Anda di halaman 1dari 3

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri
khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan
ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua
kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
 

Kaum Muslimin yang berbahagia,


Sabar adalah adat kebiasaan para nabi dan rasul. Sabar adalah permata yang
menghiasi kehidupan para wali. Sabar adalah mutiara bagi orang-orang shalih.
Sabar adalah cahaya penerang bagi siapa pun yang menapaki jalan menuju
kebahagiaan abadi di akhirat.
 

Menurut Imam al-Ghazali, kata sabar dan berbagai kata turunannya disebutkan
di lebih dari tujuh puluh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman
Allah ta’ala:

Maknanya: “… Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang


yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan” (QS an-Nahl: 96).
Hadirin rahimakumullah,
Seseorang yang memiliki sifat sabar bukan berarti ia pengecut, putus asa dan
lemah dalam berucap, bertindak, dan mengambil keputusan. Sabar hakikatnya
adalah menahan diri dan memaksanya untuk menanggung sesuatu yang tidak
disukainya, dan berpisah dengan sesuatu yang disenanginya. Sabar yang
merupakan salah satu kewajiban hati ada tiga macam, yaitu:
 

Pertama,  sabar dalam menjalankan ketaatan yang Allah wajibkan.


 

Pada pagi hari yang suhu udarannya sangat dingin, misalkan, kita harus sabar
dalam melaksanakan perintah Allah. Kita paksa diri kita untuk menahan
dinginnya udara guna mengambil air wudhu. Pada pagi hari juga, saat tidur
adalah sesuatu yang disenangi nafsu kita, kita tahan keinginan nafsu itu, dan kita
paksa diri kita untuk menjalankan ibadah shalat Shubuh. Kita lakukan itu semua
semata-mata mengharap ridha Allah ta’ala. Inilah yang disebut dengan sabar
dalam menjalankan ketaatan yang diwajibkan oleh Allah ta’ala.
 

Kedua,  sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala yang Allah
haramkan.
 

Nafsu manusia pada umumnya menyenangi hal-hal yang dilarang oleh Allah.
Barangsiapa yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan dengan niat memenuhi
perintah Allah, maka pahalanya sangat agung. Para ulama mengatakan bahwa
meninggalkan satu kemaksiatan lebih utama daripada melakukan seribu
kesunnahan. Karena meninggalkan kemaksiatan hukumnya wajib. Sedangkan
melakukan kesunnahan hukumnya sunnah. Tentu yang wajib lebih utama
daripada yang sunnah. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa barangsiapa
yang menjaga pandangan matanya dari aurat-aurat perempuan yang tidak halal
baginya, maka pahalanya lebih besar daripada melakukan seribu rakaat shalat
sunnah. Hal itu dikarenakan sabar dalam meninggalkan perkara haram menuntut
perjuangan yang luar biasa berat. Yaitu perjuangan melawan setan yang selalu
menghiasi kemaksiatan seakan-akan ia adalah sesuatu yang sangat indah dan
mempesona. Dan perjuangan melawan hawa nafsu yang seringkali mengajak
manusia tenggelam dalam dosa dan keburukan.
 

Ketiga,  sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa.


 

Musibah jika dihadapi dengan sabar akan meninggikan derajat atau menghapus
dosa. Musibah banyak macamnya. Perlakukan buruk orang lain pada kita adalah
musibah. Begitu juga penyakit yang kita derita, kemiskinan, kecelakaan,
kemalingan, kehilangan harta benda, kebakaran, dan lain sebagainya.

 Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam  bersabda: ““Tidaklah seorang


Muslim tertimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, perlakuan
buruk orang lain, dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya,
melainkan dengan sebab hal-hal itu Allah akan menghapus dosa-
dosanya.” (HR al-Bukhari).

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

Jadi orang yang dikehendaki baik oleh Allah, ia akan ditimpa musibah dan diberi
kekuatan oleh Allah untuk bersikap sabar dalam menanggung dan menghadapi
musibah yang menimpanya.
 

Sabar dalam menghadapi musibah  artinya musibah yang menimpa tidak


menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh
Allah. Seseorang yang ditimpa kemiskinan, misalkan, jika kemiskinan yang
menimpanya tidak menyebabkannya mencari harta dengan jalan mencuri,
merampok, korupsi dan perbuatan-perbuatan lain yang diharamkan oleh Allah,
maka artinya ia telah bersikap sabar dalam menghadapi musibah kemiskinan
yang menimpanya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Seseorang yang memahami ilmu agama dengan baik dan memegang teguh ajaran
Islam sebagaimana mestinya, maka musibah yang menimpanya tidak akan
menambahkan kepadanya kecuali sikap sabar dan peningkatan ibadah kepada
Allah. 

Anda mungkin juga menyukai