Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ANAK SEKOLAH MINGGU


UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER KELEMAHLEMBUTAN
DI GMIT KALVARI WEDOMU ATAMBUA

Oleh :

Nama : Priska Sonya Neolaka


NIM : 10120200134
Kelas/Semester : D/VI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI KUPANG
2023
Daftar Isi

Cover .

BAB 1
PEBDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan
seorang laki-laki yang melakukan penikahan dan tidak melakukan pernikahan tetap dikatakan
anak (Lesmana, 2012). Anak juga memiliki arti sebagai manusia muda yang berkaitan dengan
umur, jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh dengan keadaan sekitarnya
(Kosnan, 2005). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak adalah anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa yang harus dibina, dijaga dengan cinta dan kasih sayang, karena anak-anak juga
memiliki hak dan martabat yang layak untuk mereka dapatkan .
Anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan perlu dilakukan
pengawasan atau bimbingan dari keluarga sehingga anak tersebut dapat memiliki mental dan
karakter yang baik. Karakter merupakan perilaku manusia yang berkaitan dengan kondisi
pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia perilaku baik dan buruk (Jamal Ma’mur
Asmani, 2011). Karakter juga memiliki arti kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem,
yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku (Masnur Muslich, 2011). Berdasarkan pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa akhalak, etika, dan moral merupakan bagian dari karakter yang
dapat dilihat dari perilaku manusia dalam aktivitas baik yang berhubungan dengan Tuhan,
dirinya sendiri, sesama serta lingkungan yang terwujud dalam sikap, pikiran, perkataan, perasaan
dan perbuatan.
Fasilitas yang canggih akibat perkembangan teknologi di era digital ini mengakibatkan
perubahan yang begitu besar khsusnya bagi anak-anak milenial yang biasa disebut dengan
sebutan Kids jaman now. Media sosial menjadi konsumsi sehari-hari tanpa ada batasan yang
mengakibatkan berbagai informasi positif dan negatif berbaur menjadi satu. Anak-anak mulai
terpengaruh dengan kecanggihan teknologi yang ada dan mengakibatkan diri mereka dikuasai
oleh kecanggihan teknologi. Karakter yang sebelumnya dijadikan dasar dalam kehidupan mulai
redup dalam diri anak. Dampak yang terjadi akhir-akhir ini di sekitaran kita yang disebkan oleh
tidak adanya kelemahlembutan yang mengakibatkan banyaknya perilaku menyimpang yang
dilakukan oleh anak-anak seperti kekerasan, keluyuran, pencurian, pergaulan bebas, tawuran,
bullying dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak.
Kerendahan hati, ketaatan, penguasaan diri, dan kesediaan untuk dididik merupakan arti
dari kelemahlembutan. Sekolah minggu merupakan salah satu tempat untuk pengajaran karakter
kelemahlembutan. (Manubey Johana, Degeng Nyoman, Kuswandi Dedi, 2022). Anak-anak dapat
mencapai karakter yang baik lewat pembelajaran apabila mereka memelihara Roh Kudus agar
tetap tinggal dalam diri. Bukti bahwa Roh Kudus tetap ada dalam pribadi setiap anak-anak ialah
terpeliharanya buah-buah Roh (Galatia 5:22-23) kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. ( Selan Betty, 2023)
Gereja perlu memberikan pengajaran berbasis pendidikan karakter yaitu dengan kegiatan
Sekolah Minggu. Pelaksanaan kegiatan sekolah minggu sangat diperlukan untuk meningkatkan
kembali karakter yang baik pada diri anak. Kegiatan sekolah minggu yang menarik dapat
membangkitkan semangat anak-anak dalam beribadah. Banyak pengajaran yang masih terlihat
kaku, dan membosankan. Para pengajar PAR harus melakukan upaya yang lebih kreatif dalam
menyiapkan bahan pembelajaran seperti media belajar,strategi, metode dengan tujuan
menumbuhkan kembali karakter yang baik dalam diri anak contohnya penyediaan bahan ajar
berbasis pendidikan karakter yang sumber utama pengajaranya dari Alkitab.
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk mengembangkan bahan ajar yang
berbasis pengajaran karakter kelemahlembutan pada anak-anak di sekolah minggu. Bahan ajar
yang dikembangkan ini menggunakan model pengembangan Dick & Carey. Melalui
pengembangan bahan ajar ini, diharapkan dapat menolong anak-anak disekolah minggu untuk
menumbuhkan karakter kelemahlembutan dalam setiap pribadi.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, diidentifikasi bahwa anak-
anak belum merasa akan pentingnya mencerminkan sikap kelemahlembutan dalam
diri. Hal ini dapat dilihat dari perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak
seperti kekerasan, keluyuran, pencurian, pergaulan bebas, tawuran, bullying dll
2. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, didapati kurangnya
penggunaan media yang menarik dalam pengajaran

1.3. Rumusan Masalah


Bagaimana mengembangakan bahan ajar untuk anak sekolah minggu dalam menumbuhkan
karakter kelemahlembutan

1.4. Tujuan Pengembangan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
pengembangan ini adalah untuk menghasilkan produk berupa bahan ajar yang dicetak yang
dapat mengajarkan kelemahlembutan bagi anak-anak sekolah minggu.

1.5. Manfaat Pengembangan


1.5.1.Secara Teoritis
Digunakan sebagai panduan kegiatan belajar mengajar di sekolah minggu untuk
meningkatkan karakter kelemahlembutan bagi anak sekolah minggu

1.5.2. Secara Praktis


1. Untuk Gereja GMIT Kalvari Wedomu Atambua, tersedianya bahan ajar tentang Karakter
Kelemahlembutan yang membuat tujuan pembelajaran, uraian materi, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran
2. Untuk Pengajar, dapat digunakan sebagai pedoman atau panduan sehingga dapat mampu
mengaplikasikan karakter kelemahlembutan sebelum diajarkan kepada anak - anak
sekolah minggu
3. Sebagai motivasi bagi calon peneliti yang ingin mengembangkan bahan ajar tentang
penanaman karakter kelemahlembutan dalam berbagai bidang ilmu

