Laporan Ahli harus berisi:
(a) nama lengkap dan alamat Ahli Yang Ditunjuk Majelis, dan uraian tentang latar

belakang, kualifikasi, pelatihan dan pengalamannya;


(b) pernyataan tentang fakta yang mendasari pendapat dan kesimpulan ahli;

(c) pendapat ahli dan kesimpulannya, termasuk uraian tentang metode, bukti,

dan informasi yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Dokumen-


dokumen yang digunakan oleh Ahli Yang Ditunjuk Majelis yang belum
diserahkan harus disediakan;
(d) jika Laporan Ahli telah diterjemahkan, pernyataan tentang bahasa aslinya,

dan bahasa yang mana Ahli Yang Ditunjuk Majelis mengantisipasi pada
pemberian kesaksian pada Sidang Pembuktian;
(e) penegasan atas keyakinannya yang sepenuhnya terhadap pendapat yang

diungkapkan dalam Laporan Ahli;


(f) tanda tangan dari Ahli Yang Ditunjuk Majelis serta tanggal dan tempatnya;

dan
(g) Jika Laporan Ahli telah ditandatangani oleh lebih dari satu orang, atribusi dari

keseluruhan atau bagian tertentu Laporan Ahli diatribusikan untuk setiap


penulis.
5. Majelis Arbitrase akan mengirimkan salinan Laporan Ahli tersebut kepada Para
Pihak. Para Pihak dapat memeriksa setiap informasi, Dokumen, barang, sampel,
properti, mesin, sistem, proses, atau situs untuk pemeriksaan yang telah
diperiksa oleh Ahli Yang Ditunjuk Majelis dan setiap korespondensi antara
Majelis Arbitrase dan Ahli Yang Ditunjuk Majelis. Dalam waktu yang
diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, setiap Pihak akan memiliki kesempatan
untuk menanggapi Laporan Ahli dalam sebuah pengajuan oleh Pihak atau
melalui Keterangan Saksi atau Laporan Ahli oleh Ahli Yang Ditunjuk Para Pihak.
Majelis Arbitrase akan mengirimkan pengajuan tersebut, Keterangan Saksi atau
Laporan Ahli kepada Ahli Yang Ditunjuk Majelis dan kepada Pihak lainnya.
6. Atas permohonan salah satu Pihak atau Majelis Arbitrase, Ahli Yang Ditunjuk
oleh Majelis harus hadir pada Sidang Pembuktian. Majelis Arbitrase dapat
mempertanyakan Ahli Yang Ditunjuk oleh Majelis Arbitrase, dan dia dapat
ditanyai oleh Para Pihak atau oleh Ahli Yang Ditunjuk Pihak tentang isu-isu yang
diangkat dalam Laporan Ahli mereka, pengajuan Para Pihak atau Keterangan
Saksi atau Laporan Ahli yang dibuat oleh Ahli Yang Ditunjuk Para Pihak sesuai
dengan Pasal 6.5.
7. Setiap Laporan Ahli yang dibuat oleh Ahli Yang Ditunjuk Majelis dan
kesimpulannya harus dinilai oleh Majelis Arbitrase dengan memperhatikan
semua keadaan dari kasus tersebut.
8. Biaya dan pengeluaran Ahli Yang Ditunjuk Majelis, didanai dengan cara yang
ditentukan oleh Majelis Arbitrase, akan menjadi bagian dari biaya arbitrase.

Pasal 7 Pemeriksaan
Tunduk pada ketentuan Pasal 9.2 dan 9.3, Majelis Arbitrase dapat, atas permintaan
suatu Pihak atau atas usul sendiri, memeriksa atau memerlukan pemeriksaan oleh
Ahli Yang Ditunjuk Majelis atau Ahli Yang Ditunjuk Pihak mengenai situs, properti,
mesin atau barang, sampel, sistem, proses atau Dokumen lainnya, yang dianggap
sesuai. Majelis Arbitrase harus, dengan berkonsultasi dengan Para Pihak,
menentukan waktu dan pengaturan untuk pemeriksaan. Para Pihak dan
perwakilannya berhak untuk menghadiri pemeriksaan tersebut.

