PRINSIP
Rumus
mg
ppm=
L
% Product =100 %−% Tepung halus−% Tepung kasar
w tepung halus
% Tepung halus= x 100 %
w awal
w tepung kasar
% Tepung kasar = x 100 %
w awal
w lost product
% lost product= x 100 %
w bahan kering
Umbi-umbian
Trimming Kulit
Penimbangan
Blanching
t = 3-5 ‘
Penirisan
Pengeringan T = 70oC, t
= 6 – 7 jam
Penggilingan
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Percobaan Pengeringan dan Penepungan Metode Blanching.
Umbi-umbian
Trimming Kulit
Penimbangan
Perendaman
Na2S2O5
Penirisan
Pengeringan T = 70oC, t
= 6 – 7 jam
Penggilingan
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Percobaan Pengeringan dan Penepungan Metode Perendaman Na 2S2O5
Umbi-umbian
Trimming Kulit
Penimbangan
Perendaman air
biasa t= 5’
t = 3-5 ‘
Penirisan
Pengeringan T = 70oC, t
= 6 – 7 jam
Penggilingan
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Gambar 3. Diagram Alir Prosedur Percobaan Pengeringan dan Penepungan Metode Perendaman Air Biasa
Foto Proses
Foto Proses
Foto Proses
HASIL PENGAMATAN
a. Blanching
Keterangan Hasil
Basis 62,30 gram
Bahan Utama Ubi
Bahan Tambahan Air
Berat Produk W T halus = 15,22 g W T kasar =2,86 g
% Produk 89,87%
Organoleptik
1. Warna Jingga
2. Rasa Khas ubi dan sedikit manis
3. Aroma Khas ubi
4. Tekstur Halus
5. Kenampakan Menarik
Perhitungan Dik : wo = 62,30 g ; w t halus = 15,22 g ; wbk =
19,93 g ; w t kasar = 2,86 g
w t halus
% Tepung Halus= ×100 %
w awal
15,22
¿ ×100 %
62,30
= 24,43 %
w t kasar
% Tepung kasar = ×100 %
w awal
2,69
¿ ×100 %
62.30
= 4,31 %
Lost Product=wbk−( w t halus + w t kasar)
= 19,93 – (15,22+2,69)
= 2,02 gram
Lost Product
% Lost Product= × 100 %
w bahan kering
2,02
¿ ×100 %
19,93
= 10,13 %
b. Perendaman Na2S2O5
Keterangan Hasil
Basis 70,20 gram
Bahan Utama Ubi
Bahan Tambahan Na2S2O5 500 ppm
Berat Produk W T halus = 12,17 g W T kasar = 3,06 g
% Produk %
Organoleptik
1. Warna Jingga
2. Rasa Khas ubi dan sedikit manis
3. Aroma Khas ubi
4. Tekstur Agak halus
5. Kenampakan Menarik
Perhitungan Dik : wo =70,20 g ; w t halus = 12,17 g ; wbk
= 15,49 g ; w t kasar = 3,06 g
w t halus
% Tepung Halus= ×100 %
w awal
12,17
¿ ×100 %
70,20
= 17,34 %
w t kasar
% Tepung kasar= ×100 %
w awal
3,06
¿ ×100 %
70,20
= 4,36
Lost Product=wbk−(w t halus+ w t kasar )
= 15,49 –( 12,17 +3,06)
= 0,26gram
Lost Product
% Lost Product= × 100 %
w bahan kering
0,26
¿ ×100 %
15,49
=1,68 %
c. Perendaman Air
Keterangan Hasil
Basis 68,71 gram
Bahan Utama Ubi
Bahan Tambahan Air
Berat Produk W T halus = 13,67 g W T kasar = 4,27 g
% Produk %
Organoleptik
1. Warna Jingga
2. Rasa Khas ubi dan sedikit manis
3. Aroma Khas ubi
4. Tekstur Halus
5. Kenampakan Menarik
Perhitungan Dik : wo = 68,71 g ; w t halus = 13,67 g ;
wbk = 18,59 g ; w t kasar = 4,27 g
w t halus
% Tepung Halus= ×100 %
w awal
13,67
¿ ×100 %
68,71
= 19.89%
w t kasar
% Tepung kasar= ×100 %
w awal
4,27
¿ ×100 %
68,71
= 6,27%
Lost Product=wbk−(w t halus+ w t kasar)
= 18,59 g- (13,67+4,27)
= 0,65 gram
Lost Product
% Lost Product= × 100 %
w bahan kering
0,65
¿ ×100 %
18,59
= 3,5 %
PEMBAHASAN
Bahan dan fungsi yang digunakan dalam percobaan ini yaitu ; Kentang
yaitu sebagai bahan dasar pembuatan tepung yang selanjutnya akan di uji.Fungsi
dari air pada proses perendaman yaitu untuk mencegah kontaknya bahan dengan
oksigen yang dapat menimbulkan browning pada bahan. Fungsi dari Na2S2O5 juga
sama seperti air yaitu untuk mencegah terjadinya browning pada bahan selain itu
Na2S2O5 dapat memucatkan hasil akhir yaitu tepung sehingga warnanya lebih
cerah (tergantung pada jenis umbi-umbiannya).