1.6. Spesifikasi Produk


Spesifikasi produk dari bahan ajar karakter kelemahlembutan yang membuat keunggulannya
yaitu :
1. Sumber utama bahan ajar diambil dari Alkitab, khususnya yang membahas tentang
karakter kelemahlembutan
2. Bahan ajar ini dapat memberikan informasi,motivasi serta pedoman bagi parah pengajar
dan anak sekolah minggu
3. Bahan Ajar ini memuat cerita-cerita dan gambar terkait karakter kelemahlembutan, yang
dapat menarik minat anak-anak sekolah minggu maupun pembaca untuk mempelajari
karakter kelemahlembutan sehingga bisa di aplikasikan dalam kehidupan
4. Bahan ajar ini memuat tentang aktivitas- aktivitas sehingga anak-anak dapat
merefleksikanya
5. Bahan ajar ini memuat strategi dan metode yang menarik pembaca untuk mempelajarinya
karena bahan ajar ini didesain secara komplit dan menarik
6. Bahan ajar ini digunakan dalam kurun waktu 3 bulan, karena itu memuat 12 topik antar
lain : Tuhan ku lemah lembut, Tidak berkata kasar, Aku anak sabar, Rendah hati, Tuhan
Yesus Peduli, Mari saling mengasihi, Mengasihi seperti Tuhan, Tidak marah-marah, Aku
menolak kekerasan, Damai itu indah, Yesus Penolongku, Mengalah untuk kebaikan

1.7. Keterbatasan Pengembangan


Penelitian pengembangan ini mempunyai keterbatasan yang harus dirincikan sebagai
pertimbangan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian. Keterbatasan yang
berhubungan dengan fokus penelitian ini antara lain:
1. Penyajian materi bahan ajar hanya berfokus pada karakter kelemahlembutan
2. Uji coba dilakukan hanya pada pihak pengajar GMIT Kalvari Wedomu Atambua.
3. Uji coba dilakukan sebatas uji coba kelayakan produk bahan ajar

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Definisi Kelemahlembutan


Kelemahlembutan. Dalam bahasa Yunani “prautes” dikenal sebagai "kelembahlembutan".
New Spirit Filled Life Bible mendefinisikan kelemahlembutan sebagai "disposisi yang
bertemperamen stabil, tenang, seimbang dalam roh, tidak sombong, dan dapat menguasai
emosi. Kelemahlembutan adalah bentuk sikap keredahan hati. Orang yang lembut hatinya tidak
akan merasa bahwa dirinya harus mempertahankan diri agar dihormati. Tidak marah saat
direndahkan atau diremehkan, tetapi sebaliknya dapat menghargai dan menghormati orang
lain.Yesus dan Musa adalah contoh pribadi yang lemah lembut. Yesus tidak marah saat dicaci,
dianiaya, dan diperlakukan tidak sepantasnya, sebalinya ia justru memberikan pengampunan.
Musa juga tidak melawan orang Israel yang bersungut-sungut kepadanya, tetapi sebaliknya
menyerahkan semuanya itu kepada Tuhan. Musa bahkan rela namanya dihapus dari kitab
kehidupan demi Tuhan mau mengampuni orang Israel yang sudah memberontak. Tidak dapat
disangkal bahwa kelemahlembutan berkaitan dengan kerelaan untuk melayani. Tidak
seorangpun sanggup bertahan dalam pelayanan apabila tidak memiliki kelemahlembutan,
karena melayani itu berarti siap untuk sakit hati, siap untuk diremehkan, siap untuk
direndahkan, namun membalasnya dengan tindakan kasih.
Stevenson (2006) menyatakan bahwa orang yang memiliki kelemahlembutan adalah orang
yang tidak menyukai kekerasan, memperlakukan semua orang dengan kasih, dan senantiasa
mengajarkan atau hidup damai dengan semua orang, dalam tulisannya dia mengatakan bahwa
contoh pribadi yang benar-benar melakukan kelemahlembutan adalah Yesus Kristus, yang
diimani oleh umat Kristen sebagai Tuhan.
Kelemahlembutan berarti tidak menyukai kekerasan, menjadi pendamai dan menghargai
orang lain merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki setiap pribadi. Namun,
dalam kenyataannya kelemahlembutan adalah karakter yang sangat sulit untuk dilakukan.
Karakter ini memiliki keunikan tersendiri dalam pengaplikasiannya dan berbeda dengan
karakter-karakter yang lain, seperti karakter tekun, rajin, bertanggungjawab, jujur, hingga
disiplin. Bahkan karakter ini merupakan karakter yang cukup sulit untuk dijumpai dalam
masyarakat Indonesia yang dikatakan memiliki nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila.
Kelemahlembutan Dalam (Galatia 5:22-23). Lemah lembut bukanlah orang yang lemah
atau dalam bahasa jawab disebut ‘klemak-klemek’ (lamban), kalah dan berarti negatif, tetapi
adalah karakter seseorang yang dapat mengontrol diri. Jadi, orang yang lemah lembut adalah
orang yang sesungguhnya memiliki kekuatan atau kelebihan, namun dapat menguasi diri dan
mengontrol kekuatannya; tidak menyalahgunakan kekuatan dan kuasa yang dimilikiyya namun
dapat memakai kekuatan itu dengan benar dan bijaksana.

Dalam Perjanjian Baru, kelemahlembutan memiliki tiga arti:


1. Tunduk kepada kehendak Tuhan.
Seperti Daud yang selalu berusaha agar hidupnya berkena kepada Tuhan. “Ajarlah aku
melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya roh-Mu yang baik itu
menuntun aku di tanah yang rata!” (Mazmur 143:10);
2. Mudah untuk dibentuk dan diajar.
Orang yang lemah lembut tidak mudah tersinggung dan dengan senang hati menerima
teguran. “…terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.” (Yakobus 1:21).
3. Mau mempertimbangkan dan menghargai pendapat orang lain.
Dalam setiap tindakan, segala sesuatunya dipikirkan matang dan penuh pertimbangan,
termasuk hal ucapan. Alkitab menulis: “Lidah lembut adalah pohon kehidupan,” (Amsal
15:4a).
Untuk menjadi lemah lembut tidak mudah, karena orang cenderung egois dan emosional.
Mari belajar dari Musa. Meskipun bangsa Israel terus bersungut-sungut dan berontak kepada
Tuhan, Musa dengan sabar dan penuh kelembutan memimpin dan membimbing mereka di pada
gurun. Alkitab menulis, Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap
manusia yang di atas muka bumi.” (Bilangan 12:3).

