(PDB) dan merupakan biaya termahal di Asia. Trading Across Border yang mengukur jumlah
hari dan jam untuk ekspor-impor menjadi indikator penilaian EoDB, dimana pada 2019 nilai
yang dicapai Indonesia hanya 67,3 lalu menjadi 69,3 di tahun 2020, yang berarti tidak ada
kenaikan yang signifikan. Sementara data Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance
Index) Indonesia menduduki peringkat ke 46, masih tertinggal jauh dari negara-negara
ASEAN lainnya. Melihat dari data-data tersebut, Pemerintah terus melakukan upaya-upaya
perbaikan untuk sistem logistik di Indonesia melalui transportasi laut dari berbagai sisi (Asti
Dian, https://baketrans.dephub.go.id/berita/efisensi-biaya-logistik-nasional-dari-segi-
ketersediaan-kapal). Tingginya biaya logistik ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain
volume arus barang tidak seimbang, infrastruktur belum memadai, dan kemacetan lalu lintas
di darat juga menjadi permasalahan terutama untuk akses ke Pelabuhan merupakan salah satu
hambatan utama dalam distribusi barang di Indonesia (Nuraini Wulandari,
https://baketrans.dephub.go.id/berita/balitbanghub-gelar-webinar-peningkatan-distribusi-
logistik-sisi-darat-guna-menekan-biaya-logistik-nasional).
Biaya logistik erat kaitannya dengan transportasi laut, yang mana tidak akan bisa lepas
dari kekuatan armada kapal nasional. Kapal menjadi sarana penting dan vital terutama
sebagai alat transportasi-perhubungan dan sebagai bagian infrastruktur pembangunan
ekonomi komunitas masyarakat antar daerah . Sebagai negara kepulauan, menurut data dari
Kementerian Perhubungan pada tahun 2019 Indonesia tercatat memiliki sekitar 32.587 kapal
yang terdaftar secara resmi, tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia tua dan
membutuhkan perbaikan serta bahkan peremajaan. Berdasarkan data dari Kementerian
Perhubungan pada tahun 2019 Sebagai negara kepulauan Indonesia tercatat memiliki sekitar
32.587 kapal yang terdaftar secara resmi, tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia
tua dan membutuhkan perbaikan serta bahkan peremajaan. untuk melakukan perbaikan kapal
yang sudah tua akan mengakibatkan tingginya biaya operasional. Tingginya biaya
operasional akan mempengaruhi biaya logistic yang akan ditanggung oleh pengguna jasa.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi biaya logistic adalah transportasi yang
salah satunya adalah pelayanan jasa pandu dan tunda. Berdasarkan Pereaturan Menteri
Perhubungan No. 57 tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan kapal, pelayanan jasa
pemanduan dan penundaan kapal diselenggarakan oleh kantor Otoritas Pelabuhan (OP),
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), atau Kantor Unit Penyelenggara
Pelabuhan (UPP). Kegiatan pandu dan tunda adalah salah satu rangkaian pelayanan di
pelabuhan yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan pelayaran, karena
merupakan pelayanan pertama dan terakhir kepada kapal yang datang ataupun kapal yang
akan berangkat. Pelayanan pandu dan tunda akan dinilai baik apabila dapat membantu
mempercepat pelayanan kapal, menjaga ketertiban, keselamatan, dan keamanan lingkungan
pelabuhan. Dalam rantai logistic pelabuhan, ada istilah Witing Time. Kinerja bongkar muat di
pelabuhan akan dinilai baik apabila waiting time semakin sebentar, namun semakin lama
waiting time akan menimbulkan kerugian waktu dan biaya. (Nuraini Wulandari,
https://baketrans.dephub.go.id/berita/upaya-penekanan-biaya-logistik-dari-sisi-pandu-dan-
tunda).