Pasal 8 Sidang Pembuktian


1. Dalam waktu yang diperintahkan oleh Majelis Arbitrase, masing-masing Pihak
wajib menyampaikan kepada Majelis Arbitrase dan Pihak lainnya tentang para
saksi yang kehadirannya diminta. Setiap saksi (yang istilahnya termasuk, untuk
tujuan Pasal ini, saksi fakta dan ahli), harus, tunduk pada Pasal 8.3, hadir untuk
kesaksian di Sidang Pembuktian jika kehadiran orang tersebut telah diminta oleh
Pihak mana pun atau oleh Majelis Arbitrase.
2. Atas permintaan salah satu Pihak atau atas usul sendiri, Majelis Arbitrase dapat,
setelah berkonsultasi dengan Para Pihak, memerintahkan agar Sidang
Pembuktian dilakukan sebagai Sidang Jarak Jauh. Dalam hal tersebut, Majelis
Arbitrase harus berkonsultasi dengan Para Pihak dengan maksud untuk
menetapkan protokol Sidang Jarak Jauh agar melakukan Sidang Jarak Jauh
secara efisien, adil dan, sebisa mungkin, tanpa interupsi yang tidak disengaja.
Protokol dapat membahas:
(a) teknologi yang akan digunakan;
(b) pengujian awal dari teknologi atau pelatihan dalam penggunaan teknologi;
(c) waktu mulai dan berakhir dengan mempertimbangkan, khususnya, zona
waktu tempat dimana peserta akan berlokasi;
(d) bagaimana Dokumen dapat ditempatkan di hadapan saksi atau Majelis
Arbitrase; dan
(e) langkah-langkah untuk memastikan bahwa saksi memberi kesaksian lisan
tidak dipengaruhi atau diganggu secara tidak patut.
3. Majelis Arbitrase akan selalu memiliki kendali penuh atas Sidang Pembuktian.
Majelis Arbitrase dapat membatasi atau mengecualikan pertanyaan, jawaban
oleh atau kehadiran seorang saksi, jika menganggap pertanyaan, jawaban atau
kehadiran tersebut tidak relevan, tidak penting, membebani secara tidak wajar,
serupa atau dengan cara lain yang termasuk dalam alasan keberatan yang
ditetapkan dalam Pasal 9.2 atau 9.3. Pertanyaan kepada saksi selama kesaksian
langsung dan re-direct testimony tidak boleh mengarah secara tidak masuk akal.
4. Sehubungan dengan kesaksian lisan di Sidang Pembuktian:
(a) Penggugat biasanya terlebih dahulu menyampaikan keterangan para saksi,
diikuti oleh Tergugat yang memberikan keterangan saksi-saksinya;
(b) setelah kesaksian langsung, Pihak lain dapat mempertanyakan saksi
tersebut, dalam urutan yang akan ditentukan oleh Majelis Arbitrase. Pihak
yang pada awalnya menghadirkan saksi kemudian memiliki kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan tambahan tentang hal-hal yang diangkat
dalam pemeriksaan Pihak lain;
(c) setelah itu, Penggugat biasanya pertama-tama harus memberikan kesaksian
dari Ahli Yang Ditunjuk Pihak, diikuti oleh Tergugat yang memberikan
kesaksian dari Ahli Yang Ditunjuk Pihak. Pihak yang pada awalnya
menghadirkan Ahli Yang Ditunjuk Pihak selanjutnya akan memiliki
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tambahan tentang masalah yang
diangkat dalam pemeriksaan Pihak lain;
(d) Majelis Arbitrase dapat mempertanyakan Ahli Yang Ditunjuk oleh Majelis, dan
dia dapat ditanyakan oleh Para Pihak atau oleh Ahli Yang Ditunjuk Pihak,
tentang isu-isu yang diangkat dalam Laporan Ahli yang Ditunjuk oleh Majelis
Arbitrase, di dalam pengajuan Para Pihak atau di dalam Laporan Ahli yang
dibuat oleh Ahli Yang Ditunjuk Para Pihak;
(e) jika arbitrase diatur ke dalam isu atau fase terpisah (seperti yurisdiksi,
penentuan awal, kewajiban dan kerugian), Para Pihak dapat setuju atau
Majelis Arbitrase dapat memerintahkan penjadwalan kesaksian secara
terpisah untuk setiap isu atau fase;
(f) Majelis Arbitrase, atas permintaan salah satu Pihak atau atas usul sendiri,
dapat mengubah urutan persidangan, termasuk pengaturan kesaksian
berdasarkan isu-isu tertentu atau sedemikian rupa sehingga para saksi
ditanyakan pada saat yang sama dan dalam pertemuan satu sama lain
(konferensi saksi);
(g) Majelis Arbitrase dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi pada setiap
saat.
5. Seorang saksi fakta yang memberikan kesaksian pertama-tama harus
menegaskan, dengan cara yang ditentukan sesuai oleh Majelis Arbitrase, bahwa
dia berkomitmen untuk mengatakan yang sebenarnya atau, dalam kasus
seorang saksi ahli, keyakinannya yang penuh dalam pendapat yang akan
diungkapkan. Di Sidang Pembuktian, jika saksi telah menyampaikan keterangan
saksi atau keterangan ahli maka saksi harus menegaskannya. Para Pihak dapat
setuju atau Majelis Arbitrase dapat memerintahkan bahwa Pernyataan Saksi
atau Laporan Ahli akan berfungsi sebagai kesaksian langsung dari saksi
tersebut, dalam hal mana Majelis Arbitrase dapat mengizinkan kesaksian
langsung secara lisan lebih lanjut.
6. Tunduk pada ketentuan Pasal 9.2 dan 9.3, Majelis Arbitrase dapat meminta
siapapun untuk memberikan bukti lisan atau tertulis tentang isu apa pun yang
dianggap oleh Majelis Arbitrase relevan dengan kasus dan materi untuk hasilnya.
Setiap saksi yang dipanggil dan diinterogasi oleh Majelis Arbitrase juga dapat
dimintai keterangan oleh Para Pihak.