2.2 Karakter Kelemahlembutan


Kata karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein” yang berarti mengukir atau
membentuk atau dipahat dan “to mark” (menandai)menunjukkan pada suatu cara yang
dilakukan secara khusus untuk memperoleh sikap tertentu. Secara etimologi, kata karakter
berasal dari bahasa Yunani “kraso” yang memiliki arti cetak biru, format dasar, sehingg
karakter dipahami sebagai dasar yang tidak dapat dipisahkan dari dalam diri seseorang (Lodo,
2022:68-69). Menurut KBBI, karakter diartikan sebagai akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain; watak; sifat-sifat kejiwaan; tabiat. Karakter adalah hasil
implementasi setiap orang, seperti sabar, rajin, jujur, kejam dan lain-lain. Selain itu karakter
juga dapat dikaitkan dengan kepribadian seseorang. Hanya saja nilai-nilai yang terdapat di
dalam perilaku seseorang bersifat relatif, sehingga nilai dari suatu perilaku sangat sukar
dipahami oleh orang lain. Dan manusia dapat disebut berkarakter apabila ia telah berhasil
menyerap nilai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki oleh masyarakat dan telah mampu
menginternalisasikannya sebagai kekuatan moral dalam kehidupannya (Suprayitno, 2020:3-4).
Dalam penelitian Abdul Halim Rofi’ia (2017: 116) pendidikan karakter adalah suatu sistem
yang memegang teguh nilai-nilai karakter setiap peserta didik, yang memuat komponen
pengetahuan, kemauan, kesadaran individu, serta adanya tekat dan tindakan untuk
mengimplementasikan nilai-nilai, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
bangsa, dan terutama kepada Tuhan. Menurut Lickona (2018) dalam Laidat (2022: 20)
pendidikan karakter menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of
good character) yaitu moral action atau perbuatan moral, moral knowing atau pengetahuan
tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral. Karakter yang bermoral terdiri dari
serangkaian proses, yaitu tahu mana yang baik (knowing the good), keinginan melakukan yang
baik (desiring the good), dan melakukan yang baik (doing the good). Selain itu, semua karakter
yang bermoral juga harus dilengkapi oleh kebiasaan pikir (habit of the mind, kebiasaan kalbu
(habit of the heart), dan kebiasaan tindakan (habit of the action). Jadi, pendidikan karakter tidak
sebatas bimbingan untuk mengasah pengetahuan saja melainkan sampai pada tahap
penyentuhan moral dan diimplementasikan pada tingkah laku anak (Laidat, 2022: 20).
Adanya pendidikan karakter bertujuan agar dapat mendukung dan menciptakan generasi
muda yang berkualitas baik dalam ilmu pengetahuan dan akhlak. Seperti pepatah “ilmu tanpa
agama buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Artinya, pendidikan kognitif tanpa
pendidikan karakter adalah sia-sia. Jadinya, karena buta tidak dapat berjalan, berjalan pun tanpa
arahan yang jelas. Jikalau pun berjalan menggunakan tongkat maka akan tetap berjalan secara
lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah dimanfaatkan, disetir, dan dikendalikan oleh orang lain (Suprayitno, 2020:12).
Menurut William Killpatrick, tercapainya keberhasilan pendidikan karakter dapat diketahui
melalui perilaku baik yang dilatih secara terus menerus agar dapat mengimplementasikan
kebajikan atau moral action. Oleh karena itu, ketika anak memperoleh pengetahuan di sekolah
formal maupun di sekolah nonformal (PART), bukanlah akhir dari tanggungjawab pengajar,
orang tua,lingkungan masyarakat, dan semua pihak yang terkait. Melainkan anak masih perlu
dibimbing sampai pada tahap akhir hingga anak mampu mengimplementasikan segala hal yang
dipelajari dalam kehidupannya sehari-hari (Laidat, 2022:21).

Karakter kelemahlembutan mendorong seseorang untuk hidup berdamai dan tidak


melakukan kekerasan terhadap siapapun. Kenyataannya pada saat ini semua tindakan yang
terlihat di bangsa Indonesia sungguh berlawanan dengan karakter kelemahlembutan. Hal ini
ditunjukkan dengan maraknya kekerasan baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat,
organisasi, hingga dalam lingkungan pendidikan. Bullying, kekerasan seksual, pembunuhan
karakter, radikalisme, tindakan anarkis, main hakim sendiri, ketidaktaatan kepada hukum,
hingga korupsi merupakan tindakan-tindakan yang setiap saat terjadi dalam lingkungan
masyarakat Indonesia. Untuk itu pengajaran tentang karakter kelemahlembutan diperlukan.
Penanaman karakter sangat baik jika dilakukan sejak masih kanak-kanak. Salah satu
tempat untuk mengajarkan karakter selain dari keluarga adalah lembaga agama. Gereja
merupakan lembaga agama, yang dikhususkan bagi umat Kristen. Dalam pelayanannya gereja
memberi perhatian khusus terhadap anak-anak dengan mengadakan pengajaran khusus bagi
anak-anak yang disebut dengan sekolah minggu.
Sekolah minggu dikhususkan bagi anak-anak Kristen yang berusia 4-17 tahun. Pengajaran
sekolah minggu didasarkan pada kebenaran Alkitab, yang mengajarkan anak-anak untuk
bertindak dan memiliki karakter seperti Yesus Kristus Tuhan yang diimani, dan bagaimana
tindakan tersebut berdampak baik bagi kehidupan semua orang tanpa terkecuali. Dengan
demikian, sekolah minggu merupakan salah satu tempat untuk mendidik dan meletakkan dasar
karakter yang baik bagi anak termasuk karakter kelemahlembutan.