a. Faktor internal
1. Sifat bahan
Sifat bahan yang dikeringkan (komposisi kimia dan struktur fisik)
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan.
Komposisi kimia dan struktur fisik bahan berpengaruh terhadap tekanan
uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut
pada suhu tertentu.
2. Ukuran
Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik
dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan
tebal satu pertiga dari semua dikeringkan akan mengalami
pengeringannya yang sama dengan kecepatan 9 kali.
3. Unit pemuatan
Dalam beberapa hal penambahan muatan bahan basah pad arak
pengeringan analog dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan,
sehingga akan mengurangi keepatan pengeringan.
b. Faktor Eksternal
1. Depresi bola basah
Depresi bola basah yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering)
dengan suhu bola basah. Jika depresi bola basah besar, maka potensial
pengeringannya tinggi, dan kecepatan pengeringan tinggi.
2. Suhu udara
Kecepatan akan lebih tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena
pada air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara
dapat diabaikan dan suhu bahan mendekati suhu udara.
3. Kecepatan aliran udara
Pengaruh perbedaan kecepatan sangata nyata pada kecepatan udara
beberapa ratus per menit.
(Wirakartakususmah, 1992)
Case hardening adalah suatu kerusakan yang terjadi apabila penguapan air
pada permukaan bahan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar,
sehingga bagian dalam bahan masih basah, sedangkan bagian permukaan bahan
sudah kering (Afrianti, 2008).
Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua
proses yang berlangsung secara simultan, yaitu:
1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di
permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini
dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari
ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah
aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan
tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan
ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan
padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke
lingkungan melalui lapisan film tipis udara.
2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan Ketika
terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur
sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan
benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme
aliran internal air (Rohman, 2008).
Dari tiga metode yang digunakan tepung paling baik adalah tepung yang
dihasilkan oleh metode Na2S2O5 dengan air karena dari segi organoleptik
mempunyai warna yang menarik, tekstur lebih halus dan aroma serta kenampakan
yang menarik.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman. CCP ditetapkan
pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga sampai
ke konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya
mirobiologis, kimia, maupun fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi
makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena itu CCP pada produk
semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH,
aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan makanan (Amaliya, 2012).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi,
praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis: (1) Titik
Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan, dan (2) Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik
dimana bahaya dikurangi (Amaliya, 2012).
CCP pada pembuatan tepung kentang adalah pada saat proses trimming
dimana bahan pangan yang memiliki enzim fenolase dapat mengalami browning
ketika bahan tersebut dikupas. Terdapat CCP pada saat pengeringan dimana jika
suhu terlalu tinggi dan waktu terlalu lama maka akan terjadi kehilangan zat
nutrisi. Selain itu terdapat CCP pada proses perendaman dengan Na 2S2O5 dimana
jika kadar natrium metabisulfit yang digunakan terlalu tinggi bisa menjadi bahaya
bagi kesehatan orang yang mengkonsumsinya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan pada pengujian penepungan
metode blanching tepung halus sebesar 24,43% , tepung kasar sebesar 4,31 % ,
lost product sebesar 10,13 % . Pada metode natrium metabisulfit tepung halus
sebesar 17,34 % , tepung kasar sebesar 4,36 %, lost product sebesar 1,68 % .
Pada metode perendaman air tepung halus sebesar 19,89 % , tepung kasar sebesar
6,27 % , lost product sebesar 3,5 % .
DAFTAR PUSTAKA
Truswell, A.S. 1992. Glycaemic Index of Food. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (Suppl. 2),
91S-101S