Pasal 9 Penerimaan (Admissibility) dan Penilaian Bukti


1. Majelis Arbitrase akan menentukan penerimaan, relevansi, materialitas dan
bobot sebuah bukti.
2. Majelis Arbitrase akan, atas permintaan salah satu Pihak atau atas usul sendiri,
mengecualikan dari bukti atau produksi Dokumen, pernyataan, kesaksian lisan
atau pemeriksaan, secara keseluruhan atau sebagian, karena salah satu dari
alasan berikut:
(a) kurangnya relevansi yang cukup dengan kasus atau materialitas dengan
hasilnya;
(b) halangan hukum atau hak istimewa di bawah peraturan hukum atau etika
yang ditentukan oleh Majelis Arbitrase yang akan berlaku (lihat Pasal 9.4 di
bawah);
(c) beban yang tidak masuk akal untuk menghasilkan bukti yang diminta;
(d) kehilangan atau kerusakan Dokumen yang telah ditunjukkan yang dengan
kemungkinan wajar telah terjadi;
(e) alasan kerahasiaan komersial atau teknis yang oleh Majelis Arbitrase
dianggap kuat;
(f) alasan sensitifitas politik atau kelembagaan khusus (termasuk bukti yang
telah diklasifikasikan sebagai rahasia oleh pemerintah atau lembaga
internasional publik) yang dianggap kuat oleh Majelis Arbitrase; atau
(g) pertimbangan ekonomi prosedural, proporsionalitas, keadilan atau
kesetaraan Para Pihak yang dianggap memaksa oleh Majelis Arbitrase.
3. Majelis Arbitrase dapat, atas permintaan salah satu Pihak atau atas usul sendiri,
mengecualikan bukti yang diperoleh secara ilegal.
4. Dalam mempertimbangkan masalah hambatan hukum atau hak istimewa
berdasarkan Pasal 9.2 (b), dan sejauh diizinkan oleh peraturan hukum atau etika
wajib yang ditentukan olehnya untuk dapat diterapkan, Majelis Arbitrase dapat
mempertimbangkan:
(a) kebutuhan apa pun untuk melindungi kerahasiaan Dokumen yang dibuat atau
pernyataan atau komunikasi lisan yang dibuat sehubungan dengan dan untuk
tujuan memberikan atau memperoleh nasihat hukum;
(b) kebutuhan apa pun untuk melindungi kerahasiaan Dokumen yang dibuat atau
pernyataan atau komunikasi lisan yang dibuat sehubungan dengan dan untuk
tujuan negosiasi penyelesaian;
(c) harapan Para Pihak dan penasihat mereka pada saat hambatan hukum atau
hak istimewa dikatakan telah muncul;
(d) setiap kemungkinan pengesampingan dari setiap hambatan hukum yang
berlaku atau hak istimewa berdasarkan persetujuan, pengungkapan
sebelumnya, penggunaan afirmatif dari Dokumen, pernyataan, komunikasi
lisan atau nasihat yang terkandung di dalamnya, atau sebaliknya; dan
(e) kebutuhan untuk menjaga keadilan dan kesetaraan di antara Para Pihak,
terutama jika mereka tunduk pada aturan hukum atau etika yang berbeda.
5. Majelis Arbitrase dapat, jika sesuai, membuat pengaturan yang diperlukan untuk
mengizinkan Dokumen diproduksi, dan bukti yang akan disajikan atau dianggap
tunduk pada perlindungan kerahasiaan yang sesuai.
6. Jika suatu Pihak gagal tanpa penjelasan yang memuaskan untuk menghasilkan
Dokumen yang diminta dalam Permintaan untuk Menghasilkan yang mana ia
tidak keberatan pada waktunya atau gagal untuk menghasilkan Dokumen apa
pun yang diperintahkan untuk diproduksi oleh Majelis Arbitrase, Majelis Arbitrase
dapat menyimpulkan bahwa dokumen tersebut berbalik dengan kepentingan
Pihak tersebut.
7. Jika suatu Pihak gagal tanpa penjelasan yang memuaskan untuk menyediakan
bukti lain yang relevan, termasuk kesaksian, yang diminta oleh satu Pihak yang
mana Pihak yang permintaannya ditujukan tidak keberatan pada waktunya atau
gagal menyediakan bukti apapun, termasuk kesaksian, yang diperintahkan oleh
Majelis Arbitrase untuk diproduksi, Majelis Arbitrase dapat menyimpulkan bahwa
bukti tersebut akan merugikan kepentingan Pihak tersebut.
8. Jika Majelis Arbitrase menentukan bahwa suatu Pihak telah gagal untuk
melakukan sendiri dengan itikad baik dalam pengambilan bukti, Majelis Arbitrase
dapat, selain tindakan lain yang tersedia berdasarkan Peraturan ini,
mempertimbangkan kegagalan tersebut dalam penugasannya atas biaya
arbitrase, termasuk biaya yang timbul dari atau sehubungan dengan
pengambilan bukti.

Anda mungkin juga menyukai