2.3 Pembentukan Karakter Anak Sekolah Minggu


Sekolah minggu adalah suatu bentuk pelayanan warga jemaat yang ditujukan untuk anak-
anak. Sekolah minggu merupakan pelayanan yang erat kaitannya dengan gereja. Gereja sebagai
pusat pendidikan Kristen bertanggung jawab melaksanakan pendidikan Kristen seutuhnya bagi
seluruh jemaat baik terhadap oranng dewasa maupun terhadap anak-anak. Sekolah minggu
merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan Kristen yang dilaksanakan oleh gereja dalam
rangka pembinaan kerohanian anak agar dapat mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruslamatnya. Harry M. Pilland berkata sekolah minggu merupakan wadah pelayanan yang
penting dalam menjangkau orang-orang bagi kristus dan mengembangkan menjadi seperti Dia.
Pendidikan karakter bagi anak-anak menjadi sangat penting sebab ada tantangan yang
besar dalam kehidupan zaman ini yang mengancam nilai-nilai kehidupan dan masa depan anak.
Karakter kristen adalah kualitas yang dimiliki orang Kristen yang membedahkan dengan orang
yang bukan kristen. Kualitas ini tidak muncul dengan sendirinya dalam diri orang kristen.
Gereja adalah tempat beribadah anak sekolah minggu untuk mengekspresikan diri secara
jasmani dan rohani, dan berinteraksi dengan Tuhan. Interaksi ini diaktualisasikan melalui doa,
pujian, mendengarkan firman dalam ibadah minggu dan perayaan hari besar lainnya. Di
sekolah minggu, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya atau orang dewasa melalui
berbagai aktivitas seperti negosiasi, debat, komunukasi, dan kerja sama. Anak-anak
membangun kesadaran bahwa komunitas terbentuk berdasarkan iman dan tujuan yang sama.
Anak-anak belajar tentang nilai kebenaran dan moral kristiani. Mereka tidak hanya memahami
tetapi menjadikan nilai-nilai itu sebagai jati diri, karakter dan gaya hidup. Dengan begitu,
mereka memiliki dasar iman yang kokoh dan benar.
 Tekun
aktivitas di sekolah minggu dapat menanamkan sikap tekun dalam diri anak-anak.
Dengan ketekunan ini anak-anak diajak untuk tidak mudah menyerah, terus mencoba dan
berusaha hingga dapat menyelesaikan tiap kegiatan yang mereka lakukan.
 Bertanggung jawab
Tanggung jawab merupak sikap yang perluh dikembangkan dalam diri anak-anak sejak
dini. Sikap ini akan menolong mereka untuk memahami dan melakukan apa yan
seharusnya mereka lakukan. Mereka diajarkan untuk tidak menyalahkan orang lain,
mencari-cari alasan saat melakukan sesuatu, seperti merapikan peralatan aktivitas pada
tempatnya.
 Kerja sama
Membuat aktivitas yang dilakukan secara berkelompok dapat mengajarkan kepada anak-
anak untuk bekerja sama dengan orang lain. Mereka dibimbing untuk melakukan kegiatan
secara bersama-sama sebagai tim. Diskusi kelompok dan permainan berkelompok.

 Kreatif
Di sekolah minggu, Guru sekolah minggu melatih anak-anak untuk kreatif melalui
berbagai aktivitas. Mereka diajak berfikir kritis dan aktif. Selain itu, anak-anak juga
diajarkan untuk menemukan dan mengemukakan ideide baru, memberikan respons dan
solusi atas situasi tertentu.

Ketika anak-anak mulai menyimpan firman Allah didalam hati melalui proses yang kreatif
untuk penemuan-penemuan alkitabiah. Seorang anak yang terlibat secara aktif dalam pelayanan
mengembang hati yang dewasa. Dengan menolong orang lain, anak-anak mengalami sukacita,
karena dipakai oleh Allah. Dasar kerohania seorang anak dibangun melalui kesempatan untuk
beribadah, berdoa dan menemukan firman Allah dan bagaimana penerapanya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu karater dari seorang anak harus diperhatika sejak dini.

2.4 Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Minggu (Model Dick & Carey)
Dalam menyediakan bahan ajar untuk pengajaran bagi anak-anak sekolah minggu,
dibutuhkan langkah awal untuk memulainya yaitu merencanakan seluruh proses pengajaran
dalam suatu desain pembelajaran. Bukunya Putrawangsa (2019) dalam Virawati (2022:10)
desain pembelajaran merupakan suatu proses yang tersusun dengan benar, yang terdiri dari
sekumpulan kegiatan perancangan produk atau bahan pembelajaran, pengembangan, dan
pengevaluasian rancangan sehingga menghasilkan suatu rancangan yang efektif dan efisien
yang bisa digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran tertentu.
Seels dan Richey (1994) dalam Laidat (2022:12) mendefinisikandesain pembelajaran
sebagai proses untuk menetapkan kondisi belajar supaya ruang lingkupnya mencakup
komponen sistem atau sumber belajar, lingkungan belajar, dan berbagai kegiatan yang
membentuk proses pembelajaran. Selain untuk menetapkan kondisi belajar, desain juga bisa
dipahami dari suatu hasil proses desain, seperti pernyataan berikut the design component of the
instructional systems design process results in a plan or blueprint for guiding the development
of instruction (Gagne, dkk). Artinya komponen desain dari suatu proses desain sistem
pembelajaran menghasilkan suatu rencana blueprint untuk mengarahkan suat pengembangan
pembelajaran (Yaummi, 2017:5-6) dalam (Laidat, 2022:13).
Dari beberapa definisi desain pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa desain
pembelajaran memuat tahap pengembangan yang merupakan salah satu unsur atau tahap dari
desain pembelajaran yang dipahami sebagai suatu proses penerjemahan spesifikasi desain ke
dalam bentuk fisik. Bentukbentuk fisik yang dimaksudkan bisa dalam bentuk teknologi terpadu,
teknologi berbasis komputer, teknologi cetak, multimedia, teknologi audio, dan teknologi
visual.
Bahan ajar merupakan salah satu hasil produk desain pembelajaran yang dipindahkan ke
dalam bentuk teknologi cetak. Teknologi cetak atau bahan ajar ini dalam proses produksinya
melalui percetakan, contohnya lembar kerja peserta didik (LKPD), modul, buku, handout, foto
atau gambar, brosur, wallchart, selebaran, dan model atau mockup. Ada beberapa faktor yang
dijadikan bahan pertimbangan bahan ajar, antara lain kecermatan isi, ketepatan cakupan,
ketercernaan bahan ajar, penggunaan bahasa, pengemasan atau perwajahan, ilustrasi, dan
kelengkapan komponen (Laidat, 2022:13). Bahan ajar memuat suatu komponen sistem
pembelajaran yang memiliki peran penting dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM)
guna mencapai tujuan yang sudah ditentukan (Magdalena, dkk,2020:460).
Tujuan disusunnya bahan ajar yaitu agar dapat memberikan pengetahuan secara sistematis
dan terencana yang memuat tujuan pembelajaran, kompetensi yang mau dicapai, materi
pembelajaran yang diuraikan, langkah-langkah pembelajaran yang sistematis, dan
latihanlatihan yang harus diselesaikan oleh pelajar.
Bahan ajar ini sangat penting bagi pengajar dan pelajar karena memudahkan dalam
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan adanya perencanaan pembelajaran yang baik dan
benar serta dikemas dalam suatu desain pembelajaran maka akan dapat mencapai dan
menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. Dalam desain suatu pengembangan bahan ajar
untuk menumbuhkan karakter penguasaan diri ini penting untuk menaruh perhatian penuh agar
bahan ajar yang disediakan dapat mengarahkan anak-anak taruna untuk memperoleh informasi
dan motivasi, serta mencapai tujuan pembelajaran yang tetapkan. Bahan ajar juga merupakan
pedoman yang dapat menggerakkan pelajar sehingga tidak hanya mencapai kecerdasan kognitif
melainkan juga mencapai kecerdasan secara spiritual. Kecerdasan secara spiritual menjadi
kunci agar memperoleh relasi yang baik secara sosial, menumbuhkan perilaku-perilaku yang
baik, serta pencapaian akademik (Rosebourgh & Laverret, 2011) dalam (Manubey, 2016:535).
Oleh karen itu, dalam suatu desain pengembangan bahan ajar sangat dibutuhkan pertimbangan
pesan yang hendak disampaikan. Dengan tujuan agar dapat mendorong pelajar untuk
memberikan tiga respon, antara lain persepsi, pembelajaran, dan penerimaan. Sehingga dalam
desain pengembangan bahan ajar ini, perlu diperhatikan beberapa prinsip agar bisa
menumbuhkan karakter penguasaan diri terhadap anak-anak taruna. Pada desain bahan ajar ini,
perubahan sikap hanya bisa diperoleh dengan cara memperhatikan isi pesan, sumber pesan, dan
struktur pesan (Manubey, 2016).
Dengan demikian, dalam suatu desain pengembangan bahan ajar harus menumbuhkan
ketertarikan terhadap pelajar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu desain pengembanan
bahan ajar, seperti mendesain sampul dan gambar-gambar yang termuat didalamnya yang
menarik, memuat pesan yang konkret, dan penggunaan bahasa yang mudah dipahami oleh
pelajar sehingga dapat menarik perhatian pelajar untuk memahami karakter penguasaan diri
dalam bahan ajar tersebut (Laidat, 2022:15). Dalam bukunya Panggabean (2020:5) jika pelajar
memiliki pandangan yang benar terhadap bahan ajar yang diberikan oleh pengajar, maka besar
kemungkinan akan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Karena pandangan yang benar
akan menggiring pelajar untuk tertarik dalam mempelajari bahan ajar dan besar
kemungkinannya pelajar memperoleh hasil yang memuaskan.
Dalam suatu desain pembelajaran membutuhkan suatu model sebagai tolak ukur konsep
pelaksanaan pembelajarannya. Pada pengembangan bahan ajar untuk menumbuhkan karakter
penguasaan diri ini, digunakan model pengembangan Dick and Carey. Dalam model
pengembangan Dick and Carey memuat sepuluh langkah yang diberikan, antara lain:
1. Analisis kebutuhan dan tujuan:
kegiatan analisis kebutuhan dan tujuan dari pembelajaran ini untuk mengetahui kondisi
nyata di lapangan. Masalah apa yang terjadi di lapangan dan pengembang mencoba
menawarkan satu solusi pemecahan masalah dengan cara mengembangkan suatu produk
atau desain tertentu, inilah yang menjadi tujuan umumnya.
2. Analisis pembelajaran :
analisis pembelajaran terkait dengan prosedur, proses, keterampilan, dan tugas-tugas
belajar agar mencapai tujuan umum pembelajaran dengan dijelaskan secara terperinci
menjadi tujuan khusus atau lebih spesifik.
3. Analisis pelajar (siswa) dan konteks:
hasil dari analisis karakterstik siswa dan konteksnya maka dapat menghasilkan
kemampuan apa yang nantinya dipelajari oleh pelajar dan kemudian akan dapat
digunakan sesuai dengan kondisi sekitar.
4. Merumuskan tujuan atau indikator operasional:
berdasarkan hasil analisis pembelajaran, serta uraian terhadap kemampuan yang harus
dimiliki oleh anak, maka dirumuskan indikator atau tujuan khusus yang diperlukan
untuk kerja atau operasional.
5. Mengembangkan instrumen atau alat tes:
berdasarkan tujuan yangtelah dirumuskan, maka dikembangkan instrumen pengukuran.
Instrumen yang berkaitan untuk mengukur kemampuan pelajar mencapai tujuan dalam
pembelajaran berupa tes hasil belajar, sedangkan instrumen yang berkaitan dengan
perangkat produk atau desain yang dikembangkan dapat berupa daftar cek atau
kuesioner.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran:
dalam hal ini strategi pembelajaran yang digunakan agar mencapai tujuan pembelajaran
Strategi yang digunakan menekankan pada setiap unsur yang mendorong anak untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Didasarkan pada teori belajar dan hasil penelitian,
sedangkan media yang digunakan haruslah memiliki hubungan antara materi yang akan
dipelajari dan karakteristik pelajar.
7. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran:
dalam tahapan ini terdapat pembuatan panduan, materi pembelajaran, dan asesmen.
8. Merancang dan melakukan evaluasi formatif:
langkah ini diperlukan untuk mengetahui bahan yang dikembangkan secara
keseluruhan, karena masih bersifat prototipe, sehingga dengan adanya tahapan ini bahan
yang dikembangkan dapat diperbaiki untuk menjadi lebih baik dan layak dipakai. Hasil
dari evaluasi formatif ini dapat dipakai untuk menentukan kelayakan produk, bahan,
material, dan rancangan untuk desain.

9. Melakukan revisi:
pada bagian ini merupakan perbaikan yang dilakukan berdasarkan hasil dari tahapan
evaluasi formatif. Revisi dilakukan terhadap tujuh langkah pertama yaitu tujuan umum
pembelajaran, analisis pembelajaran, perilaku awal, tujuan untuk kerja atau operasional,
butir tes, strategi pembelajaran, dan atau bahan-bahan pembelajaran.
10. Melakukan evaluasi sumatif:
untuk melakukan keefektifan produk, program atau proses secara keseluruhan
dibandingkan dengan program lain. Pada tahapan ini merupakan tahapan yang berada di
luar tahapan pengembangan.
Gambar 2.1 Model pengembangan Dick & Carey
Sumber: Dick, W., Carey., and Carey, J. (2012:2).

Dapat diketahui dari gambar di atas bahwa langkah-langkahpengembangan yang ditetapkan


oleh Dick & Carey adalah langkah-langkah yang terstruktur dan layak digunakan dalam
mengembangkan bahan ajar cetak (printed material) yang menumbuhkan karakter.

2.5 Strategi dan Metode Pembelajaran untuk Menumbuhkan Karakter Kelemahlembutan


Secara etimologi, kata strategi merupakan dasar dari kata dalam bahasa Yunani
“strategos”. Strategos adalah suatu usaha untuk sampai pada suatu kemenangan dalam
peperangan. Istilah strategi pada awalnya dipakai disekitar lingkungan militer. Namun seiring
berjalannya waktu, istilah strategi dipakai juga dalam berbagai bidang yang memiliki makna
yang relatif sama. Menurut wikipedia, strategi adalah pendekatan secara menyeluruh yang
memiliki kaitan dalam pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi suatu aktivitas dalam
kurun waktu yang sudah ditetapkan. Bukunya Susanto (2014:94) dalam Apriani (2021:1) dalam
aktifitas KBM27 strategi sangat berperan penting untuk mengatur komunikasi antara pelajar
pengajar, dan sumber belajar atau media sehingga tujuan KBM yang sudah ditetapkan dapat
tercapai. Karena tanpa strategi yang tepat maka proses peningkatan mutu KBM tidak akan
sistematis sehingga dapat berakibat tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan akan sulit
tercapai secara optimal. Untuk itu perlu untuk menetapkan strategi pembelajaran.
Menurut Frelberg & Driscoll (1992) dalam Pratama (2021:1) mendefinisikan strategi
pembelajaran sebagai alat yang dapat digunakan untuk mencapai segala tujuan pemberian
materi pelajaran pada berbagai jenjang kelas, untuk pelajar antar siswa/i yang berbeda dan
dalam konteks yang berbeda pula. Menurut Gerlach & Ely (1980) dalam Pratama (2021:1)
strategi pembelajaran adalah kiat-kiat yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran
dalam lingkungan kelas saat terjadinya proses KBM tertentu seperti sifat, lingkup, dan urutan
kegiatan yang bisa menyediakan pengalaman belajar kepada pelajar atau siswa/i. Menurut
Suparman dalam Laidat (2022:22) strategi pembelajaran merupakan kombinasi susunan
pelaksanaan KBM (tahapan penyajian pembelajaran), metode atau teknik pembelajaran, media
pembelajaran, dan waktu pembelajaran. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah seluruh komponen umum dalam proses KBM
antara pengajar dan pelajar dalam usaha menciptakan kondisi saat proses berjalannya KBM
yang optimal karena terjadi kombinasi antara sistematisnya kegiatan metode dan media
pembelajaran yang dipakai beserta durasi waktu yang dipakai oleh pengajar dan pelajar dalam
proses KBM.
Metode berasal dari bahasa Yunani “Greak” yakni “Metha” artinya melalui, dan “Hodos”
yang berarti jalan, gaya, alat atau cara. Penggunaan metode dalam proses KBM dimaksudkan
agar pengajar dan pelajar dapat sampai pada tujuan yang sudah ditetapkan. Karena tanpa
penggunaan metode yang tepat maka proses KBM tidak akan terarah sehingga tujuan dalam
proses KBM tidak akan tercapai oleh pengajar dan pelajar. Untuk itu sangat penting dalam
menetapkan metode pembelajaran.
Menurut Supriyanto dkk, dalam bukunya menjelaskan bahwa “metode pembelajaran ialah
prosedur atau cara yang digunakan oleh fasilitator dalam hubungan belajar dengan
memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu tujuan”. Menurut Heinich dan
Molenda, “methods are the procedures of instruction selected to help learners to achieve the
objective or to internalize to content or message” (metode adalah penentuan prosedur
pembelajaran agar mencapai tujuan belajar atau untuk menginternalisasi materi/pesan). Dari
beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah usaha
yang harus dilalui oleh pengajar maupun pelajar untuk sampai pada tujuan pembelajaran yang
sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Dalam proses KBM tidak ada satu metode atau strategi saja yang benar-benar baik dan
tepat untuk diimplementasikan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pada kitab perjanjian
baru menjelaskan banyak hal mengenai didikan yang Yesus Kristus Tuhan terapkan. Dia
mendidik melalui pengajaran ceramah, verbal, cerita, khotbah, ilustrasi atau perumpamaan,
penugasan, pertanyaan, dan perbuatan nyata atau teladan. Dia mendidik individu demi individu.
Tetapi Dia tidak melupakan pendidikan berkelompok dari tiga, dua belas, tujuh puluh orang,
bahkan pendidikan bagi banyak orang, kelompok 4.000 maupun 5. 000 orang (Markus. 6:32-
44; 8: 1-10) (Sidjabat, 2021:31). Oleh karen itu diperlukan perpaduan dan modifikasi terhadap
strategi dan metode untuk menjawab kebutuhan tujuan pembelajaran. Dalam penyusunan bahan
ajar untuk menumbuhkan karakter Kelemahlembutan, maka setiap materi yang telah diseleksi
untuk dituangkan kepada anak-anak taruna menggunakan berbagai macam strategi dan metode
yang berbeda dan juga hasil dari perpaduan dan modifikasi dari beberapa strategi dan metode
yang dipilih. Adapun strategi dan metode yang digunakan, antara lain strategi project based
learning (PjBL), inkuiri, cooperative learning, dan reflective learning; metode ceramah, diskusi
kelompok, berbagi pendapat, presentasi, dan taileren method/metode sebagian.
2.5.1. Project Based Learning
Project based learning (PjBL) dikemukakan oleh Piaget, Vygotsky, John Dewey, dan
Kilpatrick. Keempat tokoh ini mengemukakan project based learning menurut setiap teorinya.
Piaget dan Vygotsky mengemukakan project based learning dengan teori konstruktivisme, dan
John Dewey dengan teorinya yaitu learning by doing. Dari teori-teori yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa project based learning menekankan pada
keaktifan siswa/i untuk melakukan sesuatu saat pembelajaran ataupun setelah pembelajaran,
sehingga tidak terkesan bahwa siswa/i pasif-pasif saja dan guru saja yang berperan aktif 100%.
Project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan
kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proses secara
kolaboratif, dan akhirnya memperoleh produk kerja yang layak dipresentasikan pada orang lain
(Mahendra, 2017:109). Menurut Tresna Dermawan, dkk., (2008:30) dalam UNY (2020:9)
menjelaskan project based learning adalah strategi belajar yang sistematis, yang melibatkan
pelajar dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses penelusuran (inquiry)
panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk
yang dirancang dengan kewaspadaan. Menurut Eko Mulyadi (2015:387- 388) project based
learning adalah model pembelajaran yang meberikan kesemparan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan proyek (UNY, 2020:9). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa project based learning adalah strategi yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan
(belajar kontekstual) melainkan mengarahkan dan mendorong pelajar untuk menghasilkan
sebuah karya yang relevansi dengan pengetahuan yang sudah didapatkan sehingga karya
tersebut dapat diketahui dan bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekiar.
Penggunaan strategi project based learning dapat mendorong siswa/I untuk
mengimplementasikan pembelajaran secara mandiri yang berlangsung seumur hidup.
Pembelajaran yang diimplementasikan diharapkan dapat menuai hasil yang berkualitas. Oleh
karena itu, project based learning berfokus pada kolaborasi dan kerja sama tim yang bisa
menghasilkan suatu karya yang memiliki nilai tinggi (Yunizha, 2023).

2.5.2 Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” secara harfiah berartipemeriksaan atau
pertanyaan dan penyelidikan. Ditegaskan bahwa inkuiri ialah the process of infestigating a
problem (proses penyelidikan masalah). Secara etimologi inquiry diartikan sebagai proses
berpikir kritis dan analistis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari satu masalah
yang dipertanyakan (Lahadisi, 2014:88). Menurut Slameto, strategi pembelajaran inkuiri ialah
prosedur penyampaian bahan pengajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
belajar mengembangkan potensi kognitifnya dalam hubungan kegiatan yang disusunnya sendiri
agar menemukan sesuatu sebagai jawaban yang meyakinkan terhadap permasalahan yang
dihadapkan kepadanya melalui usaha pelacakan data dan informasi serta pemikiran yang logis,
kritis, dan sistematis (Lahadisi, 2014:88-89). Jadi dapat simpulkan bahwa strategi pembelajaran
inkuiri adalah salah satu strategi yang berfokus pada proses berfikir secara sistematis, kritis,
logis, analistis, dan bermakna untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu
permasalahan yang dihadapi, baik proses pembelajaran dalam kelas maupun lingkungan sekitar
dimana mereka berada yang dimaksudkan agar dapat menumbuhkan sikap keyakinan dalam
diri dan kebermaknaan hidup.
Strategi pembelajaran inkuiri didasarkan pada aliran belajar kognitif yang dicetuskan oleh
Piaget. Berdasarkan aliran ini, belajar ialah proses mental dan proses berpikir dengan
menggunakan segala kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Belajar
bukan sekedar menghafal dan memupuk ilmu pengetahuan yang diperoleh, melainkan
pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk pelajar melalui keterampilan berpikir. Teori
belajar lain yang menjadi dasar strategi pembelajaran inkuiri ialah teori belajar konstruktivistik.
Teori belajar ini dikembangkan oleh Piaget, bahwa pengetahuan itu bermakna jika dicari dan
ditemukan sendri oleh pelajar. Menurut Piaget, sejak kecil setiap individu berusaha dan mampu
mengembangkan pengetahuan memalui skema yang ada dalam sistem berpikirnya. Skema itu
secara terus menerus dioptimalkan dan diubah melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2.5.3 Cooperative Learning


Pembelajaran kooperatif diketahui dari konsep bahwa pelajar akan lebih mudah
mendapatkan dan memahami konsep sulit jika mereka saling berdiskusi atau bertukar pendapat
dengan temannya. Cooperative learning dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku bersama
dalam bekerja dan membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana ketercapaian tujuan kerja sangat
dipengaruhi oleh kerja sama dari setiap anggota kelompok tersebut (Riyono dan Ubaidila,
2018:21).
Dalam struktur pembelajaran berbasis cooperative learning, terdapat lima unsur pokok
(Lie, n.d: 18) dalam (Laidat, 2022: 23) yaitu saling ketergantungan positif, tanggungjawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam Manubey
(2016) penerapan kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus meningkatkan
hubungan sosial dalam ketergantungan positif, tanggungjawab, menumbuhkan sikap toleransi
dan pengharapan terhadap pendapat orang lain dalam berkomunikasi dan dapat digunakan pada
semua subjek pembelajaran dan semua jenjang pendidikan.

2.5.4 Reflective Learning


Pembelajaran reflektif ialah gaya belajar yang memprioritaskan proses berpikir atas dasar
refleksi diri, pengalaman masa lalu, dan harapan masa depan. Sebagai pembelajaran yang
menyajikan proses belajar secara mendalam dan bermakna, pembelajaran reflektif banyak
memberikan kepada pelajar maupun pengajar untuk merefleksikan atau merenungkan proses
KBM yang sudah dilakukan. Pembelajaran reflektif memberikanvkesempatan kepada peserta
didik agar terlibat secara aktif dalam proses KBM dengan melibatkan pengalaman dirinya
sebagai bahan pembelajaran yang membantu membentuk sebuah pengetahuan dan merangsang
pelajar untuk berpikir kreatif sesuai pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki guna
menyelesaikan permasalahan rill dalam kehidupan. Pembelajaran reflektif bertujuan untuk
melihat dan merefleksikan perubahan terhadap pengetahuan (pemikiran, tutur kata, dan
tindakan) yang didapat selama proses KBM, sehingga menghasilkan perubahan. Pembelajaran
reflektif ini oleh Kolb (1984) dalam Rais (2019:2) merupakan bagian penting dari proses
pembelajaran “experiental learning” atau pembelajaran berbasis pengalaman.
Reflective learning didasarkan pada pendekatan konstruktivistik dan pendekatan
humanistik. Konstruktivistik ialah cara pandang psikologi dan filosofi yang menegaskan bahwa
pengetahuan disusun oleh seseorang secara sistematis sesuai dengan apa yang dipelajari dan
dimengerti. Konstruktivistik lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam mencari
pengetahuan sekaligus upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun
memberi kesempatan kepada anak mengemukakan pendapatnya. Konstruksi pengetahuan
ditekankan pada pengembangan pengetahuan. Dalam hal ini tugas yang diberikan menekankan
pada konteks yang berarti, sehingga bisa dilakukan refleksi pada pengalaman yang dilalui.
Sedangkan pendekatan humanistik mengarah pada apresiasi terhadap sesama dan otonomi
manusia dalam belajar. Asumsi humanistik bahwa setiap orang itu pada dasarnya baik karena
sejalan dengan ajaran agama, sehingga menganggap bahwa keyakinan ialah kekuatan manusia
sendiri. Selain itu, tingkah laku adalah hasil persepsi diri Persepsi merupakan konsep kunci
humanisme, tingkah laku nyata, perasaan sikap, keyakinan, dan nilai-nilai merupakan hasil
persepsi (Manubey, 2016).

BAB III
METODE PEMBANGUNAN

3.1 Rancangan Penelitian Pengembangan


3.1.1 Model Pengembangan
Penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan. Dimana penelitian
pengembangan merupakan salah satu dari 5 ranah dalam Teknologi Pembelajaran. Penelitian
pengembangan ini menggunakan model Dick & Carey, dimana model ini bersifat development-
research. Model ini sangat sistematis dan dalam desainnya memberikan langkah-langkah yang
terstrukur untuk mengembangkan bahan ajar yang spesifik untuk menyelesaikan permasalahan
dalam belajar, serta disesuaikan dengan karakteristik pembelajar (Gustafon & Branch, 2002).
Model Dick & Carey memiliki sepuluh langkah yang sistematis, yakni :
1. mengidentifikasikan atau mengenal tujuan pembelajaran.
2. melakukan analisis pembelajaran,
3. mengidentifikasi karakterisitikpebelajar.
4. merumuskan tujuan performasi yang didasarkan pada analisis pembelajaran.
5. mengembangkan tujuan performasi yang didasarkan pada analisis pembelajaran.
6. mengembangkan strategi pembelajaran.
7. mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.
8. mendesain dan melakukan penilaian formatif.
9. merevisi pembelajaran, dan
10. mengembangkan evaluasi sumatif.
Kesepuluh tahapan ini dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pengembangan bahan ajar.
Berdasarkan model pengembangan pembelajaran Dick & Carey, maka modifikasi model untuk
penelitian ini hanya menggunakan sembilan langkah, yakni (1) mengidentifikasikan atau
mengenal tujuan pembelajaran, (2) melakukan analisis pembelajaran., (3) mengidentifikasi
karakterisitik pembelajar, (4) merumuskan tujuan performasi yang didasarkan pada analisis
pembelajaran, (5) mengembangkan tujuan performasi yang didasarkan pada analisis
pembelajaran, (6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) mengembangkan dan memilih
materi pembelajaran, (8) mendisain dan melakukan penilaian formatif, dan (9) merevisi
pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket, tanggapan langsung terhadap produk
yang didapatkan melalui wawancara dan diskusi. Analisis data yang digunakan adalah analisis
data kualitatif dan kuantitatif. Masukan berupa kritik dan saran digunakan sebagai dasar untuk
menyempurnakan bahan ajar untuk menumbuhkan karakter kelemahlembutan. Data kuantitatif
diperoleh dengan menggunakan rumus sederhana yang berguna untuk mengetahui tingkat
kelayakan dari produk yang dikembangkan.

3.1.2 Subjek Pengembangan


Validasi dilakukan dalam empat tahapan, yakni validasi ahli, uji kelompok kecil, uji
kelompok perseorangan, dan uji lapangan. Untuk validasi ahli dilakukan oleh ahli media,
desain, dan isi. Uji kelompok kecil, perseorangan, dan uji lapangan melibatkan pengajar dan
anak taruna yang berada di GMIT Kalvari Wedomu Atambua.. Subjek pengujian yang
dimaksudkan memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. Validasi ahli media dalam hal ini ialah validator media pembelajaran berupa bahan ajar
yang telah berpengalaman dalam bidang pengembangan bahan ajar cetak (printed
material). Produk yang dikembangkan oleh pengembang diuji oleh ahli media agar
dinilai berbagai kekurangan dan kemudian dijadikan oleh pengembang sebagai dasar
atau informasi sehingga dapat melakukan perbaikan (revisi).
2. Validasi ahli desain dalam hal ini adalah validator pembelajaran yang telah menguasai
dan berpengalaman dalam bidang desain pembelajaran. Produk yang dihasilkan ialah
berupa bahan ajar yang berisikan strategi dan metode yang menumbuhkan tindakan
penguasaan diri terhadap anak taruna, diuji oleh ahli desain pembelajaran untuk dinilai
berbagai kekurangan yang kemudian dijadikan pengembang sebagai dasar atau
informasi untuk melakukan perbaikan (revisi).
3. Vallidasi ahli isi dalam pengembangan ini ialah validator yang berlatar
belakang sebagai pendeta.
4. Pengajar anak taruna dan anak-anak taruna di GMIT Jemaat Kalvari Wedomu Atambua.

3.1.3 Lokasi Dan Waktu Pengembangan


Lokasi penelitian pengembangan bahan ajar berkarakter Kelemahlembutan ditentukan secara
purposive atau dipilih sesuai tujuan dan dengan sengaja, karena bahan ajar yang akan
dihasilkan diperuntukkan bagi anaktaruna yang membutuhkan pengajaran karakter dan
ketersediaan bahan ajar berkarakter, maka lokasi penelitian pengembangan bahan ajar yang
dipilih adalah PAR GMIT Jemaat Kalvari Wedomu Atambua.
Penelitian dan pengembangan bahan ajar berkarakter Kelemahlembutan ini direncanakan
selama 2 atau 3 bulan.

3.2 Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Model Dick & Carey


Langkah-langkah menyusun dan mendesain bahan ajar cetak (printed material) berkarakter
Kelemahlembutan akan menggunakan sembilan langkah model Dick & Carey, antara lain:
3.2.1 Mengidentifikasi Kebutuhan dan Tujuan Umum Pembelajaran
3.2.1.1 Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran
Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai salah satu pengajar taruna di GMIT Jemaat
Kalvari Wedomu Atambua, masih didapati anak-anak taruna yang memiliki ketidak
kelemahlembutan diri. Seperti penggunaan telepon genggam dan media sosial, menonton
pornografi, pergaulan, berkomunikasi, penggunaan uang, penyampaian pendapat, bertindak
kasar dalam aktivitas keluarga dan saat beribadah. Contohnya salah satu bentuk sikap ketidak
kelemahlembutan yang sering ditunjukkan oleh anak-anak taruna di GMIT Jemaat Kalvari
Wedomu Atambua adalah kurangnya etika ketika berkomunikasi dengan sesama teman dan
juga menggunakan telepon genggam saat ibadah maupun pembelajaran berlangsung
Untuk itu diperlukan bahan ajar yang menumbuhkan Kelemahlembutan dalam diri anak
Sekolah minggu, karena menjadi pribadi yang memiliki klemahlembutan akan menjadikan anak
cerdik dalam bertindak. Dengan Kelemahlembutan maka dapat dalam kehidupan pergaulan
bersama orang lain dapat terjalin dngan baik.
Daftar Pustaka

Degeng, I, N. S, 1997a, Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi.


Disertai Bahasan Tentang Temuan
Penelitian, Malang, IKIP Malang & Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia.
Dick. W., Carey. L., Carey. J. O., 2009. The Systematic Design of Instruction (seventh edition).
New Jersey: Pearson.
Gagne. R. M., Wager. W. W., Golas. K. C., Keller. J. M., 2005. Principles of Instuctional Design
Fifth Edition. California:
Wadsworth.
Gustafson. K. L., Branch. R. M., 2002. Survey of Instructional Development Models Fourth
Edition. New York: ERIC.
Punaji. S., Sihkabuden. 2005. Media Pembelajaran. Malang: Elang Mas.
Rosebrough. T. R., Leverett. R. G., 2011. Transformational Teaching in the Information Age.
Virginia: ASCD.
Slavin. R. E., 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan oleh Narulita
Yusron. 2015. Bandung: Nusa
Media

Anda mungkin juga menyukai